Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian
Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
ABSTRACT
1. PENDAHULUAN
Domba merupakan hewan ternak yang penyebarannya hampir ada di seluruh
wilayah Indonesia. Domba merupakan salah satu sumber daya genetik yang perlu
dikembangkan terutama untuk konsumsi daging merah selain dari hewan ruminansia
lainnya. Jawa Barat merupakan tempat penyebaran tertinggi di Indonesia. Ternak domba
sangat berpotensi sebagai sumber penghasil daging, khususnya di daerah Jawa Barat yang
sudah lama mengenal dan memelihara ternak domba utamanya Domba Garut. Selain itu
Jawa Barat juga sangat potensial sebagai daerah pengembangan ternak domba karena
keadaan lingkungannya sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan Domba Garut.
Beberapa keunggulan Domba Garut dibandingkan dengan domba lainnya
diantaranya memiliki produktivitas cukup baik dan relative tahan terhadap penyakit,
memiliki keunggulan komparatif terutama dalam hal performa dan kekuatannya.
Penerimaan dari produksi induk pertahun salah satunya dapat ditingkatkan melalui
pemilihan bibit ternak yang tepat sesuai dengan lokasi usaha atau dengan perbaikan mutu
genetik ternak. Bibit merupakan modal awal dari proses budidaya, mudah diperoleh dan
terjamin kontinuitasnya. Pengadaan bibit umumnya masih merupakan swadaya peternak,
peran pemerintah maupun perusahaan swasta dalam penyediaan bibit unggul domba
masih belum memuaskan.
Seleksi adalah proses membiarkan individu-individu yang memiliki gen-gen yang
terbaik untuk bereproduksi, sehingga generasi berikutnya mempunyai gen yang lebih
diinginkan dibandingkan dengan yang ada pada saat ini (Warwick et al., 1995). Parameter
genetik yang diperhatikan dalam seleksi, yaitu heritabilitas dan nilai pemuliaan,
sedangkan untuk meramalkan kemajuan genetik salahsatunya dapat menggunakan respon
seleksi melalui pengukuran bobot lahir.
Kecermatan seleksi pada dasarnya merupakan korelasi antara catatan fenotipik
yang dipakai petunjuk dalam seleksi dan nilai pemuliaan sesungguhnya. Nilai tersebut
penting dalam pemuliaan ternak, karena makin tinggi nilai kecermatan, makin besar
respon seleksi yang diharapkan. Respon seleksi pada dasarnya merupakan suatu
perbandingan antara rata-rata fenotip anak dengan rata-rata fenotip tetua. Respon ini
menggambarkan kemajuan genetik yang diperoleh dari hasil seleksi. Pendugaan respon
seleksi sangat penting untuk para pemulia, karena dapat menduga kemajuan genetik pada
generasi yang akan datang.
Bobot lahir merupakan salah satu sifat yang digunakan sebagai kriteria seleksi
ternak, karena sifat ini berkorelasi positif dengan produktivitas ternak berikutnya. Apabila
seleksi terhadap bobot lahir telah dilaksanakan pada generasi sekarang, maka diharapkan
pada generasi berikutnya terjadi peningkatan. Untuk mengetahui respon seleksi
berdasarkan kriteria bobot lahir, diperlukan heritabilitas bobot lahir, simpangan baku
fenotip bobot lahir dan intensitas seleksi.
Keberadaan UPTD BPPTD Margawati Garut dalam menghasilkan bibit Domba
Garut yang unggul perlu dioptimalkan lagi, karena sangat berkaitan guna perkembangan
bibit-bibit Domba Garut yang berkualitas. Informasi mengenai respon seleksi bobot lahir
pada berbagai tingkat intensitas seleksi belum tersedia. Penelitian mengenai Respon
Seleksi Bobot Lahir Domba Garut Pada Intensitas Optimum di UPTD BPPTD Margawati
Garut, perlu dilakukan.
Respon Seleksi Domba Garut........................................................... Erwin Jatnika Priyadi
Berdasarkan nilai heritabilitas bobot lahir dapat diduga bahwa tanggapan seleksi akan
menghasilkan nilai yang baik.
Kecermatan seleksi yang didapat untuk bobot lahir domba Garut di UPTD BPPTD
Margawati memiliki nilai sebesar 0,35. Nilai kecermatan seleksi bobot lahir termasuk
dalam kategori tinggi. Kecermatan seleksi (h) diperoleh dari akar nilai heritabilitas (h2).
Semakin besar nilai heritabilitas yang diperoleh, akan semakin besar juga kecermatan
seleksi yang didapat (Hardjosubroto, 1994).
Intensitas Seleksi
UPTD BPPTD Margawati memiliki jumlah pejantan dan induk yang berbeda,
kondisi tersebut akan membuat intensitas seleksi jantan dan betina berbeda pula.
Besarnya intensitas seleksi rata-rata merupakan jumlah intensitas seleksi jantan dan
intensitas seleksi betina dibagi dua (Hardjosubroto, 1994). Intensitas seleksi pada
berbagai proporsi ternak jantan dan betina yang terseleksi disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Intensitas Seleksi Pada Berbagai Proporsi Ternak Terseleksi
% 0,47 1,87 3,74 5,61 7,48 9,35
% Ekor 1 4 8 12 16 20
5,62 10 2,463 2,225 2,097 2,014 2,951 1,900
16,85 30 2,203 1,969 1,837 1,754 1,691 1,640
33,71 60 1,998 1,754 1,632 1,549 1,486 1,435
50,56 90 1,851 1,617 1,485 1,402 1,339 1,288
67,47 120 1,724 1,490 1,358 1,274 1,212 1,161
84,27 150 1,599 1,366 1,233 0,150 0,087 0,036
Tabel 3 menunjukkan nilai intensitas seleksi tertinggi adalah 2,463 yang dicapai
menggunakan 0,47 % (1 ekor) jantan dengan 5,62 % (10 ekor) betina. Kemajuan genetik
yang dicapai dalam populasi akan cepat karena jumlah populasi yang seimbang karena
sesuai dengan ratio jantan dan betina yang digunakan serta dilihat dari segi usaha
pemeliharaan ternak akan lebih efektif. Ratio antara jantan dan betina yang digunakan
untuk ternak domba adalah 1 : 10.
Dugaan Nilai Respon Seleksi Bobot Lahir
Besarnya kemajuan genetik yang diperoleh sebagai akibat adanya seleksi, dapat
diduga dengan menghitung besarnya dugaan respon seleksi. Pendugaan nilai respon
seleksi dipengaruhi oleh nilai heritabilitas (h2), intensitas seleksi (i) dan simpangan baku
phenotip ( ). Respon seleksi yang optimal dapat diperoleh dengan menstimulasi
besarnya nilai intensitas seleksi jantan atau betina yang akan digunakan sebagi tetua pada
generasi berikutnya (Anang et al., 2003).
Nilai respon seleksi bobot lahir domba Garut yang meliputi bobot lahir, berguna
untuk menduga besarnya nilai kemajuan genetik bobot lahir domba Garut pada generasi
berikutnya. Respon seleksi dapat dihitung dengan rumus (Hardjosubroto, 1994):
= 2
Keterangan:
: Respon seleksi
i : Intensitas seleksi
2
: Heritabilitas
: Simpangan baku phenotip
Dugaan nilai respon seleksi bobot lahir domba Garut berdasarkan heritabilitas (h2)
bobot lahir sebesar 0,12 dan simpangan baku phenotip ( ) sebesar 0,45 pada berbagai
intensitas seleksi disajikan dalam Tabel 4.
Respon Seleksi Domba Garut........................................................... Erwin Jatnika Priyadi
Tabel 4. Dugaan Nilai Respon Seleksi Bobot Lahir Domba Garut Berdasarkan
Heritabilitas Bobot Lahir
% 0,47 1,87 3,74 5,61 7,48 9,35
% Ekor 1 4 8 12 16 20
5,62 10 0,133 0,120 0,113 0,109 0,105 0,103
16,85 30 0,119 0,106 0,099 0,095 0,091 0,089
33,71 60 0,107 0,095 0,088 0,084 0,080 0,077
50,56 90 0,100 0,087 0,080 0,076 0,072 0,069
67,47 120 0,093 0,080 0,073 0,069 0,065 0,063
84,27 150 0,086 0,073 0,067 0,062 0,059 0,056
Tabel 4 menunjukkan bahwa pengambilan proporsi ternak terseleksi
mempengaruhi besarnya respon seleksi. Semakin besar proporsi ternak terseleksi akan
menurunkan intensitas seleksi dan nilai respon seleksi akan semakin kecil. Nilai respon
seleksi bobot badan domba Garut berdasarkan heritabilitas bobot lahir tertinggi adalah
0,133 kilogram yang dicapai pada jumlah proporsi ternak jantan 0,47 % (1 ekor) dan
jumlah proporsi ternak betina 5,62 % (10 ekor). Berdasarkan hasil tersebut dapat diduga
peningkatan bobot lahir domba Garut pada saat lahir adalah 0,133 kilogram pada generasi
berikutnya. Kondisi ini dapat terjadi karena adanya pengaruh genetik induk,
pemeliharaan selama fase kebuntingan, serta jumlah ternak yang digunakan sebagai tetua
pada generasi berikutnya.
Pembibitan adalah kegiatan budidaya menghasilkan bibit ternak untuk keperluan
sendiri atau untuk diperjualbelikan (Kementrian Pertanian, 2006). Penggunaan intensitas
seleksi tertinggi pada penelitian ini disebabkan oleh UPTD BPPTD Margawati
merupakan balai pembibitan. Sehingga, digunakan intensitas seleksi yang lebih besar
untuk perbanyakan (multiplikasi).
Pendugaan respon seleksi berguna untuk memperkirakan performa domba Garut
pada generasi berikutnya. Pada penelitian ini peningkatan bobot lahir domba Garut
melalui pendugaan nilai respon seleksi bobot lahir berdasarkan heritabilitas bobot lahir
adalah sebesar 0,36 kilogram.
4. KESIMPULAN
Rata-rata bobot lahir domba Garut di UPTD BPPTD Margawati adalah 2,8
kilogram dengan nilai heritabilitas bobot lahir domba Garut di UPTD BPPTD Margawati
adalah 0,12. Nilai heritabilitas bobot lahir termasuk dalam kategori sedang.
Nilai respon seleksi bobot lahir domba Garut berdasarkan heritabilitas bobot lahir
tertinggi adalah 0,133 kilogram yang dicapai pada jumlah proporsi domba jantan 0,47 %
(1 ekor) dan jumlah proporsi domba betina 5,62 % (10 ekor).
5. DAFTAR PUSTAKA
Anang, A., Dudi and D. Heriyadi. 2003. Characteristics and Proposed Genetic
Improvement of Priangan Sheep in Small Holders. Research Report. Faculty of
Animal Husbandry, Padjadjaran University Jatinangor, West Java. Indonesia.
Anang, A., H. Indrijani, D. Rahmat dan Dudi. 2013. Uji Performance Domba Garut Di
UPTD BPPTD Margawati Garut Jawa Barat. Laporan Penelitian. Balai
Pengembangan Perbibitan Ternak Domba Jawa Barat Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran. Bandung.
Respon Seleksi Domba Garut........................................................... Erwin Jatnika Priyadi
Baehaki, A 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Program Studi
Pemuliaan Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas
Padjadjaran.
Gatenby, R. M. 1986. Sheep Production in The Tropics and Sub Tropics. 1st Edition.
Longman Inc. New York.
Heriyadi, D. 2011. Pernak Pernik dan Senarai Domba Garut. Unpad Press. Bandung.
Hal. 1: 5-7.