Anda di halaman 1dari 17

1.

Kata Kunci

1. Pria 25 tahun
2. Demam
3. Panas menggigil meriang
4. Tidak enak badan 3 hari
5. Lemah letih Lesu
6. Kepala pusing
7. Nyeri tenggorokan
8. Tenggorokan serik

2. Mind Maping

Kehujanan

Tenggorokan
Sakit Demam Bersin-bersin

Meriang
lemah letih
lesu
Anamnesis

I. dentitas pasien

Nama : Mr.A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 25tahun

Pekerjaan : Kantoran

Stuktur :-

Alamat : Diperkampungan padat penduduk

Agama :-

Suku Bangsa :-

Penanggung jawab :-

II. Keluhan utama : Demam & tidak enak badan selama 3 hari

III. Riwayat penyakit sekarang

Meriang
Panas
Menggigil dan meriang
Kepala pusing
Lemah letih lesu
Nyeri tenggorokan watu menelan
Tenggoroka serik
Bersin
Minum obat warung yang buat panas turun
IV. Riwayat Medik Dahulu
Seminggu yang lalu muntah karena terlambat makan
2 tahun lalu pernah operasi usus buntu
V. Riwayat kebiasaan
Merokok beberapa batang setelah makan
Minum kopi instan 2-3 gelas/hari
Tidak merokok dan minum minuman keras
VI. Riwayat penyakit keluarga : -
VII. Pemeriksaan Fisik
BB : 75kg
TB : 165cm
Penampilan : Pasien nampak sakit lemas, muka kemerahan, hidung basah, batuk dan
dahak.
Vital sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 104kali/menit
Respirasi : 25kali/menit
Suhu Axilar : 390C
Suhu rectal :-
Suhu oraln :-
Kepala & Leher
Inspeksi : Sklera tidak ikterus, sub konjungtiva tidak anemis, wajah kemerahan,
tenggorokan sedikit merah, Lidah tidak kotor, Licin tidak berpapil, gigi dengan
beberapa karang gigi, hidung basah.
Palpasi : Teraba pembengkakan kelenjar getah bening kecil-kecil
diposterolateral leher kanan. Namun yang lain-lain normal.
Thoraks : Inspeksi,Palpasi,Auskultasi normal
Abdomen : Inspeksi,Palpasi,Auskultasi normal
Ekstremitas
Inspeksi : kuku kotor tidak kering
Palpasi : Normal (Hangat)
3. Pembahasan

3.1 Patofisiologi demam

a. Definisi Demam

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan
dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Suhu tubuh normal berkisar antara
36,5-37,5C. Demam bisa terjadi karena infeksi (virus,bakteri,jamur), neoplasma, kelelahan,
autoimun, penumbuhan gigi pada bayi, efek samping obat, rendahnya imunitas tubuh &
reaksi setelah imunisasi. Demam itu sendiri berbeda dengan hypertermia dimana saat demam
tubuh menaikkan suhu normalnya(patokan termostat tubuh) untuk merespon pirogen eksogen
sedangkan hypertermia merupakan peningkatan suhu badan itu sendiri tanpa peningkatan
suhu normal.

b. Proses Demam

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan
neutrofil) oleh pirogen eksogen, baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun.
Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen
endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan
merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang
terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi
hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan
yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara
lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut.
Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang
pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut.

c. Tipe Demam

Demam Septik : Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat atas normal pada pagi
hari.
Demam Hektik : pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi
hari.
Demam remiten : Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu normal
Demam kontinyu : Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang
ridak berbeda lebih dari satu derajat
Demam siklik : Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oelh
kenaikan suhu seperti semula.

3.1 Kondisi Klinis Demam


Kedinginan. Apabila set point pusat pengatur suhu hipotalamus tiba-tiba berubah dari
nilai normal menjadi lebih tinggi dari nilai normal (akibat penghancuran jaringan, zat
pirogen, atau dehidrasi), biasanya dibutuhkan waktu selama beberapa jam agar suhu
tubuh dapat mencapai set-point suhu yang baru.Ketika suhu darah sekarang lebih
rendah dari set-point pengatur suhu hipotalamus, akan terjadi reaksi umum yang
menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut akan
menggigil dan merasa sangat kedinginan, walaupun suhu tubuhnya telah di atas
normal. Demikian juga, kulit menjadi dingin karena terjadi vasokonstriksi, dan orang
tersebut gemetar. Menggigil dapat sampai suhu tubuh mencapai set-point hipotalamus
103 F. Kemudian orang tersebut tidak lagi menggigil tetapi sebaliknya tidak merasa
dingin atau panas. Sepanjang faktor yang menyebabkan set-point yang meningkat
pada pengatur suhu hipotalamus terus ada, suhu tubuh akan diatur lebih kurang
dengan cara yang normal, tetapi pada nilai set-point suhu yang tinggi.

Krisis. Bila faktor yang menyebabkan suhu tinggi dihilangkan, set-point pada
pengatur suhu hipotalamus akan turun ke nilai yang lebih rendah. Mungkin bahkan
kembali ke nilai normal, seperti yang diperlihatkan pada gambar di atas. Dalam
keadaan ini suhu tubuh masih 103F, tetapi hipotalamus berupaya untuk mengatur
suhu sampai 98,6F. Keadaan ini analog dengan pemanasan yang berlebihan di area
preoptik-hipotalamus anterior, yang menyebabkan pengeluaran keringat banyak dan
kulit tiba-tiba menjadi panas karena vasodilatasi di suatu tempat. Perubahan tiba-tiba
dari peristiwa ini dalam demam dikenal sebagai krisis atau, lebih tepatnya,
kemerahan. Pada masa lampau sebelum diberikan antibiotik, keadaan krisis selalu
dinantikan, karena segera setelah hal ini terjadi, dokter dengan segera mengetahui
bahwa suhu pasien akan segera turun.
Refleks suhu kulit setempat. Apabila seseorang meletakkan kakinya di bawah sinar
lampu yang panas dan diam untuk beberapa saat, akan terjadi vasodilatasi setempat
dan pengeluaran keringat setempat dengan derajat yang ringan. Sebaliknya,
meletakkan kaki dalam air yang dingin menyebabkan vasokontriksi setempat dan
pengeluaran keringat setempat menjadi terhenti. Reaksi ini disebabkan oleh efek suhu
setempat yang lang sung pada pembuluh darah dan juga oleh refleks spinal setempat
yang dikonduksikan dari reseptor kulit ke medula spinalis dan kembali ke daerah kulit
yang sama dan ke kelenjar keringat. Intensitas efek setempat inidiatur oleh pengatur
suhu otak pusat sehingga semua efek kira-kira sebanding dengan sinyal pengatur
panas hipotalamus dikali dengan sinyal setempat. Refleks demikian dapat membantu
mencegah pengubahan panas yang berlebihan dari bagian tubuh setempat yang
didinginkan atau dipanaskan.

3.3 Keterkaitan inflamasi dengan demam

Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.Inflamasi (peradangan)
merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus
eksogen maupun endogen. Dalam arti yang paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon
protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel
dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.

Timbulnya demam pada inflamasi disebabkan oleh pelepasan pirogen-endogen yang


diinduksi oleh sekresi fagositik. Pirogen ini diyakini merangsang pelepasan prostaglandin
yang langsung merangsang hipotalamus yang mengatur suhu tubuh yang dimediasi oleh
Interleukin 1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), dan interferon (INF).

Inflamasi digolongkan berdasarkan waktu yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis. Ciri
utama inflamasi akut adalah kemerahan, panas, oedem, dan sakit. Gejala dini ditandai oleh
pelepasan berbagai mediator sel mast setempat (histamine) dan aktivasi kontak
(bradikinin).Kejadian ini disertai oleh aktivasi komplemen, system koagulasi, sel-sel
inflamasi, dan sel endotel yang melepaskan mediator. Apabila proses inflamasi terus menerus
berlangsung maka akan terjadi inflamasi kronis yang ditandai adanya inflamasi
granulomatosa. Kejadian ini mulai disadari pada tuberculosis di mana terdapat granula-
granula putih yang khas (granuloma) tersebar di seluruh tubuh. Ternyata benda tersebut
mengandung kelompok fagosit besar atau sel histiosit yang khas berbentuk bulat. Tanda yang
menyolok pada granuloma adalah pembentuka sel raksasa yang mengandung zona limfosit
perifer. Inflamasi granulomatosa merupkan reaksi inflamatoris yang tidak diinginkan dan
terjadi pada pasien sifilis, tuberculosis atau helmintiasis, kemungkinan ada penghancuran
jaringan dengan kavitasi (nekrosis) atau jaringan parut (fibrosis).

Penyebab inflamasi akut:

- Infeksi mikroba (toksin)

- Trauma (cedera,luka bakar, dsb.)

- Alergen (degranulasi dan sel mast)

- Autoimunitas (komplek imun-fagosit, aktivasi komplemen, dan sitotoksisitas sel T)

3. 4 Mengapa ketika demam detak jantung & denyut nadi berubah

Peningkatan suhu tubuh, seperti yang terjadi sewaktu seseorang menderita demam,
akan sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang sampai dua kali
frekuensi denyut
normal. Penurunan suhu sangat menurunkan frekuensi denyut jantung, hingga turun sampai
serendah beberapa denyut per menit, seperti pada seseorang yang mendekati kematian akibat
hipotermia suhu tubuh dalam kisaran 60 sampai 70F (15,5 sampai 21,2C). Penyebab
pengaruh ini kemungkikinan karena panas meningkatkan permeabilitas membran otot jantung
terhadap ion yang mengatur frekuensi denyut jantung menghasilkan peningkatan proses
perangsangan sendiri. Kekuatan kontraksi jantung sering dipercepat secara temporer melalui
suatu peningkatan suhu yang sedang, seperti yang terjadi saat tubuh berolahraga, tetapi
peningkatan suhu yang lama akan melemahkan sistem metabolik jantung dan akhirnya
menyebabkan kelemahan. Pada pasien dengan demam ringan juga bisa terjadi peningkatan
denyut jantung akibat dari peningkatan produksi hormon tiroid yang dirangsang oleh suhu
yang dingin pada area preoptic hipotalamus anterior yang selanjutnya akan merangsang
kelenjar tiroid untung mengeluarkan tiroksin.
4. Pemeriksaan Patologi klinik

Hapusan darah tepi adalah tindakan diagnostik yang digunakan dalam evaluasi dan diagnosis
berbagai kondisi medis. Ini adalah tindakan standar jika dokter menduga ada penyakit atau
infeksi, Hapusan darah tepi biasanya tes diagnostik pertama yang dilakukan.Selama hapusan
darah tepi, teknisi laboratorium akan memeriksa tiga komponen utama darah:

Trombosit
Sel darah putih
Sel darah merah

Trombosit adalah sel yang memungkinkan pembentukan gumpalan darah untuk mencegah
darah mengalir dengan bebas dalam luka. Hal ini memainkan peran penting dalam proses
penyembuhan. Sementara itu, sel-sel darah putih merupakan bagian penting dari sistem
kekebalan tubuh karena mereka melawan zat asing dan penyakit menular. Sel darah merah, di
sisi lain, memberikan oksigen ke berbagai organ untuk memungkinkan mereka berfungsi
secara normal.

Teknisi akan melihat komponen-komponen ini di bawah mikroskop untuk memeriksa setiap
kelainan, seperti dalam bentuk sel-sel atau jumlahnya. Kelainan sel-sel ini menghasilkan
komplikasi dalam pengiriman oksigen, dalam sistem kekebalan tubuh, atau pembekuan
darah.

Jika ada kelainan pada sel darah putih, ini bisa menunjukkan kondisi, seperti malaria,
hepatitis C, infeksi jamur, infeksi parasit, HIV, limfoma, leukemia akut, dan gangguan
limfoproliferatif. Untuk memastikan hasil temuan, dokter pendiagnosa akan menggabungkan
hasil hapusan darah tepi dengan hasil tes lain untuk mengkonfirmasi gangguan tertentu.

Kelainan trombosit bisa menunjukkan gangguan mieloproliferatif, trombositopenia, penyakit


hati, hypothyroidism, atau penyakit ginjal.

Hasil sel darah merah yang abnormal dapat mengindikasikan anemia, penyakit sel sabit,
polisitemia, defisiensi vitamin B12, atau sindrom hemolitik uremik-.

Hasil hapusan darah tepi saja tidak dapat digunakan untuk memastikan adanya penyakit
tertentu atau gangguan. Namun, hasilnya akan menunjukkan dokter ada di arah yang benar.
Tes lain seperti biopsi sumsum tulang, hitung darah lengkap (CBC), hemoglobin varian,
jumlah limfosit mutlak, dan tes hipersensitivitas kulit tertunda akan dibutuhkan untuk dokter
untuk memastikan ada tidaknya penyakit tertentu.

3.5 Penyebab mudahnya terkena infeksi

3.5.1 Pengertian Infeksi

Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis.
Mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara bertahan hidup dengan berkembang biak pada
suatu reservoir yang cocok dan mampu mencari mencari reservoir lainnya yang baru dengan
cara menyebar atau berpindah. Penyebaran mikroba patogen ini tentunya sangat merugikan
bagi orang-orang yang dalam kondisi sehat, lebih-lebih bagi orang-orang yang sedang dalam
keadaan sakit. Orang yang sehat akan menjadi sakit dan orang yang sedang sakit serta dalam
keadaan sakit serta dalam proses asuhan keperawatan dirumah sakit akan memperoleh
tambahan beban penderita dari penyebaran mikroba patogen ini.

3.5.2 Faktor yang mempengaruhi Infeksi

Beberapa faktor yang dapat berperan dalam terjadinya infeksi dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Faktor intrinsik: seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum, resiko terapi, adanya penyakit
lain, tingkat pendidikan dan lamanya masa kerja.
2. Faktor ekstrinsik: seperti dokter, perawat, penderita lain, bangsal / lingkungan, peralatan,
material medis, pengunjung/keluarga, makanan dan minuman.
3. Faktor keperawatan: lamanya hari perawatan, menurunnya standar perawatan, dan
padatnya penderita.
4. Faktor mikroba patogen: kemampuan invasi / merusak jaringan, dan lamanya paparan.
Tingkat pendidikan merupakan faktor predisposisi seseorang untuk berperilaku, sehingga
latar belakang pendidikan merupakan faktor yang penting untuk mendasari dan memotivasi
perilaku atau memberikan referensi dalam memberikan pengalaman belajar

3.6 Kemungkinan Diagnosis Kerja


1. Faringitis 1057
a. Definisi
Merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan virus ( paling sering ),
bakteri, alergi, trauma ataupun pennyebab lainnya seperti refluks
gastrooesofageal.

b. Patofisiologi
Invasi virus dan bakteri menimbulkan reaksi inflamasi lokal di dinding faring.
Baakteri streptokokus grup A beta hemolitikus. Sebagai bakteria yang paling
sering menyebabkan faringitis, melepaskan toksin ekstraseluler dan protease.
Keduanya dapat menyebabkan kerusakan jaringan hebat berupa demam
rematik. Kerusakan katup jantungdan glomerulonephritis akut, melalui
pembentukan kompleks antigen antibodi. Proses penularannya berupa droplet
infection melalui sekret hidung dan ludah.

c. Tanda dan gejala


I. Faringitis vral
Epstein-Barr virus, coxsakle virus, adenovirus, rhinovirus, retrovirus,
respiratory syncytial virus (RSV), influenza, parainfluenza virus.
Tanda dan gejala :
Dapat timbul berupa nyeri tenggorokan
Konjungtivitis
Rinorea
Batuk
Suara serak
Demam subfebris
Faringitis pada anak dapat muncul dengan gejala atipikal
seperti muntah, nyeri perut, pernapasan lewat mulut dan diare.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis ataupun
lesi ulseratif yang disebabakan Epstein-barr virus ( EBV) dapat
ditemukan produksi eksudat yang banyak
II. Faringitis bacterial
Faringitis bacterial paling sering disebabkan grup A streptokokus beta
hemolitikus (GABHS). Yakni terjadi 15-30% kasus anak dan 5-15%
dari kasus dewasa. Namun , kejadiannya jarang terjadi pada anak-anak
berusia dibawah 3 tahun. Penting untuk membedakannya dengan
faringitis oleh etiologi lainnya, karena tata laksana yang tepat
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya demam rematik.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis tidak selalu dapat dibedakan dengan faringitis
virus . untuk membedakannya dapat digunakan kultur atau
rapid antigen detection test (RADT)
Faringitis bacterial jarang menimbulkan rinorea, batuk ataupun
konjungtivis.
Dapat menibulkan nyeri tenggorokan
Nyeri menelan
Dan demam
Sakit kepala hebat
Mual
Muntah
Nyeri perut
Adanya tonsil yang membesar
Tonsil dan faring hiperemis dengan atau tanpa efek eksudat
Pembesaran getah bening servikal anterior
Uvula membengkak , merah dengan patekiae pada palatum dan
faring dan ekskoriasi

III. Faringitis fungal


Etiologi faringitis fungal umumnya adalah Candida Sp. Namun sangat
jarang terjadi.
Tanda dan gejala:
Mirip dengan faringitis yang lain
Nyeri tenggorokan
Nyeri menelan
Tampak plak putih pada bagian orofaring dan mukosa faring
tampak hiperemis
2. Demam tifoid 721
a. Definisi
Adalah infeksi sistemik akut yang disebabkanoleh Salmonella enteric serotype
typhi atau paratyphi. Nama lain penyakit ini adalah enteric fever. Tifus dan
paratifus abdominalis. Tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya ( feses
atau urin ) mengandung S.typhi setelah satu tahun pascademam tifoid tanpa
gejala klinis
b. Epidemiologi
Demam tifoid dan paratifoid bersifat endemic dan sporadic di Indonesia.
Demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dengan insiden tertinggi pada
anak anak. Sumber penularan S.typhi ada dua yaitu pasiendengan demam
tifoid dan karier. Transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi pada
daerahendemik sedangkan pada daerah nonendemik. Makanan yang tercemar
karier merupakan sumber penularan utama.
c. Etiologi
Etiolgi demam tifoid adalah salmonella typhi dan salmonella paratyphi
bioserotipe A ,B atau C. kedua spesies Salmonella ini berbentuk batang,
berflagel, aerobic , serta Gram negative.
d. Pathogenesis dan patologi
S.typhi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian
masuk usus halus , mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis
yang hipertrofi. S.typhi memiliki fimbria khusus yang dapat menempel ke
lapisan epitel plak peyeri sehingga bakteri dapat difagositosis. Setelah
menempel bakteri memproduksi protein yang mengganggu lapisan brush
border usus dan memaksa sel usus untuk membentuk kerutan membrane yang
akan melapisi bakteri dalam vesikel . bakteri dalam vesikel akan menyebrang
melewati sitoplasma sel usus dan dipresenntasikan ke makrofag.

Kuman memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan


sytem imun seperti
polisakarida kapsul Vi
penggunaan makrofag sebagai kendaraaan
gen salmonella pathogenicity island 2 ( SPI- 2)

setelah sampai ke kelenjar getah bening mesenterika. Kuman kemudian masuk


aliran darah melalui duktus torasikus sehingga terjadi bacteremia pertama
yang asimtomatik. S.typhi juga bersarang dalam system retikuloendotelial
terutama hati dan limpa, dimana kuman meninggaljkan sel fagosit ,
berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi bacteremia
kedua dengan gejala sistemik. S .typhi menghasilkan endotoksin yang
berperan dalam inflamasi local jaringan tempat kuman berkembang biak.
Merangsang pelepasan zat pirogendan leukosit jaringan sehingga muncul
demam dan gejala sistemik lainnya. Pendarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plak peyeri. Apabila proses patologis
semakin berkembang. Perforasi dapat terjadi.

e. Manifestasi klinis
Masa tunas sekitar 10-14 hari
Gejalanya dapat bervariasi :
Minggu pertama muncul tanda infeksi akut seperti : demam , nyeri
kepala, pusing, nyeri otot , anoreksia , mual , munth , obstipasi atau
diare , perasaan tidak nyaman diperut , batuk dan epistaksis. Demam
yang terjdi berpola seperti lebih rendah pada pagi hari dan tnggi di sore
hari
Minggu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam , bradikardia
relatif, lidah tifoid ( kotor ditengah, tepid an ujung berwarna merah
disertai tremor), hepatomegalu. Splenomegaly, meteorismus, gangguan
kesadaran. Dan yang lebih jarang berupa roseolae.
3. Ispa 172
3.7 Farmakoterapi

Cara kerja obat

hati merupakan suatu mesin metabolic dan sering menginaktifkan obat obatan yang melintasi
saluran gastrointerstinal (GI) menuju ke tubuh. Obat-obat yang diberikan per oral diabsorpsi
dari saluran GI. Selanjutnya darah dari saluran GI berjalan melalui hati yang merupakan
pabrik kimia besar di dalam tubuh. Banyak obat yang mengalami metabolism hati akan
dimetabolisme secara luas saat melintasi saluran pencernaan menuju ke tubuh. terdapat
beberapa pemberian obat yang bermanfaat tetapi hamper semua rute mengharuskan obat
melintasi membrane biologis untuk mencapai tempat kerja obat tersebut.

NB: A,C substrat; B,D produk; R, reseptor; G, protein G; E efektor [enzim atau saluran ion];
Y, tirosin; P, fosfat

Cara kerja obat melalui membrane melalui 5 cara

1. dimulai dari sinyal kimiawi larut lemak menembus membrane plasma dan bekerja
pada suatu reseptor intrasel
2. sinyal berikatan dengan ranah ekstrasel suatu protein transmembrane, mengaktifkan
aktivitas enzimatik ranah sitoplasmanya
3. sinyal berkaitan dengan ranah ekstrasel suatu reseptor transmembrane yang berikatan
dengan protein tiroksin kinase terpisah yang diaktifkannya
4. sinyal berikatan dengan dan secara langsung mengatur pembukaan suatu saluran ion
5. sinyal berikatan dengan reseptor permukaan sel yang terhubung ke suatu enzim
efektor melalui protein G (protein penghantar sinyal pengikat GTP)

3.8 Pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis definitif


ISPA (infeksi saluran pernafasan akut)

- Kultur swab tenggorokan untuk mendeteksi adanya bakteri streptococcus


- Rontgen (jika diperlukan) menunjukan adanya perselubungan homogen , penebalan
mukosa sedikitnya 4 mm, atau adanya air fluid level
- Pemeriksaan mikrobiologi dengan bahan sekret hidung
- Pemeriksaan transluminasi untuk mengetahui adanya cairan di sinus yang sakit (akan
terlihat lebih suram dari yang sehat)
- CT-scan sinus paranasal dapat memberikan hasil yang lebih akurat dibanding rontgen
(tidak harus rutin dilakukan)

Faringitis bakterial

- Kultur swab tenggorokan untuk mengetahui adanya bakteri streptococcus

Demam tifoid

- Pemeriksaan darah perifer: leukopenia/ normal/ leukositosis ,anemia ringan,


trombositopenia, peningkatan laju endap darah, peningkatan SGOT/ SGPT
- Uji widal: deteksi titer antibodi terhadap salmonella typhi yakni aglutinin O (dari
tubuh kuman) dan aglutinin H (flagela kuman)
- Uji IgG dan IgM : IgM untuk menentukan infeksi primer atau akut , dan IgG untuk
menentukan infeksi sekunder atau kronis
- Pemeriksaan kultur darah: hasil positif memastikan demam tifoid namun hasil negatif
tidak menutup kemungkinan demam tifoid.

Common cold (pilek)

- Pemeriksaan laboratorium rutin tidak membantu dalam diagnosis common cold.


Pemeriksaan swab nasal dapat dilakukan jika dicurigai terjadi rhinitis alergi

Anda mungkin juga menyukai