Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zaman semakin berkembang dengan pesat, teknologi semakin
berkembang begitu juga dengan ilmu pengetahuan. Ilmu biokimia saat ini
sedang mengalami perkembangan khususnya di negara Indonesia. Peranan
ilmu biokimia bagi kehidupan manusia sangat luar biasa bahkan hampir
mencangkup berbagai aspek kehidupan. Contohnya dalam produk pangan.
Teknologi fermentasi sebagian besar merupakan teknologi yang menggunakan
mikroorganisme untuk produksi makanan dan minuman seperti keju, yoghurt,
minuman alkohol, cuka, kecap dan beberapa produk fermentasi lainnya.
sejalan dengan perkembangan teknologi fermentasi makanan dan
minum, disadari bahwa mikroorganisme dapat berperan dalam menghilangkan
berbagai buangan yang tidak diinginkan, dan hasilnya sudah dimanfaatkan
industri diseluruh dunia dalam permurnian air, pengolahan efluen dan
pengelolahan sampah. Dimensi baru dapat memanfaatkan mikroorganisme
guna menghasilkan:
a. Metabolit primer penting tertentu dalam skala yang lebih besar, seperti
gliserol, asam asetat, asam laktat, aseton, butanol, dan butanadiol, serta
berbagai asam organik, asam amino, vitamin, dan polisakarida.
b. Metabolisme sekunder yang berguna (kelompok metabolisme yang tidak
memainkan peranan langsung dalam kehidupan mikroorganisme), seperti
penisilin,streptomisin,oksitetrasiklin,sefalosporin,giberelin,alkaloid dan
aktinomisin ;
Enzim dalam sekala industri seperti enzim interseluler
invertase,asparaginase,urik oksidase,restruksi endonuklease dan DNA ligase
(John E.S. 1990).
Proses fermantasi dapat di lakukan hanya mencampur mikroorganisme
dengan suatu nutrisi dan membiarkan komponennya bereaksi. Proses berskala
besar yang lebih canggih memerlukan pengawasaan lingkungan yang ketat
sehingga proses fermentasi dapat bersinambungan dan efisiensi. Lebih penting

1
lagi, jika proses fermentasi bersekala besar dapat diulangi dengan
menggunakan bahan baku, nutrisi dan inokulen sel yang sama, dengan
menghasilkan produk dalam jumlah yang sama (John E.S. 1990).
Mikroorganisme pada Fermentasi Jenis kapang digunakan dalam
khususnya bagi beberapa jenis kayu dan fermentasi bahan pangan khususnya
di Asia, seperti kecap, miso, tempe dan lain-lainnya. Jenis kapang
yang banyak memegang peranan penting dalam fermentasi bahan makanan
tersebut adalah Aspergillus, Rhizopus dan Penicillium (Setiadi, 2002).
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang
menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan
yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk
asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol
(Suprihatin, 2010).
Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang
dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering
atau dibekukan, misalnya kultur murni dari bakteri asam laktat untuk membuat
keju. Kadang-kadang tidak digunakan kultur murni untuk fermentasi sebagai
laru (starter). Misalnya pada pembuatan tempe atau oncom digunakan hancuran
tempe dan oncom yang sudah jadi ( W i n a r n o , d k k 1 9 8 0 ) .

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan
beberapa rumusan mengenai hasil bioteknologi sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan tempe, kecap dan nata de coco?
2. Bagaimana proses pembuatan tempe kedelai, kecap dan nata de coco?
3. Apa saja nilai gizi yang ada pada tempe kedelai, kecap dan nata de coco?

2
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Memahami apa yang dimaksud dengan tempe, kecap dan nata de coco.
2. Memahami bagaimana proses pembuatan tempe kedelai, kecap dan nata de
coco.
3. Memahami apa saja nilai gizi yang ada pada tempe kedelai, kecap dan nata
de coco.

D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah agar :
1. Pembaca dapat mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
tempe, kecap dan nata de coco.
2. Pembaca dapat mengetahui dan memahami bagaimana proses pembuatan
tempe kedelai, kecap dan nata de coco.
3. Pembaca dapat mengetahui dan memahami apa saja nilai gizi yang ada
pada tempe kedelai, kecap dan nata de coco.
4. Memberikan informasi teoritik dan dapat dijadikan rujukan dalam
pembuatan karya tulis seanjutnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tempe
1. Sejarah Dan Perkembangan Tempe
Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal
dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Tidak diketahui kapan
pembuatan tempe dimulai. Namun, makanan tradisional ini sudah dikenal
sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat
Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.
Dalam Bab 3 dan Bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan setting
Jawa abad ke-16 (Serat Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah
ditemukan kata tempe, misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae
santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe
srundengan. Hal ini dan catatan sejarah lainnya menunjukkan bahwa
mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam yang berasal
dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa, lalu dikembangkan di daerah
Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16.
Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman
Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih yang terbuat dari tepung sagu
yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat
memiliki kesamaan dengan makanan tumpi. Selain itu, terdapat rujukan
mengenai tempe pada tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-
Belanda.
Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa
era Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa
menggunakan hasil pekarangan seperti singkong, ubi, dan kedelai sebagai
sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa
tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang
memproduksi makanan ejenis, yaitu kojil kedelai yang difermentasikan
menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe

4
menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat
Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.

2. Pengertian Tempe
Tempe adalah salah satu makanan tradisional khas Indonesia. Di
tanah air, tempe sudah lama dikenal selama berabad-abad silam. Makanan
ini diproduksi dan dikonsumsi secara turun temurun, khususnya di daerah
Jawa Tengan dan sekitarnya. Kata tempe diduga berasal dari bahasa Jawa
Kuno. Pada masyarakat Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih
terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Makanan bernama tumpi
tersebut terlihat memiliki kesamaan dengan tempe segar yang juga berwarna
putih. Boleh jadi, ini menjadi asal usul dari nama kata tempe berasal.
Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai dengan
menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae atau
beberapa bahan lain yang diproses melalui fermentasi yang dikenal sebagai
ragi tempe. Lewat proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses
penguraian menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna.
a. Tempe di Indonesia
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia
dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi
kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10%
dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi
tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar
6,45 kg.
Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, para tawanan
perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar.
Sejumlah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-an sampai dengan
1960-an juga menyimpulkan bahwa banyak tahanan Perang Dunia II
berhasil selamat karena tempe. Menurut Onghokham, tempe yang kaya
protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang padat
dan berpenghasilan relatif rendah.

5
Namun, nama tempe pernah digunakan di daerah perkotaan
Jawa, terutama Jawa Tengah, untuk mengacu pada sesuatu yang bermutu
rendah. Istilah seperti 'mental tempe' atau 'kelas tempe' digunakan untuk
merendahkan dengan arti bahwa hal yang dibicarakan bermutu rendah
karena murah seperti tempe. Soekarno, Presiden Indonesia pertama,
sering memperingatkan rakyat Indonesia dengan mengatakan Jangan
menjadi bangsa tempe. Baru pada pertengahan 1960-an pandangan
mengenai tempe ini mulai berubah.
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an terjadi sejumlah perubahan
dalam pembuatan tempe di Indonesia. Plastik mulai menggantikan daun
pisang untuk membungkus tempe, ragi berbasis tepung mulai
menggantikan laru tradisional, dan kedelai impor mulai menggantikan
kedelai lokal.
Produksi tempe meningkat dan industrinya mulai dimodernisasi
pada tahun 1980-an, sebagian berkat peran KOPTI (Koperasi Produsen
Tempe Tahu Indonesia) yang berdiri pada 11 Maret 1979 di Jakarta dan
pada tahun 1983 telah beranggotakan lebih dari 28.000 produsen tempe
dan tahu.
Standar teknis untuk tempe telah ditetapkan dalam Standar
Nasional Indonesia dan yang berlaku sejak 9 Oktober 2009 ialah SNI
3144:2009. Dalam standar tersebut, tempe kedelai didefinisikan sebagai
Produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan
menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak,
berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe.
b. Tempe di Luar Indonesia
Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang
Belanda. Pada tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan
mikrobiologi dari Belanda) melakukan usaha pertama kali untuk
mengidentifikasi kapang tempe. Perusahaan-perusahaan tempe yang
pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para imigran dari Indonesia.

6
Melalui Belanda, tempe telah populer di Indonesia di Eropa sejak tahun
1946.
Sementara itu, tempe populer di Amerika Serikat setelah pertama
kali dibuat disana pada tahun 1958 oleh Yap Bwee Hwa, orang Indonesia
yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah mengenai tempe. Di
Jepang, tempe diteliti sejak tahun 1926 tetapi baru mulai diproduksi
secara komersial sekitar tahun 1983. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18
perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Di beberapa
negara lain, seperti RRC, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia,
Amerika Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal di kalangan
terbatas.
Di Indonesia kita dapat dengan mudah dan murah menemukan
tempe, misalnya dengan membeli di toko/warung, pasar dekat rumah,
maupun dengan pedagang sayur keliling, satu papan tempe bisa didapat
dengan harga Rp.5000,00. Tapi di luar Indonesia, misalnya Australia,
harga sepotong kecil tempe bisa mencapai $5 dan hanya bisa ditemukan
di supermarket. Oleh karena itu, kita harus bangga menjadi orang di
Indonesia dengan segala kesederhanaan dan kekurangan kita.

3. Proses Pembuatan Tempe kedelai


Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji
kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang
Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus
stolonifer (kapang roti), atau Rhizopus arrhizus. Fermentasi ini secara
umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai
menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana
yang mudah dicerna oleh manusia.
Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B, dan zat besi.
Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti
antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan untuk pencegah
penyakit degeneratif.

7
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia
kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang
memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi
membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe
terasa agak masam.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah
mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah
menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe
diproduksi di banyak tempat di dunia, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika
Serikat.
Indonesia juga sedang berusaha mengembangkan galur (strain)
unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas,
atau memperbaiki kandungan gizi tempe.
Teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari:
a) Perebusan
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus.
Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji
kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan
untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam
pada tahap perendaman.
b) Pengupasan
Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium
fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi.
Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki,
atau dengan alat pengupas kulit biji.
c) Perendaman dan Pengasaman.
Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman
ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi
asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan fungi. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum,

8
misalnya dinegara-negara subtropis) asam perlu ditambahkan pada air
rendaman.
Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga
bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri
beracun.
d) Pencucian
Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran
yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai
tidak terlalu asam. Jika tidak dilakukan pencucian, maka bakteri dan
kotoran dapat menghambat pertumbuhan fungi.
e) Inokulasi dengan Ragi
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi
tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan
dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan
secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu,
beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur Rhizopus
oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar
Indonesia).
Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran
inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan
dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2)
inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan
beberapa lama, lalu dikeringkan.
f) Pembungkusan dan Fermentasi
Setelah di inokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan
dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah
dapat digunakan, misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik,
gelas, kayu, dan baja, asalkan memungkinkan masuknya udara karena
kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus
dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-

9
tusuk. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami
proses fermentasi.

4. Mekanisme Pembentukan Tempe


Mekanisme pembentukan tempe melalui dua tahapan sebagai
berikut:
a. Perkecambahan spora
Perkecambahan Rhizopus oligosporus berlangsung melalui dua
tahapan yang amat jelas, yaitu pembengkakan dan penonjolan keluar
tabung kecambah. Kondisi optimal perkecambahan adalah suhu 420 C
dan pH 4,0. Beberapa senyawa karbohidrat tertentu diperlukan agar awal
pembengkakan spora ini dapat terjadi. Pembengkakan tersebut diikuti
dengan penonjolan keluar tabung kecambahnya, bila tersedia sumber-
sumber karbon dan nitrogen dari luar. Senyawa-senyawa yang dapat
menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses perkecambahan adalah
asam amino prolin dan alanin, dan senyawa gula glukosa annosa dan
xilosa.
b. Proses miselia menembus jaringan biji kedelai
Proses fermentasi hifa jamur tempe dengan menembus biji
kedelai yang keras itu dan tumbuh dengan mengambil makanan dari biji
kedelai. Karena penetrasi dinding sel biji tidak rusak meskipun sisi
selnya dirombak dan diambil. Rentang kedalaman penetrasi miselia
kedalam biji melalui sisi luar kepiting biji yang cembung, dan hanya
pada permukaan saja dengan sedikit penetrasi miselia, menerobos
kedalam lapisan sel melalui sela-sela dibawahnya. Konsep tersebut
didukung adanya gambar foto mikrograf dari beberapa tahapan
terganggunya sel biji kedelai oleh miselia tidak lebih dari 2 lapisan sel.
Sedangkan perubahan kimiawi seterusnya dalam biji terjadi oleh aktifitas
enzim ekstraseluler yang diproduksi / dilepas ujung miselia.

10
5. Nilai Gizi Pada Tempe Kedelai
Tempe, sebagai makan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi,
sudah lama diakui. Sejumlah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-an
sampai dengan 1960-an menyimpulkan bahwa banyak tahanan Perang
Dunia II pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia berhasil terhindar
dari disentri dan busung lapar karena tempe. Penelitian terhadap nilai gizi
tempe terus dilakukan dan dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa
tempe mengandung elemen yang berguna bagi tubuh, yakni: asam lemak,
vitamin, mineral, dan antioksidan.
a. Asam Lemak
Proses fermentasi pada tempe meningkatkan derajat
ketidakjenuhan terhadap lemak. Akibat proses ini, asam lemak tidak
jenuh majemuk pada tempe meningkat jumlahnya. Asam lemak tidak
jenuh ini mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol
serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.
b. Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air
(vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe
merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang
terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1, B2, asam pantotenat,
asam nikotinat, vitamin B6, dan B12. Vitamin B12 umumnya terdapat
pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati
(sayuran, buah-buahan, dan bijibijian), namun tempe mengandung
vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang
potensial dari bahan pangan nabati.
Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan
tempe. Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3
mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi
kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12
pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan

11
kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam
menu hariannya.
c. Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang
cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink. Kapang tempe dapat
menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang
mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan
terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium,
magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
d. Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam
bentuk isoflavon yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan
reaksi pembentukan radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis
isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping
ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-
trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat
dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis
pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri
micrococcus luteus dan coreyne bacterium.

12
6. Kandungan Zat Gizi Pada Tempe Kedelai
Tabel 1. Komposisi zat gizi tempe kedelai dalam 100 gram
No Zat gizi Tempe kedelai Kedelai kuning Kedelai hitam
1 Energi 149,0 kalori 400,0 kalori 385,0 kalori
2 Air 64,0 gram 10,2 gram 12,3 gram
3 Protein 18,3 gram 35,1 gram 33,3 gram
4 Lemak 4,0 gram 17,7 gram 15,0 gram
5 Karbohidrat 12,7 gram 32,0 gram 35,4 gram
6 Serat - 4,2 gram 4,3 gram
7 Abu 1,0 gram 4,0 gram 4,0 gram
8 Kalsium 129,0 mg 226,0 mg 213,0 mg
9 Besi 10,0 mg 8,5 mg 9,5 mg
10 Vitamin B1 0,17 mg 0,66 mg 0,65 mg
11 Vitamin B2 - 0,22 mg 0,23 mg

Tabel 2. Komposisi asam amino tempe kedelai (mg/gr nitrogen total)


No Asam amino Tempe kedelai Kedelai kuning Kedelai hitam
1 Nitrogen (gr) 8,52 5,99 5,96
2 Isolensin 333 290 253
3 Leusin 529 494 473
4 Lisin 370 391 350
5 Metionin 71 84 57
6 Sistin 100 81 68
7 Fenilalanin 305 341 293
8 Treonin 245 247 272
9 Triptofan 77 76 86
10 Valin 332 291 254
11 Arginin 407 428 2.098
12 Histidin 169 168 900
13 Alanin 283 279 1.716

13
14 Asam 715 728 4.422
15 aspartat 987 1.185 8.529
16 Asam 266 259 1.615
17 glutamat 308 332 1.257
18 Glisin 271 309 2.014
Prolin
Serin

7. Manfaat Tempe Bagi Kehidupan Manusia


Adapun beberapa manfaat tempe bagi kehidupan manusia, yaitu:
1. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi, mudah dicerna
sehingga baik untuk mengatasi diare.
2. Mengandung zat besi, flafoid yang bersifat antioksidan sehingga
menurunkan tekanan darah.
3. Mengandung superoksida desmutase yang dapat mengendalikan radikal
bebas, baik bagi penderita jantung.
4. Penanggulangan anemia. Anemi ditandai dengan rendahnya kadar
hemoglobin karena kurang tersedianya zat besi (Fe), tembaga (Cu), Seng
(Zn), protein, asam folat dan vitamin B12, di mana unsur-unsur tersebut
terkandung dalam tempe.
5. Anti infeksi. Hasil survey menunjukkan bahwa tempe mengandung
senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R.
Oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan
kejadian infeksi.
6. Daya hipokolesterol. Kandungan asam lemak jenuh ganda pada tempe
bersifat dapat menurunkan kadar kolesterol.
7. Memiliki sifat anti oksidan, menolak kanker.
8. Mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan gizi)
beserta berbagai penyakit yang menyertainya, baik infeksi maupun
degeneratif.
9. Mencegah timbulnya hipertensi.

14
10.Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah osteoporosis.

8. Tempe yang Tidak Terbuat dari Kedelai


Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai
jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut tempe. Terdapat
dua golongan besar tempe menurut bahan dasarnya, yaitu tempe berbahan
dasar legum dan tempe berbahan dasar non-legum.
Beberapa macam tempe yang telah dikenal antara lain:
1. Tempe Kedelai. Kedelai yang umum digunakan adalah kedelai kuning.
2. Tempe Benguk. Dibuat dari koro benguk (Mucuna pruriens) dan
banyak dikembangkan di Jawa Tengah terutama Yogyakarta dan Solo.
3. Tempe Kecipir. Dibuat dari biji kecipir (psophocarpus tetragonolobus),
berasal dari Papua.
4. Tempe Lamtoro atau Mlandingan. Dibuat dari biji Leucaena
leucocephala, namun mengandung mimosin yang dapat menyebabkan
kerontokan rambut
5. Tempe Kacang Hijau. Terkenal di Yogyakarta.
6. Tempe Kacang Merah.
7. Tempe campuran Gandum dan Kedelai.
8. Tempe Ampas Tahu.
9. Tempe Bongkrek. Dibuat dari ampas kelapa.
10. Tempe Jagung.

15
B. NATA DE COCO
1. Pengertian Nata De Coco
Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Nata
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai 'natare' yang berarti terapung-
apung. Nata dapat dibuat dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases),
limbah cair tebu, atau sari buah (nanas, melon, pisang, jeruk, jambu biji,
strawberry dan lain-lain). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut Nata de
Coco. Di Indonesia, Nata de Coco sering disebut sari air kelapa atau sari
kelapa. Nata de Coco pertama kali berasal dari Filipina. Di Indonesia, Nata
de Coco mulai dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan pada tahun
1975. Namun demikian, Nata de Coco mulai dikenal luas di pasaran pada
tahun 1981 (Sutarminingsih, 2004).
Nata diambil dari nama tuan Nata yang berhasil menemukan Nata de
Coco. Dari tangan tuan Nata, teknologi pembuatan nata mulai diperkenalkan
kepada masyarakat luas di Philiphina. Pada saat ini, Filiphina menjadi
negara nomer satu di dunia penghasil nata. Nat de coco dari Filiphina
banyak diekspor ke Jepang (Warisno, 2006). Karena merupakan hasil
fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum, maka Nata de Coco
dapat juga dianggap sebagai selulosa bakteri yang berbentuk padat,
berwarna putih, transparan, berasa manis, bertekstur kenyal, dan umumnya
dikonsumsi sebagai makanan ringan. Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai
substrat menghasilkan Nata de Coco karena mengandung gula, mineral
Mg2+, foktor pendukung pertumbuhan (growt promoting factor) untuk
A.xylinum. Pembuatan Nata de Coco dengan menggunakan substrat air
kelapa dilakukan dengan cara menambahkan gula sukrosa (gula pasir) 10%,
urea 0,5%, asam asetat glasial 2% atau asam cuka dapur 25% sebanyak 16
ml/ liter air kelapa.

2. Kandungan Gizi Nata


Menurut penelitian dari Balai Mikrobiologi, Puslitbang Biologi LIPI,
di dalam 100 gram Nata de Coco terkandung nutrisi, antara lain : kalori 146

16
kal; lemak 20 g; karbohidrat 36,1 mg; Ca 12 mg; Fosfor 2 mg; dan Fe 0,5
mg. Nata juga mengandung air yang cukup banyak (sekitar 80%), namun
tetap dapat disimpan lama.Kandungan gizi nata yang dihidangkan dengan
sirup adalah sebagai berikut: 67,7 persen air, 0,2 persen lemak, 12 mg
kalsium, 5 mg zat besi, 2 mg fosfor, vitamin B1, protein, serta hanya 0,01
mikrogram riboflavin per 100 gramnya.

3. Bakteri Pembentuk Nata


Bibit natadalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat
membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah
diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol.
Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang
dapat menyusun zat gula(glukosa) menjadi ribuan rantai serat atau selulosa.
Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan
jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat
berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 7,5, namun akan
tumbuh optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan
bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28 31 C. Bakteri ini sangat
memerlukan oksigen.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau
meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam
asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat
digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu
pH 4,5 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asam asetat, asam-
asam organik dan anorganik lain bisa digunakan.
Reaksi Biokimia Yang Terjadi
Substrat + mikroorganisme > produk baru
Air kelapa + acetobacter xylinum > nata decoco
Nata decoco merupakan selulosa bakteri yang terbentuk sebagai
aktifitas bakteri acetobacter xylinum terhadap air kelapa. Selulosa ini

17
merupakan produk bakteri untuk membentuk slime (menyerupai kapsul)
yang pada akhirnya bakteri tersebut terperangkap di dalam masa fibrilar
selulosa tersebut.
Sintesis
Air kelapa + acetobacter xylinum > selulosa
Acetobacter xylinum merupakan suatu model sistem untuk
mempelajari enzim dan gen yang terlibat dalam biosintesis selulosa.
Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai
nata.Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bekatul yang ditambahkan
pada medium fermentasi.
Nutrient(C,H,O,N)
Air kelapa + acetobacter xylinum > jumlah selulosa semakin banyak
ketersediaan nutrien yang cukup pada medium tumbuh menyebabkan
bakteri mampu melakukan metabolisme dan reproduksi yang cukup tinggi,
sehingga produk metabolismenya pun semakin banyak.
Monomer-monomer selulosa hasil sekresi Acetobacter xylinum terus
berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus
menerus menebal seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter
xylinum. Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin
tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi.
Berat selulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan
meningkatnya jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium
tumbuh.Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula
jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan sebagai produk metabolit sekunder.
Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang
kokoh dan kompak.,berat sellulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh
tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin
kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya.
Besar konsentrasi bekatul
Jalinan-jalinan selulosa >kadar seratnya semakin tinggi (selulosa tebal)

18
Kadar serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin besar
konsentrasi bekatul pada medium, semakin besar pula kadar serat yang
dihasilkan. Hal ini mengindikasikan semakin besar pula kemampuan
Acetobacter xylinum menghasilkan metabolit sekunder, yang berupa jalinan
serabut selulosa yang termasuk serat kasar.
Banyaknya kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh
terhadap kadar serat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena selama
proses fermentasi, nutrien terus menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum
untuk membentuk produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan oleh
bakteri selama proses kehidupannya adalah makanan yang mengandung
unsur C, H, O dan N yang berguna untuk menyusun protoplasma. Nitrogen
yang diperlukan berguna untuk pembentukan protein yang penting pada
pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen
menyebabkan sel kurang tumbuha dengan baik dan menghambat
pembentukan enzim yang diperlukan sehingga proses fermentasi dapat
mengalami kegagalan atau tidak sempurna. Nutrien yang berperan utama
dalam proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum adalah karbohidrat
sebagai sumber energi dan untuk perbanyakan sel.
Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh
aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium
dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak
(Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim
selulosa sintetase.kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan
selulosa pada permukaan medium.
Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi
proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa
6-posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat.
Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan
oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.
Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan
metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali

19
dalam siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter
xylinum sebagai substrat agar tercipta kondisi yang optimum untuk
pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O.
Asam asetat + acetobacter xylinum > CO2 + H2O.

bakteri Acetobacter xylinum bersifat overoxidizer yaitu dapat


mengubah asam asetat dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O,
apabila gula dalam medium fermentasi telah habis dimetabolisir.

4. Sifat-sifat Acetobacter xylinum


Sifat Morfologi Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk
batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar 0,6 mikron,
dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk
rantai pendek dengan satuan 6 8 sel. Bakteri ini tidak membentuk
endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel
berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk
lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya.
Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan
membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum
ose.
Sifat Fisiologi bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil
alkohol, dan propil alkohol, tidak membentuk indol dan mempunyai
kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2dan H2O. Sifat yang
paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan
mempolimerisasi glukosa hingga menjadi selulosa. Selanjutnya,selulosa
tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Faktor faktor
dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah
ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperatur, dan ketersediaan
oksigen.

20
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Acetobacter xylinum
dalam Pembuatan Nata de Coco

a) Sumber karbon
Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata
adalah senyawa karbohidrat yang tergolong monosakarida dan
disakarida. Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang
mengandung senyawa senyawa glukosa, sukrosa, danlaktosa.
Sementara yang paling banyak digunakan berdasarkan pertimbangan
ekonomis, adalah sukrosa atau gula pasir. Penambahan sukrosa harus
mengacu pada jumlah yang dibutuhkan. Penambahan yang berlebihan,
disamping tidak ekonomis akan mempengaruhi teksturnata, juga dapat
menyebabkan terciptanya limbah baru berupa sisa dari sukrosa tersebut.
Namun sebaliknya, penambahan yang terlalu sedikit, menyebabkan bibit
nata menjadi tumbuh tidak normal dan nata tidak dapat dihasilkan secara
maksimal.
b) Sumber nitrogen
Sumber nitrogen bisa digunakan dari senyawa organik maupun
anorganik. Bahan yang baik bagi pertumbuhanAcetobacter xylinumdan
pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan kasein. Namun, amonium
sulfat dan amonium fosfat (di pasardikenal dengan ZA) merupakan
bahan yang lebih cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan
kualitas nata yang dihasilkan. Banyak sumber N lain yang dapat
digunakan dan murah seperti urea.
c) Tingkat keasaman (pH)
Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5 7,5 , bakteri
Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam (pH 4,3).
Jika kondisi lingkungan dalam suasana basa, bakteri ini akan mengalami
gangguan metabolisme selnya.

21
d) Temperatur
Adapun suhu ideal (optimal) bagi pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum adalah 280C 310C. Kisaran suhu tersebut
merupakan suhu kamar. ). Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi
akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang akhirnya
juga menghambat produksi nata.
e) Udara (oksigen)
Bakteri Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik. Dalam
pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitasnya, bakteri ini sangat
memerlukan oksigen. Bila kekurangan oksigen, bakteri ini akan
mengalami gangguan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera
mengalami kematian. Oleh sebab itu, wadah yang digunakan untuk
fermentasi nata de coco, tidak boleh ditutup rapat. Untuk mencukupi
kebutuhan oksigen, pada ruang fermentasi nata harus tersedia cukup
ventilasi.
f) Kualitas starter
Starter yang kurang baik akan menghasilkan nata yang kurang
baik pula. Sebaiknya digunakan starter yang berkualitas baik untuk
mendapatkan nata dengan kualitas baik. Starter yang berkualitas baik
adalah starter yang tidak terkontaminasi, dengan ketebalan nata yang
sedang (tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis), dan berada pada lapisan
atas permukaan media fermentasi.
g) Kebersihan alat
Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum. Sedangkan alat-alat yang steril dapat mendukung
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.

6. Jenis dan konsentrasi medium


Medium fermentasi harus mengandung banyak karbohidrat (gula) di
samping vitamin vitamin dan mineral, karena pada hakikatnya nata
tersebut adalah benang benang halus dari sel bakteri yang kaya akan

22
selulosa yang diproduksi dari glukosa oleh bakteri Acetobacter xylinum.
Nata merupakan hasil fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum, bakteri
ini dapat tumbuh dan berkembang dalam medium gula dan akan mengubah
gula menjadi selulosa.
1) Waktu Fermentasi
Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata
umumnya 2 4minggu. Minggu ke 4 dari waktu fermentasi merupakan
waktu maksimal produksi nata, yang berarti lebih dari 4 minggu, maka
kualitas nata yang diproduksi akan menurun.
2) Tempat Fermentasi
Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena
mudah korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme
pembentuk nata. Di samping itu tempat fermentasi sebaiknya tidak
terkena cahaya matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan harus
berada dalam kondisi steril. Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus
diperhatikan bahwa selama proses pembentukan nata berlangsung harus
di hindari gerakan atau goncangan di sekitar tempat fermentasi. Akibat
adanya gerakan atau goncangan ini akan menenggelamkan lapisan nata
yang telah terbentuk dan menyebabkan terbentuknya lapisan nata yang
baru yang terpisah dari nata yang pertama. Hal ini menyebabkan
ketebalan produksi nata tidak standar. (Budiyanto, 2004).

7. Pross Pembuatan Nata De Coco


Proses pembuatan Nata de Coco dibagi dalam tiga tahapan proses,
yaitu :
1. Pre Treatment
Pre treatment adalah tahapan awal. Pada proses pembuatan Nata
de Coco ini pre treatment terdiri dari beberapa tahapan, antara lain :
a. Persiapan Substrat
Sustrat adalah media pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum, bentuk cair yang didalamnya mengandung nutrisi yang

23
diperlukan untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum, untuk
menghasilkan Nata de Coco. Cara penyiapan substrat untuk
pembuatan Nata de Coco dengan bahan baku air kelapa dalah
sebagai berikut : Air kelapa yang diperoleh dari pasar disaring dengan
menggunakan kain saring bersih. Ke dalam air kelapa ditambahkan
sukrosa (gula pasir) sebanyak 10% (b/v).
Gula ditambahkan sambil dipanaskan, diaduk hingga
homogen. Urea (sebanyak 5 gram urea untuk setiap 1 liter air kelapa
bergula yang disiapkan) ditambahkan dan diaduk sambil didihkan.
Substrat ini didinginkan, kemudian ditambah asam acetat glacial
(asam cuka ) sebanyak 2% atau asam cuka dapur 25% (16 ml asam
asetat untuk setiap 1 liter air kelapa). Substrat disterilkan dengan cara
dimasukkan dalam outoclave pada suhu 121 oC, tekanan 2 atm,
selama 15 menit (atau didihkan selama 15 menit).
b. Persiapan Media Stater
Starter adalah bibit Acetobacter xylinum yang telah
ditumbuhkan dalam substrat pertumbuhan kultur tersebut sehingga
populasi bakteri Acetobacter xylinum mencapai karapatan optimal
untuk proses pembuatan nata, yaitu 1 x 109 sel/ml. Biasanya
kerapatan ini akan dicapai pada pertumbuhan kultur tersebut dalam
susbtrat selama 48 jam (2 hari). Penyiapan starter adalah sebagai
berikut : Substrat disterilkan dengan outoclave atau dengan cara
didihkan selama 15 menit.
Setelah dingin kira-kira susu 40 oC, sebanyak 300 ml
dimasukkan ke dalam botol steril volume 500 ml. Substrat dalam
botol steril diinokulasi (ditanami bibit bakteri Acetobacter xylinum)
sebanyak 2 ose (kira-kira 2 pentol korek api), bibit Acetobacter
xylinum. Substrat digojog, sebaiknya menggunakan shaker dengan
kecepatan 140 rpm ( secara manual digojog setiap 2-4 jam ). Starter
ditumbuhkan selama 2 hari, pada suhu kamar.

24
2. Treatment
Treatment adalah tahapan inti dari proses pembuatan Nata de
Coco dimana pada tahapan ini terbentukklah Nata de Coco melalui
proses fermentasi. Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa
yang terkandung di dalam substrat oleh mikroba (kulture) misalkan
senyawa gula menjadi bentuk lain (misalkan selulosa / Nata de Coco),
baik merupakan proses pemecahan maupun proses pembentukan dalam
situasi aerob maupun anaerob. Di dalam proses fermentasi ini bisa terjadi
proses katabolisme maupun proses anabolisme. Pada proses fermentasi
air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum ini, enzim akstraseluler yang
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum akan mengubah zat gula
(sukrosa) menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang
tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-
benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga
transparan, yang disebut sebagai nata.
Fermentasi substrat air kelapa yang telah dipersiapkan
sebelumnya prosesnya sebagai berikut : Substrat air kelapa disterilkan
dengan menggunakan outoclave atau dengan cara didihkan selama 15
menit. Substrat didinginkan hingga suhu 40oC. Substrat dimasukkan
pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar, dengan
kedalaman substrat kira-kira 5 cm. Substrat diinokulasi dengan
menggunakan starter atau bibit sebanyak 10 % (v/v). Substrat kemudian
diaduk rata, ditutup dengan menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi
atau diperam dengan cara diletakan pada tempat yang bersih, terhindar
dari debu, ditutup dengan menggunakan kain bersih untuk menghindari
terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 15 hari, pada
suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada umur
10-15 hari nata dapat dipanen.

25
3. Post Treatment
Post treatment adalah pengolahan tahap akhir. Post treatment ini
terdiri dari proses :
a. Pemanenan
Nata de Coco yang dipanen pada umur 10-15 hari, dalam
bentuk lembaran dengan ketebalan 1 - 1,5 cm. Nata de Coco dicuci
dengan menggunakan air bersih, diiris dalam betuk kubus, dicuci
dengan menggunakan air bersih. Nata de Coco direndam dalam air
bersih selama 2-3 hari. Agar rasa asam Nata de Coco hilang perlu
direbus hingga selama 10 menit. Hingga tahap ini telah dihasilkan
Nata de Coco rasa tawar.
Untuk menghasilkan Nata de Coco siap konsumsi yang
memiliki rasa manis dengan flavour tertentu perlu dilakukan proses
lanjut. Nata de Coco direbus dalam air bergula. Penyiapan air bergula
dengan cara menambahkan gula pasir sebanyak 500 gr ke dalam 5
liter air ditambahkan vanili atau flavour agent lain untuk
menghasilkan valour yang diinginkan. Potongan Nata de Coco bentuk
dadu dumasukkan kedalam air bergula selanjutnya direbus hingga
mendidih selama 15 menit. Nata de Coco didingankan dan siap untuk
dikonsumsi.

b. Pengemasan
Kemasan merupakan aspek penting dalam rangka
menghasilkan produk Nata de Coco untuk keperluan komersial.
Dengan demikian proses pengemasan perlu dilakukan secara teliti dan
detai prosesnya sehingga menghasilkan nilai tambah yang optimal dari
manfaat dan tujuan pengemamasan tersebut.
Kemasan terhadap produk Nata de Coco memiliki tujuan
seabagai berikut:
Mengawetkan produk agar bertahan lama tidah rusak.

26
Memberikan sentuhan nilai estetika terhadap produk sehingga
memiliki daya tarik yang lebih tinggi.
Meningkatkan nilai tambah secara ekonomi terhadap produk.
Memudahkan proses penyimpanan dan distribusi produk.
Untuk menghasilkan kemasan yang baik dengan
mempertimbangkan keawetan produk yang dihasilakan perlu
diperhatikan hal-hal sabagai berikut:
Kemasan harus bersih atau steril.
Isi kemasan diusahakan penuh agar tidak ada udara tersisa dalam
kemasan sehingga mikroba kontaminan tidak tumbuh.
Proses pengemasan produk Nata de Coco dapat dilakukan
sebagai berikut; Nata de Coco yang telah direbus dengan penambahan
gula dan flavouring agent tertentu didinginkan hingga suhu 40 oC
(suma-suam kuku). Produk tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam
kemasan plastik atau cup secara aseptik untuk menghindari
contaminan. Pengisian produk kedalam kemasan harus penuh agar
tidak tersisa udara dalam kemasan sehingga mikroba kontaminan tidak
bisa tumbuh. Kemasan selanjutnya ditutup dengan menggunakan
sealer. Setelah pengemasan selesai produk dimasukkan dalam air
dingin hingga produk menjadi dingan dan segera ditiriskan.
Selanjutnya produk yang telah dikemas dan didistribusikan atau
disimpan dalam penyimpan berpendingin agar tetap segar dan lebih
awet.

8. Manfaat Nata de Coco


1. Kandungan Gizi
Seperti yang kita ketahui, kandungan air kelapa terdiri atas
karbohidrat, potassium, protein, lemak, kalsium, zat besi, fosfor, vitamin
B kompleks, riboflavin serta nutrisi lainnya. Selama proses mendidihkan
air kelapa dan pengeraman, banyak nutrisi yang hilang. Karena itu nilai
gizi yang terkandung dalam nata de coco tidaklah cukup sebagai asupan

27
nutrisi bagi tubuh. Banyak produsen nata de coco yang pada kahirnya
melakukan fortifikasi pangan yaitu dengan menambahkan satu atau lebih
zat gizi (nutrien) kepangan ke dalam suatu produk yang akan dikonsumsi
secara masal.
Tentu saja tujuannya untuk meningkatkan kandungan nutrisi di
dalam produk tersebut. Karena nilai manfaat nata de coco bertambah,
diharapkan penerimaan konsumen akan lebih baik lagi. Penambahan zat
gizi biasanya berupa vitamin seperti vitamin C, vitamin B1, riboflavin
dan niasin. Serta ditambahkan juga mineral seperti fosfor dan kalsium.
Terkadang ditambahkan pula ekstrak perasa pisang, jeruk, stroberi dan
lainnya agar konsumen mudah menerima produk nata de coco ini.

2. Diet dan Sembelit


Karena kaya akan serat, nata de coco baik untuk melancarkan
pencernaan. Salah satunya untuk melancarkan pembuangan feses tubuh
dan mencegah sembelit (konstipasi). Selain itu, akibat rendahnya
kandungan gizi, nata de coco aman dikonsumsi mereka yang mengalami
obesitas dan sedang melakukan diet randah kalori guna menurunkan
berat badan berlebih. Serat yang ada dalam nata jenis ini sangat
dibutuhkan dalam proses fisiologis, bahkan dapat membantu para
penderita diabetes mengatasi masalah dehidrasi.

9. Keunggulan dan Kelemahan Nata De Coco


Nata de coco merupakan produk biokovensional yang merupakan
hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan bakteri Acetobcter xylinum. Nata
De Coco banyak digemari masyarakat sebagai cemilan atau pelepas dahaga.
Keunggulan dari produk fermentasi ini adalah kandungan air dan seratnya
yang tinggi. Serat dalam Nata De Coco baik untuk melancarkan proses
pecernaan, selain itu nata de coco terbuat dari bahan yang mudah di dapat
dan harganya relatif murah.

28
Air kelapa yang difermentasi menjadi nata de coco meningkatkan
nilai jual karena sudah terolah dalam bentuk yang menarik dan rasa yang
lebih enak, sehingga nata de coco dapat dijadikan sebagai produk rumahan
atau industri yang menjanjikan.
Kelemahan dari produk fermentasi ini tidak terlalu banyak, hanya
saja pada saat proses pembuatan nata de coco bayak zat gizi yang
terkandung di dalam air kelapa hilang akibat proses pemanasan sehingga
hasil akhir nata de coco sedikit mengandung zat-zat gizi dan perlu dilakukan
proses penambahan zat gizi.

29
C. KECAP
1. Fermentasi
Proses fermentasi atau peragian merupakan suatu perubahan yang
terjadi terhadap bahan pangan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba jenis
tertentu yang memiliki kemampuan yang sesuai sehingga bahan menjadi
berubah. Proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan kecap meliputi
dua tahap, yaitu:
1. Fermentasi I (penjamuran)
Penjamuran merupakan fermentasi tahap awal dalam pembuatan
kecap. Tujuan utama dari penjamuran ini adalah untuk
mengembangbiakkan jamur dan menghasilkan enzim proteolitik dan
amilolitik. Penjamuran ini berlangsung selama 3 hari dengan suhu 20
30 C. Pada fermentasi pertama (penjamuran) dihasilkan enzim protease
yang menghidrolisis komponen protein 65-90% menjadi bentuk terlarut,
aktivitas protease optimal pada suhu 20,5 C selama 5 hari. Selain enzim
protease juga terdapat enzim amilase yang merombak pati (polisakarida)
menjadi glukosa sehingga terjadi kenaikan gula reduksi.
Selama penjamuran terjadi kenaikan pH karena adanya aktivitas
enzim proteolitik dan menghidrolis protein menjadi komponen peptida,
pepton, dan asam-asam amino. Peningkatan mutu gizi dikarenakan
aktivitas mikroba selama pengolahan dan fermentasi, karena kapang
menghidrolisis sebagian selulosa menjadi bentuk yang lebih mudah
dicerna. Protein dihidrolisis menjadi dipeptida, peptida dan asam-asam
amino. Lemak dipecah oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan
gliserol. Dan terjadinya peningkatan kadar vitamin B12, asam fitatterutai
sehingga fosfor dan biotin dapat dimanfaatkan tubuh.
2. Fermentasi II (perendaman dalam larutan garam)
Fermentasi dalam larutan garam dilakukan setelah proses
penjamuran, dengan perbandingan koji dengan larutan garam 1 : 2.
Mikroba utama pada fermentasi ini adalah Aspergilus oryzae, bakteri

30
asam laktat dan yeast yang toleran terhadap kadar garam tinggi.
Mekanisme fermentasi pada tahap ini meliputi. :
1. Fermentasi asam laktat oleh BAL (Bakteri Asam Laktat) Terjadi pada
3-6 bulan pertama,protein dan karbohidrat oleh enzim yang berasal
dari Aspergillus oryzae. Proses hidrolisis protein terhambat pada saat
terjadi pencampuran kedelai dengan larutan garam dan mulai
meningkat setelah fermentasi berlangsung 2 minggu. Pada konsentrasi
garam tinggi (20%) BAL terutama Pediococcus soyae masih bisa
tumbuh baik dan menghasilkan asam laktat sehingga pH turun sampai
4,5. Bakteri ini berperan dalam pembentukan aroma dan flavor
spesifik pada kecap.
2. Fermentasi alcohol oleh khamir osmofilik (Saccaromyces
rouxii) Setelah fermentasi oleh BAL dimana pH turun menjadi 4,5
akan mendorong pertumbuhan yeast (Saccaromyces rouxii). Yeast
ini akan mengubah glukosa dan maltose menjadi etanol dan gliserol
yang merupakan komponen penyedap aroma dan flavor pada kecap.
Perubahan ini terjadi setelah bulan ke-6 perendaman.
3. Fermentasi Akhir Fermentasi akhir merupakan penyempurnaan dimana
khamir dan bakteri melanjutkan fermentasi, dengan pH akhir 4,7 4,8
dengan kadar garam akhir 18% sehingga menurunkan bahaya bakteri
pembusuk. Selama fermentasi kedua (penggaraman) berlangsung terjadi
perubahan-perubahan senyawa protein, lemak, dan karbohidrat menjadi
senyawa yang sederhana. Dalam fermentasi kecap hidrolisis protein
menjadi senyawa yang lebih sederhana disebabkan oleh aktivitas
beberapa enzim, diantaranya enzim proteolitik yang akan merubah
protein menjadi asam-asam amino selanjutnya diubah menjadi amin,
asam keton, NH3, dan CO2.

31
2. Kecipir
Tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) secara luas dikenal
dinegara-negara tropis, termasuk Indonesia. Di negara barat kecipir dikenal
dengan sebutan kedelai bersayapatau winged bean. Sedangkan di
Indonesia dikenal sebagai kecipir.
Penelitian perihal kecipir telah dirintis sejak tahun 1974 dengtan
melibatkan para pakar seluruh dunia, tahun itu pula ratusan ahli kecipir
sedunia mengadakan pertemuan di Virginia, lalu dilanjuti dengan pertemuan
di Filiphina pada tahun 1978 dan Sri Lanka pada 1981.
Tanaman ini tumbuh subur didaerah tropis basah dengan ketinggian
tanah kurang dari 1.600 meter diatas permukaan laut. Tanah yang
digemarinya adalah yang berbahan organi rendah, berpasir atau lempung.
Tanaman ini tahan terhadap kekeringan. Dan hidupnya senang merambat,
sehingga ia akan tumbuh baik jika merambat pada turus atau pohon.
Batangnya umumnya berwarna hijau, tetapi ada beberapa jenis yang
berwarna ungu dan coklat. Jika dibiarkan tanpa rambatan, tanaman kecipir
akan melata diatas tanah tanah, batang beserta cabang dan daun-daunnya
rimbun menutup tanah (Haryoto, 1996).
Hampir seluruh bagian tanaman kecipir dapat dimanfaatkan karena
mempunyai nilai gizi setara dengan tanaman kedelai. Bahkan kandungan
protein dan karbohidratnya mengungguli kacang tanah. Disamping itu biji
kecipir mengandung sejumlah asam amino esensial yang bermanfaat untuk
pertumbuhan badan, yang tidak dapat dihasilkan sendiri oleh tubuh kita.
Oleh karena itu, kecipir dapat dijadikan pengganti atau pendamping kedelai
sebagai sumber asam amino esensial (Haryoto, 1996).

32
Tabel I. Perbandingan nilai gizi biji kecipir, kedelai, dan kacang tanah
dalam 100 gram biji.
No. Zat Gizi Biji Kecipir Kedelai Kacang Tanah
1 Protein (gr) 29.8-37.4 35.1 23.4
2 Energi (kal) 375-410 400 548.4
3 Karbohidrat (gr) 25.2-38.4 32.0 21.0
4 Lemak(gr) 15.0-18.3 17.7 45.3
5 Serat (gr) 3.7-9.4 4.2 2.1
6 Abu (gr) 3.3-4.3 5.0 2.4
7 Air (gr) 8.7-24.6 4.0 7.5
(Sumber: Philippines Council for Agricultur and Research, 2014)

Tabel II. Komposisi asam amino biji kecipir dan kedelai (mg/gr
nitrogen)
No. Asam Amino Biji Kecipir Kedelai

1 Isolensin 263 296


2 Leusin 506 484
3 Lisin 488 356
4 Metionin 58 69
5 Sistin 54 54
6 Fenilalanin 321 309
7 Tirosin 281 202
8 Treonin 294 258
9 Triptofan 104 72
10 Valin 265 298
11 Arginin 283 442
12 Histidin 176 144
13 Alanin 296 273
14 Asam Asportat 751 789
15 Asam Glutamat 1080 1444
16 Glisin 268 265
17 Prolin 449 276
18 Serin 360 332

33
3. Rhizopus oligosporus
Rhizopus oligosporus Saito mempunyai koloni abu-abu kecoklatan
dengan tinggi 1 mm atau lebih. Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok
dengan dinding halus atau agak sedikit kasar, dengan panjang lebih dari
1000 m dan diameter 10-18 m. Sporangia globosa yang pada saat masak
berwarna hitam kecoklatan, dengan diameter 100-180 m. Kolumela
globosa sampai sub globosa dengan apofisa apofisa berbentuk corong.
Ukuran sporangiospora tidak teratur dapat globosa atau elip dengan
panjang 7-10 m. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian pendek, tidak
berwarna, dengan berisi granula, terbentuk pada hifa, sporangiofor dan
sporangia. Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris dengan ukuran
7-30 m atau 12-45 m x 7-35 m. Suhu optimum, minimum, maksimum
berturut-turut adalah 30-35 C, 12 C dan 42 C. Ditemukan di Jepang,
China dan Indonesia yang diisolasi dari tempe (Kasmidjo, 1990).
R.oligosporus memiliki panjang sporangiosfor pada media Malt
Extract Agar (MEA) 150-400 m lebih pendek dari R.oryzae yaitu lebih
dari 1500 m. R.oligosporus biasanya memiliki rhizoid yang pendek,
sporangium dengan diameter 80 120 m dan pada saat 7 hari akan pecah
yang menyebabkan spora keluar kolumela dengandiameter 25-75 m.
Sedangkan R.oryzae memiliki diameter sporangium lebih dari 150
m,kolumela dengan diameter lebih dari 100 m. Beberapa sifat penting
dari R. Oligosporus antara lain meliputi aktivitas enzimatiknya, kemampuan
menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin-vitamin B, kebutuhannya akan
senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penetrisi
miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo, 1990).
Kecap dengan berbahan baku kecipir dapat menjadi alternatif lain
dalam pembuatan kecap. Bahan baku yang biasa dipakai dalam pembuatan
kecap yaitu kedelai, akan tetapi setelah terjadinya Kejadian Luar Biasa
(KLB) pada kalkun yang berakhir dengan kematian di Inggris pada tahun
1960 karena mengkonsumsi pakan mengandung kacang tanah dan biji kapas
yang tercemar aflatoksin, maka toksin ini dikenal sebagai racun yang sangat

34
toksik, karsionogenik, mutagenik dan menekan sistem kekebalan pada
manusia dan hewan (Lacunata, 2012).
Pada umumnya, aflatoksin dibentuk oleh 2 jenis kapang yaitu
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. A. Flavus tersebar luas di
alam dan paling umum ditemukan pada biji-bijian yang tumbuh pada
kondisi tertekan misalnya pada musim kemarau. Kapang ini bisa ditemukan
di tanah, tumbuh-tumbuhan yang mengalami pembusukan dan jerami. Studi
yang lebih baru menyebutkan bahwa species kapang yang berkerabat dekat
dengan A. Flavus juga mampu memproduksi aflatoksin diantaranya A.
Nominus, A. Tamari, A. Bombycis dan A. Pseudotamarii (Farombi, 2006).
Hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang
menemukan 35 % kecap di Pulau Jawa mengandung aflatoksin yang
kadarnya mencapai 120 ppb. Diketahui bahwa kecap merupakan produk
pangan yang dihasilkan melalui proses fermentasi kedelai oleh A. Niger, A.
Flavus dan Rhizopus sp. serta peran beberapa jenis khamir dan bakteri,
misalnya Zygosaccharomyces (khamir) dan Lactobacillus (bakteri). Hasil ini
agak berbeda dengan laporan dari beberapa penelitian lainnya yang pada
umumnya menyebutkan bahwa produk fermentasi kedelai bebas dari
aflatoksin, walaupun beberapa studi lainnya menyebutkan adanya kapang
penghasil aflatoksin pada beberapa jenis produk fermentasi. Berdasarkan
uraian diatas dapat dikatakan bahwa kedelai belum sepenuhnya dikatakan
bebas dari aflatoksin, maka dari itu pemakaian biji kecipiri dalam
pembuatan kecap dapat dijadikan bahan baku alternatif lain yang gizi nya
juga sebanding atau bahkan lebih dari kandungan gizi kedelai.

4. Proses Pembuatan Kecap


Proses pembuatan kecap menggunakan berbagai alat seperti
Kompor, Dandang, Ember Plastik, Tampah, Tapisan, Timbangan, Kain
Saring, Pengaduk, dan Botol. Sedangkan bahan yang di gunakan seperti Biji
kecipir, Air, Gula kelapa, Bumbu, Garam, Jamur tempe (Laru). Tahap
pertama kali yang harus di lakukan yakni :

35
1. Pembersihan
Biji kecipir di bersihkan,setelah biji kecipir tua disiapkan
tuanglah kedalam tampah.dengan menampinya remukan dedaunan yang
ringan akan terlempar keluar, dan bahan yang lebih berat akan
terpilahdari biji kecipir.
2. Penyortiran
Cara yang paling sederhana dalam penyortiran biji kecipir adalah
menggunakan sistem basah . Mula-mula siapkan panci dan isilah panci
tersebut dengan air. Lalu masukan biji kecipir ke dalamnya. Biji kecipir
yang mutunya jelek akan terapung.
3. Penyucian
Selesai di sortir, biji kecipir dicuci dan di bilas dengan air besih,
sehingga kotoranya yang masih menempelakan hilang
4. Perendaman
Siap kan panci berisi air bersih. Tuangkan biji kecipir yang
hendak di buat kecap ke dalamnya. Biji kecipir harus terendam
semuanya, perendaman ini berlangsung selama 12-15 jam
5. Perebusan
Perebusan ini memerlukan waktu sekitar dua jam sampai biji
kecipir menjadi lunak. Tuangkan biji kecipir ke dalam panci sampai
semua biji cukup terendam air. Atau sebagian ancar-ancar setiap 1
kilogram biji kecipir membutuhkan air 2,5 liter
6. Penirisan dan pendinginan
Selesai direbusb biji kecipir dipindahi ke dalam tapisan untuk di
tirisakan.setelah airnya tuntas biji kecipir bisa di pindahkan ke tampan
agar lebih cepat dingin. Pendinginan ini memerlukan waktu sekitar 1
jam.
7. Penjamuran
Tunggulah biji kecipir sampai dingin betul. Sebab melakukan
penjamuran dalam keadaan biji kecipir masih panas akan sia-sia saja.
Proses penjamuran adalah mengembangbiakan jamur ke dalam bahan

36
baku kecap. Dalam keadaan biji kecipir belum dingin bila dimasukan
penjamuran niscaya akan mati, sehingga penjamuran tidak akan berhasil.
Bibit jamur untuk pembuatan kecap yang digunakan adalah jamur
tempe Rhizopus oligosporus karena jamur tempe lebih mudah
mendapatkannya.
Cara menggunakanya adalah dengan megusap-usapkan atau
mencapur larutan tempe ke bahan baku kecap sampai merata. Kemudian
diangin-anginkan sebentar, sebelum dilakukan pemeraan. Pada akhir
pemeraan,biji kecipir nampak sudah di penuin cendawan berwarna putih
merata. Proses fermentasi ini biasanya berlangsung 4-5 hari. Untuk per
kilogram biji kecipir dibutuhkan 5 lembar daun usar.
8. Penggaraman
Siapkan larutan garam 20%, yakni larutan garam dengan air
bersih dengan perbandingan berat 1:5. Untuk satu kilogram biji kecipir
diperlukan 4 liter air, berarti garam yang dibutuhkan adalah 20% x 4x
1kg = 0.8 kg.
Perendaman dalam larutan garam ini berlangsung antara 1-2
bulan. Semakin alama proses perendaman makan akan semakin baik
hasilnya, kecap rasanya lebih gurih dan kandungan proteinnya juga kian
tinggi. Tetapi batas maksimal umumnya 2 bulan perendaman. Selama
proses penggaraman setiap pagi perlu dijemur di panas matahari sambil
diaduk-aduk. Kemudian soremnya ditutup dan dimasukkan kedalam
ruangan kembali.
9. Penyaringan I
Penyaringan pertama ini tujuanya adalah memisahkan cairan hasil
penggaraman selama 4-5 hari dengan ampasnya. Cara : Siapkan kalo dan
taruhlah diatas panci. Lalu tuangkan larutan garam beserta biji kecipir ke
dalamnya, dan dengan sendirinya cairanya akan langsung ke bawah
tertampung panci, sedangkan ampasnya tetap tinggal di atas. Cairan ini
lah yang di sebut filtrat atau cairan inti kecap. Ampas hasil sampingan
filtrat dapat di manfaatkan sebagai pakan ternak.

37
10. Pengenceran filtrat
Filtrat hasil penyaringan belum bisa langsung dijadikan kecap,
tapi perlu diencerkan terlebih dahulu. Pengenceran yang digunakan
adalah air bersih dengan perbandingan 1:1. Artinya setiap 1 liter filtrat di
campur dengan 1 liter air.
11. Perebusan II
Setelah filtrat di cairkan kemudian di rebus ulang sambil
dilakukan pemberian bumbu-bumbu penyedap serta gula kelapa.
Pemberian gula kelapa jumlahnya tergantung selera. Untuk kecap manis
memerlukan gula kelapa yang lebih banyak, yakni setiap satu liter filtrat
membutuhkan 2 kg gula kelapa.
Kebutuhan bumbu sebagai penyedap tergantung selera. Sebagai
contoh untuk 1 liter filtrat dapat di tambahkan bumbu sebagai berikut: 2
lembar daun salam, 2lembar daun jeruk, 1 batang pendek sere,
potongan lengkuas, dan 1 sendok pekak. Selain itu dapat pula di
tambahkan kemiri, bawang putih, biji adas, wijen, dan sebagainya.
Selain bumbu dan gula, jangan lupa memberi garam secukupnya.
Bumbu dan gula amat berperan terhadap hasil ahir kecap yang kita
produksi, maka baik macam dan jumlahnya bahan bumbu yang
dibubuhkan perlu dicermati. Ada baiknya mengadakan percobaan
berulangkali sampai memperoleh resep yang sesuai dengan kecap kecipir
yang ingin kita hasilkan.
12. Penyaringan II
Karena adanya penambahan bumbu, gula, dan garam maka cairan
keap kecipir perlu disaringkan untuk kedua kalinya. Di samping itu,
penyaringan yang terakhir ini juga untuk membersihkan kecap dari sisa
ampas yang lembut. Karenanya penyaringan menggunakan kertas saring.
13. Pembotolan
Proses terahir pembuatan kecap kecipir adalah dengan
mengemasnya dalam botol. Tentu saja sebelum di isi botol harus di
bersihkan dan di cuci terlibih dahulu atau di uap supaya lebih bersih. Dan

38
setelah botol terisi penuh makan tutuplah dengan rapat botol kecap
minyak kecipirnya.
Kecap kecipir yang berbahan baku biji kecipir sangat bermanfaat
bagi kesehatan. Biji kecipir tua banyak mengandung asam amino dan
protein. Bahkan Kandungan asam amino pada biji kecipir lebih banyak
apabila dibanding dengan biji kedelai. Anda tentu tahu bahwa Asam
amino bermanfaat untuk pertumbuhan sel tubuh. Biji kecipir juga banyak
mengandung fosfor, magnesium, kalsium, dan zat besi. Zat besi berfungsi
untuk pembentukan hemoglobin darah. Sehingga Ibu hamil dan
menyusui, disarankan mengkonsumsi biji kecipir, untuk mencegah
kelelahan akibat anemia karena kekurangan zat besi.
Manfaat biji kecipir yang beragam juga disebabkan karena juga
mengandung tokoferol, yang lebih tinggi dibanding kedelai. Tokoferol
berfungsi untuk melindungi vitamin A dari oksidasi, pemanfaatkan
vitamin A, meningkatkan daya serap vitamin A, dan membantu
penyimpanan vitamin A dalam tubuh. Biji kecipir digunakan untuk
pelangsing tubuh, kesehatan kulit, dan meningkatkan gairah seksual
secara alami dan tradisional. Karena bahan baku dalam pembuatan kecap
ini adalah biji kecipir, maka kecap ini sungguh bermanfaat dan bergizi
tinggi, sesuai dengan urain manfaat yang diatas.

39
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan penjelasan yang telah dibahas maka dapat di
simpulkan bahwa :
1. Tempe merupakan salah satu produk makanan hasil fermentasi yang
melibatkan Jamur Rhizopus oligosrus (ragi tempe). Jamur ini berperan
dalam pembentukan miselia yang berupa benang-benang putih yang terdapat
di permukaan tempe.
2. Pembuatan tempe dapat dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu melalui
tahap pengupasan, pencucian, penirisan, peragian, pembungkusan dan
fermentasi.
3. Tempe merupakan makanan yang memiliki kandungan gizi yang kompleks,
seperti protein, lemak, energi, serat, kalsium, fosfor, besi, karotin dan
kandungan lainnya. Secara kuantitatif, nilai gizi tempe mamang lebih
rendah dari kedelai. Namun secara kualitatif tempe memiliki nilai cerna
yang lebih baik, hal ini disebabkan karena kadar protein akan meningkat
akibat aktifitas enzim proteolitik yang mengakibatkan protein, lemak, dan
karbohidrat pada tempe menjadi mudah dicerna didalam tubuh
dibandingkan kedelai.
4. Tempe sangat bermanfaat bagi tubuh manusia karena banyak mengandung
nilai gizi sehingga dapat mengatasi berbagai penyakit contohnya anemia,
hipokolestrol, kanker dan lain-lain.

B. Saran
Saran yang dapat saya sampaikan, sebaiknya dalam penulisan
makalah berikutnya tidak hanya menggunakan referensi dari satu sumber perlu
tambahan sumber lain yang lebih up date pengetahuanya mengenai produk
bioteknologi.

40
41
DAFTAR PUSTAKA

Diana, R. 2014. Biology Terapan Pembuatan Ragi Tempe.


http://File.Upi.Edu/Direktori/Fpmipa/Jur._Pend._Biologi (Diakses pada 25
september 2016).
Dewi,Y. L. 2014. Kandungan Gizi Tempe Beserta Manfaatnya Versi Ringkas.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian. (Diakses pada 25
september 2016).
Rahmayadi, S. 2014. Pangan Kesehatan Pangan.
http://www.warintek.ristek.go.id. (Diakses pada 25 september 2016).
Poejdiadi, Anna. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia.
Santoso, Hieronymus Budi. 1993. Pembuatan Tempe & Tahu Kedelai.
Yogyakarta: Kanisius.

42

Anda mungkin juga menyukai