Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

TUBERKULOSIS

NAMA : ELVIANI IFKARI

PEMBIMBING
TRILIA, S.Pd, M.Kes

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2017
KATAPENGANTAR

PujidansyukurpenulispanjatkanataskehadiratTuhanYangMahaEsakarenaatas
RahmatdanKaruniaNyasehinggapenulisdapatmelaksanakantugasmakalahyangberjudul
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS dapat selesai tepat pada waktunya,
makalahinidisusungunamemenuhitugasKeperawatanMedikalBedah.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari harapan pembaca yang mana di
dalamnyamasihterdapatberbagaikesalahanbaikdarisistempenulisanmaupunisi.Oleh
karenaitupenulismengharapkankritikdansaranyangsifatnyamembangunsehinggadalam
makalahberikutnyadapatdiperbaikisertaditingkatkankualitasnya.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulustulusnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaatbagikitasemua.

Amin.

Lahat, 2017

Penyusun

2
BAB I
TINJAUAN TEORITIS

I. KONSEP DASAR
I.I DEFENISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tubeculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini
lebih kecil dari satu sel darah merah.

I.2 ANATOMI FISIOLOGI


Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap
dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan,
masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga
secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang,
korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih
hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif.
Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini
disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti
keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman,
tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan
atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan
infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan
bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh.

3
Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi
lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan
tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah
ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin
berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti
dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi
mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002)

I.3 ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak
(lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.
Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif
kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar
kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya
dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan.
Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan
spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-
3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan
jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

I.4 MANIFESTASI KLINIS


Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
4
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:


a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda, Darah bersifat alkalis
d. Anemia kadang-kadang terjadi, Benzidin test negatif

5
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam, Anemia seriang terjadi, Benzidin test positif

3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

I.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada
umumnya nilai-nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan
Pemeriksaan radiologi
Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
Bayangan yang berawan atau berbecak
Adanya kavitas tunggal atau ganda
Adanya kalsifikasi
Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
Pemeriksaan bakteriologik (sputum)
Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan
diagnosis TB paru pada pemeriksaan dahak.
Uji tuberkulin
Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang dewasa
kurang bernilai.
I.6 PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman
6
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5
mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh
oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian
maupun intermiten 3 kali seminggu.
Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15
mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan
30 mg/kg berat badan.

b) Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
1. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
2. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

c) Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis


1. Kategori 1 (211RZE/4113R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE),

7
kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan
Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru TBC paru BTA positif
Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
Penderita TBC ekstra paru berat.

2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R),
Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal, penderita
dengan pengobatan setelah lalai

3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z)
diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan
terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis),
pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang
belakang) sendi dan kelenjar adrenal.

4. OAT Sisipan (HRZE)


Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori
2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1
bulan.
I.7 KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
8
b. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

BAB II
ASKEP TEORITIS

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.I PENGKAJIAN (DATA DASAR)
9
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam,
menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,lanjut;infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi
pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa
dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema
bronchial.

10
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan
kemampuan finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan
tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan
jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan,
kurang informasi tentang infeksi kuman.

2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN RASIONAL


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif, dengan criteria
hasil:
Mempertahankan jalan napas pasien.
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi
a. Kaji ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan
penggunaan otot aksesori.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan
napas dalam.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
g. Kolaborasi:
Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
11
Rasionalisasi
a. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi
secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b.Pengeluaran sulit bila sekret tebal,
sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut .
b. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
c. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu
mengeluarkan sekret.
d. Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.
e. Mencegah pengeringan membran mukosa.
f. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna
jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan


permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang
kental, edema bronchial.
Tujuan :
a. Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria
hasil:
b. Melaporkan tidak terjadi dispnea.
c. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.
d. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan
warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan,
terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
e. Monitor GDA.
f. Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional
a. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang
berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural
12
effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi
distress. b.Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan
jaringan.
b. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
c. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
d. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan
perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
e. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan alveolar paru.

3. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia,
penurunan kemampuan finansial.
Tujuan :
a. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat,
dengan kriteria hasil:
b. Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn
normal dan bebas tanda malnutrisi.
c. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat
badan yang tepat.
Intervensi
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
b. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e. Anjurkan bedrest.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
h. Kolaborasi:
Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).

Rasional
a. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat b. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet
pasien.
13
b. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
c. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
d. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
e. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang
dapat merangsang muntah.
f. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
g. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk
kebutuhan metabolik dan diet.
h. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap


Tujuan :
a. Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol,
dengan KH:
b. Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
c. Pasien tampak rileks
Intervensi
a. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan
karakter /lokasi/intensitas nyeri.b. Pantau TTV
b. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang,
relaksasi/latihan nafas
c. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering..
d. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batukikasi.
e. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi

Rasional
a. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.b.Perubahan frekuensi
jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan
untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
b. Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
c. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran
mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.

14
d. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan
upaya batuk.
e. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan
kenyamanan

5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.


Tujuan :
a. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal
dengan KH :
b. Suhu tubuh 36C-37C
Intervensi :
a. Kaji suhu tubuh pasien
b. Beri kompres air hangat
c. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat
e. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam
sekali atau sesuai indikasi
f. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.

Rasional
a. Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensib. Mengurangi panas
dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan
panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
b. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
c. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan
tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
e. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.
Tujuan :

15
a. Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan
aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
b. Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan
normal.
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan atau kelelahan.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.

Rasional :
a. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.
b. Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke
depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan
oksigen.

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan


dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang
didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat,
dengan kriteria hasil:
a. Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
b. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn
dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
c. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
d. Menerima perawatan kesehatan adekuat
Intervensi :

16
a. Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
b. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum
obat.
c. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam
jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan
obat lain.
d. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
e. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya:
bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.

Rasional :
a. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. b.Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
c. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali.
Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi
pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD,
fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

8. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan


pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, malnutrisi,
terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang
infeksi, dengan kriteria hasil:
a. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi.

17
b. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang. aman.

Intervensi :
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus
pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi
melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.b. Identifikasi
orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang
dalam satu perkumpulan.
b. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan
yang tertutup jika batuk.
c. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
d. Monitor temperatur.
e. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru,
seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat
penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
f. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
g. Kolaborasi:
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS),
sikloserin, streptomisin.
j. Monitor sputum BTA.

Rasional :
a. Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.
b. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran
infeksi.
c. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya
hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika
sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

18
h. INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan
obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan
dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten
j. Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi

DAFTAR PUSTAKA

1. http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-asuhan-keperawatan-
tuberkulosis.html (diakses tgl 9 Oktober 2017, pkl 21:00)

2. http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/04/askep-tuberkulosis-paru.html (diakses tgl 9


Oktober 2017,, pkl 21:35 )

3. http://search.4shared.com/q/1/askep%20tuberkulosis%20paru?view=ls (diakses tgl 9


Oktober 2017,, pkl 20:30 )

4. http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/12/31/-tb-paru/ (diakses tgl 9 Oktober


2017,, pkl 21:23 )

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
Tn. R DENGAN MASALAH
TB PARU DI DESA BATU TANGGA KEC.BATANG ALAI TIMUR
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

3.I PENGKAJIAN
I. Pengumpulan Data
Struktur dan sifat keluarga.
1. Kepala Keluarga
Nama : Tn. R
Umur : 45 tahun

20
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Batu Tangga Kec.BAT.

2. Susunan Anggota Keluarga


NO NAMA J.KELAMIN UMUR HUBUNGAN PENDIDIK PEKRJAAN
AN
1 Ny.M P 40Th Istri SD Tani
2 Tn.N L 29Th Anak SD Tani
3 Ny.SP P 25Th Menantu SD Tani

3. Tipe Keluarga
Merupakan type keluarga besar ( extended family ) yang terdiri atas ayah, ibu, satu orang
anak dan menantu perempuan.

4. Pengambilan Keputusan
Pola pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan secara musyawarah, anggota keluarga yang
paling menonjol dalam pengambilan keputusan adalah anak laki-laki Tn. R yang tinggal serumah.

5. Hubungan Dalam Keluarga


Hubungan antar keluarga harmonis, komunikasi yang terjalin dalam keluarga baik, anggota keluarga
yang paling dipercaya adalah anak Tn. R yang tinggal serumah.

6. Kebiasaan Hidup Sehari-hari


a. Kebiasaan Istirahat dan Tidur
NO NAMA TIDUR SIANG TIDUR MALAM
1 Tn.R Jarang 6 7 jam 1 jam
2 Tn.N Jarang 7 - 8 jam
3 Ny .S Jarang 7 - 8 jam

b. Kebiasaan Makan
Makanan pokok keluarga adalah nasi, lauk-pauk dgm frekwensi 3 x sehari. Pengadaan
makanan sehari-hari adalah memasak sendiri dengan komposisi jenis makanan bervariasi,
kebiasaan makan keluarga bersama-sama,tanpa ada alat makan yang dikhususkan untuk Tn.R
c. Personal Hygiene
Kebiasaan mandi keluarga Tn. R 2 x sehari dengan menggunakan sabun, gosok gigi 3 x /hari
menggunakan pasta gigi. Ganti pakaian 2 x sehari atau bila kotor. Rambut dikeramas 2 - 3 x
21
seminggu, memotong kuku bila panjang, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan,
memakai alas kaki bila keluar rumah.
d. Penggunaan Waktu Senggang
Waktu senggang digunakan anggota keluarga untuk beristirahat dan 3 bulan yang lalu
lebihrekreasi, sementara Tn. R sejak ia sakit banyak di rumah daripada bekerja.
e. Kebiasaan Tidak Sehat
Semua anggota keluarga Tn. R tidak ada yang merokok dan mengkonsumsi 3alkohol,
sementara Tn. R sendiri berhenti merokok sejak ia sakit ( bulan yang lalu). Kadang meludah
disembarang tempat, dan tempat penampungan ludah yang terbuka.

8. Faktor Sosial, Ekonomi dan Budaya


a. Pendapatan dan pengeluaran
Rp 350.00,-. Tidak ada penghasilanPendapatan keluarga perbulan Rp 300.000,- dengan
keperluan perhari tambahan. Pengeluaran perbulan Rp 10.000.
b. Sosial dan Budaya.
Semua anggota keluarga adalah suku Jawa (WNI) dengan menggunakan bahasa Jawa untuk
komunikasi, semua anggoata keluarga beragama Islam, hubungan dengan masyarakat sekitar
baik, sebelum sakit Tn. R aktif dalam kegiatan keagamaan, saat sakit Tn. R lebih banyak di
rumah daripada mengikuti kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan.

9. Faktor Lingkungan
a. Perumahan
Status pemilikan rumah adalah rumah sendiri dengan type non permanen dengan 1 ruang
tamu, ruang tengah, 2 kamar tidur dan 1 dapur tanpa WC dan kamar mandi, atap terdiri atas
sirap, lantai dari papan, ventilasi terdiri atas 6 buah jendela namun 2 buah jendela jarang di
buka yaitu pada kamar tamu dengan alasan orang tua jarang ada dirumah, penerangan listrik
dan pencahayaan kurang baik, keadaan di dalam rumah cukup bersih, pemakaian air dari
sumur gali cukup bersih, tidak berbau, tidak berasa serta jernih, sampah dikumpulkan
disamping rumah kemudian 3 m2 x 5 m2.dibakar, luas halaman

3.2 PRIORTAS MASALAH


a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas

22
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan
kemampuan finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.

3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN


Intervensi :
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2. Identifikasi orang lain yang beresiko
3. Anjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara
5. Awasi suhu sesuai indikasi
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
9. Dorong memilih makanan seimbang
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
11. Laporkan ke departemen kesehatan lokal

3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


1. MengKaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2. MengIdentifikasi orang lain yang beresiko
3. MengAnjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari
meludah
4. MengKaji tindakan kontrol infeksi sementara
5. MengAwasi suhu sesuai indikasi
6. mIdentifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang

23
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
9. Dorong memilih makanan seimbang
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
11. Laporkan ke departemen kesehatan lokal

3.6 EVALUASI
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental.
S : Pasien mengatakan dapat mengeluarkan dahaknya.
O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang.
A : Tujuan tercapai sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler
S : Pasien mengatakan lemas
O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut.
S : Pasien tidak mengeluh nyeri lagi saat batuk.
O : Pasien tampak tidak meringis saat batuk.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi.

24

Anda mungkin juga menyukai