TUBERKULOSIS
PEMBIMBING
TRILIA, S.Pd, M.Kes
PujidansyukurpenulispanjatkanataskehadiratTuhanYangMahaEsakarenaatas
RahmatdanKaruniaNyasehinggapenulisdapatmelaksanakantugasmakalahyangberjudul
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS dapat selesai tepat pada waktunya,
makalahinidisusungunamemenuhitugasKeperawatanMedikalBedah.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari harapan pembaca yang mana di
dalamnyamasihterdapatberbagaikesalahanbaikdarisistempenulisanmaupunisi.Oleh
karenaitupenulismengharapkankritikdansaranyangsifatnyamembangunsehinggadalam
makalahberikutnyadapatdiperbaikisertaditingkatkankualitasnya.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulustulusnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaatbagikitasemua.
Amin.
Lahat, 2017
Penyusun
2
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
I. KONSEP DASAR
I.I DEFENISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tubeculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini
lebih kecil dari satu sel darah merah.
3
Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi
lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan
tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah
ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin
berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti
dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi
mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002)
I.3 ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak
(lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.
Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif
kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar
kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya
dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan.
Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan
spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-
3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan
jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
5
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam, Anemia seriang terjadi, Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
b) Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
1. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
2. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
7
kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan
Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru TBC paru BTA positif
Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
Penderita TBC ekstra paru berat.
2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R),
Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal, penderita
dengan pengobatan setelah lalai
3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z)
diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan
terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis),
pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang
belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
BAB II
ASKEP TEORITIS
10
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan
kemampuan finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan
tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan
jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan,
kurang informasi tentang infeksi kuman.
Rasional
a. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat b. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet
pasien.
13
b. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
c. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
d. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
e. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang
dapat merangsang muntah.
f. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
g. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk
kebutuhan metabolik dan diet.
h. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Rasional
a. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.b.Perubahan frekuensi
jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan
untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
b. Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
c. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran
mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
14
d. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan
upaya batuk.
e. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan
kenyamanan
Rasional
a. Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensib. Mengurangi panas
dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan
panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
b. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
c. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan
tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
e. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
15
a. Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan
aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
b. Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan
normal.
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan atau kelelahan.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :
a. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.
b. Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke
depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan
oksigen.
16
a. Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
b. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum
obat.
c. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam
jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan
obat lain.
d. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
e. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya:
bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional :
a. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik.
Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. b.Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
c. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali.
Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi
pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD,
fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
17
b. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang. aman.
Intervensi :
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus
pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi
melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.b. Identifikasi
orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang
dalam satu perkumpulan.
b. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan
yang tertutup jika batuk.
c. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
d. Monitor temperatur.
e. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru,
seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat
penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
f. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
g. Kolaborasi:
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS),
sikloserin, streptomisin.
j. Monitor sputum BTA.
Rasional :
a. Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.
b. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran
infeksi.
c. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya
hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika
sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
18
h. INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan
obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan
dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten
j. Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi
DAFTAR PUSTAKA
1. http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-asuhan-keperawatan-
tuberkulosis.html (diakses tgl 9 Oktober 2017, pkl 21:00)
19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
Tn. R DENGAN MASALAH
TB PARU DI DESA BATU TANGGA KEC.BATANG ALAI TIMUR
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
3.I PENGKAJIAN
I. Pengumpulan Data
Struktur dan sifat keluarga.
1. Kepala Keluarga
Nama : Tn. R
Umur : 45 tahun
20
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Batu Tangga Kec.BAT.
3. Tipe Keluarga
Merupakan type keluarga besar ( extended family ) yang terdiri atas ayah, ibu, satu orang
anak dan menantu perempuan.
4. Pengambilan Keputusan
Pola pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan secara musyawarah, anggota keluarga yang
paling menonjol dalam pengambilan keputusan adalah anak laki-laki Tn. R yang tinggal serumah.
b. Kebiasaan Makan
Makanan pokok keluarga adalah nasi, lauk-pauk dgm frekwensi 3 x sehari. Pengadaan
makanan sehari-hari adalah memasak sendiri dengan komposisi jenis makanan bervariasi,
kebiasaan makan keluarga bersama-sama,tanpa ada alat makan yang dikhususkan untuk Tn.R
c. Personal Hygiene
Kebiasaan mandi keluarga Tn. R 2 x sehari dengan menggunakan sabun, gosok gigi 3 x /hari
menggunakan pasta gigi. Ganti pakaian 2 x sehari atau bila kotor. Rambut dikeramas 2 - 3 x
21
seminggu, memotong kuku bila panjang, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan,
memakai alas kaki bila keluar rumah.
d. Penggunaan Waktu Senggang
Waktu senggang digunakan anggota keluarga untuk beristirahat dan 3 bulan yang lalu
lebihrekreasi, sementara Tn. R sejak ia sakit banyak di rumah daripada bekerja.
e. Kebiasaan Tidak Sehat
Semua anggota keluarga Tn. R tidak ada yang merokok dan mengkonsumsi 3alkohol,
sementara Tn. R sendiri berhenti merokok sejak ia sakit ( bulan yang lalu). Kadang meludah
disembarang tempat, dan tempat penampungan ludah yang terbuka.
9. Faktor Lingkungan
a. Perumahan
Status pemilikan rumah adalah rumah sendiri dengan type non permanen dengan 1 ruang
tamu, ruang tengah, 2 kamar tidur dan 1 dapur tanpa WC dan kamar mandi, atap terdiri atas
sirap, lantai dari papan, ventilasi terdiri atas 6 buah jendela namun 2 buah jendela jarang di
buka yaitu pada kamar tamu dengan alasan orang tua jarang ada dirumah, penerangan listrik
dan pencahayaan kurang baik, keadaan di dalam rumah cukup bersih, pemakaian air dari
sumur gali cukup bersih, tidak berbau, tidak berasa serta jernih, sampah dikumpulkan
disamping rumah kemudian 3 m2 x 5 m2.dibakar, luas halaman
22
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan
kemampuan finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
23
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
9. Dorong memilih makanan seimbang
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
11. Laporkan ke departemen kesehatan lokal
3.6 EVALUASI
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental.
S : Pasien mengatakan dapat mengeluarkan dahaknya.
O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang.
A : Tujuan tercapai sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler
S : Pasien mengatakan lemas
O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut.
S : Pasien tidak mengeluh nyeri lagi saat batuk.
O : Pasien tampak tidak meringis saat batuk.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi.
24