Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ETNISITAS BANGSA

ETNISITAS & KONFLIK ETNISITAS

OLEH :

ALIFIA AYU KINANTI YUSIN SINAGA ( 1501116792)

ANITA PUTRI RUKAYAH SIREGAR (1501114674

AVIVA ANJELI (1501121998)

DESBIN RAJA IRSANTO SIALLAGAN (1501113385)


KURNIA RIZKI PARANGIN-ANGIN (1501121791)

M.YUSUF

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU

2017/2018
KATA PENGANTAR
Salam Sejahtera

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas
limpahan berkat dan kasih-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Etnisitas & Konflik Etnisitas. Penulisan makalah ini bertujuan
untuk dapat menjadi bahan tambahan dalam bacaan mengenai isu isu
kontemporer dan sekaligus sebagai salah satu tugas untuk memenuhi tugas
Etnisitas Bangsa

Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat


bagi kita semua, terutama kepada penulis sendiri dan dapat menambah wawasan
kita mengenai isu-isu kontemporer. Makalah ini tidaklah sempurna, oleh karena
itu kami penerimaan dari pembaca atas karya ini dan apabila berkesempatan untuk
memberikan saran serta kritikan selanjutnya untuk dapat terus memperbaiki karya
karya selanjutnya. Terima kasih.

Pekanbaru, 31 Oktober 2017.

Penulis

i|Etnisitas & Konflik Etnisitas


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................... ii

BAB I

A. Latar Belakang ........................................................... 1


B. Rumusan Masalah ........................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................... 2

BAB II

A. Konsep ....................... 3
B. Tradisi Penyelidikan Penjelasan ....................... 6

BAB III

A. Kesimpulan ....................................................................... 12

ii | E t n i s i t a s & K o n f l i k E t n i s i t a s
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dengan semakin berkembangnya studi dalam ilmu hubungan


internasional mengakibatkan semakin luasnya pola dalam hubungan internasional.
Isu-isu yang terkandung didalamnya juga semakin kompleks dan semakin banyak
jumlahnya. Isu-isu yang sebelumnya dianggap tidak penting dan tidak dibahas,
kini sudah mulai kembali dibahas dan menjadi topik bahasan dalam studi
hubungan internasional.

Salah satu topik bahasan tersebut ialah etnisitas. Jika dahulu masyarakat
hanya mengganggap etnisitas didalam tiap-tiap negara hanya seperti pelengkap,
kini etnisitas sudah menjadi identitas negara dan dapat digunakan sebagai sumber,
alat ataupun kekuasaan. Etnisitas kini memiliki dasar isu sendiri untuk mulai
dipelajari dan hal ini diakibatkan dari proses demokratisasi dan menyebabkan
etnisitas dipergunakan bukan lagi sebagai pelengkap tambahan sebuah kelompok
melainkan sebagai alat atau lebih lagi sebagai sebuah informasi dan komunikasi.

Untuk itu, maka kini etnisitas dipelajari sebagai salah satu bidang politik
dan politik internasional untuk dapat lebih memahaminya baik sebagai suatu
kelompok ataupun alat. Disinilah karya ilmmiah ini membahas tentang etnisitas
dan juga konflik dari etnisitas serta bagaimana pemikiran yang ada terkait
etnisitas dan konflik saat ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Etnisitas merupakan sebuah cabang ilmu baru didalam studi hubungan


internasional dikarenakan penggunaan dari etnisitas tersebut yang sudah
bergeser.Karya ilmiah ini ditulis dengan mendeskripsikan etnisitas dan konflik
etnisitas dengan rumusan masalah : Apa itu Etnisitas serta Bagaimana
Pemikiran tentang Etnisitas yang ada saat ini?

1|Etnisitas & Konflik Etnisitas


C. Tujuan Penulisan

Karya ilmiah ini ditulis dengan tujuan untukmengetahui apa itu etnisitas
dan bagaimana pemikiran yang berkembang saat ini terkait etnisitas.

2|Etnisitas & Konflik Etnisitas


BAB II

PEMBAHASAN
A. KONSEP
a) Apa itu Etnisitas

Etnisitas sebagai istilah menunjuk rasa kepemilikan kolektif, yang dapat


didasarkan pada kesamaan, bahasa, sejarah, budaya, ras, atau agama (atau
beberapa kombinasi dari ini). Beberapa orang ingin memisahkan agama dari
daftar ini, membiarkan etnisitas menggabungkan atribut lainnya. Dari sudut
pandang identitas politik dan solidaritas kelompok, pemisahan ini adalah semantik
semantik. Namun, menjadi kritis ketika terjadi bentrokan etnis dan agama
(Pakistan timur dan barat sebelum 1971, Hindu dan Hindu Kashmir, orang-orang
Protestan Irlandia dan orang-orang Kristen, Kristen Amerika kulit hitam dan
putih).

Bagaimana sebuah bangsa berbeda dari kelompok etnis? Sebuah


kelompok etnis dapat melakukannya tanpa keadaannya sendiri; sebuah negara
menyiratkan membawa etnisitas dan kenegaraan bersama. Oleh karena itu,
nasionalisme menjadi sebuah prinsip bahwa "unit politik dan nasional harus
kongruen" (Gellner 1983,1). Kesesuaian ini mungkin dapat diperhitungkan dalam
pengaturan federal, atau mungkin tidak menimbulkan kepastian.

Sebagai pejabat yang bertentangan dengan istilah akademis, istilah


"kewarganegaraan" lain juga digunakan, terutama di bekas blok soviet. Dalam
klasifikasi tiga tingkat ini, sebuah negara adalah sebuah kelompok dengan rumah
politik dan teritorial; Kebangsaan adalah kelompok etnis besar tanpa rumah
seperti itu (tapi dengan hak budaya yang berkaitan dengan bahasa dan kadang-
kadang agama); dan kelompok etnis adalah kolektivitas yang lebih kecil, berbeda
dengan kewarganegaraan namun tidak cukup besar untuk disebut
kewarganegaraan. Im pos 1945 Yugoslavia, Kroasia, Macedonia, Serbia,
Slovenia, dan Montenegro disebut negara; Orang Albania, Hungaria, Bulgaria,
adalah bangsa; dan kelompok etnis. "Dalam konstitusi 1971, Muslim Yugoslavia
dipromosikan dari sebuah kebangsaan ke sebuah negara.

3|Etnisitas & Konflik Etnisitas


Untuk transisi dari kelompok etnis ke nasional, konsentrasi teritorial
tetap sentral. Kelompok etnis yang disebarkan biasanya menuntut tindakan
afirmatif (preferensi dalam pekerjaan, pendidikan, representasi politik) dan
perlindungan bahasa, agama dan budaya. Tuntutan nasional untuk kedaulatan
federalisme biasanya berasal dari kelompok etnis yang terkonsentrasi secara
teritorial (Kashmir, Muslim Bengali, Muslim Filipina, sri lanka tamil, dll) Ini
tidak, bagaimanapun, harus begitu. Dasar-dasar di spanyol memiliki gerakan
separatis; orang Catalan, meski terkonsentrasi secara teritorial, belum. Tamil nadu
di India melihat tanda-tanda separatisme sampai tahun 1962; kerala, kartanaka dan
Andhra Pradesh miliknya tidak pernah melakukannya. Semua ini dikelompokkan
secara linguistik, terkonsentrasi secara teritorial, dan berbeda secara kultural.
Dengan kata lain, gabungan konsentrasi teritorial dan etnisitas mungkin
merupakan syarat mutlak bagi nasionalisme, meskipun secara nyata tidak cukup.

Ketika permintaan nasional melampaui pengaturan kekuasaan federal,


nasionalisme teritorial yang sudah ada sebelumnya ditantang: etnisitas mulai
mencari wilayah dan oleh karena itu merupakan kebangsaan. Mengingat bahwa
teritorialitas dalam sistem pemerintahan saat ini juga umumnya cenderung
mendefinisikan kewarganegaraan, tantangan terhadap kewarganegaraan bangsa
yang ada juga diajukan. Tiga prinsip sakral bagi sistem negara-bangsa menjadi
rentan: teritorial, kewarganegaraan, dan kedaulatan. Karena jumlah kelompok
etnis teritorial saat ini lebih besar dari jumlah negara-bangsa, sistem negara-
bangsa yang ada harus dianggap rentan. Beberapa konflik etnis mungkin tidak
hanya etnik belaka; mereka akhirnya bisa mengambil langkah menuju
nasionalisme separatis.

b) Konflik dan Kekerasan

Didalam masyarakat dengan beragam etnis beberapa konflik terkait


masalah identitas selalu terjadi. Sebagai perbandingan dengan politik otoriter,
sistem politik demokrasi lebih terbuka terhadap konflik. Dalam mencapai
keteraturan politik dan stabilitas, politik otoriter akan mendorong ketidakpuasaan
etnis agar tidak tampak dan membujuk etnis untuk tenang dalam jangka waktu
yang panjang, dengan kekerasan,

4|Etnisitas & Konflik Etnisitas


Sebaliknya, konflik merupakan fitur regular dari demokrasi pluralistik,
karena jika terdapat perbedaan kelompok etnis dan kebabasan untuk berorganisasi
terjamin, akan terdapat perebutan, bahasa mana yang akan dipakai, kelompok
etnis mana yang diizinkan masuk dan sebagainya.

Isu konseptualnya adalah apakah konflik adalah kekerasan atau ini


ditargetkan oleh institusional pemerintahan. Jika protes etnis disampaikan
kepemerintahan, birokrasi, pertemuann atau disampaikan lewat cara demonstrasi
tanpa kekerasan maka ini adalah konflik.

c) Tipe-Tipe Konflik Kekerasan

Kekerasan kolektif dapt diartikan sebagai kekerasan yang dilakukan oleh


suatu kelompok terhadap kelompok lain, oleh kelompok terhadap individu, oleh
indivitu terhadap kelompok, oleh Negara terhadap kelompok, atau oleh kelompok
didalam institusi-institusi suatu Negara atau perang sipil (civil wars).

Terdapat tiga bentuk kekerasan kolektif:

1) Kerusuhan, merujuk pada kekerasan antara dua kelompok sipil, lebih


sering disebut sebagai bentrokan massa.
2) Pemusnahan, merujuk pada suatu kelompok menyerang minoritas yang
lebih lemah atau tidak bersenjata.
3) Perang sipil, merujuk pada perang bersenjata.

Perbedaan antar pemusnahan dengan perang sipil adalah target


serangannya. Pemusnahan biasanya menyerang minoritas yang lemah, sementara
perang sipil baik dari kedua sisi sama-sama dilengkapi senjata.

Biasanya, kerusuhan dan pemusnahan terjadi sebelum perang sipil, tapi


tidak semua kerusuhan dan pemusnahan berakhir dengan perang sipil. Contohnya
kerusuhan massif yang terjadi pada tahun 1969 antara etnis Malaysia dengan Cina
di Malaysia tidak berujung dengan perang sipil, begitu pula dengan Muslim
dengan Kristen di Nigeria Utara pada tahun 90-an.

5|Etnisitas & Konflik Etnisitas


B. Tradisi Penyelidikan Penjelasan
a) Esensialisme

Esensalisme adalah teori analisa yang paling tua dalam menyelidiki suatu
etnis dan diancam kepunahan karena sudah lama tidak digunakan. Pemikiran ini
muncul bersamaan dengan selesainya perang dunia kedua. Awalnya kita semua
perfikir bahwa yan g dipikirkan bahwa proses dekoloniallisasi suatu etnis
merupakan hal yang baru, namun ternyata tidak, kadangkadang etnis tersebut
sudah lebih dahulu ada dan bahkan sudah mengakar.Ikatan primordial yang
terbentuk dalam sebuah etnis jauh lebih kuat daripada ikatan emosional para
warga negara dari suatu negara yang baru terbentuk. Ikatan ini yang kemudian
ditelliti lebih lanjut oleh Connor. Pada awal tahun 1990-an, kaum kontruktivis
memojokkan esensialisme dan biasanya mereka menyebut mereka ancient
hatreds.

Esensialisme dalam bentuknya memiliki 3 buah kelemahan. Pertama


adalah keberagamannya. Jika etnis itu sudah tertanam kuat, lalu mengapa masih
terjadi kekerasan antar etnis berulang-ulang kali? Yugoslavia bisa saja dikenal
sebagai negara yang cukup parah kekerasannya pada 1980an dan 1990an, tetapi
ada juga goresan kedamaian yang pernah tercipta selama sosialis menguasai
negara tersebut. Apakah rancangan atau program kerja suatu institusi tidak akan
mengganti motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu? Apakah kekerasan yang
terjadi berulang-ulang di Yugoslavia itu disebabkan oleh etnis yang terpecah
belah? Jenis lain dari esensialisme itu tadi adalah intespasial. Mengapa beberapa
etnis yang tergolong sama dapat tinggal dengan damai dalam suatu wilayah, tetapi
terkadang tidak bisa damai di tempat lain? Perpecahan yang terjadi pada Hindu-
Muslim contohnya, kejadian itu tidak terjadi di India secara keseluruhan, hanya
sebagiannya saja.

Kedua, kebanyakan konflik etnis di dunia ini disebabkan karena tidak


dapat mengelaknya etnis tersebut dari permusuhan. Biasanya, penduduk lama
akan membenci pendatang-pendatang baru tanpa memperdulikan latar belakang
sejarah mereka. Dapatkah seseorang mendudukkan makna dari ikatan

6|Etnisitas & Konflik Etnisitas


primnordial dan keterikatan etnisitas dalam konflik Chinesse-Malay di
Malaysia? Etnis Chinese itu secara keseluruhan tiba di Malaysia pada abad ke 19
dan 20. Sama dengan kedatangan etnis Chinese ke Indonesia dan etnis Ibos yang
terbang ke Nigeria. Dan konflik yang menyerukan anti Chinese di Indonesia dan
anti Ibos di Hausa didominasi oleh masyarakat Nigeria timur pada abad yang
sama, 20.

Kelemahan yang ketiga datang dari sesuatu yang bisa disebut


constructivist school. Berbicara tentang suatu bangsa yang memiliki ikatan
primordial, kaum konstruktivis menyebut itu sebagai sesuatu yang salah. Karena
dalam beberapa argumentasi antara esensialisme dan konstruktivis, kaum
konstruktivis mengatakan bahwa suatu bangsa dapat terbentuk jika ada yang
mengkonstruknya di dunia modern seperti sekarang ini. Sebelum kemunculan era
modern, kebanyakan orang hanya berinteraksi dalam cakupan-cakupan yang kecil.
Hanya kelompok tersohor dan dinasti saja yang dapat menebarkan pengaruhnya.
Maka implikasi yang selanjutnya muncul adalah kelompok-kelompok dinasti yang
terbentuk itu bisa saja disebut kaum pra-modern bahkan kaum yang disatukan
karena ikatan primordial tetapi kalau etnis itu memiliki aturan-aturan yang
berbeda lagi.

Esensialisme, bagaimanapun juga, tidak sepenuhnya hilang seperti yang


diprediksikan. Ketiga kelemahan yang disebutkan diatas sebenarnya perlahan
menuntun kita pada suatu argumentasi baru. Petersen merubah sedikit
esensialisme itu dengan kata-kata yang berbeda, yaitu teori psikologi tentang
emosional/perasaan.

Petersen membangun empat model baru yang didasarkan pada 4 jenis


emosi yang berbeda: ketakutan, kebencian, kemarahan, kegusaran. Suatu
percobaan pun dilakukan untuk mencoba bagaimana keempat emosi ini bekerja
dan itu dilakukan di Eropa Timur. Argumen utama Petersen tentang percobaan
tersebut adalah emosional paling mendominasi selama terjadinya konflik di
negara tersebut. Sedangkan ketiga emosi lainnya merupakan emosional beberapa
orang saja yang jumlahnya minoritas.

7|Etnisitas & Konflik Etnisitas


Maka adanya perasaan dari dalam diri seseorang secara keseluruhan juga
mempengaruhi perkembangan etnisitas dan teori-teorinya. Kini terlihat jelas,
bahwa esensialisme dapat disempurnakan maknanya dengan adanya pemikiran
baru dari Petersen yaitu neo-esensialist.

b) Instrumentalsime

Pendekatan instrumentalisme ini lebih menaruh perhatian terhadap proses


manipulasi dan mobilitas politik. Hal ini menyangkut hukum dan juga organisasi
masyarakat. Pendekatan ini menekankan etnitas terbentuk sebagai sesuatu yang
terbentuk akibat adanya institusi yang membentu, dalam hal ini akan lebih mudah
menyebutnya sebagai negara atau bisa juga organisasi-organisasi non-
pemerintahan lainnya. Dalam hal ini organisasi tersebut bisa terbentuk
berdasarkan beragam kausal, seperti wilayah, ciri khas dan agama. Namun
berdasarkan Hermawan dalam bukunya Susanto budi yang berjudul Identitas dan
Postkolonialitas diIndonesia, ia menyatakan bahwa agama merupakan
pengkategorian dalam pendekatan primordial karena ia menganggap bahwa
agama adalah hal yang diberikan berdadasarkan garis keturunan dan dimiliki sejak
lahir.

Inti dari instrumentalisme adalah bahwa etnitas tidak diwaarisi oleh


manusia atau hakekat dasar manusia. Etnisitas menutupi kepentingan yang lebih
dalam, yaitu ekonomi atau politik. Etnisitas berguna untuk mendapatkan kekuatan
politik atau menarik sumber daya dari suatu negara. Karena itu hal ini banyak
menyebar di masyarakat multi etnik. Konflik terjadi karena pemimpin secara
strategis memanipulasi etnis untuk kepentingan kekuasaan politik, atau untuk
menarik sumber daya dari negara.

Dengan alas seperti diatas, muncul beberapa pertanyaan. Walau


pemimpin dapat memperoleh sesuatu dengan menggunakan etnis dan dikarenakan
hal ini digunakanlah simbol dan idiom dalam politik, kenapa massa harus ikut
serta? Kenapa pemimpin dalam masyarakat multi etnik berpikir
dapatmendapatkan kekuasaan politik atau sumber daya dengan menggunakan
etnisitas? Mengapa etnis harus dimobilisasi sejak awal? Jika massa tersebut

8|Etnisitas & Konflik Etnisitas


masuk dalam kategori instrumental bukankah akan dapat dengan mdah membajak
tindakan kolektif seperti ini?

Masalah-masalahini telah dijawab oleh para ahli. Tindakan memobilisasi


etnisitas merupakan yindakan koordinasi bukan tindakan kolektif. Dengan
demikian, tindakan pembajakan akan sulit terjadi, karena seseorang akan
bekerjasama apabila yang lainnya mau ikut bekerjasama. Dibutuhkan seorang
pemimpin yang berkarisma, sebuah fokus adalah apa yang dibutuhkan untuk
menggerakkan ekspetasi terkait tindakan yang lainnya.

Dalam hal ini, etnisitas digunakan sebagai sarana komunikasi dan


informasi alih-alih bentuk intens dari pelengkap kelompok. Penggunaan etnisitas
oleh instrumentalisme dapat menjelaskan bagian dari kejadian kekerasan.
Argumen ini dapat berujung pada kemungkinan bahwa konflik etnis dapat
memiliki pluralist sebagai pondasi mikro.

c) Konstruktivisme

Pendekatan ini memandang etnitas sebagai hasil dari proses yang rumit,
hal ini karena dalam pendekatan ini etnitas terjadi secara situasional. Maksudnya
disini etnitas terbentuk akibat masyarakat membentuk etnis tersebut berdasarkan
hal yang disusunnya. Misalnya saja berdasarkan ciri khas, sejarah atau ha-hal lain
yang dapat menyamakan suatu kelompok sehingga dapat disebut suatu kelompok
etnis.

Konstruktivisme adalah kebijaksanaan konvensional baru dibidang


etnisitas dan nationalisme. Ide utamanya adalah bahwa etnis dan identitas nasional
dibentuk oleh masa modern. Moderenitas mengubah arti identitas etnis dengan
membawa massa menuju kerangka kesadaran dan pemahaman yang sangat
diperluas.

Meskipun konstruktivisme merupakan dominan dalam berargumentasi


terkait etnisitas didalam science politik, konstruktivisme tidak dapat menjelaskan
konflik etnis. Kunci ide konstruktivis dalam konflik etnis adalah bahwa
masyarakat memiliki sejarah yang dibentuk sebagai Master Cleavage dan
pengusaha politik dapat dengan mudah memasukkan kejadian lokal, even dan

9|Etnisitas & Konflik Etnisitas


rumor kedalam Master Narative menciptakan situasi yang mudah terbakar dan
kekerasan. Konstruktivis adalah formasi jangka panjang, dan akan melekat, dari
identitas.

d) Institusionalisme

Inti pemikiran di sini adalah bahwa desain dari lembaga politik


menjelaskan mengapa beberapa masyarakat multietnis memiliki massalah seperti
kekerasan, namun juga ada perdamaian, dll. Etnis pluralism berpendapat bahwa
membutuhkan lembaga-lembaga politik yang berbeda dari orang-orang yang
cocok untuk masyarakat etnis. Transfer mekanik instusi terbentuk terlepas dari
apakah masyarakat ditandai oleh perpecahan etnis yang mendalam dapat
menyebabkan kekerasan etnis. Sebuah masyarakat multietnis itu cenderung
memiliki banyak loyalitas, tidak satu, hanya jika di bawah asuhan dari kelompok
etnis yang lebih maju politisnya dapat dipertahankan dan kekerasan etnis
dihindari.Bimbingan kolonial tidak lagi populer, tapi argumen tentang apakah
masyarakat multietnis harus memiliki demokrasi mayoritarian terus
diperdebatkan.

Cara kerja neo-institusionalis baru-baru ini menuju ke arah mengungkap


variasi kelembagaan lokal. Warshney berpendapat bahwa variasi lokal dalam
konflik bagus dijelaskan oleh apakah organisasi sipil lokal, termasuk partai
politik, ada dan apakah mereka mengintegrasikan komunitas etnis atau
memisahkan mereka. Sebuah perkembangan baru yang kedua dalam literatur
adalah fokus pada hubungan antara lembaga-lembaga dan pilihan identitas.

Penalaran seperti ini, perlu dicatat, tersirat dalam Horowitz (1985).


Kritiknya dari consociationalism itu, sebagian, didasarkan pada kenyataan bahwa
identitas bisa berubah dan elit kelompok etnis, oleh karena itu, tidak bisa
diharapkan untuk menjaga loyalitas kelompok yang selama-lamanya. Dia juga
berpendapat bahwa arena politik yang berubah akan membentuk kembali
perpecahan. Tapi dalam literatur baru, ide ini tertera secara eksplisit. Pilihan
Identitas tepat diajukan sebagai variabel dependen harus dijelaskan. Sebagai

10 | E t n i s i t a s & K o n f l i k E t n i s i t a s
hasilnya, kami memiliki penjelasan lebih sadar diri dan terfokus penentu
institusional pilihan identitas.

11 | E t n i s i t a s & K o n f l i k E t n i s i t a s
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Etnisitas merupakan rasa kepemilikian bersama yang dimilikii suatu


kelompok yang memiliki kesamaan baik itu secara ciri fisik, sosial-budaya,
bahasa atau kesamaan lainnya. Dalam perkembangannya kini etnisitas juga mulai
didasarkan pada kesamaan lainnya, misalnya geografis atau sejarah atau kesamaan
kebangsaan. Semua hal tersebut didasarkan pada hal kesamaan yang dapat
menjadi pemersatu etnis.

Kini, etnisitas mulai dipersatukan oleh hal-hal lainnya lagi, dan ini semua
dipergunakan baik untuk tujuan bersama kelompok etnis tersebut atau tujuan
perorangan yang ingin dicapai lewat kesatuan etnisitas tersebut. Penggunaan-
penggunaan dari etnis tersebut menimbulkan konflik yang bisa berujung pada
kekerasan atau tidak.

12 | E t n i s i t a s & K o n f l i k E t n i s i t a s

Anda mungkin juga menyukai