Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

PEMBAHASAN (KONSEP DASAR PENYAKIT)


2.1 Definisi
Osteoporosis adalah gangguan metabolisme tulang sehingga massa tulang
berkurang. Komponen matriks tulang, yaitu mineral dan protein berkurang.
Resorbsi terjadi lebih cepat daripada formasi tulang, sehingga tulang menjadi
tipis (Pusdiknakes, 1995 dikutip dalam Suratun dkk, 2008)
Osteoporosis adalah kelainan dengan penurunan massa tulang total. Pada
kondisi ini terdapat perubahan pergantian tulang homeostatis normal,
kecepatan resorpsi tulang lebih besar daripada kecepatan pembentukan
tulang, yang mengakibatkan penurunan massa tulang total (Brunner &
Suddarth, 2000). Jadi osteoporosis adalah elainan atau ganngguan yang
terjadi karena penurunan massa tulang total. (dikutip dalam Suratun dkk,
2008)
Osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dengan
rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang,
menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya
fraktur. Keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila
telah terjadi fraktur. Pada osteoporosis, terjadi penurunan kualitas tulang dan
kuantitas kepadatan tulang, padahal keduanya sangat menentukan kekuatan
tulang sehingga penderita osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau
fraktur. Lokasi kejadian patah tulang osteoporosis yang paling sering terjadi
adalah pada patah tulang vertebra (tulang punggung), tulang leher femur, dan
tulang gelang tangan (patah tulang colles). Adapun frekuensi patah tulang
leher femur adalah 20% dari total jumlah patah tulang osteoporosis. (Zairin
Noor H, 2012)

2.2 Etiologi
Penyebab primer dari osteoporosis adalah defisiensi esterogen dan
perubahan yang berhubungan dengan penuaan. Faktor Risiko Osteoporosis
menurut Rosi Pratiwi (2014) diantaranya:

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 1
1) Usia
Mulai dari lahir sampai kira-kira usia 30 tahun, jaringan tulang yang
dibuat lebih banyak daripada yang hilang. Tetapi setelah usia 30 tahun
situasi berbalik, yaitu jaringan tulang yang hilang lebih banyak dari pada
yang dibuat. Tulang mempunyai 3 permukaan, atau bisa disebut juga
dengan envelope, dan setiap permukaan memiliki bentuk anatomi yang
berbeda. Permukaan tulang yang menghadap lubang sumsum tulang
disebut dengan endosteal envelope, permukaan luarnya disebut periosteal
envelope, dan diantara keduanya terdapat intracortical envelope. Ketika
masa kanak kanak, tulang baru terbentuk pada periosteal envelope. Anak-
anak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum melebihi
apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal. Pada
anak remaja, pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya
produksi hormon seks. Seiring dengan meningkatnya usia, pertumbuhan
tulang akan semakin berkurang. Proporsi osteoporosis lebih rendah pada
kelompok lansia dini (usia 55-65 tahun) daripada lansia lanjut (usia 65-
85 tahun). Peningkatan usia memiliki hubungan dengan kejadian
osteoporosis. Jadi terdapat hubungan antara osteoporosis dengan
peningkatan usia. Begitu juga dengan fraktur osteoporotik akan
meningkat dengan bertambahnya usia. Insiden fraktur pergelangan
tangan meningkat secara bermakna setelah umur 50, fraktur vertebra
meningkat setelah umur 60, dan fraktur panggul sekitar umur 70.
Studi epidemiologis yang dilakukan menunjukkan bahwa asupan zat
gizi makro dan mikro dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang
dapat memperlambat kejadian osteoporosis di masa lanjut usia. Selain
memenuhi asupan zat gizi, perlu juga memperhatikan aktivitas fsik.
Menurut Hoger dan Hoeger (2005), kurangnya aktivitas fsik pada
seorang individu di masa muda aka berdampak pada penurunan
kepadatan tulang di masa lanjut usia. (Marjan&Marliyati, 2013)
2) Jenis Kelamin
Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi untuk
terjadinya osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan antara

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 2
wanita dan pria adalah 5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih tinggi
untuk terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%, karena
akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian
kortikosteroid yang berlebihan. Secara keseluruhan perbandingan wanita
dan pria adalah 4 : 1.
3) Ras
Pada umumnya ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang tertinggi,
sedangkan ras kulit putih terutama Eropa Utara, memiliki massa tulang
terendah. Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika berada di
antara keduanya. Penelitian menunjukkan bahwa, bahkan pada usia muda
terdapat perbedaan antara anak Afrika-Amerika dan anak kulit putih.
Wanita Afrika-Amerika umumnya memiliki massa otot yang lebih tinggi.
Massa tulang dan massa otot memiliki kaitan yang sangat erat, dimana
semakin berat otot, tekanan pada tulang semakin tinggi sehingga tulang
semakin besar. Penurunan massa tulang pada wanita Afrika-Amerika
yang semua cenderung lebih lambat daripada wanita berkulit putih. Hal
ini mungkin disebabkan oleh perbedaan hormon di antara kedua ras
tersebut. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita yang
berasal dari negara-negara Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah
terkena osteoporosis daripada yang berasal dari Afrika, Spanyol, atau
Mediterania.
4) Riwayat Keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang.
Penelitian terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa
tulang di bagian pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada
genetika. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang
osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada
anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih rendah).
5) Indeks Massa Tubuh
Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan
kekuatan tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh wanita. Beberapa

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 3
penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan terhadap massa tulang
lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan, misalnya
pada tulang femur atau tibia. Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh
ovarium, namun juga bisa dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan dari
jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat mengubah hormon
androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang
dimiliki oleh wanita, semakin banyak hormon estrogen yang dapat
diproduksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang kelebihan berat
badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi, pada umumnya akan lebih
kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka
tubuh dari trauma dan patah tulang.
6) Aktifitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan
menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan
tulang. Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang
berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas
fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang yang lebih besar.
Itulah sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih besar
dibandingkan yang non-atlet. Proporsi osteoporosis seseorang yang
memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan harian tinggi saat
berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah daripada yang
memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah.
7) Densitas Tulang
Densitas masa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya
fraktur. Setiap penurunan 1 SD, berhubungan dengan risiko peningkatan
fraktur sebesar 1,5 - 3,0 kali. Faktor usia juga menjadi pertimbangan
dalam menentukan besarnya risiko menurut densitas tulang.
8) Penggunan kortikosteroid
Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit,
terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang digunakan
dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis
sekunder dan fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat menginduksi

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 4
terjadinya osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per hari selama
lebih dari 3 bulan. Kortikosteroid akan menyebabkan gangguan absorbsi
kalsium di usus, dan peningkatan ekskresi kalsium pada ginjal, sehingga
akan terjadi hipokalsemia. Selain berdampak pada absorbsi kalsium dan
ekskresi kalsium , kortikosteroid juga akan menyebabkan penekanan
terhadap hormon gonadotropin, sehingga produksi estrogen akan
menurun dan akhirnya akan terjadi peningkatan kerja osteoklas.
Kortikosteroid juga akan menghambat kerja osteoblas, sehingga
penurunan formasi tulang akan terjadi. Dengan terjadinya peningkatan
kerja osteoklas dan penurunan kerja dari osteoblas, maka akan terjadi
osteoporosis yang progresif.
9) Menopause
Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi ovarium
yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga
menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus remodeling tulang
berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai. Salah satu fungsi
estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal.
Tingkat resorpsi tulang akan menjadi lebih tinggi daripada formasi
tulang, yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Sangat
berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang trabekular karena tingkat
turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan terhadap defisiensi
estrogen. Tulang trabekular akan menjadi tipis dan akhirnya berlubang
atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak tulang yang
terlepas, tulang trabekular akan melemah.
10) Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar
estrogen, sehingga kadar estrogen pada orang yang merokok akan
cenderung lebih rendah daripada yang tidak merokok. Wanita pasca
menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen masih
akan kehilangan massa tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan dan
dapat mengalami menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal ),
daripada nonperokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 5
memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis dibandingkan
wanita yang tidak merokok.
11) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol
lebih dari 750 mL per minggu mempunyai peranan penting dalam
penurunan densitas tulang. Alkohol dapat secara langsung meracuni
jaringan tulang atau mengurangi massa tulang karena adanya nutrisi yang
buruk. Hal ini disebabkan karena pada orang yang selalu menonsumsi
alkohol biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan
mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol. Disamping akibat dari
defisiensi nutrisi, kekurangan vitamin D juga disebabkan oleh
terganggunya metabolisme di dalam hepar, karena pada konsumsi
alkohol berlebih akan menyebabkan gangguan fungsi hepar.
12) Riwayat Fraktur
Beberapa penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa, riwayat
fraktur merupakan salah satu faktor risiko osteoporosis.
Sedangkan penyebab sekundernya terdapat beberapa predisposisi, yaitu
sebagai berikut:
1) Sejarah keluarga, sejarah keluarga juga memengaruhi penyakit ini, pada
keluarga yang mempunyai sejarah osteoporosis, anak-anak yang
dilahirkannya cenderung akan mempunyai penyakit yang sama.
2) Gangguan endokrin, meliputi: hiperparatiroidsme, hipogonadism,
hipertiroidism, diabetes melitus, penyakit cusbing, prolaktinoma,
akromegali, insufisiensi adrenal.
3) Gangguan nutrisi dan gastrointestinal, meliputi: penyakit inflamasi usus
besar (inflammatory bowel disease), celiac disease, malnutrisi, riwayat
pembedahan gastric bypass, penyakit hari kronis, anoreksia nervosa,
vitamin D atau kalsium defisiensi.
4) Penyakit ginjal, meliputi: gagal ginjal kronik (GGK) dan idiopatik
hiperkalsiuria.

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 6
5) Penyakit rematik, meliputi : reumatoid atritis. Ankylosing spondylitis,
lupus eritematus sistemik.
6) Gangguan hematologi, meliputi : multiple myeloma, talasemia, leukemia,
limfoma, hemafilia, sickle cell disease, dan mastositosis sistemik.
7) Gangguan genetik, meliputi: cstiyc fibrosis, osteogenesis imperfekta,
hipofosfatasi.
8) Gangguan lainnya, meliputi: pofiria, sarcoid, imobilisasi, kehamilan/
laktasi, chronic obstructive pulmonary diseases (COPD), nutrisi
parentral, HIV/AIDS.
9) Obat-obatan, beberapa golongan obat yang meningktakan kehilangan
matriks tulang, meliputi berikut ini.
a. Kortikosteroid: prednision (5 mg/hari minimal pemberian 3 bulan)
b. Antikonvulsan: phenytoin, barbiturates, karbamazepine (agen-agen ini
berhubungan dengan defisiensi vitamin D).
c. Heparin (penggunaan jangka panjang).
d. Kemoterapetik/obat-obat transplantasi: cylosporine, tacrolimus,
platinum compounds, cyclophosphmide,ifosfamaide, methotrexate.
e. Hormonal/terapi endokrin: gonadottropin-releasing hormone (GnRH)
agonists, luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) analogs,
depomedroxyprogeterone, excessive thyroid supplementation.
f. Lithium
g. Aromatase inhibitors : exemestane, anastrozole.

2.3 Klasifikasi
Menurut dalam Rosi Pratiwi (2014) dan Wisnu Wardana (2012)
pembagian osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis
primer menjadi 2 tipe, yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II.
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause, biasanya
gejala timbul pada wanita berusia 51-75 tahun. Osteoporosis tipe ini

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 7
disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II
disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi
kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang
mengakibatkan timbulnya osteoporosis. Senilis berarti hanya terjadi pada
usia lanjut diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita.
2) Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui
penyebabnya, yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari,
defisiensi atau konsumsi obat (kortikosteroid, barbiturat, anti kejang dan
hormon tirioid yang berlebihan) yang dapat menyebabkan osteoporosis.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid dan paratiroid), pemakaian alkohol yang
berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
3) Penyebab lain, Osteoporosis Juvelin Idiopatik
Hal ini bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar
dan fungsi hormonal yang normal dan kadar vitamin yang normal namun
tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Mulyaningsi,
2008).

2.4 Manifestasi Klinis


Seperti yang dikutip oleh Rosi Pratiwi (2014) kepadatan tulang secara
perlahan (terutama pada osteoporosis senilis), sehingga pada awal
osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Namun, kemudian muncullah gejala-
gejala seperti:
1) Nyeri Terus-menerus yang Tidak Kunjung Hilang
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi menipis,
timbulah nyeri tulang dan kelainan bentuk. Menipisnya tulang belakang
menyebabkan nyeri punggung menahun. Biasanya nyeri timbul secara
tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu di punggung, yang akan
bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh di
daerah tersebut akan terasa sakit, akan tetapi biasanya rasa sakit akan

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 8
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau bulan (Junaidi,
2007)
2) Tubuh Memendek
Ketika beberapa tulang belakang hancur, akan terbentuk kelengkungan
yang abnormal dari tulang belakang yang menyebabkan ketegangan otot
dan timbul rasa sakit. Tulang lain bisa ikut patah, kerap kali disebabkan
oleh tekanan ringan atau karena jatuh. (Junaidi, 2007)
3) Mudah menderita patah tulang terutama tulang pinggul.
4) Disertai gejala menopause: panas, banyak keringat, keputihan, dan susah
tidur.

2.5 Patofisiologi
Osteoporosis adalah abnormalis pada proses remodeling tulang di mana
resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya massa
tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi. Remodeling tulang digambarkan
dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan osteoklas. Meskipun pertumbuhan
terhenti, remodeling tulang berlanjut. Proses dinamik ini meliputi resorpsi
pada satu permukaan tulang dan deposisi pembentukan tulang pada tempat
yang berlawanan. Hal ini dipengaruhi oleh beban berat badan dan gravitasi,
sama halnya dengan masalah seperti penyakit sistemik. Proses seluler
dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan dimodulasi oleh hormon lokal dan
sistemik, serta peptida. Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama : (1)
untuk memperbaiki kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk
mempertahankan kekuatan tulang rangka, dan (2) untuk mensuplai kalsium
dari tulang rangka untuk mempertahankan kalsium serum. Remodeling tulang
juga diatur oleh beberapa hormon yang bersirkulasi, termasuk estrogen,
androgen, vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian juga faktor
pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti IGF-I dan IGFII, transforming
growth factor (TGF), parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), ILs,
prostaglandin, dan anggota superfamili tumor necrosis factor (TNF). (Wisnu
W, 2012)

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 9
Kondisi osteoporosis merupakan suatu hasil interkasi yang kompleks
menahun antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Berbagai faktor terlibat
dalam interaksi ini dengan mengasilkan suatu kondisi penyerapan tulang
lebih banyak dibandingkan dengan pembentukan yang baru. Kondisi yang
memberikan manifestasi penurunan massa tulang total. Kondisi osteoporosis
yang tidak mendapatkan intervensi akan memberikan dua manifestasi
penting, dimana tulang menjadi rapuh dan terjadinya kolaps tulang (terutama
area vertebra yang mendapat tekanan tinggi pada saat berdiri). Hal ini akan
berlanjut pada bebagai kondisi dan masalah pada pasien dengan osteoporosis.
Di dalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses pembaharuan.
Tulang memiliki 2 sel, yaitu osteoklas (bekerja untuk menyerap dan
menghancurkan/merusak tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja untuk
membentuk tulang) (Comptons, 2002). Tulang yang sudah tua dan pernah
mengalami keretakan, akan dibentuk kembali. Tulang yang sudah rusak
tersebut akan diidentifikasi oleh osteosit (sel osteoblas menyatu dengan
matriks tulang) (Cosman, 2009). Kemudian terjadi penyerapan kembali oleh
osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam
(Tcandra, 2009). Dengan demikian tulang yang sudah diserap osteoklas yang
berasal dari prekusor di sumsum tulang belakang setelah sel osteoklas hilang.
(Cosman, 2009) (Dikutip dalam Rosi Pratiwi, 2014)
Menurut (Ganong, 2010) ternyata endokrin mengendalikan proses
emodeling tersebut. Dan hormon yang memengaruhi yaitu hormon paratiroid
(resorpsi tulang menjadi lebih cepat) dan estrogen (resorpsi tulang akan
menjadi lama). Sedangkan pada osteoporosis, terjadi gangguan pada
osteoklas, sehingga timbul ketidakseimbangan antara kerja osteoklas dengan
soteoblas. Dan secara menyeluruh massa tulangpun akan menurun, dan
akhirnya terjadilah pengeroposan tulang pada penderita osteoporosis
(Ganong, 2008) (Dikutip dalam Rosi Pratiwi, 2014)
Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang
seimbang jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah
massa puncak tulang sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30 - 45
tahun, proses resorpsi dan formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 10
melebih formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang
berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda;
ketidakseimbangan ini terlebih-lebih pada wanita setelah menopause. (Dikuti
dalam Wisnu W, 2012).
Stadium Osteoporosis ada 3 yaitu:
1) Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih
banyak dan lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya
terjadi pada usia 30- 35 tahun.
2) Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai
turun (osteopenia).
3) Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya
dengan sentuhan atau benturan ringan.
4) Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan
timbul akibat patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak , bahkan
mengalami stres dan depresi (Waluyo, 2009).

2.6 WOC

Hasil interaksi kompleks yang menahun antara


faktor genetik dan faktor lingkungan

Factor usia, jenis kelamin, Melemahnya daya serap sel terhadap Merokok, alcohol, kopi,
ras, keluarga, bentuk tubuh, kalsium dari darah ke tulang. defisiensi vitamin dan gizi,
dan tidak pernah melahirkan Peningkatan pengeluaran kalsium bersama gaya hidup, (immobilisasi),
urine. anoreksia nervosa dan
Tidak tercapainya massa tulang yang penggunaan obat-obatan.
maksimal.
Resorpsi tulang menjadi lebih cepat.

Penyerapan tulang lebih banyak daripada


pembentukan baru

Penurunan massa tulang total

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 11
Osteoporosis

Tulang menjadi rapuh Kolaps bertahap


dan mudah patah tulang vertebra

Fraktur Fraktur Fraktur kompresi Fraktur kompresi Kifosis progresif


colles femur vertebra lumbalis vertebra torakalis

Kompresi saraf Perubahan Penurunan tinggi


pencernaan ileus paralis postural badan
Gangguan fungsi
ekstermitas atas dan bawah.
Pergerakan fragmen tulang,
konstipasi Dermatitis skelet Perubahan postural
spasme otot.

2.7 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah
c. Pemeriksaan darah tiroid.
d. Pemeriksaan 25-hydroxyvitamin D (25 (OH) D).
e. Urinalisis untuk mendeteksi adanya hiperkalsiuria.
f. Kadar testoteron.
g. Biopsi tulang.
2. Radiodiagnostik
Dari berbagai metode pengukuran densitas tulang yang digunakan saat
ini, metode yang berdasarkan x-ray (khususnya dual energy x-ray
absorptiometry (DXA) adalah yang terbanyak digunakan. Teknik ini
secara bertahap menggantikan teknik ionisasi lain yang menggunakan
radiasi gamma. DXA terbukti merupakan teknologi yang paling luas
diterima untuk mengetahui hubungan antara densitas tulang dengan risiko
fraktur. DXA juga merupakan teknik dengan akurasi dan presisi baik,
serta paparan radiasi yang rendah. Oleh karena itu, alat ini dijadikan

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 12
sebagai gold standars pemeriksaan massa tulang oleh WHO karena
merupakan pemeriksaan yang validasinya paling luas dalam menilai
fraktur.

2.8 Komplikasi
Pada banyak kasus, cukup sulit untuk membedakan gejala osteoporosis
maupun komplikasi osteoporosis sehingga keduanya sering disamakan. Hal
ini disebabkan karena osteoporosis disebut dengan silent disease, yang tidak
menunjukkan manifestasi klinis berarti sampai munculnya fraktur. Gejala
awal dari osteoporosis yang dapat dilihat antara lain rasa sakit punggung yang
berat, tinggi badan berkurang, dan terjadi kelainan bentuk tulang belakang
seperti kifosis. Dowagers hump adalah kondisi kifosis akibat osteoporosis
tingkat lanjut.

2.9 Penatalaksanaan
Menurut Helmi (2012) penatalaksanaan pada osteoporosis di bagi menjadi
dua, diantaranya:
1. Konservatif
Pengobatan osteoporosis difokuskan pada asuhan memperlambat atau
menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan
mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya. Kebanyakan 40% dari
perempuan akan mengalami patah tulang akibat dari osteoporosis selama
hidupnya. Dengan demikian tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah
terjadinya fraktur (patah tulang). Intervensi tersebut meliputi hal-hal
sebagai berikut.
a. Diet : dewasa muda harus mencapai kepadatan tulang yang normal
dengan mendapatkan cukup kalsium (1.000 mg/hari) dalam dietnya
(minum susu atau makan makanan tinggi kalsium seperti salmon),
berolahraga seperti jalan kaki atau aerobik dan menjaga berat badan
noemal.

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 13
b. Spesialis : orang dengan fraktur tulang belakang, pinggang, atau
pergelangan tangan harus dirujuk ke spesialis otopedi untuk manajemen
selanjutnya.
c. Olahraga : modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu pengobatan.
Olahraga yang teratur akan mengurangi patah tulang akibat
osteoporosis. Olahraga yang direkomendasikan termasuk di antaranya
adalah jalan kaki, besepeda, dan joging.
Bentuk pencegahan lainnya menurut dalam Kneale (2011) yaitu:
Perubahan gaya hidup
Perubaha gaya hidup dapat mencegah pemburukan osteoporosis dan
menurunkan terjadinya resiko fraktur, tingkat motivasi internal untuk
menerima dan bertindak sesuai perubahan harus ditimbulkan.
Dukungan kontinu dari tim layanan kesehatan dan keluarga psien
sangat penting, perubahan gaya hidup meliputi;
Mengurangi dan berhenti merokok
Mengurangi atau berhenti minum alcohol
Meningkatkan latihan menopang berat
Meningkatkan asupan kalsium dan vitamin D
Mengatur ligkungan rumah untuk menurunkan resiko jatuh.
Latihan fisik
Latihan fisik berperan paling penting dalam mencegah dan
menangani osteoporosis serta mencegah fraktur. Selain memengaruhi
proses penyakit, latihan fisik juga mengkatkan kesehatan umum pasien,
kesejahteraan dan kualitas hidup.
Gaya hidup aktif dapat dilakukan oleh berbagait kelompok usia
karena program latihan fisik yang tepat dapat meningkatkan massa
tulang remaja dan individu dewasa. Penelitian menunjukkan bahwa
pelatihan fisik yang sedang dapat membantu melawan osteoporosis,
sedangkan latihan fisik yang terlalu ringan dan berlebihan dapat
mempercepat laju hilangnya massa tulang.

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 14
Latihan fisik pada lansia di tekankan untuk meningkatkan kekuatan
dan keseimbangan otot sehingga dapat menurunkan resiko jatuh,
program dasar yang dapat dilakukan untuk semua usia.
Pasien secara bertahap menyesuaikan diri diri dengan latihan fisik
yang baru.
Kekuatan otot cendrung terjadi pada awal latihan fisik, tetapi nyeri
yang kontinu menunjukan adanya cedera overius.jika hal ini terjadi,
individu harus menghentikan latihan hingga cedera pulih.
Latihan fisik harus dilakukan secara teratur agar bermanfaat.
Latihan fisik yang teratur harus menjadi gaya hidup.
Latihan fisik yang berlebihan dapat dlakukan meskipun latihan yang
sangat intensif beresiko menyebabkan kerusakan sistem
muskuluskeletal, wanita akan beresiko mengalami amenorea
sehingga menyebabkan terjadinya osteoporosis.
Latihan fisik, seperti berenang.
2. Medikamentosa
Selain dari tata laksana diatas, obar-obatan dapat dapat diberikan seperti
dibawah ini.
a) Estrogen: untuk perempuan yang baru menopouse, penggantian
estrogen merupakan salah stu cara untuk mencegah osteoporosis.
Estrogen dapat mengurangi atau menghentikan kehilangan jaringan
tulang. Apabila pengobatan estrogen dimulai pada saat menopouse,
maka akan mengurangi kejadian fraktur pinggang sampai 55%.
Estrogen dapat diberikan melalui oral (diminum) atau ditempel pada
kulit.
b) Kalsium: kalsium dan vitamin D diperlukan untuk meningkatkan
kepadatan pulang. Konsumsi per hari sebanyak 1.200-1.500 mg
(melalui makanan dan suplemen). Konsumsi vitamin D sebanyak 600-
800 IU diperlukan untuk kepadatan tulang
c) Bifosfonat: pengobatan lain selain estrogen yang ada: alendronate,
resedonate, dan etidronate. Obat-obatn ini memperlambat kehilangan
jaringan dan beberapa kasus meningkatkan kepadatan tulang.

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 15
Pengobatan ini dipantau dengan memeriksa kadar lkalsium dan fungsi
ginjal anda.
d) Hormon lain: hormon-hormon ini akan membantu mengulasi kalsium
dan fosfat dalam tubuh dan mencegah kehilangan jaringan tulang.
e) Kalsitonin
f) Teriparatide.

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 16
BAB 3
PEMBAHASAN (KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN)
3.1 Pengkajian
Anamnesis mempunyai peranan penting dalam evaluasi penderita
osteoporosis. Keluhan-keluhan utama yang dapat mengarah kepada diagnosis,
seperti misalnya bowing leg dapat mengarah pada diagnosis riket, kesemutan
dan rasa kebal di sekitar mulut dan ujung jari yang terjadi pada hipokalsemia.
Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan atau tubuh pendek, nyeri tulang, dan
kelemahan otot, waddling gait, dan kalsifikasi ekstraskeletal dapat mengarah
pada penyakit tulang metabolik. Selain dengan anamnesis keluhan utama,
pendekatan menuju diagnosis juga dapat dibantu dengan adanya riwayat
fraktur yang terjadi karena trauma minimal, adanya faktor imobilisasi lama,
penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari,
asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, dan faktor-faktor risiko lainnya.
(Dikutip dalam Wisnu W, 2012)
Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka panjang juga dapat digunakan
untuk menunjang anamnesis, yaitu misalnya konsumsi kortikosteroid,
hormon tiroid, antikonvulsan, heparin. Selain konsumsi obat- obatan, juga
konsumsi alkohol jangka panjang dan merokok. Tidak kalah pentingnya,
yaitu adanya riwayat keluarga yang pernah menderita osteoporosis. (Dikutip
dalam Wisnu W, 2012)
3.1.1 Riwayat keperawatan. Dikutip dalam Suratun dkk, 2008) pengkajian
riwayat keperawatan, perawatan perlu mengidentifikasi adanya:
1. Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan
pinggang.
2. Berat badan menurun.
3. Biasanya di atas 45 tahun.
4. Jenis kelamin sering pada wanita.
5. Pola latihan dan aktivitas.
6. Keadaan nutrisi (mis. Kurang vitamin D dan C, serta kalsium)
7. Merokok, mengonsumsi alkohol dan kafein.

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 17
8. Adanya penyakit endokrin: diabetes melitus, hipertiroid,
hiperparatiroid, sindrom cushing, akromegali, hipogonadisme.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan atau
nyeri pergerakan.
2. Periksa mobilitas pasien.
3. Tanda adanya perubahan kurvatura tulang belakang
4. Tanda-tanda predisposisi penyebab osteoporosis (lihat etiologi)
5. Tanda-tanda penurunan (Amati posisi pasien yang nampak
membungkuk, perubahan gaya berjalan, hipotensi artostatik,
kelemahan otot-otot okstremitas, penurunan pengelihatan, dan
perubahan kognitif).
Pada pemeriksaan fisik yang harus diukur adalah tinggi badan dan
berat badan (indeks massa tubuh <19 kg/m2)., demikian juga dengan
gaya jalan penderita, deformitas tulang, leg-lenght inequality , dan nyeri
spinal. Hipokalsemia yang terjadi dapat ditandai oleh adanya iritasi
muskuloskeletal, yaitu berupa tetani. Adduksi jempol tangan juga dapat
dijumpai, fleksi sendi metacarpophalangeal, dan ekstensi sendi
interphalang. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis
dorsal atau gibbus (Dowagers hump) dan penurunan tinggi badan.
Selain itu juga didapatkan protuberansia abdomen, spasme otot
paravertebral, dan kulit yang tipis (tanda McConkey). (Dikutip dalam
Wisnu W, 2012)
3.1.3 Riwayat Psikososial. Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya
sering timbul kecemasan, takut melakukan aktivitas, dan perubahan
konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah psikologis yang
timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit.
2. Gangguan konsep diri: perubahan citra tubuh dan harga diri yang
berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 18
3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
4. Risiko cedera (fraktur) yang berhubungan dengan tulang osteoporosis.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.

3.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi 1
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Dalam waktu ... x 24 jam, aktivitas dan mobilitas fisik klien
terpenuhi.
Kriteria Hasil : Melakukan ROM secara teratur, menggunakan alat bantu saat
aktivitas, dan menggunakan brace/korset saat aktivitas.
Intervensi Rasional
Gunakan matras dengan tempat tidur Untuk membantu memperbaiki posisi
papan. tulang belakang.
Bantu pasien menggunakan alat Alat bantu tongkat dapat membantu
bantu walker atau tongkat. klien dalam melakukan mobilisasi.
Bantu dan ajarkan latihan ROM Untuk meningkatkan fungsi
setiap 4 jam persendian dan mencegah kontraktur.
Anjurkan menggunakan brace Pasien perlu dilatih menggunakannya
punggung atau korset. dan jelaskan tujuannya.
Kolaborasi dalam pemberian Dengan pemberian ini dapat
analgetik, estrogen, kalsium, dan mengurangi atau menghentikan
vitamin D. kehilangan jaringan tulang.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam Kalsium dan vitamin D diperlukan
program diet tinggi kalsium serta untuk meningkatkan kepadatan
vitamin C dan D. pulang.
Kolaborasi dengan petugas Untuk mengetahui jumlah kadar
laboraturium dalam memantau kadar kalsium klien.
kalsium.

Intervensi 2
Gangguan konsep diri: perubahan citra tubuh dan harga diri yang
berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
Tujuan : Dalam waktu ... x 24 jam, koping pasien positif.
Kriteria hasil : Mengekspresikan perasaan, memilih alternatif pemecahan
masalah, dan meningkatkan komunikasi.
Intervensi Rasional
Bantu pasien mengekspresikan Perhatian sungguh-sungguh dapat
perasaan dan dengarkan dengan meyakinkan pasien bahwa perawat
penuh perhatian. bersedia membantu mengatasi
masalahnya dan akan tercipta
hubungan yang harmonis sehingga
timbul koordinasi.
Klarifikasi jika terjadi Klarifikasi ini dapat meningkatkan

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 19
kesalahpahaman tentang proses koordinasi pasien selama perawatan.
penyakit dan pengobatan yang telah
diberikan.
Bantu pasien mengidentifikasi Dapat membantu upaya mengenal
pengalaman masa lalu yang diri dan menerima diri kembali.
menimbulkan kesuksesan atau
kebanggaan saat itu.
Identifikasi bersama pasien tentang Hal ini akan dapat meningkatkan
alternatif pemecahan masalah yang kepercayaan diri.
positif.
Bantu untuk meningkatkan Dapat membantu klien merasa
komunikasi dengan keluarga dan diperhatikan dengan mendapat
teman. dukungan dari keluarga dan teman.

Intervensi 3
Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
Tujuan : Dalam waktu ... x 24 jam, nyeri berkurang/hilang.
Kriteria Hasil: Mengalami peredaan nyeri saat istirahat, mengalami ketidaknyamanan
minimal selama aktivitas sehari-hari, menunjukkan berkurangnya
nyeri tekan pada tempat fraktur, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri dengan skala 0-4 Nyeri merupakan respon subyektif yang
dapat dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya
di atas tingkat nyeri.
Anjurkan istirahat di tempat tidur dengan Untuk mempercepat imobilisasi.
posisi telentang atau miring.
Atur posisi lutut fleksi. Meningkatkan rasa nyaman dengan
merelaksasi otot.
Kompres hangat intermitten dan pijat Dapat memperbaiki relaksasi otot.
punggung.
Anjurkan posisi tubuh yang baik dan Dengan mekanika tubuh dapat
ajarkan mekanika tubuh. mengkoordinasikan sistem
muskuloskeletal dalam mempertahankan
keseimbangan, postur dan kesejajaran
tubuh selama mengangkat, membungkuk,
bergerak, dan melakukan aktivitas sehari-
hari.
Gunakan korset/brace punggung, saat Korset/brace membantu pasien
pasien turun dari tempat tidur. mempertahankan postur tubuhnya dan
keseimbangan.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik . Analgesik memblok lintasan nyeri
sehingga nyeri akan berkurang.

Intervensi 4
Risiko cedera (fraktur) yang berhubungan dengan tulang osteoporosis.

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 20
Tujuan : Dalam waktu ... x 24 jam, tidak terjadi cidera.
Kriteria Hasil : Mempertahankan postur tubuh yang baik, menggunakan mekanika
tubuh yang baik, latihan isometrik, berpatisipasi dalam aktivitas di
luar rumah, dan menghindari aktivitas yang menimbulkan cidera.
Intervensi Rasional
Anjurkan melakukan aktivitas fisik. Untuk memperkuat otot, mencegah atrofi,
dan memperlambat demineralisasi tulang
progresif.
Latihan isometrik. Dapat digunakan untuk memperkuat otot
batang tubuh.
Anjurkan pasien untuk berjalan, mekanika Untuk menghindari terjadinya gangguan
tubuh yang baik, dan postur tubuh yang tulang lain.
baik.
Hindari aktivitas membungkuk mendadak, Untuk menghindari risiko cidera.
melengok, dan mengangkat beban lama.
Lakukan aktivitas di luar ruangan dan di Untuk memperbaiki kemampuan tubuh
bawah sinar matahari menghasilkan vitamin D.

Intervensi 5
Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.
Tujuan : Dalam waktu ... x 24 jam, klien mendapatkan pengetahuan mengenai
osteoporosis dan program pengobatan.
Kriteria Hasil: Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan fisik terhadap
massa tulang, mengonsumsi kalsium dengan jumlah yang mencukupi,
meningkatkan latihan fisik, dan mengetahui waktu perawatan lanjutan.
Intervensi Rasional
Jelaskan pentingnya diet yang tepat, Untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan
latihan, dan aktivitas fisik yang sesuai, membantu mempercepat pembentukan
serta istirahat yang cukup. tulang.
Jelaskan penggunakan obat serta efek Dengan penjelasan yang benar sesuai
samping obat yang diberikan secara detail. indikasi dapat menghindari overdosis dan
kesiapan pasien untuk menghadapi efek
samping obat.
Jelaskan pentingnya lingkungan yang Untuk menghindari risiko jatuh.
aman, misalnya, lantai tidak licin, tangga
menggunakan pegangan .
Anjurkan mengurangi kafein, alkohol, dan Alkohol dapat secara langsung meracuni
merokok. jaringan tulang atau mengurangi massa
tulang dan merokok dapat menyebabkan
defisiensi estrogen.
Jelaskan pentingnya perawatan lanjutan. Untuk mengingatkan klien untuk rutin
melakukan perawatan agar mempercepat
kesembuhan.

( Osteoporosis - Kelompok 3 ) 21

Anda mungkin juga menyukai