Anda di halaman 1dari 35

PERILAKU ABNORMAL

Sebenarnya agak sulit merumuskan secara tepat apa yang dimaksud

normal dan abnormal tentang perilaku. Penyebabnya antara lain: Pertama, sulit

menemukan model manusia yang ideal atau sempurna. Kedua, dalam banyak

kasus, tak ada batas yang tegas ntara perilaku normal dan abnormal. Dalam arti,

orang yang secara umum dipandang normal-sehat pun suatu saat dapat melakukan

perbuatan yang tergolong abnormal, mungkin di luar kesadarannya. Sebaliknya,

tidak jarang orang yang secara umum jelas-jelas abnormal melakukan perbuatan

atau mengucapkan kata-kata yang sungguh-sungguh normal-waras.

Istilah-istilah abnormal pun bermacam-macam, seperti perilaku abnormal,

perilaku maladaptif, gangguan mental, psikopatologi, gangguan emosional,

penyakit jiwa, gangguan-gangguan perilaku, penyakit mental, dan ketidakwarasan

sering dipakai secara bergantian untuk, secara umum-kasar, menunjuk gejala yang

sama.

Perilaku abnormal sendiri memiliki arti bermacam-macam. Kadang-

kadang dipakai untuk menunjuk aspek batiniah kepribadian, aspek perilaku yang

dapat langsung diamati, atau keduanya. Kadang-kadang yang dimaksud hanyalah

perilaku spesifik tertentu seperti phobia atau kategori perilaku yang lebih

kompleks seperti skizofrenia. Kadang-kadang diartikan sebagai problem atau

masalah yang bersifat kronik-berkepanjangan atau hanya berupa simtom-simtom

seperti pengaruh obat-obatan tertentu yang bersifat akut dan temporer atau cepat

hilang. Secara kasat mata artinya dengan gangguan mental dan dalam konteks

yang lebih luas sama artinya dengan perilaku maladaptif.

1
Secara kasar-umum, sebab-sebab perilaku abnormal dapat ditinjau dari

beberapa sudut, misalnya berdasarkan tahap berfungsinya dan menurut sumber

asalnya.

A. Menurut tahap berfungsinya

Menurut tahap-tahap berfungsinya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat

dibedakan sebagai berikut:

1. Penyebab Primer

Yang dimaksud penyebab primer adalah kondisi yang tanpa

kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Jadi, sejenis

conditio sine qua non. Misalnya, infeksi sipilis yang menyerang

sistem syaraf pada kasus paresis general, yaitu sejenis psikosis

yang disertai paralisis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau

berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami

kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis, gangguan ini tidak

mungkin menyerang seseorang.

2. Penyebab yang menyebabkan

Yang dimaksud menyiapkan adalah kondisi yang mendahului dan

membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu

dalam kondisi-kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya, anak

yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child) mungkin menjadi

lebih rentan terhadap tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan

orang-orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik.

2
3. Penyebab pencetus

Setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan

gangguan. Misalnya, seorang wanita muda yang menjadi terganggu

sesudah mengalami kekecewaan berat ditinggalkan oleh

tunangannya. Contoh lain, seorang pria setengah baya yang

menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis tambak

udangnya bangkrut.

4. Penyebab yang menguatkan

Dimana kondisi cenderung mempertahankan atau memperteguh

tingkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya, perhatian

yang berlebihan pada seorang gadis yang sedang sakit, justru

dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggung jawab

atas dirinya, dan menunda kesembuhannya.

5. Sirkularitas faktor-faktor penyebab

Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh

satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang

kompleks, bukan sebagai hubungan sebab-akibat sederhana

melainkan saling mempengaruhi sebgai lingkaran setan, sering

menjadi sumber penyebab berbagai abnormalitas. Misalnya,

sepasang suami istri menjalin konseling untuk mengatasi problem

dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya

senang menghamburkan uang untuk berfoya-foya, sedangkan istri

menuduh suaminya hanya asik dengan bisnisnya dan kurang

3
memperhatikannya. Menurut versi sang istri, ia suka meninggalkan

rumah untuk berfoya-foya dengan teman-temannya karena

suaminya tidak memperhatinkannya. Menurut versi sang suami, ia

jengkel dan sengaja mengabaikan istrinya karena istrinya itu

senang berhura-hura di luar rumah. Jadi, tidak jelas lagi, mana

sebab mana akibat. Setiap pihak mempunyai andil memicu dan

mengukuhkan perilaku pasangannya. Inilah yang dimaksud dengan

sirkularitas sebab atau lingkaran setan.

B. Menurut sumber asalnya

Berdasarkan sumber asalnya., sebab-sebab perilaku abnormal dapat

digolongkan sedikitnya menjadi tiga,yaitu faktor biologis, faktor

psikososial, danfaktor sosiokultural.

1. Faktor biologis

Berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat

perkembangan maupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan

sehari-hari, seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit,dan

sebagainya.pengaruh faktor-faktor biologis lazimnya bersifat

menyeluruh. Artinya, mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku,

mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap strees. Beberapa

jenisnya yang terpenting adalah sebagai berikut.

a) Cacat genetik

Keadaan ini biasanya berupa anomali atau kelainan

kromosom yang bisa menimbulkan aneka cacat dan

4
gangguan kepribadian, contonhnya: sindrom down, yaitu

sejenis keterbelakangan mental akibat adanya trisomi dalam

struktur kromosom penderita.

b) Kelemahan konstitusional

Konstitusi adalah struktur (makeup) biologis individu yang

relative menetap akibat pengaruh-pengaruh genetik atau

lingkungan sangat awal, termasuk lingkungan prenatal.

Kontitusi mencangkup beberapa aspek sebagai berikut:

1) Fisik atau bangun tubuh

2) Cacat fisik

3) Kecenderungan reaksi primer

4) Deprivasi fisik

5) Proses-proses emosi yang berlebihan

6) Patologi otak

2. Faktor-faktor psikososial

a) Trauma di masa kanak-kanak

Trauma (psikologis) adalah pengalaman yang

menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri,

sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit

disembuhkan sepenuhnya.

b) Deprivasi parental

Deprivasi parental adalah tiadanya kesempatan untuk

mendapatkan rangsangan emosi dari orang tua, berupa

5
kehangatan, kontak fisik, rangsangan intelektual, emosional

dan sosial.

c) Hubungan orang tua-anak yang patogenik

Hubungan patogenik disini ialah hubungan tidak serasi,

dalam hal ini antara orang tua dan anak, yang berakibat

menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.

Berikut benttuk-bentuk hubungan orang tua-anak yang

bersifat patogenik:

1) Penolakan

2) Overproteksi dan sikap serba mengekang

3) Menuntut secara tidak realistic

4) Bersikap terlalu lunak pada anak (over-permissive)

dan memanjakan

5) Disiplin yang salah

6) Komunikasi yang kurang atau komunikasi yang

irasional

7) Teladan buruk dari pihak orang tua

d) Struktur keluarga yang patogenik

Struktur keluarga sangat menentukan corak komunkasi

yang berlangsung di antara para anggotanya, dimana

struktur tersebut melahirkan pola komunikasi yang kurang

sehat, dan selanjutnya berpengaruh terhadap munculnya

6
gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Struktur

kelurga itu sendiri terbagi atas 3 macam, yaitu:

1) Keluarga yang tidak becus

2) Keluarga yang antisocial

3) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang

bermasalah

4) Keluarga yang tidak utuh

e) Stress berat

Stress itu sendiri ialah keadaan yang menekan, khususnya

secara psikologis. Adapun penyebabnya, yaitu:

1) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri

2) Konflik nilai

3) Tekanan kehidupan modern

3. Faktor-faktor sosiokultural

Faktor-faktor sosiokultural meliputi keadaan obyektif dalam

masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat

menimbulkan tekanan pada individu dan selanjutnya melahirkan

berbagai bentuk gangguan, seperti:

a) Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi

kekerasan.

b) Terpaksa menjalankan peran sosial yang berpotensi

menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang

7
dalam peperangan harus membunuh musuh, terlibat dalam

situasi kekerasan, dan sebagainya.

c) Menjadi korban prasangka dan deskriminasi berdasarkan

penggolongan tertentu, seperti berdasarkan suku, agama,

ras, afiliasi politik, dan sebagainya.

d) Resesi ekonomi dan kehilangan pekerjaan.

e) Perubahan sosial dan iptek yang sangat cepat, melampaui

kemampuan wajar orang untuk menyesuaikan diri.

Semua hal di atas, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat berperan

menimbulkan gangguan perilaku dalam diri seorang individu. Berikut ini akan

dibahas beberapa perilaku-perilaku abnormal yang biasa terjadi pada masa kanak-

kanak, dan remaja.

1. Autisme

Sudah sejak tahun 1938, sebenarnya dr. Leo Keanner (Seorang Dokter

Spesialis Penyakit Jiwa) melaporkan bahwa dia telah mendiagnosa dan mengobati

pasien dengan sindroma autisme yang dia sebut infantile autisme. Untuk

menghormatinya, autisme disebut juga sindroma Keanner. Dengan gejala tidak

mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku

berulang-ulang, serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya.

Sejak tahun 19450, para professional di Amerika, Inggris, dan Eropa barat,

sudah mulai peduli dengan autisme. Bayangkan, jauh perbedaannya dengan di

negeri kita yang baru menghangat di awal millennium ini.

8
Frekuensi kejadian autisme di negara maju seperti Amerika adalah

2/10.000. angka ini pun diperoleh melalui cara diagnosa konvensional dan

diperkirakan bisa sampai 5-6/10.000 penduduk, bila menggunakan cara diagnosa

sekarang.

Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan

gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan

berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme seperti hidup

dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk golongan penyakit tetapi suatu

kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata

lain, pada anak autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan

(gangguan pervasif).

Pada pemeriksaan fisik, keadaan anak mirip seperti menderita organic

psichose (gangguan jiwa). Pada pemerhati anak-anak malahan pernah menyebut

autisme sebagai kelainan yang mengerikan dan menjijikkan (abomination).

Autisme adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya

sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak

usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autisme bisa mengenai siapa

saja, baik yang sosio-ekonomi mapan maupun kurang, anak atau dewasa, dan

semua etnis.

Autisme ditandai oleh ciri-ciri utama, antara lain:

a. Tidak peduli dengan lingkungan sosialnya

b. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya.

9
c. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal (penyakit kelainan

mental pada anak = autistic-children).

d. Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-

ulang dan tidak padan.

Gejala-gejala ini bervariasi beratnya pada setiap kasus tergantung pada

umur, inteligansia, pengaruh pengobatan dan beberapa kebiasaan pribadi lainnya.

Pada pemeriksaan status mental, ditemukan kurangnya orientasi

lingkungan, rendahnya ingatan, meskipun terhadap kejadian yang baru, demikian

juga kepedulian terhadap sekitar sangat kurang. Anak autisme kalau berbicara

cepat-cepat tetapi tanpa arti, kadang diselingi suara yang tidak jelas maksudnya

seperti suara gemeretak gigi bila si anak menggigil karena demam.

Kebanyakan inteligensia anak autisme rendah. Namun demikian, 20% dari

anak autisme masih mempunyai IQ>70. Kemampuan khusus, seperti membaca,

berhitung, menggambar, melihat penanggalan, atau mengingat jalanan yang

banyak liku-likunya, kurang. Anak autisme berarti anak yang kurang bisa bergaul

atau kurang bisa mengimbangi anak sebayanya. Tetapi tidak sampai seperti anak

Down Syndrome yang idiot, atau anak yang gerakan ototnya kaku, pada anak

dengan kelainan jaringan otak.

Autisme menimpa seluruh bangsa, ras serta seluruh tingkat sosial. Hanya

lebih sering terjadi pada anak lelaki, bisa sampai 3-4 kali disbanding anak

perempuan, mungkin ada hubungan genetik. Sebagian besar penderita autisme

biasanya mengalami gangguan berbahasa. Kejadian autisme di negara maju

sekitar 4-15/10.000 penduduk.

10
1. Penyebab Autisme

Penyebab terjadinya belum diketahui secara pasti, hanya diperkirakan

mungkin adanya kelainan dari sistem saraf (neurologi) dalam berbagai derajat

beratnya ringan penyakit.

Penelitian tentang penyebab dan pengobatan autisme juga masih pada taraf

awal, meskipun di negara maju yang sudah sejak lama mengenal dan mengelola

autisme. Penyebab yang tepat masih dalam taraf perdebatan diantara para ahli,

meskipun pernah di era 50-an sampai 60-an, dikatakan penyebabnya adalah akibat

dari pengaruh perlakuan orang tua di masa kanak-kanak. Pada mulanya dulu di

tahun 40-an dr. Leo Kenner pernah melaporkan temuannya bahwa orang tua dari

anak autisme, ternyata kurang memiliki rasa kehangatan dalam membesarkan

anaknya. Akibat dari teori penyebab ini, banyak orang tua malah menyesali

terjadinya autisme pada anaknya dan berusaha melakukan konsultasi psycho tapi

secara intensif dengan biaya yang sangat mahal sekalipun, karena merasa dihina

oleh teori tersebut. Sampai sekarang belum ada data yang bisa

dipertanggungjawabkan untuk membuktikan kebenaran dari teori penyebab

autisme adalah karena perilaku orang tua. Dengan demikian, para professional

hendaknya jangan terlalu mudah menyalahkan perilaku orang tua sebagai

penyebab autisme anaknya, dan menganjurkan satu jenis obat tertentu untuk

mengatasi anak autisme. Kedua pendapat dan cara belakangan ini sangat

menghambat usaha dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap autisme.

11
Pendapat yang sudah menjadi konsensus bersama para ahli belakangan ini

mengakui bahwa autisme diakibatkan terjadi kelainan fungsi luhur di daerah otak.

Kelainan fungsi ini bisa disebabkan berbagai macam trauma seperti:

a. Sewaktu bayi dalam kandungan, misalnya karena keadaan keracunan

kehamilan (toxemia gravidarum), infeksi virus rubella, virus cytomegalo,

dan lain-lain.

b. Kejadian segera setelah lahir (perinatal) seperti kekurangan oksigen

(anoksia).

c. Keadaan selama kehamilan seperti pembentukan otak yang kecil, misalnya

vermis otak kecil yang lebih kecil (mikrosepali) atau terjadi pengerutan

jaringan otak (tuber sklerosis).

d. Mungkin karena kelainan metabolisme seperti pada penyakit Addison,

(karena infeksi Tuberkulosa, dimana terjadi bertambahnya pigment tubuh

dan kemunduran mental).

e. Mungkin karena kelainan kromosom seperti pada syndrome chromosoma

X yang fragil seperti diberitakan belakangan ini tinggi insidennya di

Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sindroma chromosom

XYY.

f. Faktor-faktor lainnya.

Pemeriksaan CT scanning dan pneumo encephalogram pada anak autisme,

tampak:

a. Ventrikel lateral otak tidak normal, terutama daerah temporal.

b. Juga terlihat pelebaran ventrikel lateral otak.

12
Pada pemeriksaan histopatologi:

a. Pembentukan sel-sel di daerah hippocampus terlihat tidak normal dan

amygdale di kedua sisi otak.

Pada pemeriksaan EEG:

a. Kelainan tidak khas, meskipun kadang-kadang tampak discharge temporal.

Secara laboratorium:

a. Diduga ada kaitannya dengan banyaknya pembuangan zat phenil keton

melalui air seni (phenil ketunoria).

Jadi, kelihatannya autisme disebabkan oleh gabungan dari berbagai

penyebab tersebut.

2. Gejala Autisme

Kelompok kelainan perilaku yang hampir selalu ditemukan pada autisme,

antara lain:

a. Mengalami kesulitan untuk menjalin pergaulan yang rapat.

b. Sangat kurang menggunakan bahasa.

c. Sangat lemah kemampuan berkomunikasi.

d. Kelainan lain-lain:

1) Sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Anak akan bereaksi

secara emosional, kadang malah bereaksi kasar meskipun hanya

perubahan kecil dari kehidupan rutin, misalnya perubahan warna

kursi atau baju, atau naik kendaraan yang tidak bisa sebelumnya.

13
2) Setiap perubahan bagi anak autisme selalu dirasakan buruk dan

perubahan yang ke arah baik pun tidak pernah dirasakan sebagai

surprise.

3) Memperlihatkan gerakan-gerakan tubuh yang aneh, misalnya

selagi duduk, bergerak-gerak ke depan dan ke belakang, berjalan

jinjit (mengutamakan ujung telapak kaki).

4) Sebagian kecil anak autisme menunjukkan masalah perilaku yang

sangat menyimpang, seperti melukai diri sendiri, baik karena giitan

sendiri atau menggunakan pisau, membentur-benturkan kepala,

kadang-kadang ada yang menyerang teman bergaulnya.

Pencetus timbulnya kelainan perilaku tersebut bisa saja hanya karena

merasa kecewa, atau marah, bosan, takut, cemas, atau hanya karena perubahan

lingkungan kesehariannya yang rutin, antara lain:

a. Terpaku (terlalu menyayangi) pada benda-benda mati. Misalnya, apabila

mainannya hilang atau rusak maka si anak akan sangat marah atau

memperlihatkan reaksi lain yang tidak setara dengan masalahnya.

b. Bereaksi tidak normal terhadap rangsangan sekitar seperti bau, bunyi atau

sinar.

c. Namun demikian ada juga anak autisme yang menyenangi

(memperlihatkan lama-lama peralatan berbunyi keras seperti drum dan

senang meraba-raba/mengelus-elus barang yang permukaannya kasar).

d. Kurang mampu berimajinasi (daya khayal).

14
Dalam berintekrasi sosial, anak autisme dikelompokkan atas 3 kelompok,

yaitu:

a. Menyendiri.

1) Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya,

meskipun bisa saja pada awalnya kelihatan biasa dan nyaman

bermain dengan teman sebayanya. Tetapi, hal ini hanya terjadi

dalam waktu yang singkat. Setelah beberapa saat mengalami

kontak fisik, beralih ke permainan lain karena sangat tidak mampu

menciptakan pergaulan yang akrab. Perangai anak yang

kelihatannya tidak mempunyai cacat ini membuat orang tuanya

sangat tidak memahami dan sangat menyakitkan hati.

2) Bertendensi kurang menggunakan kata-kata dan kadang-kadang

sulit berubah meskipun usianya bertambah lanjut, dan meskipun

ada perubahan mungkin hanya bisa mengucapkan beberapa patah

kata yang sederhana saja.

3) Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri dan kalau berbuat

sesuatu, akan mengulangnya berulang-ulang.

4) Sangat tergantung pada kegiatan sehari-hari yang rutin.

5) Gangguan perilaku pada kelompok anak autisme ini termasuk

bunyi-bunyi aneh, gerakan tangan, tabiat yang mudah marah,

melukai diri sendiri, menyerang teman bergaul, merusak dan

menghancurkan mainan sendiri.

b. Kelompok anak autisme yang pasif.

15
1) Lebih bisa bertahan pada kontak fisik dan agak mampu bermain

dengan kelompok teman bergaul dan sebayanya, tetapi jarang

sekali mencari teman sendiri.

2) Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun

masih agak terlambat bisa berbicara dibandingkan dengan anak

yang sebaya.

3) Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun

kadang-kadang pula dibumbui kata yang kurang dimengerti.

4) Gangguan perilaku pada kelompok ini tidak seberat anak

keleompok menyendiri.

5) Di samping bertendensi larut dengan perubahan lingkungannya,

tetapi masih lebih tahan dibandingkan dengan anak autisme yang

menyendiri.

6) Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan

dengan anak autisme yang menyendiri dan yang aktif tetapi

menurut kemauannya sendiri.

c. Anak autisme kelompok yang aktif tetapi menggunakan cara sendiri.

1) Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak

autisme yang menyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan

memiliki perendaharaan kata paling banyak.

2) Meskipun bisa merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja

terselip kata-kata yang aneh dan kurang dimengerti.

3) Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.

16
4) Menyenangi dan terpaku pada salah-satu jenis barang tertentu

misalnya penanggalan kalender, pembawaan seseorang, jenis

kendaraan tertentu.

5) Dalam berdialog, sering mengajukan pertanyaan dengan topik yang

menarik dan bila jawaban tidak memuaskan atau pertanyaannya

dipotong, dia akan bereaksi sangat marah.

6) Menegakkan diagnose anak autisme kelompok ini kadang-kadang

sulit, karena kenyataannya anak ini bisa bergaul dengan

lingkungannya. Meskipun mungkin terbatas hanya di sekitar

tempat tinggalnya, cara bersosialisasinya tetap kurang

menggunakan asas memberi dan menerima (take and give) ntar

sesama teman bergaul.

Gejala dari satu kelompok bisa saja terdapat pada kelompok lain pada saat

tertentu, tergantung pada situasi yang berpengaruh di saat itu. Oleh karena itu,

tidak mudah menggolongkan kelompok anak autisme.

3. Pengelompokkan Autisme

Autisme dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

a. Autisme persepsi

Dianggap autisme asli dan disebut juga autisme internal karena kelainan

sudah timbul sebelum lahir. Gejalanya:

1) Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan

menimbulkan kecemasan. Tubuh akan mengadakan mekanisme

17
dan reaksi pertahanan hingga terlihat timbul pengembangan

masalah.

2) Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa

ditentukan. Orang tua tidak ingin peduliterhadap kebingungan dan

kesengsaraan anaknya. Kebingungan anaknya perlahan berubah

menjadi kekecewaan. Lama-kelamaan rangsangan ditolak atau

anak bersikap mencari pertolongan.

3) Pada kondisi begini, baru orang tua mulai peduli atas kelainan

anaknya, sambil terus menciptakan rangsangan-rangsangan yang

memperberat kebingungan anaknya, mulai berusaha mencari

pertolongan.

4) Pada saat begini, si bapak malah sering menyalahkan si ibu kurang

memiliki kepekaan naluri keibuan. Si bapak tidak menyadari hal

tersebut malah memperberat kebingungan si anak dan

memperbesar kekhilafan yang telah diperbuat.

Salah satu contoh penderita autisme jenis persepsi yang telah diobati

bernama Georgina Stehli. Dia sudah didiagnosa pada usia 3 tahun dan sudah

dibawa berobat ke mana saja dengan hasil yang kurang memuaskan. Pada usia 11

tahun ikut program pengobatan di Berard-Auditory untuk mengatasi

kekurangpekaan pendengarannya terhadap bunti tertentu. Setelah program

pengobatan auditory theraphy tersebut, hasilnya sangat memuaskan, dia mulai

belajar hidup dengan kelemahannya, mulai mengatasi kekurangannya sehingga

mekanisme pertahanannya tidak digunakan lagi. Perlahan-lahan dia mulai bergaul

18
dengan teman sebaya, bercakap-cakap normal, dan mulai belajar padahal sudah

bertahun-tahun seperti terisolasi dari lingkungan teman belajarnya. Pada umur 20-

an, berhasil meraih sarjana dalam jurusan sejarah kesenian, kemudian menikah

dan berbaur dengan kehidupan normal.

b. Autisme reaksi/reaktif

Pada autisme reaktif, penderita membuat gerakan-gerakan tertentu

berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala yang dapat

diamati, antara lain:

1) Autisme ini biasa mulai terlihat pada anak usia lebih besar (6-7

tahun) sebelum anak memasuki tahap berpikir logis. Namun

demikian, bisa saja terjadi sejak usia minggu-minggu pertama.

2) Mempunyai sifat rapuh, mudah terkena pengaruh luar yang timbul

setelah lahir, baik karena trauma fisik atau psikis, tetapi bukan

disebabkan karena kehilangan ibu.

3) Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa

rapuh ini, sehingga mempengaruhi perkembangan normal

kemudian harinya.

Beberapa keterangan yang perlu diketahui yang mungkin merupakan

faktor resiko pada kejadian autisme reaktif ini:

1) Anak yang terkena autis reaktif menghadapi kecemasan yang

berat pada masa kanak-kanak, memberikan reaksi terhadap

pengalamannya yang menimbulkan trauma psikis tersebut.

19
2) Trauma kecemasan ini terjadi sebelum anak berada pada

penyimpanan memory di awal kehidupannya tetapi proses

sosialisasi dengan sekitarnya akan terganggu.

3) Trauma kecemasan yang terjadi setelah masa penyimpanan

memory akan berpengaruh pada anak usia 2-3 tahun. Karena

itu, meskipun anak masih memperlihatkan emosi yang normal

tetapi kemampuan berbicara dan berbahasanya sudah mulai

terganggu. Ini yang membuat orang tua si anak menjadi

khawatir.

Beberapa contoh masalah yang menimbulkan trauma kecemasan pada

anak yang sebagian besar dapat berdampak pada kejadian autism reaktif:

1) Terlalu cepat berpisah dengan ibu di awal masa kanak-kanak.

2) Anak lahir kembar.

3) Orang tua/kerabat dekat meninggal dunia.

4) Sakit berat sampai dirawat di rumah sakit.

5) Pindah rumah atau sekolah.

6) Bepergian jauh sewaktu liburan, yang pada awalnya

menyenangkan namun tetap menimbulkan stress pada anak

yang peka.

Sebab-sebab timbulnya autisme reaktif:

1) Trauma yang menyebabkan kecemasan anak, setelah

beberapa waktu yang cukup lama akan menyisakan

kelainan, antara lain; tidak bisa membaca (dyslexia), tidak

20
bisa berbicara (aphasia), serta berbagai masalah yang

menghancurkan si anak yang menjelma dalam bentuk

autism. Kadang-kadang trauma yang mencemaskan si anak

menimbulkan ketakutan, atau gejala sensoris lain yang

terlihat sebagai autism persepsi.

2) Autisme yang hiperaktif, menurut para ahli mungkin

berkaitan dengan alergi terhadap makanan atau kelainan

metabolism. Karena itu, diperkirakan kedua hal tersebut

merupakan trauma bagi anak yang masih peka.

c. Autisme yang timbul kemudian

Kalau kelainan dikenal setelah anak agak besar tentu akan sulit

memberikan pelatihan dan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah

melekat, ditambah beberapa pengalaman baru dan mungkin diperberat dengan

kelainan jaringan otak yang terjadi setelah lahir.

4. Pengobatan autisme

Menurut ahli, sebagian besar anak autisme bila diagnosanya cepat

ditegakkan dan ditanggulangi dengan baik oleh ahli penyakit jiwa, bisa tumbuh

sampai dewasa dan masih bisa berbuat dan berguna untuk sesame meskipun

mungkin cara hidup kesehariannya masih autistic (menurut keinginan dan caranya

sendiri).

Jangan dikira tidak ada cara pengobatannya, banyak yang bisa dilakukan

terhadap penderita autism, antara lain:

21
a. Terutama melalui program pendidikan dan latihan diikuti pelayanan dan

perlakuan lingkungan yang wajar.

b. Untuk mengurangi perilaku anak yang tidak wajar, pengasuh dan orang

tua harus diajari cara mnenghadapi anak autism.

c. Pengobatan yang dilakukan adalah untuk membatasi memberatnya gejala

dan keluhan, sejalan dengan pertambahan usia anak.

d. Diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan tanggung jawab

terhadap orang sekitarnya.

e. Untuk mencapai keadaan tersebut, bimbingan dan pendidikan harus

dilakukan secara perorangan, dan tidak mungkin efektif bisa dilakukan

secara kelas.

f. Orang tua, saudara atau pelatih sukarela, harus ikut menyediakan waktu

dan perhatian bersama-sama tenaga penolong sehingga anak tidak

mempunyai peluang untuk kembali pada kebiasaannya yang kurang baik,

yang sudah terbiasa dia lakukan sebelumnya.

g. Perlunya menegakkan diagnose autisme secara dini.

Kemajuan hasil bimbingan dapat dilihat, antara lain:

a. Dari kemajuan menggunakan bahasa dan kemajuan dari perubahan

membaiknya perilaku.

b. Anak autisme biasanya jarang disertai halusinasi dan delusi seperti

pada anak yang menderita schizophrenia.

c. Untuk jenis autisme reaktif sedikit lebih baik dibandingkan dengan

autisme jenis persepsi.

22
2. Hiperaktif

ADHD merupkan kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder,

(Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan

Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan

pemusatan perhatian disertai hiperaktif.

Sebelumnya, pernah ada istilah ADD, kependekan dari attention deficit

disorder yang berarti gangguan pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkan

'hiper-activity/hiper-aktif penulisan istilahnya menjadi beragam. Ada yang ditulis

ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga

jenis penulisan istilah itu, maksudnya sama.

Istilah ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia medis yang

belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan

psikologi. lstilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang

disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu

mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan

tidak mendukung rentang perhatian atau rentang perhatian mudah teralihkan. Jika

hal ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar,

kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain yang kait-

mengait.

Jadi, jika didefinisikan, secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-

anak yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi,

hiperaktif,dan impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian

besar aktivitas hidup mereka. Kenyataannya, ADHD ini tidak selalu disertai

23
dengan gangguan hiperaktif. Oleh karena itu, makna istilah ADHD di Indonesia,

lazimnya diterjemahkan menjadi Gangguan Pemusatan Perhatian dengan/tanpa

Hiperaktif (GPP/H). Anak yang mengalami ADHD atau GPP/H kerap kali

tumpang tindih dengan kondisi-kondisi lainnya, seperti disleksia (dyslexia),

dispraksia (dyspraxsia), gangguan menentang dan melawan (oppositional defiant

disorderlODD). ADHD merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi

pada masa anak dan dapat berlangsung sampai masa remaja. Gangguan

perkembangan tersebut berbentuk suatu spectrum, sehingga tingkat kesulitannya

akan berbeda dari satu anak dengan anak yang lainnya. Dalam kaitannya dengan

pengertian ADHD ini, sekilas dapat dilihat dari perjalanan ditemukannya

gangguan ini.

Namun kenyataannya saat ini banyak para ahli dari berbagai disiplin ilmu

yang mempunyi perhatian terhadap ADHD, terutama medis, psikologi, maupun

pendidikan yang mengalami kesulitan untuk menentukan bahwa seseorang

dikatakan sebagai penyandang ADHD. Sebagai contoh tidak mudah untuk

membedakan penyandang ADHD ringan dengan anak normal yang sedikit lebih

aktif dibanding anak yang lainnya. Beberapa tampilan dari gangguan lain dapat

mengaburkan ciri ADHD dan beberapa simtom ADHD dapat terjadi pada

diagnosa gangguan lainnya (misalnya gangguan spectrum autistik dan obsessive

compulsive). ADHD biasanya mulai timbul pada usia 3 tahun, namun pada

umumnya baru terdeteksi setelah anak duduk di sekolah dasar, dimana situasi

belajar yang formal menuntut pola perilaku yang terkendali termasuk pemusatan

perhatian dan konsentrasi yang baik. Ciri utama adanya kecenderungan untuk

24
berpindah dari satu kegiatan kepada kegiatan lain tanpa dapat menyelesaikan

tugas yang diberikan, tidak dapat konsentrasi dengan baik bila mengerjakan suatu

tugas yang menuntut keterlibatan kognitif, serta tampak adanya aktivitas yang

tidak beraturan, berlebihan, dan mengacau.

Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari tetapi belum ada satu

pun penyebab pasti yang tampak berlaku bagi semua gangguan yang ada.

Berbagai virus, zat-zat kimia berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan

sekitar, faktor genetika, masalah selama kehamilan atau kelahiran, atau apa saja

yang dapat menimbulkan kerusakan perkembangan otak, berperan penting sebagai

faktor penyebab ADHD ini.

Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi penyebab terjadinya ADHD,

secara umum karena ketidakseimbangan kimiawi atau kekurangan zat kimia

tertentu di otak yang berfungsi untuk mengatur perhatian dan aktivitas .

Beberapa penelitian menunjukan adanya kecenderungan faktor keturunan

(herediter) tetapi banyak pula penelitian yang menyebutkan bahwa faktor-faktor

sosial dan lingkunganlah yang lebih berperan.

Ada dugaan kuat bahwa televisi, komputer, dan videogame mempunyai

andil dalam memunculkan atau memperberat gejala ini. Anak dengan ciri ADHD

tetapi tidak ditemukan adanya kelainan neurologis, penyebabnya diduga ada

kaitan dengan faktor emosi dan pola pengasuhan. Namun untuk bahan kajian lebih

lanjut akan dikemukakan hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000,

Barkley, 20003 (dalam MIF Baihaqi &Mohamad sugiarmin PLB 2007 Sugiarmin,

25
2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor yang berpengaruh terhadap

munculnya ADHD , yaitu:

a. Faktor genetika

Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor

penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota

keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jik orang tua mengalami ADHD, maka

anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu

mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.

Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul

genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD.Dengan

demikian temuan-temun dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu

menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan keturunan.

b. Faktor neurobiologis

Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa

terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul

pada kerusakan fungsi lobus prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan

pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi

lobus prefrontal. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi

tinggi)menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini

meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah

korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia.

Bagian otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan

respons, dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan

26
ciri-ciri yang serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak

ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak

ADHD.

Berikut ciri ADHD, dimana ciri-ciri ini muncul pada masa kanak-kanak

awal, bersifat menahun, dan tidak diakibatkan oleh kelainan fisik yang lain,

mental, maupun emosional. Ciri utama individu dengan gangguan pemusatan

perhatian meliputi: gangguan pemusatan perhatian (inattention), gangguan

pengendalian diri (impulsifitas), dan gangguan dengan aktivitas yang berlebihan

(hiperaktivitas). Dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Inatensi

Yang dimaksud adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini

tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat

mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau

oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu

mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek,

sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.

2) Impulsifitas

Yang dimaksud adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang

tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya

sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan,

sulit untuk mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang

akan ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan

maupun lingkungannya.

27
3) Hiperaktivitas

Yang dimaksud adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi gerakan

yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak

bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang

aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak

mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya,

sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting.

Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk

memusatkan perhatian. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah pengaruh

ADHD terhadap anak itu sendiri dan orang-orang yang berada di lingkungannya.

Meskipun kelihatannya sederhana, namun pengaruh ADHD dapat dilihat dalam

tiga bidang utama, yaitu aspek pendidikan, perilaku, dan sosial anak.

Biasanya cara anak ADHD menunjukkan dirinya bergantung faktor yang

berhubungan dengan usia dan profil kesulitan tertentu. Informasi ini dapat

membantu dalam melakukan identifikasi. Adapun aspek-aspek tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:

a) Pengaruh ADHD terhadap pendidikan:

1) tidak dapat segera memulai suatu kegiatan,

2) prestasi kurang,

3) bekerja terlalu lmbat atau cepat,

4) melupakan instruksi atau penjelasan,

5) tidak melakukan tugas,

6) selalu meninggalkan benda-benda samapai menit terakhir,

28
7) selalu bingung,

8) menangguhkan pekerjaan

9) motivasi yang kurang,

10) kesulitan mengerjakan tugas, dan

11) menghindari teman, berperilaku kacau.

c. Pengaruh ADHD terhdap perilaku

1) menuntut,

2) turut campur dengan orang lain,

3) mudah frustasi,

4) kurang mengendalikan diri,

5) tidak tenang/gelisah,

6) lebih banyak bicara,

7) suka menjadi pemimpin, mudah berubah pendiran,

8) mengganggu, cenderung untuk mendapat kecelakaan, dan

9) mudah bingung, mengalami hari-hari baik dan buruk.

d. Pengaruh ADHD terhadap aspek sosial

1) mementingkan diri sendiri, egosentris,

2) cemas, kasar , tidak peka,

3) tidak dewasa, tertekan,

4) harga diri rendah,

5) keras/tenang, membuat keributan,

6) tidak berfikir panjang,

7) menarik diri dari kelompok,

29
8) sering brperilaku tanpa perasaan, dan

9) tidak mau menunggu giliran.

3. Skizofrenia

Kata skizofrenia terdiri dari dua kata,yaitu skhizein=split=pecah dan

phrenia =mind=pikiran. Jadi, skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya

merusak melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicarran, emosional, dan

gangguan prilaku. Adapun ciri-ciri klinis skizofrenia yaitu:

1. Mengalami delusi dan halusinasi.

2. Disorganisasi dan pendaftaran afektif.

3. Pendataran alogia, avolusi dan anhedonia.

4. Disfungsi sosial, okupasional, tidak peduli dengan perawat diri dan

persistensinya berlangsung selama enam bulan.

5. Mengalami kesulitan dalam hubungan sosial atau masyarakat.

6. Cenderung tidak membangun, membina dan mempertahankan hubungan

sosial.

7. Harapan hidup yang sangat rendah, cenderung untuk bunuh diri.

8. Reaksi emosional yang abnormal.

9. Adanya kerusakan bagian otak terutama pada neurotransmiter.

Faktor-faktor penyebab skizofrenia adalah:

a. Faktor biologis,yaitu faktor gen yang melibatkan skizofrenia,obat-

obatan,anak keturunan dari ibu skizofrenia,anak kembar yang identik

ataupun fraternal dan abnormalitas cara kerja otak.

30
b. Faktor psikologi, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan

pikiran, keyakinan, opini yang salah, ketidakmampuan membina,

mempertahankan hubungan sosial, adanya delusi dan halusinasi yang

abnormal dan gangguan afektif.

c. Faktor lingkungan,yaitu pola asuh yang cenderung skizofrenia,adopsi

keluarga skizofrenia dan tuntutan hidup yang tinggi.

Adapun cara mengatasi gangguan skizofrenia chizophrenia adalah:

1. Terapi ECT (electrocompulsive therapy) dan ICT (insulin

comma therapy)

2. Memberikan obat neuroptik,yaitu obat yang dapat

mengendalikan saraf delusi,halusinasi dan agitasi, clozapine,

resperiodone, dan olanzapine.

1. Ciri ciri umum skizofrenia.

a. Gangguan delusi

Gangguan delusi disebut juga sebagai disorderof thought content atau the

basic characteristic of madness. Adalah gejala gangguan psikotik penderita

skizofrenia yang ditandai dengan gangguan pikiran,keyakinan yang kuat yang

sebenarnya misrespresentation dari keyakinannya.

Ciri ciri klinis dari gangguan delusi yaitu:

1) Keyakinan yang persisten dan berlawanan dengan kenyataan tetapi

tidak disertai dengan keberadaan sebenarnya.

2) Terisolasi secara sosial dan bersifat curiga pada orang lain.

Bentuk bentuk delusi yang berkaitan dengan skizofrenia yaitu:

31
1) Delusions of persecution adalah penderita skizofrenia yang

mengalami gangguan psikotik ditandai waham kebesaran, tersohor,

sebagai tokoh-tokoh penting atau merasa hebat.

2) Delusions of persecution adalah pasien skizofrenia yang mengalami

gangguan psikotik yang ditandai adanya waham prasangka buruk

terhadap dirinya ataupun orang lain yang tidak realitas. Merasa

orang lain sangat dengki dengan dirinya.

3) Cotards syndrome (somatic) adalah penderita skizofrenia yang

mengalami gangguan psikotik atau ketakutan yang tidak real.

Penderita memiliki waham bahwa kondisi fisiknya sakit atau

dibagian-bagian tubuh tentu rusak. Perasaan bagian tubuh yang

terganggu atau sakit, secara medis tidak ditemukan.

4) Copgras syndrome yaitu penderita skizofrenia yang mengalami

gangguan psikotik yang ditandai adanya waham pengganti yang

tidak real terhadap dirinya. Merasa curiga bahwa selain dirinya ada

yang sangat sama dengan dirinya.

5) Erotomatic adalah keyakina penderita skizofrenia mencari

membuntuti orang-orang tersohor ataupun pada orang-orang yang

dicintainya. Penderita merasa dirinya dicintai.

6) Jealous yaitu keyakinan penderita skizofrenia bahwa pasangan

seksualnya melakukan selingkuh atau tidak setia pada dirinya.

b. Halusinasi

32
Adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai

gangguan persepsi pada berbagai hal yang dianggap dapat dilihat, didengar,

ataupun adanya perasaan dihina meskipun sebenarnya tidak realita. Adapun ciri-

ciri klinis dari penderita halusinasi yaitu :

1) Tidak memiliki insight yang jelas dan kesalahan dalam persepsi.

2) Adanya associatif splitting dan cognitive splitting.

Bentuk-bentuk halusinasi yang berkaitan dengan penderita skizofrenia

yaitu :

1) Halusinasi pendengaran (auditory hallucation), adalah penderita

skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik melalui adanya

pendengaran terhadap objek suara-suara tertentu. Keadaan ini sering

terjadi ketika penderita skizofrenia tidak melakukan aktivitas.

Terjadi pada bagian wernickes area.

2) Halusinasi pada bagian otak (brain imaging), yaitu gangguan daerah

otak terutama bagian brocas area. Brocas area adalah daerah pada

bagian otak yang selalu memberikan halusinasi pada penderita

skizofrenia.

c. Disorganisasi

Adalah gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan

ketidakmampuan dalam mengatur arah bicara, reaksi emosional, dan perilaku

motoriknya. Bentuk-bentuk dari gangguan pikiran disorganisasi yaitu :

33
1) Tangentiality, adalah ketidakmampuan dari penderita skizofrenia

untuk mengikuti arah pembicaraan. Pembicaraan penderita ini selalu

menyimpang jauh dari setiap arah pembicaraannya.

2) Loose association adalah penderita skizofrenia yang mengalami

gangguan dalam topik pembicaraan. Topik dan arah pembicaraan

penderita skizofrenia ini sama sekali tidak berkaitan dengan apa

yang dibicarakannya.

3) Derailment adalah pola pembicaraan penderita skizofrenia sama

sekali keluar dari alur pembicaraan.

d. Pendataran afek

Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai

dengan ketidakmampuannya dalam mengatur antara reaksi emosional dan pola

prilaku (inappropiate affect) , atau efeksi yang tidak sesuai dengan perilaku.

Misalnya reaksi emosi yang tidak sesuai dengan situasi dengan cara menimbun

barang yang tidak lazim. Adapun ciri klinis pendaratan afek yaitu:

1) Tidak adanya reaksi emosional dalam komunikasi

2) Selalu menatap kosong dalam pandangannya.

3) Berbicara datar tanpa ada nada pembicaraan.

e. Alogia

Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai

dengan adanya disefisiensi dalam jumlah atau isi pembicaraan.

Adapun ciri-ciri klinis dari penderita alogia yaitu :

1) Jawaban yang diberikan penderita singkat atau pendek.

34
2) Cenderung kurang tertarik untuk berbicara.

3) Berkesulitan dalam memformulasikan kata.

f. Avolisi

Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai

ketidakmampuan memulai ataupun mempertahankan kegiatan-kegiatan penting.

Ciri-ciri klinis gagguan avolisi yaitu:

1) Tidak menunjukkan minat pada aktivitas atau fungsi

kehidupannya sehari-hari dan tidak berminat merawatkesehatan

tubuhnya.

2) Cenderung jadi pemalas dan kotor

2. Tipe-tipe skizofrenia

Tipe skizofrenia dikelompokkan atas lima bagian yaitu:

a. Tipe paranoid

b. Tipe katatonik

c. Tipe tidak terperinci atau tidak terbedakan

d. Tipe disorganisasi

e. Tipe residual

35

Anda mungkin juga menyukai