PENDAHULUAN
Dari hasil tersebut dapat terlihat AK dari 17 Puskesmas semua masuk dalam
zona tidak aman, untuk RRNS terdapat 1 puskesmas dalam zona tidak aman dan RPPB
terdapat 14 puskesmas di zona tidak aman, 2 puskesmas di zona aman dan 1 puskesmas
di zona prestasi.
Dengan perubahan Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 ke Permenkes Nomor 59
Tahun 2014 dan diperbarui dengan Permenkes Nomor 12 Tahun 2016 tentang Standar
Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
bahwa besaran tarif kapitasi berdasarkan seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh
BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan atau Asosiasi Fasilitas
Kesehatan dengan mempertimbangkan kriteria sumber daya manusia, kelengkapan
sarana dan prasarana, lingkup pelayanan dan komitmen pelayanan (Permenkes 12
Tahun 2016). Untuk pelaksanaan awal disebut dengan norma kapitasi (pra) dan
selanjutnya menjadi kapitasi berbasis komitmen pelayanan (pasca).
Pelaksanaannya digambarkan sebagai berikut untuk evaluasi kapitasi awal
menggunakan besaran kapitasi sesuai norma kapitasi hasil
kredensialing/rekredensialing pada bulan pertama, selanjutnya menggunakan
evaluasi kinerja untuk bulan kedua dan ketiga. Pada bulan keempat dilakukan
evaluasi bulan ketiga dan dilakukan penyesuaian kapitasi berdasarkan komitmen
bulan ketiga, konsekuensi pengurangan pembayaran kapitasi dilaksanakan mulai
bulan keempat sejak FKTP menerapkan sistem kapitasi berbasis pemenuhan
komitmen pelayanan dan akan disesuaikan kembali setiap 3 (tiga) bulan (BPJSK
2016). Perlu dukungan dan komitmen yang tinggi dari seluruh FKTP untuk
menjadikan pelayanan primer berkualitas, sehingga menjadi fasilitas kesehatan
yang dipercaya dan memberikan pelayanan terbaik bagi peserta BPJS Kesehatan
(BPJSK 2016).
Konsep Primary Health Care (PHC) dalam penguatan fasilitas pelayanan
kesehatan primer dapat mendorong efisiensi dalam pelayanan kesehatan. Penguatan
peran petugas upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan di
layanan primer menjamin keberlangsungan program JKN.
Kendali mutu dan kendali biaya pelayanan primer untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau perlu ditunjang oleh sumber
daya kesehatan yang bekerja di pelayanan primer, kelengkapan sarana dan
prasarana, lingkup pelayanan dan komitmen pelayanan.
Berdasarkan pemikiran tersebut penelitian tentang Kajian Implementasi
Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan JKN di Kota Surakarta perlu dilakukan
3.2 Regulasi dan Implementasi Pelayanan Kesehatan Primer di era JKN
FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan primer bagi
masyarakat. Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan esensial
yang diselenggarakan berdasarkan tatacara dan teknologi praktis, sesuai dengan
kaedah ilmu pengetahuan serta diterima oleh masyarakat, dapat dicapai oleh
perorangan dan keluarga dalam masyarakat melalui peran aktif secara penuh
dengan biaya yang dapat dipikul oleh masyarakat dan negara untuk memelihara
setiap tahap perkembangan serta yang didukung oleh semangat kemandirian dan
menentukan diri sendiri (WHO, 1978).
Dalam Permenkes 59 Tahun 2014 dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan FKTP
adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non-spesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis,
perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. FKTP terdiri dari
Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara, rumah sakit kelas D pratama, klinik
pratama, praktik dokter atau fasilitas kesehatan yang setara dan praktik dokter gigi
Dalam sistem rujukan berjenjang yang tercantum dalam Permenkes 28/2014,
FKTP harus dapat berfungsi sebagai gatekeeper, yakni mampu menjadi penapis
rujukan serta kendali mutu dan kendali biaya dalam pelaksanaan jaminan kesehatan.
FKTP berperan sebagai kontak pertama pada pelayanan kesehatan pada masyarakat,
sehingga FKTP idealnya mampu menjadi fasilitas yang dapat mengatasi
permasalahan-permasalahan kesehatan dasar secara paripurna serta memberikan
tatalaksana rujukan pada kasus-kasus yang memerlukan pelayanan lebih lanjut secara
tepat sesuai dengan standar pelayanan medik.
3.2.1 Peran Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN
Fungsi dan tugas Puskesmas telah diatur dalam Permenkes No 75 Tahun 2014 yang
menyatakan bahwa Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
Dalam Permenkes 75 tahun 2014 pasal 4 dan 5 tercantum bahwa Puskesmas
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas
menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya
Puskesmas memiliki 2 fungsi yang berbeda:
1. Pertama, fungsi Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yaitu Puskesmas sebagai unit
publik yang menjadi bagian dari regulator yang mengelola kesehatan kewilayahan,
dan menjadi ujung tombak sistem preventif dan promotif. Kegiatan ini banyak didanai
oleh anggaran dari Kementerian Kesehatan dan Pemerintah daerah.
2. Kedua, fungsi Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) yaitu Puskesmas sebagai
penyedia pelayanan kesehatan yang bermitra dengan BPJS untuk memberikan
pelayanan primer berupa kuratif, promotif, preventif dan rehabilitatif perorangan
dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Kegiatan ini khusus untuk peserta BPJS
didanai oleh dana kapitasi, non-kapitasi serta dana lain dari BPJS dan untuk bukan
peserta BPJS didanai oleh Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah.
Khususnya untuk program TB dan HIV/AIDS, baik peserta maupun bukan peserta BPJS
masih didanai oleh program vertikal Kementerian Kesehatan.
Dampak dari adanya 2 fungsi Puskesmas ini yaitu adanya berbagai sumber dana yang
berbeda untuk satu program yang sama, misalnya untuk program pengelolaan
penyakit tidak menular Puskesmas dapat memperoleh pendanaan dari BOK maupun
Prolanis. Namun di sisi lain, dapat terjadi kekurangan pendanaan pada beberapa
program yang tidak menjadi prioritas dari pemerintah pusat ataupun BPJS, misalnya
untuk pengelolaan penyakit kronis selain yang tercantum dalam Permenkes Nomor
19 Tahun 2014. Hal lain yang menjadi sorotan yaitu porsi biaya operasional dari dana
kapitasi yang masih bersisa tetapi tidak dapat digunakan untuk kegiatan promotif-
preventif ke masyarakat karena adanya perbedaan pemahaman mengenai peraturan
penggunaan dana di lapangan. Tidak optimalnya pemanfaatan dana ini mengesankan
dengan banyaknya dana yang dikucurkan, belum tampak ada peningkatan kinerja
pelayanan. Permenkes nomor 99 tahun 2015 yang diluncurkan Desember 2015 telah
menjawab adanya perbedaan pemahaman tersebut. Pemantauan terhadap
implementasi peraturan tersebut perlu dilakukan untuk memastikan tercapainya
kesamaan pemahaman antara pemerintah pusat dan daerah.
2.4 Indikator Kinerja (Performance) untuk Pelayanan Primer
Hal penting yang menjadi perhatian banyak pihak adalah besarnya dana yang
diterima fasilitas kesehatan tanpa diikuti oleh peningkatan kinerja dan kualitas
pelayanan kesehatan. Sistem mutu yang dikembangkan di Puskesmas selama ini
dirasakan kurang memecahkan masalah utama yang dihadapi. Disisi lain, masyarakat
saat ini kurang bisa menerima pelayanan yang seadanya dan tidak manjur, sehingga
dapat beresiko kesalahan klinik yang fatal (medical error dan kurang diperhatikannya
patient safety).
Untuk mengatasi hal ini, di tahun 2016 BPJS Kesehatan mulai menerapkan
Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBK) untuk
Puskesmas yang berada di ibukota propinsi. Pada tahun 2017, mekanisme ini akan
diterapkan kepada seluruh FKTP, kecuali bagi FKTP yang berasa di kawasan terpencil
dan sangat terpencil.
Pemenuhan komitmen pelayanan dinilai berdasarkan pencapaian indikator dalam
komitmen pelayanan yang dilakukan FKTP yang meliputi:
1. Angka Kontak (AK);
2. Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik (RRNS); dan
3. Rasio Peserta Prolanis rutin berkunjung ke FKTP (RPPB).
Model pembayaran berbasis komitmen ini bertujuan untuk mengukur kualitas
layanan yang diberikan FKTP sesuai dengan indikator kinerja serta memotivasi FKTP
untuk selalu memberikan kinerja yang terbaik. Dengan demikian, kepuasan peserta
terhadap layanan FKTP juga akan meningkat, biaya pelayanan kesehatan rujukan
menjadi rasional dan meningkatkan kelayakan penilaian kinerja FKTP (fairness
appraisal). Hasil ujicoba sistem pay-for-performance di 4 provinsi menemukan
beberapa tantangan antara lain, belum siapnya sistem dan koordinasi pendataan
antara Dinas Kesehatan dan BPJS, kurang tepatnya indikator kinerja yang digunakan
di beberapa daerah, serta sistem penilaian kinerja yang belum mengakomodir
kebutuhan FKTP swasta.