Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE/CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)

Disusun Oleh :

YULIANA AING

P1605255

PROFESI NERS STIKES WIYATA HUSADA


SAMARINDA 2016/2017

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE/CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)

A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya

1
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke
bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama
beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).

B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,
yaitu: (Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim

2
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:


a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

C. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

3
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi.Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

4
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark
otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

5
D. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu
di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan

6
edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat
luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-
neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada
perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila

7
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

8
Pathway

9
E. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan
meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2.Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

F.KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

10
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT Scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

11
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,
a. Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
b. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

12
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnosa medis.

2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.

3. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

5. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.

6. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.

7. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia.
Dan hipertensi arterial.

13
8. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.

9. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.

10. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia

11. Neurosensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian
yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama
di muka.

12. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka

13. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas,
whezing, ronchi.

14. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan
mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
15. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

14
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

K. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tekanan perfusi
Perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 serebral
2. Catat respon pasien
serebral b.d jam, diharapkan suplai aliran
terhadap stimuli
aliran darah ke darah keotak lancar dengan
3. Monitor tekanan
otak terhambat. kriteria hasil:
intrakranial pasien dan
1. Mendemonstrasikan status
respon neurology
sirkulasi yang ditandai terhadap aktivitas
dengan 4. Monitor jumlah drainage
a. Tekanan systole cairan serebrospinal
dandiastole dalam 5. Monitor intake dan output
rentang yang diharapkan cairan
b. Tidak ada 6. Restrain pasien jika perlu
7. Monitor suhu dan angka
ortostatikhipertensi
c. Tidak ada tanda tanda WBC
8. Kolaborasi pemberian
peningkatan tekanan
antibiotik
intrakranial (tidak lebih 9. Posisikan pasien pada
dari 15 mmHg) posisi semifowler
2. Mendemonstrasikan 10. Minimalkan stimuli dari

15
kemampuan kognitif yang lingkungan
ditandai dengan:
berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan
orientasi memproses
informasi membuat
keputusan dengan benar
3. Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan involunter
2 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Dengarkan setiap ucapan
komunikasi keperawatan selama 3 x 24 klien dengan penuh
verbal b.d jam, diharapkan klien mampu perhatian
2. Gunakan kata-kata
penurunan untuk berkomunikasi lagi
sederhana dan pendek
sirkulasi ke otak dengan kriteria hasil:
dalam komunikasi dengan
1. Dapat menjawab
klien
pertanyaan yang diajukan
3. Dorong klien untuk
perawat mengulang kata-kata
2. Dapat mengerti dan 4. Berikan arahan / perintah
memahami pesan-pesan yang sederhana setiap
melalui gambar interaksi dengan klien
3. Dapat mengekspresikan
perasaannya secara verbal
maupun nonverbal

3 Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemempuan klien


perawatan diri; keperawatan selama 3 x 24 untuk perawatan diri yang
mandi,berpakaia jam, diharapkan kebutuhan mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien
n, makan, mandiri klien terpenuhi,
untuk alat-alat bantu untuk
toileting b.d dengan kriteria hasil:
kebersihan diri,
kerusakan 1. Klien terbebas dari bau

16
neurovaskuler badan berpakaian, berhias,
2. Menyatakan kenyamanan
toileting dan makan.
terhadap kemampuan 3. Sediakan bantuan sampai
untuk melakukan ADLs klien mampu secara utuh
3. Dapat melakukan ADLS
untuk melakukan self-
dengan bantuan
care.
4. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien
jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 sebelm/sesudah latihan
b.d kerusakan jam, diharapkan klien dapat dan lihat respon pasien
neurovaskuler melakukan pergerakan fisik saat latihan
2. Konsultasikan dengan
dengan kriteria hasil :
terapi fisik tentang
1. Klien meningkat dalam
rencana ambulasi sesuai
aktivitas fisik

17
2. Mengerti tujuan dari dengan kebutuhan
3. Bantu klien untuk
peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan menggunakan tongkat
perasaan dalam saat berjalan dan cegah
meningkatkan kekuatan terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau
dan kemampuan berpindah
4. Memperagakan tenaga kesehatan lain
penggunaan alat Bantu tentang teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien
untuk mobilisasi (walker)
dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
5 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas,
efektif perawatan selama 3 x 24 jam, guanakan teknik chin lift
berhubungan diharapkan pola nafas pasien atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
dengan efektif dengan kriteria hasil :
memaksimalkan ventilasi
penurunan 1. Menujukkan jalan nafas
3. Identifikasi pasien
kesadaran paten ( tidak merasa
perlunya pemasangan alat
tercekik, irama nafas
jalan nafas buatan
normal, frekuensi nafas 4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada
normal,tidak ada suara
jika perlu
nafas tambahan
6. Keluarkan sekret dengan
2. Mendemonstrasikan batuk
batuk atau suction
efektif dan suara nafas
7. Auskultasi suara nafas,
yang bersih, tidak ada

18
sianosis dan dyspneu catat adanya suara
(mampu mengeluarkan tambahan
8. Lakukan suction pada
sputum, mampu bernafas
mayo
dengan mudah, tidak ada
9. Berikan bronkodilator bila
pursed lips).
perlu
3. Menunjukkan jalan nafas
10. Berikan pelembab udara
yang paten (klien tidak 11. Kassa basah NaCl
merasa tercekik, irama Lembab
12. Atur intake untuk cairan
nafas, frekuensi pernafasan
mengoptimalkan
dalam rentang normal,
keseimbangan.
tidak ada suara nafas
13. Monitor respirasi dan
abnormal
status O2
4. Tanda Tanda vital dalam
Oxygen Therapy
rentang normal (tekanan
1. Bersihkan mulut, hidung
darah, nadi, pernafasan
dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas
yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
6 Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk
kerusakan perawatan selama 3 x 24 jam, menggunakan pakaian
integritas kulit diharapkan pasien mampu yang longgar
2. Hindari kerutan padaa
b.d immobilisasi mengetahui dan mengontrol
tempat tidur
fisik resiko dengan kriteria hasil :
3. Jaga kebersihan kulit agar
1. Integritas kulit yang baik
tetap bersih dan kering
bisadipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah
(sensasi, elastisitas, posisi pasien) setiap dua
temperatur, hidrasi, jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya
pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi pada kemerahan
6. Oleskan lotion atau

19
kulit minyak/baby oil pada
3. Perfusi jaringan baik
derah yang tertekan
4. Menunjukkan pemahaman
7. Monitor aktivitas dan
dalam proses perbaikan
mobilisasi pasien
kulit dan mencegah 8. Monitor status nutrisi
terjadinya sedera berulang pasien
5. Mampu melindungi kulit 9. Memandikan pasien
dan mempertahankan dengan sabun dan air
kelembaban kulit dan hangat
perawatan alami
7 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan 1. Aspiration precaution
2. Monitor tingkat kesadaran,
berhubungan perawatan selama 3 x 24 jam,
reflek batuk dan
dengan diharapkan tidak terjadi
kemampuan menelan
penurunan aspirasi pada pasien dengan
3. Monitor status paru
tingkat kriteria hasil : 4. Pelihara jalan nafas
5. Lakukan suction jika
kesadaran 1. Klien dapat bernafas
diperlukan
dengan mudah, tidak
6. Cek nasogastrik sebelum
irama, frekuensi
makan
pernafasan normal 7. Hindari makan kalau
2. Pasien mampu menelan,
residu masih banyak
mengunyah tanpa terjadi 8. Potong makanan kecil
aspirasi, dan kecil
9. Haluskan obat
mampumelakukan oral
sebelumpemberian
hygien
10. Naikkan kepala 30-45
3. Jalan nafas paten, mudah
derajat setelah makan
bernafas, tidak merasa
tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
8 Resiko Injury Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang
berhubungan perawatan selama 3 x 24 jam, aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan
dengan diharapkan tidak terjadi trauma
keamanan pasien, sesuai
penurunan pada pasien dengan kriteria
dengan kondisi fisik dan
tingkat hasil:
fungsi kognitif pasien dan
kesadaran 1. Klien terbebas dari cedera
2. Klien mampu menjelaskan riwayat penyakit terdahulu
cara/metode pasien
3. Menghindarkan

20
untukmencegah lingkungan yang
injury/cedera berbahaya (misalnya
3. Klien mampu menjelaskan
memindahkan perabotan)
factor resiko dari 4. Memasang side rail
lingkungan/perilaku tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur
personal
4. Mampumemodifikasi gaya yang nyaman dan bersih
6. Menempatkan saklar
hidup untukmencegah
lampu ditempat yang
injury
5. Menggunakan fasilitas mudah dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung
kesehatan yang ada
8. Memberikan penerangan
6. Mampu mengenali
yang cukup
perubahan status
9. Menganjurkan keluarga
kesehatan
untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
11. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.

21
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi


Keperawatan. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.

Jakarta: Salemba Medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta: EGC.

Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo

22

Anda mungkin juga menyukai