Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO KASUS IGD

EKLAMPSIA

Disusun oleh :

dr. Agustina Anggraeni Purnomo

dokter inernsip RSUD Cileungsi

Pembimbing: dr. Elsa Pury, Sp.OG


Pendamping: dr. Aprizal, MARS

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEUNGSI
KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
2017
Nama Peserta : dr. Agustina Anggraeni Purnomo
Nama Wahana : RSUD Cileungsi
Topik : Kasus IGD; Eklampsia
Tanggal (kasus) : 23 April 2017 Presenter : dr. Agustina Anggraeni Purnomo
Nama Pasien : Ny. IL No. RM : 07 76 00
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Aprizal, MARS
Tempat Presentasi : RSUD Cileungsi
Obyektif Presentasi :
o Keilmuan o Ketrampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka

o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa

o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil


o Deskripsi : dewasa, perempuan, 24 tahun, kejang
o Tujuan :
menegakkan diagnosis dan menangani pasien eklampsia
Bahan bahasan o Tinjauan Pustaka o Riset o Kasus o Audit
Cara membahas o Diskusi o Presentasi o E-mail o Pos
dan diskusi
Data pasien : Nama : Ny. IL No CM : 07 76
00
Nama RS : RSUD Cileungsi Telp : 021-89934667
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis:
G1P0A0 hamil 34 minggu dengan eklampsia
Gambaran klinis:
Kejang
2. Riwayat Pengobatan :
Disangkal
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
Pasien datang dengan keluhan kejang yang terjadi pada pukul 11.00 (30 menit SMRS). Menurut
keluarga, saat kejang, tangan dan kaki pasien kelojotan. Pasien dilarikan ke bidan terdekat. Sehabis
kejang, pasien tertidur karena disuntik penenang oleh bidan. Kejang terjadi 2 kali. Kejang pertama
pada pukul 06.00. Oleh bidan, pasien diperiksa dan dikatakan bahwa tekanan darah pasien tinggi yaitu
160/90. Pasien disarankan oleh bidan untuk segera ke rumah sakit. Pasien belum mendapat terapi
apapun selain obat penenang yang disuntikkan sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan dikedua kaki
bengkak sejak 2 minggu SMRS. Keluhan demam, kepala pusing dan pandangan kabur disangkal.
Keluhan perut mulas-mulas (-), keluar lendir darah (-), air-air yang keluar dari jalan lahir (-), pusing (-),
nyeri tengkuk (-). Gerakan janin dirasakan aktif.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal menderita darah tinggi sebelum kehamilan. Pasien juga menyangkal pernah
mengalami kejang-kejang selama tidak hamil maupun hamil. Pasien mengaku tidak menderita
penyakit jantung, ginjal, asma maupun kencing manis
5. Riwayat keluarga :
Pasien mengaku di dalam keluarga tidak ada yang menderita darah tinggi, penyakit jantung, ginjal,
asma maupun kencing manis.
6. Riwayat Kontrasepsi

Pasien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi

7. Riwayat Menstruasi

Pasien menarche pada usia 13 tahun . Siklus haid teratur dengan jumlah 2-3x ganti pembalut
dalam sehari . Lamanya menstruasi 5-7 hari . untuk HPHT, pasien lupa tanggal dan hanya
mengingat bulan yaitu Agustus 2016 dengan tafsiran persalinan pada bulan Mei 2017
8. Riwayat Kehamilan, persalinan dan nifas terdahulu

Kehamilan ini adalah kehamilan yang pertama .


PEMERIKSAAN FISIK :
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Somnolen, GCS=14
Vital signs :
Tekanan darah : 157/108mmHg, lengan sebelah kanan, manset dewasa
Nadi : 105 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 22x/menit, teratur, thorakoabdominal, cuping hidung (-)
Suhu : 36.8 C per aksilla
Berat Badan : 70 kg
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, palpebra tidak bengkak, reflex cahaya
+/+, pupil isokor
Hidung : napas cuping hidung -/-
Telinga : tidak dilakukan pemeriksaan
Mulut : tidak ada sianosis di bibir
Leher : kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thoraks :
Inspeksi : P/ bentuk simetris, retraksi (-)
C/ ictus cordis tidak tampak
Palpasi : P/ fremitus taktil tidak dilakukan, pergerakan dinding dada simetris
C/ ictus cordis teraba pada ICS 5 garis midklavikula
Perkusi : P/ sonor hampir di seluruh lapang paru
C/ batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
C/ S1-2 murni di 4 katup, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut tampak cembung
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dinilai
Palpasi :
Leopold I: TFU 36 cm, bagian lunak, tidak melenting, kesan bokong
Leopold II: Kesan punggung kiri
Leopold III: bagian keras, bulat dan melentig, kesan kepala
Leopold IV: belum masuk PAP
Ekstremitas
Edema - - , akral dingin - -
- - - -

Capillary refill < 2 detik


SpO2 99%

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Jumlah sel darah:
Hemoglobin : 13,8 g/dl ()
Leukosit : 17.900/ul ()
Hematokrit : 41 % ()
Eritrosit : 5,7x106/ul ()
Trombosit : 173.000/ul (N)
Index:
MCV : 83 fl (N)
MCH : 28 pg (N)
MCHC : 34 % (N)

Differential:
Basofil :0% (N)
Eosinofil :1% (N)
Netrofil : 89 % (N)
Limfosit :8% (N)
Monosit :2% (N)

Kimia Klinik:
GDS : mg/dl (N)

Fungsi Ginjal:
Ureum : 20 u/l (N)
Kreatinin : 0,6 u/l (N)

Fungsi Liver:
SGOT : 27 u/l (N)
SGPT : 15 u/l (N)
HbsAg : Negatif

Golongan Darah dan Rhesus: A+

Analisis Urin:
Urin makroskopik
Warna : Kuning
Kejernihan : Keruh
Kimia urin
Darah : 1+
Berat jenis : 1.015
pH : 6,0
Nitrit :-
Leukosit esterase :-
Protein : +3
Glukosa :-
Keton : +1
Urobilinogen : 0.2 mg/dL
Bilirubin :-
Urin mikroskopik
Eritrosit : 5-6/lpb
Leukosit : 2-4/lpb
Epitel : 15-20/lpk
Bakteri :+
Kristal : Amorf
Silinder : Granular cast
Lain-lain :-
DIAGNOSA KLINIS :

Ibu: G1P0A0 Hamil preterm dengan eklampsia

Anak: Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala

DD: Epilepsi

TERAPI
Awal di IGD
- O2 Nasal kanul 3 lpm
- Nifedipine 20 mg per oral
- IVFD Ringer lactat dengan drip MgSO4 10 mg (20 tpm)
- Pemasangan kateter urin

Follow Up IGD 23/4/2017

Jam Subjective Objective Assessment Plan


11.30 Kaki bengkak Kesadaran: somnolen G1P0A0 hamil -O2 Nasal kanul 3 lpm
(+) T: 139/92 34 minggu
-Nifedipine 20 mg per
R: 22 dengan
S: 36.8 Eklampsia oral
N: 105
-IVFD Ringer lactat
SpO2: 99% ISK dd/ BSK
Oedem ekstremitas dengan drip MgSO4
inferior +/+ 10 mg (20 tpm)
-Pemasangan kateter
urin
13.30 Kaki bengkak Kesadaran: somnolen G1P0A0 gravida Konsul dr. Elsa Sp.OG
(+) T: 138/84 34 minggu -Rencana SC Cito
R: 22 dengan
pukul 15.30
S: 36.8 Eklampsia
- Konsul Anestesi
N: 100
-Antibiotik pre op
SpO2: 99% ISK dd/ BSK
Oedem ekstremitas cefoaxime 1x2 gr
inferior +/+ -Persiapkan ruang
ICU
13.45 Kaki bengkak Kesadaran: somnolen G1P0A0 gravida Konsul dr. Melly Sp.An
(+) T: 138/84 34 minggu
acc operasi SC pkl 15.30
R: 22 dengan
S: 36.8 Eklampsia
N: 100
SpO2: 99% ISK dd/ BSK
Oedem ekstremitas
inferior +/+

15.00 Kaki bengkak Kesadaran: CM G1P0A0 hamil Konsul dr. Fiona Sp.A :
(+) T: 142/100 34 minggu
Persiapan CPAP dan
R: 22 dengan
S: 36.8 Eklampsia Inkubator
N: 117
SpO2: 99% ISK dd/ BSK
Oedem ekstremitas
inferior +/+

16.45 - G1P0A0 gravida Lahir bayi berjenis


34 minggu
kelamin laki-laki, Berat
dengan
Eklampsia 2400gram, PB 43 cm,
LD 28 cm, LP 25 cm,
ISK dd/ BSK
Apgar score 8/9

Follow Up ICU 23/4/2017

Jam Subjective Objective Assessment Plan


17.00 - T: 148/85 P1A0 post SC Advis dr. Melly Sp.An:
R: 14 atas indikasi - Rawat ICU
S: 36.8 Eklampsia - O2 simple mask 8 lpm
N: 85 - Head up 30o
SpO2: 99% ISK dd/ BSK
- Diazepam 5mg bila
Oedem ekstremitas
kejang
inferior +/+
- Ketorolac inj 30mg/8 jam
- IVFD MgSO4 sesuai TS
- IVFD Perdipine syringe
pump bila tekanan darah
diastolik >100
- Target tekanan darah <
160/90
Follow Up ICU 24/4/2017

Jam Subjective Objective Assessment Plan


13.00 pusing Kesadaran: CM P1A0 post SC Advis dr. Elsa Sp.OG:
T: 157/82 atas indikasi - MgSO4 stop
R: 18 Eklampsia - Makan biasa tinggi
S: 36.8 protein
N: 93 ISK dd/ BSK - Test feeding
SpO2: 99%
Balance -11,6
Diuresis 0,7

Follow Up ICU 25/4/2017

Jam Subjective Objective Assessment Plan


11.00 Batuk Kesadaran: CM P1A0 post SC Advis dr. Melly Sp.An:
minimal T: 132/90 atas indikasi - Mobilisasi
R: 17 Eklampsia - Boleh pindah ruang rawat
S: 36.8 - Terapi lain lanjut sesuai
N: 93 ISK dd/ BSK TS
SpO2: 99%
- Inj ketorolac 30mg/8 jam
Perdarahan
+ ketoprofen supp/8 jam
minimal
selama 5 hari
Peristaltik +
Flatus/BAB: +
14.00 - Kesadaran: CM P1A0 post SC Advis dr. Elsa Sp.OG
T: 135/90 atas indikasi - Terapi lanjut
R: 18 Eklampsia - Acc rawat ruang biasa
S: 36.8
N: 93 ISK dd/ BSK
Perdarahan
minimal
Peristaltik +
Flatus/BAB: +

Follow Up Ruangan 26/4/2017

Jam Subjective Objective Assessment Plan


09.00 Pusing Kesadaran: CM P1A0 post SC Dr. Edwin Sp.OG
Batuk T: 150/110 atas indikasi Terapi lain lanjut
R: 17 Eklampsia Konsul Sp.PD
S: 36.5 Bisolvon ekspektoran 4x1
N: 70 ISK dd/ BSK
Abdomen: tfu 2 jari
bawah pusat
kontraksi +
Luka op tertutup
verban. Rembesan -
Lokia rubra +
Flatus/BAB: +

11.00 Bengkak Kesadaran: CM P1A0 post SC Konsul Sp.PD


seluruh T: 179/110 atas indikasi Inj furosemid 1 amp/12
tubuh R: 17 Eklampsia jam
S: 36.5 Adalat oros 1x30 mg
N: 80 ISK dd/ BSK Bicnat 3x1
Abdomen: tfu 2 jari Urotractin 3x1
bawah pusat Terapi lain lanjut
kontraksi +
Luka op tertutup
verban. Rembesan -
Lokia rubra +

Follow Up Ruangan 27/4/2017

Jam Subjective Objective Assessment Plan


10.00 Batuk Kesadaran: CM P1A0 post SC Konsul dr. Probo Sp.OG
dahak, ASI T: 172/118 atas indikasi - Check ulang protein urin
+ R: 22 Eklampsia
Bengkak S: 36.5
tangan dan N: 100 ISK dd/ BSK
kaki Abdomen: tfu 2 jari
bawah pusat
kontraksi +
Luka op tertutup
verban. Rembesan -
Lokia rubra +
Flatus/BAB: +
14.00 - Kesadaran: CM P1A0 post SC - Lapor hasil lab
T: 172/118 atas indikasi
R: 22 Eklampsia
S: 36.5
N: 100 ISK dd/ BSK
Hasil urin lengkap:
Blood urin +1
Lekosit esterase +1
Protein urin +2

Follow Up Ruangan 28/4/2017

Jam Subjective Objective Assessment Plan


9.00 - Kesadaran: P1A0 post Advis dr. Elsa Sp.OG
CM SC atas - Lepas infus
T: 150/100 indikasi - Lepas kateter
R: 22 Eklampsia - Motivasi BAK spontan. Bila
S: 36.5 normal, boleh pulang
N: 100 ISK dd/ BSK
Abdomen: tfu
2 jari bawah
pusat
kontraksi +
Luka op
tertutup
verban.
Rembesan -
Lokia rubra +
14.00 Kesadaran: - Dopame 3x250mg
CM - Furosic 2x2 amp
T: 150/100 - Check albumin
R: 22
S: 36.5
N: 100

Albumin 3,0 P1A0 post - Lapor hasil albumin


SC atas
indikasi
Eklampsia

ISK dd/ BSK

15.00 Kesadaran: P1A0 post Advis dr Elsa Sp.OG


CM SC atas - Kepulangan pasien ditunda karena
T: 130/80 indikasi terapi tambahan dari Sp.PD
R: 20 Eklampsia
S: 36.3
N: 77 ISK dd/ BSK
Abdomen: tfu
2 jari bawah
pusat
kontraksi +
Luka op
tertutup
verban.
Rembesan -
Lokia rubra +
16.00 - Kesadaran: P1A0 post Konsul dr. Nanik
CM SC atas - Pasang venflon saja
T: 130/80 indikasi - Adalat oros stop karena sudah
R: 20 Eklampsia dapat dopamet
S: 36.3 - Edukasi keluarga tidak jadi pulang
N: 77 ISK dd/ BSK
Abdomen: tfu
2 jari bawah
pusat
kontraksi +
Luka op
tertutup
verban.
Rembesan -
Lokia rubra +

Follow Up Ruangan 29 April 2017

Jam Subjective Objective Assessment Plan


10.00 Batuk Kesadaran: CM P1A0 post SC Advis dr. Nilam Sp.PD
dahak, ASI T: 130/87 atas indikasi - Channa 3x2 tab
+ R: 20 Eklampsia - Furosemid 2x2 amp
Bengkak S: 36.3
tangan dan N: 77 ISK dd/ BSK
kaki SpO2: 99%
Abdomen: tfu 2 jari
bawah pusat
kontraksi +
Luka op tertutup
verban. Rembesan -
Lokia rubra +
Flatus/BAB: +
13.30 Bengkak Kesadaran: CM P1A0 post SC Advis dr. wawan Sp.PD
tangan dan T: 140/90 atas indikasi - Boleh pulang
kaki R: 20 Eklampsia - Terapi pulang:
S: 36.7 - Furosemid 2x1
- Bicnat 3x1
N: 92 ISK dd/ BSK
- Urotractin 3x1
Abdomen: tfu 2 jari - Channa 3x2
bawah pusat - Spironolakton 1x25
kontraksi + - KSR 1x1
Luka op tertutup
verban. Rembesan -
Lokia rubra +
Odem +/+
13.30 Bengkak Kesadaran: CM P1A0 post SC Advis dr. Elsa Sp.OG
tangan dan T: 140/90 atas indikasi Boleh pulang
kaki R: 20 Eklampsia Terapi lanjut
S: 36.7
N: 92 ISK dd/ BSK
Abdomen: tfu 2 jari
bawah pusat
kontraksi +
Luka op tertutup
verban. Rembesan -
Lokia rubra +
Odem +/+
Daftar Pustaka :
1. World Health Organization (WHO). Maternal Mortality in 2005. Geneva : Departement of
Reproductive Health and Research WHO; 2007.

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Alexander GM, Bloom SL, CasseyBM, et al.
Williams manual of obstetrics. New York : McGRAW-HILL; 2003.

3. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Hipertensi dalam kehamilan. In : Astuti NZ,
Purba Dl, Handayani S, Damayanti R, editors. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran ECG; 2003.
4. Winkjosastro H, Ssaifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. Preeklampsia dan eklampsia. In :
Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.

5. Benson RC, Pernoll ML.Hypertensive disorder during pregnancy. In : Handbook of


obstetrics and gynecology 9th ed. New York : McGRAWHILL Inc; 1994.

Hasil pembelajaran :
1. Definisi Eklampsia
2. Etiologi Eklampsia
3. PatofisiologiEklampsia
4. Gejala dan Tanda Eklampsia
5. Penegakan diagnosis Eklampsia
6. Penatalaksanaan Eklampsia

SUBJEKTIF :
Pasien datang dengan keluhan kejang. Menurut keluarga, saat kejang, tangan dan kaki pasien kelojotan.
Pasien dilarikan ke bidan terdekat. Sehabis kejang, pasien tertidur karena disuntik penenang oleh bidan.
Kejang terjadi 2 kali. Kejang pertama pada pukul 06.00. Oleh bidan, pasien diperiksa dan dikatakan
bahwa tekanan darah pasien tinggi yaitu 160/90. Pasien disarankan oleh bidan untuk segera ke rumah
sakit. Pasien belum mendapat terapi apapun selain obat penenang yang disuntikkan sebelumnya.
Pasien sedang hamil anak pertama. Pasien juga mengeluhkan dikedua kaki bengkak sejak 2 minggu
SMRS. Gerakan janin dirasakan aktif.
OBJEKTIF:
Hasil pemeriksaan fisik mendukung diagnosis eklampsia. Pada kasus ini diagnosis
ditegakkan berdasarkan:
- Gejala Klinis: Pasien mengeluh kejang sebanyak 2 kali.
- Pemeriksaan fisik: TD 157/108 mmHg
- Urin lengkap: Protein +3
ASSESSMENT :
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien pada
kasus ini didiagnosis dengan G1P0A0 usia kehamilan 34 minggu, janin tunggal hidup
intrauterine, presentasi kepala dengan eklampsia antepartum.
Pada anamnesis, pasien dengan eklampsia biasanya dibawa ke rumah sakit karena
mengalami kejang atau koma secara tiba-tiba. Pada kasus ini, pasien juga dibawa ke rumah
sakit karena kejang yang dirasakan beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
pasien telah dibawa ke bidan dan dilakukan pengukuran tekanan darah, dari hasil pemeriksaan
tersebut didapatkan tekanan darah pasien tinggi yaitu 160/100. Pasien tidak memiliki riwayat
kejang dan hipertensi sebelumnya. Sementara itu dilihat dari faktor resiko terjadinya eklampsia,
pasien pada kasus ini sedang menjalani kehamilan pertamanya. Seperti telah diketahui, bahwa
primigravida merupakan salah satu faktor resiko terjadinya eklampsia.
Pemeriksaan fisik terkait dengan eklampsia yang perlu dilakukan adalah pengukuran
tekanan darah, karena pada pasien dengan eklampsia selalu didahului oleh gejala preeklampsia,
dimana biasanya tekanan darah didapatkan 140/90 mmHg. Selain itu dapat pula didapatakan
edema, hanya saja edema bukan menjadi salah satu kriteria dalam penegakkan diagnosis
preeklampsia dan eklampsia. Pada pasien di kasus ini tekanan darah saat datang ke rumah sakit
adalah 157/108. Pada pasien ini juga didapatkan edema pada ekstremitas bawah. Pasien
memiliki berat badan yang melebihi berat badan ideal, seperti yang telah diketahui bahwa
obesitas juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya eklampsia 7.
Pemeriksaan penunjang yang cukup penting untuk menegakkan diagnosis eklampsia adalah
pemeriksaan urine untuk mengatahui adanya proteinuria 7. Pada pasien ini didapatkan protein
urine sebanyak +++. Selain itu pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan darah rutin, fungsi
hati, dan fungsi ginjal. Dari hasil pemeriksaan darah rutin hanya didapatkan leukositosis yang
dapat menunjukkan adanya infeksi, sedangka untuk hemoglobin dan trombosit berada dalam
batas normal. Fungsi ginjal pasien juga berada dalam batas normal. Pada pemeriksaan fungsi
hati didapatkan SGOT yaitu 27 U/l dan SGPT 15 U/l, hasil tersebut dalam batas normal. Jika
dilihat dari hasil pemeriksaan penunjang pasien, dapat disimpulkan bahwa pada pasien belum
memenuhi semua kriteria sindroma HELLP. Dimana pada sindroma HELLP didapatkan kriteria
trombosit <150.000, kadar LDH 600 IU/l. Sindroma HELLP ini merupakan salah satu
komplikasi dari eklampsia dan preeklampsia dimana eklampsia atau preeklampsia tersebut
disertai adanya hemolysis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia 7.
Dari hal-hal yang telah diuraikan diatas, baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang semuanya mendukung untuk menegakkan diagnosis eklampsia pada
pasien dalam kasus ini.

Eklampsia adalah kelainan akut pada preeklamsi dalam kehamilan, persalinan, atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran (gangguan
sistem saraf pusat). Ada pula istilah eclamsia sine eclampsia adalah eklamsi yang ditandai oleh
penurunan kesadaran tanpa kejang
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood
Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001.
Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hipertensi kronik
Merupakan hipertensi yang timbul sebelum kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap
sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia
Merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
3. Eklampsia
Merupakan preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
Merupakan hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik
disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional (transient hypertension)
Merupakan hipertensi yang timbul setelah kehamilan 20 minggu tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.

A. ETIOLOGI
Etiologi preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat
diterima untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik,
penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan
dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal
trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat
berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta.
Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel,
agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.

B. FAKTOR RESIKO
Berdasarkan data epiemiologi terjadinya preeklampsiaa dan eklampsia lebih sering
terjadi pada:
1. Primigravida
2. Kehamilan ganda.
3. Wanita dengan diabetes melitus.
4. Hipertensi essensial kronik.
5. Mola hidatidosa.
6. Hidrops fetalis.
7. Bayi besar.
8. Obesitas.
9. Riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklampsiaa.
10. Riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklampsia.

C. PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Terdapat
berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hal tersebut, akan tetapi belum ada teori
yang dianggap mutlak benar. Adapan beberapa teori tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal terdapat invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis
sehingga menyebabkan terjadinya dilatasi arteri tersebut. Sementara, pada hipertensi
kehamilan tidak terjadi invasi trofoblas, sehingga lapisan otot arteri spiralis mengalami
konstriksi karena dindingnya tetap kaku dan keras. Vasokonstriksi inilah yang
menyebabkan aliran uteroplasenta berkurang sehingga terjadi hipoksia dan iskemia
plasenta.
Gambar 1. Pebandingan antara invasi sitotrofoblas pada kehamilan normal dan pada preeklampsiaa. Pada
kehamilan normal sitotrofoblas mampu menginvasi arteri spiralis yang mengakibatkan arteri tersebut
mengalami dilatasi sedangkan pada preeklampsia sitotrofoblas tidak mampu menginvasi arteri spiralis
sehingga arteri spiralis tidak mengalami vasodilatasi 9,10.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
Iskemia pada plasenta akan menghasilkan radikal bebas, salah satunya adalah radikal
hidroksil. Radikal hidroksil tersebut dapat merusak membran sel yang mengandung
banyak asam lemak tak jenuh dan mengubahnya menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak inilah yang bersifat toksik pada membran sel endotel, sehingga menyebabkan
terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel ini kemudian akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolism prostaglandin, agregasi sel-sel trombosit,
peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan bahan vasopressor seperti endotelin
dan peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunogenik
Pada kehamilan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat
asing. Hal ini disebakan karena terdapat human leukocyte antigen protein G (HLA-
G). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu. Selain itu, HLA-G juga mempermudah invasi trofoblas ke
dalam desidua ibu. Sementara itu, pada penderita hipertensi kehamilan, didapatkan
penurunan ekspresi HLA-G tersebut.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopressor,
sehingga dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokontriksi. Sedangkan pada hipertensi kehamilan, terjadi kehilangan daya
refrakter terhadap bahan vasokondtriktor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan
terhadap bahan vasopressor.
5. Teori inflamasi
Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai hasil sisa proses
apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat reaksi stress oksidatif tetapi masih dalam
batas yang normal. Debris tersebut merupakan bahan asing yang dapat memicu
respon inflamasi. Sementara itu pada hipertensi kehamilan terjadi peningkatan stress
oksidatif sehingga menghasilkan debris apoptosis dan nekrotik trofoblas yang lebih
banyak. Hal inilah yang menyebabkan respon inflamasi pada hipertensi kehamilan
menjadi lebih besar disbandingkan dengan kehamilan normal.
Sementara itu, untuk menjelaskan kelainan otak yang terjadi padaeklampsia secara umum
terdapapat beberapa teori.Teori- teori tersebut secara bersama-sama menduga bahwa disfungsi
sel endotel yang didapatkan pada sindrom preeklampsia mungkin memainkan peran penting.
Adapun teori yang dimaksud adalah sebagai berikut 9:
1. Teori pertama menyatakan bahwa dalam merespon hipertensi berat akut menyebabkan
vasospasme serebrovaskular. Teori ini didasarkan pada hasil angiografi yang
memperlihatkan adanya penampilan difus atau multifokal segmental yang dicurigai
sebagai vasospasme dari pembuluh darah serebral pada wanita dengan preeklampsiaa
berat dan eklampsia. Dalam skema ini, berkurangnya CBF (cerebrovascular blood
flow) mengakibatkan iskemia, edema sitotoksik, dan akhirnya infark jaringan otak 9,13.
2. Teori kedua adalah bahwa peningkatan mendadak tekanan darah sistemik melebihi
kapasitas autoregulasi serebrovaskular yang normal. Pada tingkat kapiler, gangguan
tekanan ujung-ujung kapiler menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik,
hyperperfusion, dan ekstravasasi plasma dan sel darah merah melalui pembukaan tight
junction endotel yang mengarah ke akumulasi edema vasogenik 9.

D. MANIFESTASI KLINIS
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma 8. Pada penderita peeklampsia yang akan kejang, umumnya
memberi gejala-gejala yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodorma akan
terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodorma ini disebut
sebagai impending eclampsia atau imminent eklampsia 7. Berikut adalah rangkaian gejala
pada eklampsia. Kejang eklampsia dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap awal atau aura(Tahap Invasi).
Pada tahap ini kejang eklampsia berlangsung 15-20 detik dan dimulai dengan wajah
berkedut. Tubuh menjadi kaku, yang menyebabkan kontraksi otot umum 3,7.
2. Tahap kontraksi.
Tahap ini berlangsung sekitar 30 detik. Pada tahap ini seluruh otot menjadi kaku,
wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam.
Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit 7.
3. Tahap Konvulsi.
Tahap ini berlangsung antara 1 2 menit. Pada tahap ini spasmus tonik menghilang.
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut
membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Muka
menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini
dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya.
Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.
4. Tahap Koma.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya
koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang,
penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada
kasus kasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat
mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang,
kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan
kematian.

E. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis eklampsia ditegakkan adanya gejala preeklampsia yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah, proteinuria, dan disertai kejang atau koma pada kehamilan > 20
minggu. Berikut adalah tahapan dalam penegakkan diagnosis eklampsia:
1. Anamnesis
Pada anamnesis, pasien dengan eklampsia biasanya dibawa ke rumah sakit karena
mengalami kejang atau koma secara tiba-tiba. Perlu untuk ditanyakan sudah berapa
lama pasien mengalami kejang dan ada tidaknya kehilanga kesadaran setelah kejang.
Tanyakan kepada keluarga pasien tentang tekanan darah sebelum kehamilan, apakah
pasien sudah mengalami hipertensi sebelum kehamilan atau tidak. Tanyakan juga
tentang riwayat kehamilan sebelumnya apakah sudah pernah kejang atau tidak pada
kehamilan sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terkait dengan eklampsiayang perlu dilakukan adalah pengukuran
tekanan darah, karena pada pasien dengan eklampsia selalu didahului oleh gejala
preeklampsia. Pemeriksaan fuduskopi dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya
edama pupil.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang cukup penting untuk menegakkan eklampsia adalah
pemeriksaan urine untuk mengatahui adanya proteinuria. Telah disebutkan diatas
bahwa eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia, oleh karena itu penting untuk
mengetahui kadar protein dalam urin.
Diagnosis
G1P0A0 Gravida 34 minggu dengan eklampsia, Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi
kepala

PLAN:
Prinsip penatalaksanaan Eklampsia:
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan
mencegah kejang, mengendalikan hipoksemia dan asidemia. Adapun prinsip pengobatan
pada eklampsia adalah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi
penyulit, khususnya hipertensi krisis, terminasi kehamilan dengan trauma seminimal
mungkin pada ibu.

1. Penanganan Kejang
Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan utama untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklampsia berat dan eklampsia. Cara pemberian MgSO4
adalah sebagai berikut :
Dosis Awal
MgSO4 4 gr diberikan secara bolus intravena sebagai larutan 40% selama 15
menit.
Dosis Pemeliharaan
MgSO4 6 gr diberikan per infus dalam larutan Ringer/6jam, atau diberikan 4 atau
5 gr MgSO4 secara intramuskular setiap 4 jam. Pemberian dosis pemeliharaan ini
dilanjutkan sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang berakhir. Apabila ada
kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% secara intravena pelan. Pemberian
intravena ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi, maka
diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
Syarat Pemberian MgSO4
a) Frekuensi pernafasan minimal 16/menit.
b) Refleks patella (+).
c) Tersedia antidotum MgSO4, untuk persiapan jika terjadi intoksikasi.
Antidotum tersebut yaitu Ca glukonas 10% = 1 gr (10% dalam 10 cc) yang
diberikan secara intravena dalam 3 menit sampai pernafasan mulai lagi.
Pemberhentian MgSO4
a) Terdapat tanda intoksikasi
b) Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir.
Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan resiko terjadinya
depresi pernafasan neonatal. Dosis tunggal diazepam jarang menimbulkan depresi
pernapasan neonatal. Pemberian terus menerus secara intravena meningkatkan resiko
depresi pernapasan pada bayi yang sudah mengalami iskemia uteroplasental dan
persalinan prematur. Pengaruh diazepam dapat berlangsung beberapa hari. Cara
pemberian diazepam adalah 14:
Dosis awal
Diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit. Jika kejang berulang, ulangi
dosis awal.
Dosis pemelihraan
Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer Laktat per infus. Depresi
pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis > 30 mg/jam. Jangan berikan >
100 mg/24 jam
Pemberian melalui rectum
Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberikan per rektal, dengan
dosis awal 20 mg dalam spuit 10 ml tanpa jarum. - Jika konvulsi tidak teratasi
dalam 10 menit, beri tambahan 10 mg/jam atau lebih, bergantung pada berat badan
pasien dan respon klinik.
2. Penanganan Hipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara mengenai penentuan batas tekanan
darah untuk pemberian antihipertensi. Beberapa berpendapat obat anti hipertensi
diberikan jika tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih dengan tujuan untuk
mempertahankan tekanan diastolik di antara 90 100 mmHg dan mencegah
perdarahan serebral. Obat pilihan adalah hidralazin 14.
Hidralazin diberikan 5 mg IV pelan-pelan setiap 5 menit sampai tekanan darah
turun. Ulang setiap jam jika perlu atau berikan hidralazin 12,5 mg IV setiap 2 jam.
Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan 14:
Labetolol 10 mg IV. Jika respons tidak baik (tekanan diastolik tetap > 110 mmHg),
berikan labetolol 20 mg IV. Naikkan dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respons
tidak baik sesudah 10 menit.
Atau berikan nifedipin 5 mg sublingual. Jika tidak baik setelah 10 menit, beri
tambahan 5 mg sublingual.
Metildopa 3 x 250 500 mg/hari.
Akan tetapi, sediaan hidralazin tidak tersedia di Indonesia. Sehingga, di Indonesia
obat anti hipertensi yang menjadi lini pertama pada hipertensi dalam kehamilan adalah
Nifedipin. Nifedipin dosis awal diberikan sebanyak 10 20 mg secara per oral,
diulangi dalam 30 menit bila perlu dengan dosis maksimal 120 mg dalam 24 jam 7.
3. Penanganan Persalinan
Sebelumnya, perlu dilakukan pemeriksaan serviks.
Jika serviks sudah matang (skor Bishop >8) dilakukan amniotomi
Sectio caesaria dilakukan jika:
a) serviks belum matang, dan janin hidup
b) persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklampsia)
atau dalam 24 jam (pada preeklampsia)
c) denyut jantung janin < 100/menit atau > 180/menit
4. Perawatan Pascapersalinan
a) Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam setelah persalinan atau kejang terakhir.
b) Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih 100 mmHg atau lebih.
c) Pantau urin.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita eclampsia diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Edema pulmo. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang
masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu
dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat
hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.
2. Perdarahan otak. Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi
bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang
masiv.
3. Kebutaan. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya
iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat
kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
4. Gangguan psikis. Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan
psikosis, penderita berubah menjadi agresif.
5. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.
6. Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati
atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada
autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan terjadinya ikterus.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia merupakan akibat
vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata
juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzim dan low platelet.
9. Kelaianan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10. DIC (Disseminated intravascular coagulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.

G. PROGNOSIS
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir
perubahan patofisiologi akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam
kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal
ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam
beberapa jam.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu
yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga
tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.

Anda mungkin juga menyukai