Profil perusahaan
PT Bank Lippo Tbk merupakan perusahaan yang menyediakan produk perbankan umum dan
pelayanan dengan segmen konsumen dan perusahaan di Indonesia. Perusahaan ini menyediakan
account pribadi, kartu debit, kartu distribusi, kartu kredit, produk investasi, bancassurance, safe
deposit dan produk dan layanan pembayaran. PT Bank Lippo Tbk juga menawarkan deposito,
giro, pengiriman uang, pembukaan, rekening tabungan, pembiayaan perdagangan, dan produk
bank draft dan jasa. Pada 24 April 2007, beroperasi 400 cabangdan kantor, dan 693 anjungan
tunai mandiri. Sejarah Bank Lippo dimulai pada tahun 1948 dan didirikan oleh Mochtar Riady
bersama grup Lippo hingga sempat menjadi bank kesembilan terbesar dalam jumlah aktiva yang
dimilikinya. Saat Asia mengalami krisis pada tahun 1997, Indonesia menjual sebagian saham di
Bank Lippo yang digunakan untuk menutup defisit anggaran pemerintah Indonesia yang
mencapai 450 triliun rupiah. Penjualan itu akhirnya juga digunakan untuk menyelamatkan
keuangan bank-bank yang mengalami krisis pada saat itu. Kemudian pada tahun 2004 sebuah
lembaga asal Swiss yang bernama Swissasia Global, membeli 52,1 persen saham Bank Lippo
dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya Pada tanggal 26 Agustus
2005, pemegang saham bank dan Bank Indonesia menyetujui penjualan 52,05% saham
mayoritas dimiliki oleh Swissasia Global ke Santubong Investment BV yang sepenuhnya
dimiliki oleh Khazanah Nasional Berhad, sebuah institusi investasi milik pemerintah federal
Malaysia. Penjualan mulai berlaku pada Sejak Khazanah, memiliki kepentingan langsung dari 93
persen di Bank Lippo melalui Santubong Investment BV dan Greatville Pte. Ltd, dan juga
memiliki 64 persen dari Bank CIMB Niaga melalui Bumiputra-Commerce Holdings, Bank Niaga
dan Bank Lippo harus digabung untuk memenuhi ke "kebijakan kepemilikan tunggal" bank
sentral Indonesia. Pada November 2008, Lippo Bank resmi bergabung dengan Bank CIMB
Niaga dan dikenal sebagai PT Bank CIMB Niaga Tbk anak perusahaan Indonesia dari CIMB
Group.
Overview Kasus
Seperti diketahui, telah terjadi perbedaan laporan keuangan Bank Lippo per 30
September 2002, antara yang dipublikasikan di media massa dan yang dilaporkan ke BEJ. Dalam
laporan yang dipublikasikan melalui media cetak pada tanggal 28 November 2002 disebutkan
total aktiva perusahaan sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp 98 Miliar.Sedangkan dalam
laporan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan
rugi bersih (yang belum diaudit) menjadi Rp 1,3 triliun. Manajemen Lippo beralasan, perbedaan
itu terutama pada kemerosotan nilai agunan yang diambil alih (AYDA) dari Rp 2,393 triliun
pada laporan publikasi dan Rp 1,42 triliun pada laporan ke BEJ. Akibatnya keseluruhan neraca
dan akun-akun berbeda signifikan, termasuk penurunan rasio kecukupan modal (CAR) dari
24,77 persen menjadi 4,23 persen
Dalam Press release bapepam , ternyata terdapat 3 versi laporan keuangan PT Bank
Lippo Tbk per 30 september 200, dari 3 versi ini semuanya dinyatakan telah diaudit, yaitu:
1. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan di surat kabar
pada tanggal 28 November 2002;
2. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada
tanggal 27 Desember 2002;
3. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang disampaikan oleh Akuntan
Publik KAP Prasetio, Sarwoko &Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk pada tanggal
6 Januari 2003. Ketiga versi laporan keuangan tersebut disajkan ditabel berikut ini:
Versi Laporan keuangan 1. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang2. Laporan
diiklankan di surat kabar pada tanggal 28 November 2002; Pemuatan iklan 2002 yan
tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo Tbk atas 2002; Pe
ketentuan Bank Indonesia. kewajiba
Laporan
informasi dalam laporan a. pernyataan Manajemen PT Bank Lippo Tbk bahwa laporan keuangan a. Pernyata
keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan keuangan Konsolidasi yang telah keuangan
diaudit oleh KAP Prasetio,Sarwoko & Sandjaya (penanggung jawab Drs. audited
Ruchjat Kosasih) dengan pendapat wajar tanpa pengecualian b. Penyajia
b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002(Diaudit) dan 2002(au
per 30 September 2001 (Tidak Diaudit) c. Nilai Ag
c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) per 30 September 2002 Septembe
sebesar Rp 2,393 triliun; d. Total akt
d. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp 24,185 triliun; e. Rugi ber
e. . Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp 98,77 M f. Rasio Ke
f. Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar 24,77%.
Seperti terlihat pada tabel, rasio kecukupan modal (CAR) juga terjadi penurunan yang signifikan
dari 24,77% menjadi hanya sebesar 4,23%, dimana Rasio Kecukupan modal yang disyaratkan
oleh Bank Indonesia pada saat itu adalah sebesar 8%.
Tanggapan Manajemen
Atas Perbedaan Laporan keuangan ini, pada tanggal 15 januari 2003,Bank Lippo
dipanggil BEJ dan Bapepam untuk menjelaskan soal laporan ganda, MenurutPresiden Direktur
Bank Lippo I Gusti Made Mantra, seperti dituturkan Direktur Utama BEJ Erry Firmansyah,
laporan keuangan kuartal III tahun 2002 yang dipublikasikan pada 28 November 2002 lalu
belum memasukkan hasil penilai terhadap transaksi yang diketahui kemudian. Laporan keuangan
itu dilansir guna memenuhi ketentuan Bank Indonesia, agar laporan keuangan diumumkan paling
lambat 60 hari setelah masa buku ditutup. "Kalau menurut BEJ tidak harus diumumkan itu," kata
Erry.
Pihak Lippo berdalih, kerugian itu terjadi menyusul adanya laporan konsultan penilai per
16 Desember terhadap aset yang diambil alih dan sekarang dalam proses penjualan. Menurut
penilaian konsultan mengacu harga pasar, aset properti senilai Rp 2,6 triliun itu telah menurun
menjadi Rp 1,6 triliun sehingga Lippo harus menyediakan cadangan sebesar Rp 980 miliar.
Selain itu, bank ini juga mencadangkan untuk aset lain yang kualitasnya memburuk sebesar Rp
400 miliar. Sehingga total dana yang dicadangkan sebesar Rp 1,4 triliun. Keuntungan bank ini
sebesar Rp 200 miliar tidak memadai untuk menutupi pencadangan sebesar Rp 1,4 triliun,
sehingga Bank Lippo dianggap rugi Rp 1,2 triliun. Menjawab teka-teki dalam maalah laporan
keuangan ini tidaklah mudah, terutama karena manajemen Lippo Bank cenderung tutup mulut.
Hal ini dibenarkan oleh Presiden Direktur Lippo Bank, I Gusti Made Mantra. "Direksi
diperintahkan tutup mulut," ujarnya menjawab telepon TEMPO, Sabtu tanggal 27 januari 2003
"Saya diminta puasa bicara," katanya menambahkan.
Dalam sebuah konferensi pers, Presiden Direktur Bank Lippo, I Gusti Made Mantera,
menjelaskan bahwa perbedaan isi laporan disebabkan adanya peristiwa setelah tanggal neraca
(subsequent event), yakni berupa penurunan nilai aset yang diambil alih (AYDA) dari Rp 2,4
triliun menjadi Rp 1,42 triliun. Menurut seorang pejabat Bank Lippo yang tak mau disebut
namanya, penurunan drastis nilai aset yang kebanyakan berbentuk properti ini terjadi karena saat
itu--Juni 2002-- BPPN mengguyur pasar melalui penjualan aset secara besar-besaran dengan
harga obral. "Akibatnya, ketika aset itu dinilai otomatis nilainya turun," kata pejabat itu. Namun,
yang menarik, pihak direksi terkesan berusaha menutupi fakta bahwa aset tersebut berasal dari
Grup Lippo, yang diserahkan kepada Bank Lippo menjelang rekapitalisasi pada 1999.
Pada tanggal 24 Februari 2003, Presiden Direktur Bank Lippo, I.G.M. Mantera,
menyatakan, Untuk menambal kerugian yang besar itu, Mantera mengatakan, Bank Lippo akan
melakukan penambahan kapital. Besarnya tambahan modal memang belum dipastikan, tapi
diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun. Para analis lagi-lagi melongo. Tiga tahun lalu, bank yang
didirikan keluarga Riady itu sudah diinjeksi modal Rp 7,7 triliun dari pemerintah. Kok, mau
menambah kapital lagi? Sementara itu, di pasar modal, harga saham Bank Lippo terus merosot.
Dalam tempo tujuh bulan sejak April 2002, harga saham bank terbesar nomor tujuh Indonesia itu
telah melorot turun hingga 75 persen. Padahal, harga saham bank lain di bursa Jakarta justru
sebaliknya, malah terus membaik.
Tanggapan BEJ
Sehubungan dengan temuan ini, BEJ telah melakukan beberapa tindakan. Tanggal 15
Januari 2003 lalu, BEJ meminta manajemen Lippo melakukan klarifikasi. Karena dua kali
hearing, BEJ menilai klarifikasi yang dilakukan belum jelas, manajemen bank itu diwajibkan
melakukan paparan publik. Paparan publik dilakukan pada tanggal 11 Februari lalu Sebelumnya,
dalam rilis yang dikirimkan, BEJ menilai manajemen Lippo telah melakukan kelalaian. Yaitu,
mencantumkan kata audited pada laporan keuangan yang unaudited, sehingga mengakibatkan
kerancuan informasi pada publik. Sehubungan dengan itu, BEJ memberikan sanksi berupa
peringatan keras kepada manajemen.
Terkait dengan dilakukannya penilaian kembali atas Aset Yang Diambil Alih (AYDA),
maka BEJ mewajibkan manajemen untuk memberikan progress report yang ada, pada hari bursa
pertama setiap minggunya. Laporan perkembangan ini harus dilakukan manajemen Lippo mulai
tanggal 24 Februari hingga dikeluarkannya laporan keuangan auditan per 31 Desember 2002
kepada publik.
Bapepam Periksa Akuntan yang mengaudit Bank Lippo
Badan Pengawas Pasar Modal pada senin 3 februari 2003, memeriksa kantor akuntan
publik Ernst & Young, Sarwoko and Sanjaya, yang mengaudit laporan keuangan PT Bank Lippo
Tbk. Pemeriksaan ini untuk mengklarifikasi pernyataan Managing Partners Sarwoko Iman
Sarwoko beberapa waktu lalu, yang mengaku hanya mengaudit laporan keuangan Lippo yang
dilaporkan ke Bursa Efek Jakarta.
Menanggapi hal ini, Managing Partners Sarwoko yaitu Iman Sarwoko, bersikukuh
menyatakan bahwa kantornya hanya mengaudit laporan keuangan Lippo yang dilaporkan ke
BEJ. "Kita cuma merasa membuat audit report ke BEJ tuh,". Saat laporan keuangan Lippo
pertama kali keluar kepada publik, yaitu ke Bank Indonesia, kantornya belum selesai mengaudit
laporan keuangan itu. "Valuasinya belum selesai karena belum menyesuaikan agunannya," kata
dia, sambil menambahkan ada selisih waktu sekitar 3 minggu dari laporan ke BI dan selesainya
audit oleh kantornya. Jadi, lanjutnya, dia tidak tahu menahu kenapa ada laporan keuangan yang
sebenarnya belum beres diaudit tapi sudah dilaporkan ke BI. "Harusnya kalau memang mau
dilaporkan juga, bilang saja itu bukan laporan belum diaudit," imbuhnya. Karena itu, tutur Iman,
sulit bagi Sarwoko dan Sanjaya untuk ikut pula mempertanggungjawabkan laporan keuangan
ganda itu.Dia mengaku siap diperiksa dan dimintai keterangan oleh BEJ, Bapepam, dan BPPN
terkait laporan keuangan ini. "Kita punya bukti kok audit report-nya yang ke BEJ," tandasnya.
Tapi Iman belum bisa mengungkapkan hasil pertemuan hari ini dengan bapepam. Karena, yang
memenuhi panggilan itu adalah penanggung jawab langsung laporan itu dari Sarwoko dan
Sanjaya, Ruhiyat Kosasih. "Anda hubungi dia saja," katanya.
Tanggapan Komisaris
Laksamana Sukardi, Mentri Negara BUMU mengatakan akan segera memangiil
komisaris pemerintah di Bank Lippo. wakil pemerintah di Bank Lippo adalah Anggito
Abimanyu, Deputi Kepala BPPN Junianto Triprijono dan Asisten Menko Perekonomian Hadiah
Herawati.
Anggito mengatakan laporan ganda merupakan hal yang biasa. Kata dia, ini biasa disebut
dengan dual dating. Biasa itu kalau ada sub sequen event lalu ada laporan berikutnya. Dan
tahun lalu juga terjadi demikian, kata wakil pemerintah di Bank Lippo ini yang juga menjabat
sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan. Ia menegaskan pihaknya sudah mengakui itu sebagai
kelalaian. Dan sudah dijelaskan dalam paparan publik beberapa waktu lalu tidak ada dua laporan
melainkan hanya satu. Mereka lalai mencantunkan kata-kata audit, lalu apalagi sudah minta
maaf sekarang tinggal serahkan ke Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal), tegas Anggito.
Dalam setiap rapat, ungkap dia, jajaran komisaris sudah mengingatkan untuk mencermati
kembali setiap laporan. Tapi, soal paparan publik itu merupakan urusan jajaran direksi. Yang
menyampaikan laporan keuangan itu kan direksi. Masa komisaris memeriksa kalimat per
kalimat, Karenanya ketika ditanya kalau Bapepam menyatakan kesalahan di pihak Lippo
apakah ia siap mundur? Ia menjawab, pokoknya semua proses hasil prosedur kita serahkan ke
Bapepam. Toh, kata dia, kesalahan itu tidak terlalu fatal karena hanya alpa mencantumkan kata
audit pada laporan ke Bursa Efek Jakarta. Anggito mengatakan kinerja banknya tidak ada yang
salah. Pihaknya akan tutup buku dan Anggito menambahakan penjualan aset kredit sudah tidak
dilakukan lagi oleh pihaknya. Bank Lippo memutuskan untuk menunggu sampai kondisi
membaik. Karena dalam RUPS (rapat umum pemegang saham) juga sudah diputuskan bahwa
penjualan itu dengan syarat tidak merugikan jadi tunggu situasi lebih baik, jelas dia.
DI kalangan wartawan, Roy Tirtadji dikenal dengan sebutan Mr. Off The Record. Tiap
kali diwawancarai, ia selalu buru-buru meminta semua pernyataannya tak dikutip. Tapi pekan
lalu, seiring kian memuncaknya skandal Bank Lippo, "tradisi" ini mendadak ia tinggalkan.
"Sudah saatnya saya bicara," Wakil Presiden Komisaris Bank Lippo ini memberi alasan saat
menerima tim TEMPO, Kamis kemarin, di sebuah kamar suite di Hotel Aryaduta. Berikut
petikannya pada tanggal 3 maret 2003
Kenapa laporan keuangan Bank Lippo yang tak diaudit dikatakan
sudah diaudit?
Laporan keuangan yang kita laporkan cuma satu, tapi tanggalnya saja yang ganda: tanggal 20
November, 22 November, dan 16 Desember. Ini normal untuk standar internasional, tapi
memang baru di Indonesia. Jadi, tidak ada dua laporan audit. Hanya satu. Opininya satu, tanda
tangannya juga satu.
Berarti BEJ salah memberi peringatan keras kepada Lippo?
Silakan tanya ke BEJ. Ini masalah rumit. Laporan yang kami publikasi pada 28 November
memang belum ditandatangani. Tapi, kalau ditanya apakah itu sudah diaudit, jawabannya sudah.
Soal aset yang diambil alih (AYDA), siapa debitor aslinya?
Ada asas kerahasiaan bank sehingga saya tidak bisa memberi tahu Anda. Saya profesional, dan
harus menuruti peraturan yang berlaku.
Peraturan Bank Indonesia mengatakan yang wajib dirahasiakan hanya
nasabah dan simpanannya. Soal kredit kan tidak.
Saya rasa tidak begitu. Saya tidak tahu ada peraturan yang mengharuskan bank mempublikasi
aset yang diambil alih.
Apakah pengutang itu masih terafiliasi dengan Grup Lippo?
Perlu diingat, ada peraturan di mana perusahaan publik yang minimal 30 persen sahamnya
dimiliki masyarakat tidak dianggap terafiliasi. AYDA itu memang ada yang dari Lippo
Karawaci. Terkait atau tidak? Saya katakan tidak, karena ada peraturan tadi.
Tanggapan BPPN
Pada tanggal 27 januari 2003,Ketua BPPN Syafruddin Temenggung memastikan untuk
tidak merekap Lippo. "Enak saja," katanya. Deputi Ketua BPPN Bidang Restrukturisasi
Perbankan, I Nyoman Sender, pun sepakat dengan bosnya. Bahkan, katanya, BPPN akan
mengganti manajemen Lippo jika mereka tidak mampu mengelolanya. Sender pun mengakui
bahwa pengaruh pemilik lama di Lippo Bank masih kuat.
Raymond van Beekum Kepala Divisi Komunikasi BPPN, pada yanggal 24 februari 2003,
memberikan tanggapan terkait kasus ini, antara lain:
1. Pernyataan bahwa penjualan AYDA membuat CAR merosot dari 24,7 persen menjadi 4,1 persen
tidak sepenuhnya benar. Proses penjualan AYDA saat ini masih berlangsung, sedangkan
penurunan CAR dimaksud terjadi karena adanya pencadangan atas nilai AYDA yang dinilai oleh
penilai independen. Dengan demikian masalah penjualan AYDA dan penilaian aset penjualan
merupakan dua hal yang terpisah.
2. Penjualan AYDA telah diagendakan dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB)
pada 22 November 2002. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mewakili
pemerintah telah memberikan persetujuan atas penjualan AYDA, dengan catatan bahwa
penjualan aset tersebut dilaksanakan secara terbuka, mengacu pada praktek pasar yang sehat
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka menjaga kinerja Bank Lippo.
Proses penjualan AYDA adalah merupakan fenomena umum dan bukan hanya terjadi pada Bank
Lippo. Beberapa bank di bawah pengawasan BPPN juga telah melaksanakan program penjualan
aset dimaksud.
3. Penurunan nilai AYDA baru diketahui oleh BPPN setelah BPPN menyetujui usulan penjualan
AYDA melalui RUPSLB. Sebagai informasi dapat kami sampaikan bahwa RUPSLB
dilaksanakan pada 22 November 2002, sedangkan informasi hasil penilaian pihak independen
atas AYDA ini baru disampaikan Bank Lippo ke media massa melalui press release pada 17
Desember 2002.
4. Menindaklanjuti pengumuman bersama antara BPPN dan Bank Lippo pada 17 Januari 2003,
telah ditunjuk pihak penilai independen untuk melakukan penilaian kembali atas AYDA yang
dimaksud. Saat ini pihak penilai independen tersebut sedang menjalankan tugasnya.
5. BPPN saat ini masih menunggu hasil dari penilaian AYDA dimaksud, yang akan tecermin pada
laporan keuangan per posisi 31 Desember 2002 sebelum BPPN menentukan tindakan
selanjutnya. Untuk itu BPPN mengharapkan agar semua pihak untuk dapat bersabar.
6. Perlu kami klarifikasi bahwa Ketua BPPN, Bapak Syafruddin A. Temenggung, tidak menempati
posisi jabatan Komisaris Bank Lippo. Hal tersebut sebagaimana pernah beliau sampaikan bahwa
penunjukan dirinya sebagai komisaris Bank Lippo dalam RUPS pada 24 Januari 2002
sebenarnya belum pernah efektif, dan karenanya secara de facto tidak pernah terlibat langsung
dalam kepengurusan Bank Lippo. Beliau telah mengundurkan diri sebagai anggota komisaris
secara resmi dan berlaku efektif sejak 22 April 2002. Pengunduran diri ini dilakukan sebelum
beliau diangkat menjadi Ketua BPPN pada tanggal 23 April 2002. Sejak tanggal pengunduran
dirinya sampai pengangkatannya menjadi Ketua BPPN, beliau belum mengikuti proses fit and
proper test di Bank Indonesia sehingga belum dinyatakan efektif sebagai anggota komisaris Bank
Lippo. Dengan demikian hingga saat ini beliau tidak pernah melaksanakan fungsi kepengurusan
di Bank Lippo.
Aset Yang Diambil Alih (AYDA)
Berdasarkan pengumuman bersama antara BPPN dan Bank Lippo pada 17 Januari 2003,
telah ditunjuk pihak penilai independen untuk melakukan penilaian kembali atas AYDA
Tanggal 27 februari 2003, Valuasi aset Bank Lippo tersebut dilakukan oleh Satyatama
Graha Tara ,tim penilai independen valuasi aset ini menyatakan bahwa nilai aset yang diambil
alih (AYDA) Lippo saat ini, tak jauh berbeda dengan perhitungan awal, yakni senilai Rp 2,4
triliun. Konsekuensinya, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Lippo masih di atas 20 persen.
Konsekuensinya, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Lippo masih di atas 20 persen.
Badan Penyehatan Perbankan Nasional pun memastikan tak perlu melakukan right
issue (penerbitan saham untuk dijual) untuk meningkatkan modal Bank Lippo. "Hitungan AYDA
tak menurun signifikan, tapi hanya sedikit," kata Kepala BPPN Syafruddin Temenggung di
Jakarta, Kamis (27/2).
Valuasi aset Bank Lippo tersebut dilakukan oleh Satyatama Graha Tara. Menurut
Syafruddin, penilaian ulang aset itu bertujuan untuk menjernihkan kontroversi mengenai
penurunan nilai aset Bank Lippo. Polemik dualisme laporan keuangan itu dipublikasikan pada
Desember 2002.
Berdasarkan valuasi, Syafruddin menambahkan, BPPN tidak bakal menjual AYDA
pada disstress value atau harga yang tertekan. "Pokoknya, sedang kita hitung," kata dia. Sebab
jika dijual juga, justru akan menyebabkan CAR Bank Lippo anjlok. Namun akan segera
dilakukan rapat umum pemegang saham luar biasa Lippo dalam waktu dekat. Menurut
Syafruddin, manajemen Lippo menggunakan asumsi, AYDA bakal dijual pada tahun ini karena
kebutuhan likuiditas dan untuk menurunkan biaya dana atas aset yang diambil alih. Tapi, bila
penjualan malah menyebabkan AYDA menurun secara signifikan, BPPN bisa menolak
penjualan AYDA seperti yang ditargetkan Lippo.
Pernyataan Syafruddin memang mengenakkan sesaat. Tengok saja. Pada saat yang sama,
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) justru menyerahkan penanganan pemeriksaan terhadap
lembaga penilai Bank Lippo kepada Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Departemen
Keuangan. Alasannya, menurut Ketua Bapepam Herwidayatmo, pemeriksaan lembaga penilai
bukan kewenangan embaganya. Pemeriksaan versi Bapepam hanya soal skandal laporan
keuangan ganda ke dugaan rekayasa harga saham di pasar modal.
Pemeriksaan terhadap laporan keuangan Bank Lippo memang baru akan diumumkan
pada pertengahan Maret mendatang. Langkah tersebut menyangkut pemeriksaan akuntan publik
Bank Lippo, manajemen, serta lembaga penilai AYDA yang ditunjuk BPPN. Pascapemeriksaan,
Herwidayatmo menambahkan, akan diketahui pihak yang bertanggung jawab terhadap laporan
keuangan ganda Bank Lippo tersebut. "Ini untuk melihat, apakah penilai sudah independen dan
melaksanakan tugasnya dengan baik," kata dia.(BMI/Tim Liputan 6 SCTV)
Perbankan Nasional pun memastikan tak perlu melakukan right issue (penerbitan saham
untuk dijual) untuk meningkatkan modal Bank Lippo. "Hitungan AYDA tak menurun signifikan,
tapi hanya sedikit," kata Kepala BPPN Syafruddin Temenggung di Jakarta, Kamis (27/2).
Valuasi aset Bank Lippo tersebut dilakukan oleh Satyatama Graha Tara. Menurut
Syafruddin, penilaian ulang aset itu bertujuan untuk menjernihkan kontroversi mengenai
penurunan nilai aset Bank Lippo. Polemik dualisme laporan keuangan itu dipublikasikan pada
Desember 2002. Berdasarkan valuasi, Syafruddin menambahkan, BPPN tidak bakal menjual
AYDA pada disstress value atau harga yang tertekan. "Pokoknya, sedang kita hitung," kata dia.
Sebab jika dijual juga, justru akan menyebabkan CAR Bank Lippo anjlok.Namun akan segera
dilakukan rapat umum pemegang saham luar biasa Lippo dalam waktu dekat.
PERTANYAAN
Tindakan manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi.
Bank Lippo merupakan salah satu kasus skandal pelaporan akuntansi di Indonesia selain Kimia
Farma dan tentunya Enron, Merck, WorldCom (Amerika).
Menurut Saudara bagaimana manajemen laba yang dilakukan oleh Bank Lippo dan seharusnya
apa yang harus dilakukan oleh pihak Manajemen (agent) sehingga tidak terjadi manajemen laba.
Jelaskan Pendapat Saudara dengan Argumen dari berbagai literature
TEORI AKUNTANSI
PT. KIMIA FARMA Tbk.
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).
Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan
yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal
yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan
berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi
berupa overstatedpersediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7
miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda
atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan
bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit
yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak
terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian
BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah
melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan
pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam
No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 Khusus huruf m
Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam
penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk
periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum
periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan
apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi
penerapan standar akuntansi keuangan baru.
PERTANYAAN
Tindakan manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan
akuntansi. Kimia Farma merupakan salah satu kasus skandal pelaporan akuntansi di Indonesia
selain Bank Lippo dan tentunya Enron, Merck, WorldCom (Amerika).
Menurut Saudara bagaimana manajemen laba yang dilakukan oleh Kimia Farma dan seharusnya
apa yang harus dilakukan oleh pihak Manajemen (agent) sehingga tidak terjadi manajemen laba.
Jelaskan Pendapat Saudara dengan Argumen dari berbagai literatur