PENDAHULUAN
ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia
dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus
lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia anak-anak terdapat predisposisi
(Isselbacher, 2000).
Prevalensi asma pada anak-anak berkisar antara 1,4% hingga 11,4% (Santosa,
(ISAAC) fase I tahun 1996, prevalensi asma pada anak usia 13 hingga 14 tahun di
Indonesia adalah sekitar 1,6%, sementara hasil survei prevalensi asma anak di
Indonesia oleh Kartasasmita tahun 2002 untuk usia anak 13 hingga 14 tahun
Penelitian prevalensi asma yang dilakukan pada siswa sekolah dasar (SD) di
ISAAC didapatkan prevalensi asma sebesar 4,8% (Naning et. al., 1991).
Penelitian yang dilakukan oleh Sjaifurrochman pada bulan Mei 1998 s/d Mei
1999, yang dilakukan pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) di
1
2
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) tahun 2004 membuat definisi asma
adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara
fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga atau penderita
keadaan klinis dan kebutuhan obat menjadi 3 yaitu, Asma episodik jarang yang
meliputi 75% populasi anak asma, Asma episodik sering meliputi 20% populasi
dan Asma persisten meliputi 5% populasi. Klasifikasi asma seperti ini juga
dikemukakan oleh Martin dkk dari Melbourne asthma Study Group (Lenfant and
Khaltaev, 2002).
asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma. Beberapa
faktor tersebut sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian yang lain
masih dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin,
(Kartasasmita, 2008).
spesifik terhadap alergen lingkungan yang umum seperti tungau, serbuk sari atau
bulu hewan. Pajanan ulang terhadap alergen secara bermakna akan meningkatkan
prevalensi asma (Field and Gillis, 1997). Sembilan puluh persen penyandang
Asma alergi/atopi ditandai dengan infiltrasi eosinofil dan sel T helper 2 (Th-
2) ke mukosa bronkus, peningkatan antibodi IgE spesifik dalam sirkulasi, uji kulit
menghasilkan IgE dan melalui IL-5 akan terjadi pertumbuhan, diferensiasi dan
dan pelepasan sitokin inflamasi (Creticos, 2001; Humbert, 1999; Corry dan
Kheradmand, 1999).
beratnya asma. Menurut laporan dari Inggris, pada anak usia 16 tahun dengan
riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan mengi dua kali lipat lebih banyak
jika anak pernah mengalami hay fever, rhinitis alergi atau eksema. Menurut
Buffum dan Settipane, anak dengan eksema dan uji kulit positif menderita asma
berat. Terdapat juga laporan bahwa anak dengan mengi persisten dalam kurun
waktu 6 tahun pertama kehidupan mempunyai kadar IgE lebih tinggi daripada
4
anak yang tidak pernah mengalami mengi, pada usia 9 bulan. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa sensitisasi alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada
2008).
Paparan alergen pada individu yang tersensitisasi, telah jelas akibatnya pada
kesehatan (Platts-Mills et. al., 2007). Paparan alergen inhalan pada individu yang
persisten dan perubahan fungsi paru yang bermakna (Koshak, 2006). Semakin
persisten pada masa remaja dan dewasa serta fungsi paru yang rendah daripada
alergen outdoor berasal dari serbuk pohon, rumput dan tembakau. Sebagian besar
alergen indoor berasal dari tungau, jamur, kecoa, kucing, anjing dan bulu binatang
yang baik adalah penting, karena sebagian besar orang berada di dalam ruangan
lebih dari 90% waktunya, dan lebih dari setengahnya berada di dalam rumah. Hal
5
ini penting dalam penghindaran paparan alergen pada pasien dengan alergi pada
alergen indoor (Arbes et. al., 2005; Richardson et. al., 2005).
Tungau debu rumah, kecoa, kucing dan anjing adalah alergen indoor yang
umum ditemukan, yang berperan besar terhadap sensitisasi dan sebagai faktor
pencetus asma pada anak di beberapa belahan dunia (Munir et. al., 1997; Koshak,
2006).
Uji tusuk kulit adalah salah satu jenis uji alergi sebagai alat diagnosis yang
banyak digunakan untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada sel
mastosit di kulit. Dibawah permukaan kulit terdapat sel mast yang di dalamnya
didapatkan granula-granula yang berisi histamin. Sel mast ini juga memiliki
reseptor yang berikatan dengan IgE. Ketika lengan IgE ini mengenali alergen
jaringan setempat, maka timbulah reaksi alergi karena histamin dan mediator
pembuluh darah akibatnya timbul kemerahan (flare) dan bentol (wheal) pada kulit
B. Perumusan Masalah
disimpulkan bahwa asma merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak.
Penghindaran alergen merupakan salah satu penanganan alergi dan sebagian besar
waktu anak berada dalam ruangan, sehingga penting untuk mengetahui hubungan
C. Pertanyaan Penelitian
pada anak?
D. Tujuan Penelitian
E. Keaslian Penelitian
1. Surdu et. al., (2006) dengan judul : Childhood asthma and indoor allergens in
Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi antara asma pada anak
dengan faktor risiko potensial, terutama paparan alergen indoor pada populasi
Dari data rekam medis St. Regis Mohawk Health Service dari kelompok anak
umur 2-14 tahun, diambil 25 kasus dengan asma dan 25 kontrol yang dilakukan
dan pengukuran alergen tungau debu rumah dan kucing yang terdapat pada
asma dengan paparan alergen tungau debu rumah dan kucing tapi tidak
2. Leung et. al., (2002) dengan judul : Inhalant Allergens as Risk Factors for the
Children.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti alergen indoor yang dominan pada
asma pada masa yang akan datang. Metode yang digunakan adalah case-
control study, dengan concecutive sampling, 173 pasien asma anak yang
dikeluarkan dari penelitian. Lima puluh tujuh subjek kontrol bukan pasien
rumah dan kucing sesuai dengan peningkatan konsentrasi IgE total di serum.
tungau debu rumah, hewan piaraan dan kecoa. Sebagai kesimpulan, alergen
inhalan indoor adalah salah satu faktor risiko untuk perkembangan dan derajat
3. Joo et. al., (2002) dengan judul : Atopy as a Risk Factor for Asthma Severity.
Suburban. Anak dengan asma diambil dari 4 praktek dokter anak di Baltimore.
9
penelitian sebanyak 158 anak dengan asma, kemudian dilakukan uji tusuk
kulit.
atopi.
4. Wong et. al., (2002) dengan judul : Individual Allergens as Risk Factors for
komunitas dengan mengunakan sampel yang diambil secara acak pada anak
yang diisi oleh orang tua anak, kemudian dilakukan uji tusuk kulit dan uji
provokasi bronkhus.
sensitisasi alergen tungau debu rumah dan kucing dengan wheezing dan
asma.
sudah ada.
F. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
2. Bidang kemasyarakatan
3.Bidang penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam penelitian-