1[1] Ibnu Katsir, Tafsr al-Qurn al-Azhm, Dar Alam al-Kutub, Riyadh 1991 hal:463
Ditafsirkannya fitrah dengan Islam karena untuk fitrah itulah manusia
diciptakan.2[2] Telah ditegaskan bahwa jin dan manusia diciptakan Allah Swt.
untuk beribadah kepada-Nya (QS adz-Dzariyat [51]: 56). Jika dicermati,
kedua makna tersebut tampak saling melengkapi.
Harus diingat, kata fithrah Allh berkedudukan sebagai mafl bih (obyek)
dari fiil (kata kerja) yang tersembunyi, yakni ilzam (tetaplah) atau ittabi
(ikutilah). Itu berarti, manusia diperintahkan untuk mengikuti fitrah Allah itu.
Jika demikian, maka fitrah yang dimaksudkan tentu tidak cukup hanya
sebatas keyakinan fitri tentang Tuhan atau kecenderungan pada tauhid. Fitrah
di sini harus diartikan sebagai akidah tauhid atau dn al-Islm itu sendiri. Frasa
ini memperkuat perintah untuk mempertahankan penerimaan total terhadap
Islam, tidak condong pada agama batil lainnya, dan terus memelihara sikap
istiqamah terhadap dn al-Islm, dn al-haq, yang diciptakan Allah Swt. untuk
manusia. Ini sama seperti firman-Nya (yang artinya): Tetaplah kamu pada
jalan yang benar sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang-
orang yang telah taubat beserta kamu. (QS Hud [11]:112).
2[2] As-Suyuti, ad-Durr al-Mantsr f at-Tafsr al-Matsr, Toha Putra, Semarang,1995, hal:352
makna thalab nah (tuntutan untuk meninggalkan). Dengan demikian, frasa
tersebut dapat diartikan: Janganlah kamu mengubah ciptaan Allah dan
agamanya dengan kemusyrikan dan janganlah mengubah fitrahmu yang asli
dengan mengikuti setan dan penyesatannya; dan kembalilah pada agama
fitrah, yakni agama Islam.
Allah Swt. Menutup ayat ini dengan firman-Nya: Dzlika ad-dn al-
qayyim walkinna aktsara an-ns l yalamn (Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui). Kata al-qayym merupakan bentuk
mublaghah dari kata al-qiym (lurus). Allah Swt. menegaskan, perintah
untuk mengikuti agama tauhid dan berpegang teguh pada syariah dan fitrah
yang sehat itu adalah agama yang lurus; tidak ada kebengkokan dan
penyimpangan di dalamnya.
Makna Fitrah Para ulama salaf berbeda pendapat dalam memaknai kata fitrah
dengan pendapat yang cukup banyak. Pendapat yang paling masyhur dalam
hal ini ialah bahwa maknanya Islam. Ibnu Abdil Bar berkata: Pendapat inilah
yang dikenal di kalangan ulama salaf. Para ulama sepakat pula dalam
menafsirkan makna fitrah pada ayat:
(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. (Ar-Rum: 30)
3[3] Jalaludin al-Mahali dan Jalaludin as-Suyuti, Tafsir Jalalain, Toha Putra, Semarang, 1997, hal: 567
dirimu dan orang-orang yang mengikutimu di dalam menjalankan agamanya
(fitrah Allah) ciptaanya
(yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu)
yaitu agamanya maka yang dimaksud ialah, tetaplah atas fitrah atau agama
Allah (tidak ada perubahan pada fitrah
Allah) pada agamanya. Maksudnya jangan kalian mengantinya. Misalnya
menyekutukan Allah dengan selain Allah. (itulah agama yang lurus) yaitu
agama tauhid (tetapi kebanyakan
manusia) yaitu orang-orang (tidak mengetahui)
ketauhitan atau keesaan Allah.