Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH TERAPI RELAKSASI NAFAS DALAM DENGAN INTENSITAS

NYERI PADA PASIEN RAWAT INAP POST OPERASI FRAKTUR


DI RUANG RAUZAH 3 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2017

A. Latar Belakang

Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain

gizi dan konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit, gigi dan mulut, serta aspek

moralitas dan perilaku di Indonesia (Depkes 2007). Kecelakaan lalu lintas

menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di seluruh dunia atau 3000 kematian setiap hari

dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya (Depkes 2007 & WHO

2011).

World Health Organitation (WHO) mencatat pada tahun 2005 terdapat lebih

dari tujuh juta orang meninggal karena kecelakaan dan sekitar dua juta mengalami

kecacatan fisik. Kecelakaan di Indonesia berdasarkan laporan kepolisian menunjukan

peningkatan 6,72% dari 57.726 kejadian di tahun 2009 menjadi 61.606 insiden di

tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari dan 10.349 meninggal dunia atau

43,15% (WHO 2011).

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan

maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh

trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer (2005) fraktur

merupakan terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya.

Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorpsinya.

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi
jaringan sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan

sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ

tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau

gerakan fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2005).

Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) fraktor dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu

fraktur ekstrinsik dan fraktur intrinsik, faktor ekstrinsik meliputi kecepatan dan

durasi trauma yang mengenai sedangkan faktor intrinsik meliputi kapasitas tulang

mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang-tulang, arah

serta kekuatan tulang. Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera,

seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah tulang

dipengaruhi oleh arah, kecepatan, kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia

penderita dan kelenturan tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis dapat

mengalami patah tulang.

Kejadian fraktur di Indonesia yang dilaporkan Depkes RI (2007) menunjukkan

bahwa sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis yang berbeda.

Insiden fraktur di Indonesia 5,5% dengan rentang setiap provinsi antara 2,2% sampai

9% (Depkes 2007). Fraktur ekstremitas bawah memiliki prevalensi sekitar 46,2%

dari insiden kecelakaan. Hasil tim survey Depkes (2007) didapatkan 25% penderita

mengalami kematian, 45% mengalami kecacatan fisik, 15% mengalami stres

psikologis dan bahkan depresi, serta 10% mengalami kesembuhan dengan baik.

Operasi merupakan tindakan pengobatan infasif dengan membuka bagian

tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat dan Jong 2005). Prosedur pembedahan

yang dilakukan pada fraktur meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi interna (Open
Reduction and Internal fixation/ ORIF) sasaran pembedahan digunakan untuk

memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, mengurangi nyeri

dan disabilitas (Smeltzer & Bare 2002).

Ada banyak hal seorang individu dapat merasakan nyeri, salah satunya ialah

dengan dilakukannya suatu tindakan operasi, sehingga menimbulkan adanya luka

yang disengaja untuk menyembuhkan suatu penyakit yang diderita oleh individu.

Luka inilah yang nantinya akan menyebabkan individu dapat merasakan nyeri

(Tamsuri 2012).

Pembedahan dan anestesi dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien.

Pembedahan dapat menyebabkan trauma bagi penderitanya, sedangkan anestesi

dapat menyebabkan kelainan yang dapat menimbulkan berbagai keluhan gejala.

Keluhan harus didiagnosis agar dasar patologinya dapat diobati. Keluhan dan gejala

yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & Jong 2005).

Proses keperawatan selama periode pasca operatif diarahkan untuk

menstabilkan kembali keadaan fisiologi pasien, menghilangkan rasa nyeri dan

pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu

pasien kembali pada fungsi yang optimal dengan cepat, aman, dan senyaman

mungkin. Nyeri setelah pembedahan normalnya dapat diramalkan hanya terjadi

dalam durasi yang terbatas, lebih singkat dari waktu yang diperlukan untuk

perbaikan alamiah jaringan-jaringan yang rusak (Smeltzer & Bare 2002).

Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari

upaya untuk menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk


menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan. Perawat tidak dapat melihat

atau merasakan nyeri yang klien rasakan (Smeltzer & Bare 2002).

Tindakan untuk mengatasi nyeri dapat dibedakan dalam dua kelompok utama,

yaitu tindakan pengobatan (farmakologi) dan tindakan non farmakologi (tanpa

Pengobatan). Nyeri berdasarkan stimulasi yang diberikan dapat dikelompokkan

dalam stimulasi tingkat tinggi (pada otak) dan stimulasi tingkat rendah (pada

spinotalamikus). Stimulasi pada otak adalah tindakan yang memungkinkan otak

bekerja untuk mengurangi nyeri, sedangkan stimulasi tingkat spinotalamikus adalah

pemberian sejumlah rangsangan pada tubuh untuk memengaruhi sensasi nyeri

sebelum sampai di otak. Tindakan rangsangan pada tingkat spinotalamikus sesuai

dengan teori gerbang kendali nyeri (Tamsuri 2012).

Salah satu cara untuk mengatasi nyeri secara non farmakologis yaitu terapi

relaksasi nafas dalam. Terapi relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara

melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan

bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan

intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru

dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2002).

Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernafasan

diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi yang

mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara

masuk selama inspirasi (Priharjo, 2003).


Hasil wawancara dengan beberapa pasien yang sudah dilakukan post operasi

fraktur diperoleh data bahwa klien mengalami ketidaknyamanan akibat nyeri di area

jahitan, kondisi tersebut menyebabkan pasien susah berjalan dan takut untuk

melakukan aktifitas berjalan serta bebrapa pasien mengalami insomnia. Hasil

wawancara dengan petugas kesehatan juga diketahui bahwa metode nonfarmakologis

seperti terapi relaksasi dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri pada jahitan tersebut.

Penelitian lain yang dilakukan Wahyuni (2015) tentang pengaruh tehknik

relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada ibu post operasi Sectio Caesari

(SC) di RSUP H. Adam malik Medan tahun 2017 dengan menggunakan desain

penelitian quasi eksperimen terhadap 21 responden yang diambil secara accidental

sampling dan dianalisa dengan menggunakan uji t-dependent didapakkan hasil

bahwa nilai rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam

adalah 8.52 dengan standar deviasi 0,512. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah

dilakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah 4.43 dengan standar deviasi 0.870,

Beda Mean 4,095, beda standar defiasi 0,768. Hasil uji statistik di peroleh nilai p=

0,000, maka H0 di tolak yang berarti ada pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap

intensitas nyeri pada ibu post operasi SC.

B. Rumusan Masalah

Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari

upaya untuk menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk

menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan. Salah satu cara mengatasi

nyeri yaitu dengan menggunakan terapi relaksasi nafas dalam. Berdasarkan urain

diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu adakah pengaruh terapi relaksasi
nafas dalam dengan intensitas nyeri pada pasien rawat inap post operasi fraktur di

Ruang Rauzah 3 Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun

2017 ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi nafas dalam dengan intensitas

nyeri pada pasien rawat inap post operasi fraktur di ruang rauzah 3 rumah sakit

umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2017

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teori

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian ilmiah terkait dengan cara

mengurangi nyeri secara non farmakologi yaitu dengan menggunakan terapi

relaksasi nafas dalam khususnya pada pasien yang mengalami nyeri post operasi

fraktur.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

untuk merumuskan suatu program pelayanan kesehatan yang bersifat

antisipatif serta optimalisasi pemberian layanan dukungan psikologis untuk

peningkatan kualitas hidup pasien post operasi fraktur.


b. Bagi Perawat

Memberikan informasi untuk menentukan pendekatan asuhan pelayanan

keperawatan pasien post operasi fraktur serta untuk meningkatkan kualitas

asuhan keperawatan.

c. Bagi Pasien Post Operasi Fraktur

Memberikan informasi mengenai tata cara mengatasi nyeri pada pasien post

operasi fraktur secara non farmakologi yaitu dengan terapi relaksasi nafas

dalam.

d. Bagi Peneliti lain

Sebagai bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut terkait cara mengatasi

nyeri secara non farmakologi.

Anda mungkin juga menyukai