Anda di halaman 1dari 89

EFEK KURKUMIN TERHADAP VIABILITAS KULTUR SEL GRANULOSA

BABI (Sus
Sus domesticus)
domesticus DENGAN METODE PENGECATAN TRYPAN
BLUE

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran
Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh :
WISNU ADHI SAPUTRO
09/282416/KU/13283

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha


Kasih, yang telah memberikan rahmat-Nya dalam proses
pengerjaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat
menambah data ilmiah mengenai efek kurkumin terhadap
uji viabilitas pada sel granulosa. Pada kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
tidak terhingga kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penelitian ini, yaitu :
1. dr. Rul Afiyah Syarif, M.Kes. selaku dosen
pembimbing materi, penulis mengucapkan terima
kasih atas bimbingan, kesabaran, serta kemurahan
hati yang beliau berikan kepada penulis dalam
proses pengerjaan penelitian dan penulisan skripsi
ini.
2. Prof. dr. Sri Kadarsih Soejono, M.Sc. Ph.D selaku
dosen pembimbing metodologi, penulis mengucapkan
terima kasih atas waktu dan bimbingan yang beliau
sediakan kepada penulis.
3. Prof. Dr. Mae Sri Hartati Wahyuningsih, Apt.,
M.Si. selaku dosen penguji, penulis mengucapkan
terima kasih atas masukan-masukan yang sangat
berguna dalam penulisan skripsi ini.
4. Keluarga di Semarang yang tercinta, Ir. Valentinus
Wiyono dan Monica Sriwahyuni selaku orangtua yang
penulis hormati dan adik yang tercinta, Anastasia
Dewi Maharani, penulis mengucapkan terima kasih
banyak atas dukungan serta doanya yang membuat
penulis bersemangat dalam pengerjaan skripsi ini.

iv
5. Teman-teman penelitian dan penulisan skripsi
penulis, Alexey Fernanda Napitupulu, Ridwan Bayu
Sunaryo, dan Jonathan Hasian Haposan, penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan
moral dan kerjasamanya dalam melakukan penelitian
dan penulisan skripsi ini.
6. Teman-teman Penulis, Keluarga Mahasiswa Katolik
Fakultas Kedokteran UGM angkatan 2009 dan teman-
teman Pendidikan Dokter Reguler Fakultas
Kedokteran UGM angkatan 2009 yang luar biasa atas
semangat dan segala bantuan yang diberikan kepada
penulis dalam menyelesaikan proses pengerjaan
skripsi ini.
7. Seluruh pengajar dan staf di Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada atas segala ilmu yang
telah diberikan.
8. Dan kepada berbagai pihak yang tidak dapat penulis
sebut satu per satu, penulis mengucapkan terima
kasih sebanyak-banyaknya atas dorongan, bantuan,
serta doa yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi


ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar skripsi ini bisa lebih berguna
bagi semua pihak.

Penulis

v
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................ i
Halaman Pengesahan .................................. ii
Halaman Pernyataan ................................. iii
Prakata ............................................. iv
Daftar Isi .......................................... vi
Daftar Tabel ...................................... viii
Daftar Gambar ....................................... ix
Daftar Singkatan ..................................... x
Intisari ............................................ xi
Abstract ........................................... xii
Bab I: Pendahuluan ................................... 1
I.A. Latar Belakang Masalah ........................ 1
I.B. Rumusan Masalah ............................... 3
I.C. Tujuan Penelitian ............................. 3
I.D. Manfaat Penelitian ............................ 4
I.E. Keaslian Penelitian ........................... 4
Bab II: Tinjauan Pustaka ............................. 7
II.A. Telaah Pustaka ............................... 7
II.A.1. Kurkumin ................................ 7
II.A.2. Sel granulosa .......................... 12
II.A.3. Uji viabilitas dan pengecatan
dengan Trypan blue ..................... 18
II.B. Landasan Teori .............................. 21
II.C. Kerangka Penelitian ......................... 22
II.D. Hipotesis ................................... 22
Bab III: Metode Penelitian .......................... 23
III.A. Jenis Penelitian ........................... 23
III.B. Waktu dan Tempat Penelitian ................ 23

vi
III.C. Variabel Penelitian ........................ 23
III.D. Definisi Operasional Variabel
Penelitian ................................. 24
III.E. Subjek Penelitian ......................... 25
III.F. Alat dan Bahan ............................. 25
III.G. Jalannya Penelitian ....................... 26
III.G.1 Pembuatan larutan stok kurkumin ........ 26
III.G.2 Pengaturan volume kurkumin yang
diberikan .............................. 27
III.G.3 Isolasi sel granulosa babi ............. 31
III.G.4 Administrasi kurkumin pada sel
granulosa .............................. 32
III.H. Uji Viabilitas Sel Granulosa ............... 33
III.I. Analisis Hasil ............................ 35
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan ............ 37
IV.A. Hasil Penelitian ............................ 37
IV.B. Pembahasan .................................. 43
Bab V : Kesimpulan dan Saran ........................ 46
V.A. Kesimpulan ................................... 47
V.B. Saran ....................................... 47
Daftar Pustaka ...................................... 48
Lampiran

vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Berbagai konsentrasi kurkumin yang
diberikan pada sel granulosa .............. 33
Tabel 2. Perbandingan persentase viabilitas
sel granulosa pada kelompok yang
menerima berbagai konsentrasi
kurkumin dengan kelompok kontrol
media pada masa inkubasi 24 jam dan
32 jam .................................... 38
Tabel 3. Nilai rerata persentase viabilitas
sel pada kelompok inkubasi 24 jam dan
32 jam .................................... 39

viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses perkembangan folikel ovarium ...... 16
Gambar 2.2 Produksi estrogen oleh sel granulosa
yang terdapat di folikel ovarium ....... 17
Gambar 2.3 Kerangka Penelitian ...................... 22
Gambar 4.1 Diagram nilai rerata viabilitas sel
granulosa dari masing-masing
konsentrasi kurkumin pada inkubasi
selama 24 jam ........................... 40
Gambar 4.2 Diagram nilai rerata viabilitas sel
granulosa dari masing-masing
konsentrasi kurkumin pada inkubasi
selama 32 jam ........................... 41

ix
DAFTAR SINGKATAN

DMEM : Dulbeccos Modified Eagles Medium


DMSO : Dimetil sulfoksidase
FBS : Fetal Bovine Serum
PBS : Phosphate Buffered Saline

x
EFEK KURKUMIN TERHADAP VIABILITAS SEL GRANULOSA BABI
DENGAN METODE PENGECATAN TRYPAN BLUE
Wisnu Adhi Saputro1

INTISARI

Latar belakang : Kurkumin adalah senyawa hasil


isolasi dari Curcuma longa L. yang berpotensi sebagai
antifertilitas. Penelitian kurkumin secara in vitro
yang dilakukan pada sel granulosa babi didapatkan bahwa
kurkumin menghambat aktivitas steroidogenesis dan
proliferasi. Masih belum diketahui apakah penghambatan
aktivitas steroidogenesis yang dilakukan oleh kurkumin
ini disebabkan karena adanya penurunan jumlah sel
granulosa setelah diberi kurkumin atau tidak. Selain
itu, masih belum diketahui apakah perbedaan waktu
pajanan kurkumin terhadap sel granulosa akan
menyebabkan perubahan jumlah sel granulosa yang
tersedia. Masih diperlukan uji viabilitas sel granulosa
terhadap kurkumin.
Tujuan : mengkaji efek berbagai konsentrasi
kurkumin terhadap viabilitas sel granulosa dengan
metode Trypan blue dan mengkaji adanya perbedaan
viabilitas sel granulosa pada pemberian kurkumin selama
24 jam dengan 32 jam.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian post
test only with control unequivalent design dengan
metode in vitro. Penelitian ini dilakukan dengan
mengadministrasi berbagai konsentrasi kurkumin pada sel
granulosa, kemudian diinkubasi selama 24 jam dan 32
jam, kemudian jumlah sel yang hidup dihitung dengan
metode pengecatan Trypan blue.
Hasil : Pada kelompok sel yang menerima kurkumin
berbagai dosis pada masa inkubasi 24 jam didapatkan
bahwa kenaikan konsentrasi kurkumin tidak mempengaruhi
viabilitas sel. Pada kelompok sel yang menerima
kurkumin berbagai dosis pada masa inkubasi 32 jam
didapatkan bahwa kenaikan konsentrasi kurkumin
meningkatkan viabilitas sel. Terdapat penurunan
viabilitas pada konsentrasi 12,5 M, 25 M, dan 50 M
jika dilakukan perbandingan persentase viabilitas
antara waktu inkubasi 24 jam dan 32 jam.
Kesimpulan : Kenaikan kadar kurkumin tidak akan
menurunkan viabilitas sel granulosa ovarium babi. Makin
lama sel granulosa ovarium babi terpajan oleh kurkumin,
viabilitas sel akan menurun.

Kata kunci : kurkumin, viabilitas sel, sel


granulosa, Trypan blue

1
Mahasiswa S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran UGM
xi
EFFECT OF CURCUMIN ON CULTURED PORCINE (Sus domesticus)
GRANULOSA CELLS VIABILITY USING TRYPAN BLUE
Wisnu Adhi Saputro1

ABSTRACT

Background : Curcumin is a compound isolated from


Curcuma longa L. that has a potential antifertility effect.
An in vitro experiment has showed that curcumin inhibited
steroidogenesis and proliferation activity of porcine
granulosa cells. It is still unknown whether inhibition of
steroidogenesis activity by curcumin is caused by decreasing
of the granulosa cells numbers after being treated by
curcumin or not. Besides that, it is still unknown whether
different exposure time of curcumin to granulosa cells will
change their numbers. Therefore, viability assay of
granulosa cells to curcumin is needed.

Objective : To understand the effect of several


different concentrations of curcumin to viability of
granulosa cells using Trypan blue method and examine the
difference of granulosa cell viability treated by curcumin
in incubation time of 24 hours compared to 32 hours.

Methods : The type of this experiment was post test


only with control unequivalent design. This experiment was
done by administrating several different concentrations of
curcumin to granulosa cells, then incubating the cells for
24 and 32 hours, followed by calculating the numbers of
viable cells using Trypan blue method.

Results : Groups of curcumin-treated cells incubated


for 24 hours showed that increasing of curcumin
concentration didnt increase nor decrease the viability of
the cells. Groups of curcumin-treated cells incubated for 32
hours showed that the increasing of concentration of
curcumin caused increasing of cells viability. There was a
decreasing of cells viability on concentration 12,5 M, 25
M, and 50 M in the comparation of cell viability between
incubation time of 24 hours and 32 hours.

Conclusions : The increasing of curcumin


concentration wouldnt decrease the viability of porcine
granulosa cells. The longer of the exposure of porcine
granulosa cells to curcumin, the lower the cell viability.

Keywords : curcumin, cell viability, granulosa cells,


Trypan blue.

1
Undergraduate medical student of Faculty of Medicine of
UGM
xii
BAB I

PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang

Kurkumin adalah senyawa hasil isolasi dari

Curcuma longa L. yang berpotensi sebagai

antifertilitas. Sebagai kontrasepsi, serbuk C.

longa L. diminum pada 8 hari pertama masa

menstruasi (Bhate, 2003). Pada masa menstruasi,

terjadi penurunan kadar progesteron di dalam tubuh

yang menandakan berhentinya supresi folikulogenesis

(pemasakan folikel di dalam ovarium), sehingga

proses folikulogenesis dapat berlangsung kembali

dan peristiwa ovulasi dapat terjadi kembali.

Semakin matang folikel, semakin tinggi sekresi

estrogen yang dihasilkan. Kadar estrogen yang

semakin tinggi akan menghambat produksi FSH namun

akan memicu umpan balik positif terhadap sekresi LH

sehingga pada folikel matur akan terjadi

peningkatan yang dramatis (surge) estrogen, lalu

diikuti oleh surge LH dan sedikit surge FSH.

Meningkatnya kadar FSH meskipun sedikit akan memicu

penambahan jumlah reseptor LH (Nurcahyo, 2003).

1
2

Peningkatan kadar LH juga akan memicu dihasilkannya

prostaglandin lokal sehingga terjadilah proses

ovulasi (Duffy and Stouffer, 2001).

Penelitian kurkumin secara in vitro yang

dilakukan pada sel granulosa babi didapatkan bahwa

kurkumin menghambat aktivitas steroidogenesis dan

proliferasi (Nurcahyo and Soejono, 2006). Sel

granulosa adalah sel penghasil estrogen pada

folikel ovarium. Sebelumnya, telah diketahui peran

estrogen dalam proses ovulasi. Namun, masih belum

diketahui apakah penghambatan steroidogenesis yang

dilakukan oleh kurkumin ini disebabkan karena

adanya penurunan jumlah sel granulosa setelah

diberi kurkumin atau tidak. Selain itu, masih belum

diketahui apakah perbedaan waktu pajanan kurkumin

terhadap sel granulosa akan menyebabkan perubahan

jumlah sel granulosa yang tersedia sehingga akan

menyebabkan perubahan aktivitas steroidogenesis.

Masih diperlukan uji viabilitas sel granulosa

terhadap kurkumin sehingga ke depannya dapat

diketahui kadar kurkumin yang tepat untuk

menimbulkan efek yang diinginkan pada sel

granulosa.
3

I.B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah kenaikan kadar kurkumin menurunkan

viabilitas sel granulosa?

2. Apakah lama pajanan kurkumin menurunkan

viabilitas sel granulosa ovarium?

I.C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian memiliki tujuan umum dan tujuan

khusus, yaitu sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kadar kurkumin dan waktu

inkubasi yang tidak menimbulkan efek berupa

penurunan viabilitas sel granulosa untuk

penelitian menggunakan sel granulosa babi

sebagai subjeknya

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji efek berbagai konsentrasi kurkumin

terhadap viabilitas sel granulosa dengan

metode Trypan blue


4

b. Mengkaji adanya perbedaan viabilitas sel

granulosa pada pemberian kurkumin selama 24

jam dengan 32 jam

I.D. Manfaat Penelitian

1. Bagi para akademisi

Dapat digunakan sebagai masukan informasi

mengenai viabilitas sel granulosa yang diberi

kurkumin yang menjadi dasar dalam penelitian

selanjutnya.

2. Bagi industri

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

oleh industri obat sebagai acuan dalam

menentukan konsentrasi kurkumin yang aman dalam

terapi terhadap sel granulosa.

I.D. Keaslian Penelitian

Ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan

penelitian ini, yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyo dan

Soejono (2006) dengan judul The Effects of


5

Curcumin and Pentagamavunon-0 (PGV-0) on the

Steroidogenesis, Proliferative Activity, and

Apoptosis in Cultured Porcine Granulosa Cells

at Varying Stages of Follicular Growth . Hasil

dari penelitian ini :

a. Terjadi penghambatan sintesis progesteron dan

estrogen serta adanya penghambatan

proliferasi pada sel granulosa yang dikultur

pada folikel matur

b. Terjadi stimulasi apoptosis sel granulosa

pada tiap tingkatan maturasi folikel

c. Tidak terjadi efek yang signifikan pada

proses steroidogenesis, proliferasi, maupun

apoptosis sel granulosa pada tiap tingkatan

folikel dengan penambahan PGV-0

2. Penelitian yang dilakukan oleh Hadi dan Soejono

(2010) dengan judul Curcumin Analogue

(Pentagamavunone-0) Induces Luteal Cell

Apoptosis by Increased Bax/Bcl-2 Protein

Ratio. Hasil dari penelitian ini adalah PGV-0

mengurangi ekspresi protein Bcl-2, meningkatkan

ekspresi protein Bax, meningkatkan rasio

protein Bax/Bxl-2 sehingga memicu apoptosis sel

luteal.
6

Penelitian yang penulis lakukan adalah uji

viabilitas sel granulosa babi pada pemberian

kurkumin untuk mendeteksi apakah terjadi

penurunan, kenaikan, atau tidak terjadi perubahan

apa pun pada jumlah sel granulosa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.A. Telaah Pustaka

II.A.1 Kurkumin

Menurut Chattopadhyay dkk. (2004), kurkumin

(disebut juga diferuloymethane) adalah senyawa

bioaktif berwarna kuning dari tanaman kunyit

(Curcuma longa L.). Ada 3 jenis kurkuminoid yang

terkandung pada ekstrak C. longa murni, yaitu

kurkumin I (94%), kurkumin II (6%), dan kurkumin

III (0,3%). Kurkumin pertama kali diisolasi pada

tahun 1815 dan struktur kimianya ditemukan oleh

Roughley dan Whiting pada tahun 1973. Kurkumin

memiliki gugus fungsional yang bertanggung jawab

atas aktivitas biologisnya, yaitu : 1) gugus -

diketon yang terletak di tengah, 2)ikatan ganda

pada rantai alifatik, 3)gugus hidroksil / fenol,

4) gugus metoksi pada cincin terminal aromatis.

Titik leburnya pada 176-1770C. Kurkumin membentuk

garam coklat kemerahan dengan alkali dan larut

dalam etanol, alkali, keton, asam asetat, dan

kloroform.

7
8

Berikut adalah aksi farmakologis kurkumin :

1. Efek pada sistem gastrointestinal

a. Lambung

Percobaan dengan marmut, diketahui kurkumin

dapat melindungi lambung dari efek

ulcerogenik phenylbutazone dengan konsentrasi

50 mg/kg (Dasgupta dkk., 1969 cit

Chattopadhyay dkk., 2004) . Kurkumin juga

melindungi lambung dari ulcerasi yang

diinduksi 5-hydroxytryptamine (Sinha dkk.,

1974). Efek antiulkus dari kurkumin dimediasi

dengan scavenging radikal bebas, terutama ROS

(reactive oxygen species) (Venkatesan & Rao,

2000).

b. Usus

Pengujian kurkumin dengan uji in vitro dan in

vivo pada tikus, diketahui terdapat aktivitas

antiflatulensi (antikentut) (Bhavani Shankar

and Sreenivasa Murthy, 1979 cit Chattopadhyay

dkk., 2004). Kurkumin juga merangsang

aktivitas lipase, sukrase, dan maltase usus

(Platel and Srinivasan, 1996).


9

c. Hepar

Kurkumin dan analognya melindungi hepatosit

tikus yang dikultur dari karbon tetraklorida,

D-galactosamine, peroksida, dan toksisitas

yang diinduksi oleh ionophore(Hikino, 1965).

Studi pada anjing menunjukkan adanya

peningkatan produksi getah empedu dengan

pemberian kurkumin dan minyak esensial

Curcuma longa L. (Jentzch dkk., 1959 cit

Chattopadhyay dkk., 2004)

2. Efek pada sistem kardiovaskuler

Studi pada tikus menunjukkan bahwa kurkumin

mengurangi keparahan dari perubahan patologis

dan terdapat efek protektif dari kerusakan dari

infark miokardium (Nirmala and Puvanakrishnan,

1996). Kurkumin meningkatkan transpor Ca+ dan

kelicinannya dari retikulum sarkoplasma sel

otot jantung (Sumbilla dkk. , 2002 cit

Chattopadhyay dkk., 2004).

3. Efek pada sistem saraf

Kurkumin dan kompleks mangan dari kurkumin

menunjukkan adanya aksi protektif melawan

demensia vaskuler dengan melakukan aktivitas

antioksidan (Thiyagarajan and Sharma, 2004).


10

4. Efek pada metabolisme lipid

Studi pada tikus menunjukkan bahwa kurkumin

mengurangi kadar LDL (low density lipoprotein)

dan VLDL (very low density lipoprotein) secara

signifikan pada plasma dan kadar total

kolesterol pada hepar bersamaan dengan

meningkatkan kadar -tokoferol (Kamal-Eldin

dkk., 2000 cit Chattopadhyay dkk., 2004).

Kurkumin berikatan dengan phosphatidylcholine

dari telur dan kedelai, yang akan berikatan

dengan ion logam divalen yang merupakan

aktivitas antioksidan (Began dkk., 1999).

5. Aktivitas anti-inflamasi

Studi pada tikus putih, diketahui bahwa

kurkumin efektif melawan edema yang diinduksi

oleh carrageenan (ekstrak koloidal yang berasal

dari alga merah tertentu, terdiri atas campuran

natrium, kalium, kalsium, dan magnesium dari

asam sulfat polisakarida yang mengandung

galaktosa. Terutama digunakan sebagai suatu

agen suspensi dalam makanan, farmasi, dan

kosmetik)(Ghatak and Basu, 1972 cit

Chattopadhyay dkk., 2004). Kurkumin juga memicu

penyembuhan luka pada kerusakan yang dipicu


11

hidrogen peroksida pada keratinosit dan

fibroblas manusia (Phan dkk., 2001 cit

Chattopadhyay dkk., 2004).

6. Efek antioksidan

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa efek

antioksidan kurkumin berasal dari kemampuan

untuk scavanging radikal bebas. Pada percobaan

dengan tikus putih, kurkumin diketahui

mengurangi jumlah protein teroksidasi pada

proses patologi amiloid pada penyakit Alzheimer

(Lim dkk., 2001).

7. Efek antikarsinogenik

Efek antikarsinogenesis dari kurkumin dicapai

dengan menginduksi apoptosis pada sel kanker

dengan cara inhibisi protein tirosin kinase,

protein kinase C, ekspresi c-myc mRNA dan Bcl-

2. Selain itu, efek antikarsinogenesis kurkumin

juga dicapai dengan aksi antiproliferatif

dengan cara inhibisi protein tirosin kinase dan

ekspresi c-myc mRNA (Chen and Huang, 1996 cit

Nurcahyo and Soejono, 2006).


12

8. Aktivitas antifertilitas

Percobaan dengan tikus, administrasi kurkumin

secara oral mempunyai efek antifertilitas

(Garg, 1974).

9. Efek antidiabetik

Percobaan dengan tikus, kurkumin mengurangi

kadar gula darah pada tikus diabetes yang

diinduksi oleh alloxan (Arun and Nalini, 2002),

dan mengurangi efek komplikasi diabetes yaitu

advanced glycation end products (Sajithlal

dkk., 1996)

10. Efek antifibrosis

Percobaan dengan tikus, curcumin mensupresi

proses fibrosis pulmo yang diinduksi oleh

bleomycin (Punithavathi dkk., 2000).

II.A.2 Sel granulosa

Menurut Junqueira dan Carneiro (2003), sistem

reproduksi wanita terdiri atas 2 ovarium (indung

telur), 2 saluran Tuba Fallopi, uterus (rahim),

vagina, dan genitalia eksterna. Fungsinya adalah

menghasilkan gamet wanita (oosit) dan

mempertahankan oosit yang telah dibuahi oleh


13

sperma selama perkembangan lengkapnya melalui

tahap embrional dan fetal sampai lahir. Sistem

ini juga menghasilkan hormon seksual yang

mengendalikan organ-organ sistem reproduksi dan

mempengaruhi organ lain di tubuh.

Menurut Junqueira dan Carneiro (2003),

ovarium merupakan struktur berbentuk buah kenari

dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 1,5 cm, dan

tebal 1 cm. Permukaannya dilapisi epitel gepeng

selapis atau kuboid selapis, yaitu epitelium

germinativum. Di bawah epitelium germinativum

terdapat selapis jaringan ikat padat, yakni

tunika albuginea, yang menyebabkan warna ovarium

menjadi keputihan. Di bawah tunika albuginea

terdapat daerah korteks, yang terutama ditempati

oleh folikel ovarium beserta oositnya. Folikel

ovarium ini terbenam dalam jaringan ikat

(stroma) di daerah korteks. Bagian terdalam

ovarium adalah daerah medulla, dengan anyaman

pembuluh darah luas di dalam jaringan ikat

longgar.

Menurut Junqueira dan Carneiro (2003),

sekitar bulan pertama kehidupan embrio, sejumlah

kecil populasi sel benih primordial bermigrasi


14

dari kantong yolk sac ke primordia gonad, yang

lalu bertransformasi menjadi oogonia. Pada bulan

ketiga kehamilan, oogonia memasuki profase dari

pembelahan meiosis pertama tetapi terhenti pada

tahap diploten dan tidak berlanjut pada tahapan

meiosis berikutnya. Sel-sel ini adalah oosit

primer. Oosit primer ini dikelilingi oleh sel-

sel gepeng yang bernama sel-sel folikel.

Menjelang bulan ketujuh kehamilan, kebanyakan

oogonia telah berubah menjadi oosit primer.

Namun, banyak oosit primer akan lenyap melalui

proses degeneratif yang disebut atresia. Atresia

ini terus berlanjut hingga saat sang wanita

berumur 40-45 tahun, hanya tersisa sekitar 8.000

oosit. Karena pada umumnya hanya 1 oosit yang

dilepaskan oleh ovarium di setiap siklus

menstruasi dan lama masa reproduksi seorang

wanita lebih kurang 30-40 tahun, hanya sekitar

450 oosit yang dibebaskan. Oosit lainnya akan

mengalami atresia.

Menurut Junqueira dan Carneiro (2003), saat

masih di dalam kandungan, sel folikel yang

melapisi oosit primer disebut sel folikel

primordial. Sejak masa pubertas, sekelompok


15

kecil folikel primordial memulai proses

pertumbuhan folikel yang diatur oleh FSH

(Follicle Stimulating Hormone). Pada fase

pertumbuhan folikel, sel-sel folikel pada

folikel primordial terus-menerus melakukan

proliferasi hingga membentuk folikel unilaminer

( 1 lapis) yang berbentuk kuboid. Sel-sel

folikel ini terus melakukan pembelahan membentuk

epitel folikel berlapis yang dinamakan lapisan

sel granulosa. Komunikasi antarsel granulosa

berupa taut rekah. Pada masa ini, folikel

disebut folikel multilaminer / preantrum. Sel-

sel granulosa ini ikut tumbuh seiring

pertumbuhan folikel hingga menjadi folikel

sekunder sampai folikel matang/matur (Graaf).

Pada folikel matang dapat dilihat sel granulosa

menyelubungi oosit membentuk kumulus ooforus dan

korona radiata. Di bagian luar sel granulosa,

fibroblas stroma di sekeliling folikel

berdiferensiasi menjadi teka folikuli. Teka

folikuli kemudian berdiferensiasi menjadi

lapisan teka interna dan teka eksterna.


16

Gambar 2.1 : Proses perkembangan folikel ovarium


(Junqueira and Carneiro, 2003 )

Sel granulosa menunjukkan adanya suatu

antigen yang dinamakan proliferating cells

nuclear antigen (PCNA), yang merupakan sebuah

kofaktor DNA polimerase sebagai penanda

sensitif adanya proliferasi sel granulosa

(Robker and Richards, 1996 cit Nurcahyo and

Soejono, 2006).

Sel granulosa memiliki kepentingan untuk

mensekresikan hormon estrogen. Berikut bagannya :


17

Gambar 2.2 : Produksi estrogen oleh sel granulosa yang


terdapat di folikel ovarium

(+) : menstimulasi
Keterangan :
1. LH (Luteinizing Hormone) menstimulasi sel teka di
folikel ovarium untuk mengubah kolesterol menjadi
androstenedion.
2. Androstenedion kemudian berdifusi dari sel teka ke
sel granulosa.
3. Di bawah pengaruh FSH, sel granulosa mengubah
androstenedion menjadi estrogen.
4. Estrogen yang dihasilkan disekresikan ke dalam darah
dan berdifusi ke seluruh tubuh, namun ada pula yang
tetap di folikel untuk memicu pembentukan antrum
serta bersama dengan FSH, menstimulasi proliferasi
sel granulosa.

Selanjutnya, kadar estrogen yang dihasilkan

akan semakin tinggi yang menyebabkan terjadinya

peningkatan selektif pada sekresi LH sehingga

pada folikel matur akan terjadi peningkatan yang

dramatis (surge) estrogen, lalu diikuti oleh

surge LH dan sedikit surge FSH. Meningkatnya

kadar FSH meskipun sedikit akan memicu

penambahan jumlah reseptor LH. Peningkatan kadar


18

LH juga akan memicu dihasilkannya prostaglandin

lokal sehingga terjadilah proses ovulasi

(pelepasan folikel matur beserta oositnya untuk

segera dibuahi oleh sperma) (Sherwood, 2010).

II.A.3 Uji viabilitas dan pengecatan dengan Trypan

blue

Menurut Crutchfield dkk. (1999), uji

viabilitas adalah pengujian untuk menentukan

apakah sel atau jaringan masih dapat

mempertahankan viabilitasnya. Penghitungan

kualitatif dari fungsi fisiologis tidak

mengindikasikan apakah sel atau jaringan yang

diuji viabilitasnya masih viabel atau tidak. Uji

viabilitas digunakan untuk menilai kesuksesan

teknik cryopreservation, toksisitas dari suatu

substansi, atau efektifitas dari suatu substansi

dalam menangani efek toksisitas suatu substansi

lainnya.

Adapun pembagian/klasifikasi uji viabilitas,

yaitu s.b.b. :

1. Pengukuran kebocoran membran atau sitolisis.

Kategori ini mengikutsertakan penghitungan


19

enzim laktat dehidrogenase, suatu enzim stabil

yang umum pada seluruh sel di mana enzim

tersebut dapat dideteksi saat membran sel tak

lagi intak. Contohnya adalah dengan pewarnaan

Propidium iodida, Trypan blue, dan 7-

Aminoactinomycin.

2. Pengukuran aktivitas mitokondria atau

pengukuran caspase. Resazurin dan Formazan

dapat menilai berbagai tingkatan proses

apoptosis yang menandakan kematian sel.

3. Pengukuran fungsional. Pengukuran ini menilai

fungsi sel yang spesifik, contohnya, uji

motilitas digunakan untuk menilai motilitas

sperma, uji fertilitas menilai keberhasilan

gamet untuk bertahan hidup, dan uji

deformabilitas, fragilitas osmotik, dan

hemolisis untuk menguji keadaan eritrosit.

4. Pengukuran genomik dan protoemik. Pengukuran

ini menilai aktivasi dari jalur stress suatu

sel menggunakan DNA microarray dan chip

protein.

Uji viabilitas yang akan dilakukan kali ini

menggunaan pewarnaan vital (vital stain), yaitu


20

suatu pewarnaan pada sel tanpa menyebabkan

kematian sel. Menurut Rodrigues dkk. (2009),

pewarnaan vital ini berguna untuk teknik

diagnosis dan pembedahan pada berbagai macam

spesialisasi bidang medis. Pewarnaan Propidium

iodida, Trypan blue, dan 7-Aminoactinomycin

termasuk di dalam pewarnaan ini. Sel atau

jaringan yang menerima pewarnaan ini akan

mengalami 2 kondisi, yakni tidak terwarnai pada

sel yang masih viabel, dan terwarnai pada sel

yang sudah mati.

Menurut Shapiro (1996), metode Trypan blue

merupakan cara menguji viabilitas sel dengan

cara pengecatan. Pada sel yang masih hidup,

terdapat membran yang masih intak, maka, zat-zat

pewarna seperti trypan blue, eosin, dan

propidium tidak akan memasuki dan mewarnai sel,

sehingga, sitoplasma sel yang masih hidup akan

berwarna bening. Pada sel mati, membrannya sudah

tidak intak lagi sehingga zat-zat pewarna akan

dengan mudah memasuki dan mewarnai sel, maka

sitoplasma sel yang mati pada pengecatan dengan

metode trypan blue ini akan berwarna biru.


21

II.B. Landasan Teori

Kurkumin memiliki efek berupa apoptosis sel

granulosa, penghambatan proliferasi dan

steroidogenesis. Namun, masih belum diketahui

apakah penyebab penurunan proliferasi dan

steroidogenesis ini adalah sebagai akibat dari

penurunan jumlah atau fungsi dari sel granulosa.

Untuk itu, dilakukan uji viabilitas sel, di mana

sel granulosa akan diuji viabilitasnya dengan

pemberian kurkumin, dan dinilai viabilitasnya

dengan metode pengecatan Trypan blue, di mana

metode pengecatan Trypan blue ini merupakan

pengecatan vital, yakni hanya mewarnai sel yang

sudah mati, sedangkan sel yang masih hidup tidak

akan terwarnai.
22

II.C. Kerangka Penelitian

Gambar 2.3 : Kerangka penelitian

II.D. Hipotesis

1. Kenaikan kadar kurkumin menurunkan viabilitas sel

granulosa ovarium babi

2. Makin lama sel granulosa ovarium babi terpajan

oleh kurkumin, viabilitas selnya akan menurun


BAB III

METODE PENELITIAN

III.A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian post test only

with control unequivalent design dengan metode in

vitro.

III.B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Faal

bagian kultur Fakultas Kedokteran UGM dalam jangka

waktu 4 bulan.

III.C. Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti meliputi :

1. Variabel bebas yaitu variabel yang akan diteliti

pengaruhnya terhadap variabel terikat. Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi

kurkumin dan lama waktu pemberian kurkumin.

2. Variabel terikat adalah variabel yang akan

dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah viabilitas sel

granulosa babi

23
24

III.D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kurkumin yang dipakai di dalam penelitian ini

adalah kurkumin sintetis.

2. Viabilitas sel adalah presentase sel hidup

setelah diberikan senyawa kurkumin. Sel yang

hidup adalah sel yang sitoplasmanya terlihat

bening saat diwarnai dengan Trypan blue. Sel yang

mati adalah sel yang sitoplasmanya terwarnai biru

saat diwarnai dengan Trypan blue. Viabilitas sel

diperoleh dengan cara pengamatan dengan mikroskop

untuk menghitung jumlah sel yang hidup

dibandingkan kontrol media (tanpa pemberian

senyawa kurkumin).

3. Konsentrasi kurkumin yang akan diberikan adalah

berbagai konsentrasi kurkumin yang diberikan

kepada sel granulosa babi yang hendak diuji

viabilitasnya.

4. Lama waktu pemberian kurkumin adalah jangka waktu

yang dimulai dari pemberian kurkumin pada sel

granulosa sampai waktu di mana sel granulosa

dikeluarkan dari inkubator untuk dihitung

viabilitas selnya. Lama waktu pemberian kurkumin

pada percobaan ini adalah 24 jam dan 32 jam.


25

III.E. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sel granulosa babi, diisolasi dari folikel

ovarium babi berukuran besar (> 5mm) yang peroleh

dari pejagal hewan Yogyakarta. Ovarium dikumpulkan

dalam waktu 15 menit setelah babi dipotong.

III.F. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi :

1. Kultur sel : laminary air flow cabinet, botol,

termos es, disposable spuit 3 cc, conical tube

15 mL, sentrifugasi, hemositometer (Neubauer),

cover slip, plate 96 sumuran, pipet Pasteur,

micropippete 20-200 L, vortex, cawan petri,

bekerglas, mikroskop inversi, tabung gelas,

inkubator CO2 5%, blue tip, yellow tip, cell

counter

2. Uji viabilitas : laminary air flow cabinet,

sentrifus, plate 96 sumuran, conical tube 15

mL, tabung gelas, inkubator CO2 5%,

micropippete 10 L, mikroskop inversi,

hemositometer (Neubauer), cover slip, Eppendorf


26

tube, vortex, blue tip, yellow tip, cell

counter

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Kultur sel : ovarium babi, aquadest, Phospate

buffered saline (PBS) plus Penicillin 1 x 105

U/L & Streptomisin 100mg/L, Dulbeccos Modified

Eagless Medium (DMEM), Fetal bovine serum

(FBS) 5%, media komplit penumbuh (DMEM, FBS

10%, Penstrep 5%, dan Fungizone 1%), Trypan

blue 0,4%

2. Uji viabilitas : senyawa kurkumin, trypan blue

0,4%, tripsin 0,25 %, PBS, aquadest

3. Senyawa kurkumin diperoleh dari Tim Molnas,

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta

III.G. Jalannya Penelitian

III.G.1. Pembuatan larutan stok kurkumin

Dibuat larutan stok kurkumin dengan

konsentrasi 100 mM (0,1 M). Kurkumin memiliki

berat molekul 368,38. Volume stok yang dibuat

adalah 100 L (0,0001 Liter), maka berat


27

kurkumin yang dibutuhkan untuk membuat larutan

stok adalah :

x M = x g / berat molekul / L

0,1 M = x g / 368,38 / 0,0001 L

0,1 x 368,38 = x g / 0,0001 L

36,838 = x g / 0,0001 L

36,838 x 0,0001 = x

x = 36,838 x 10-4 g

x = 3,838 x 10-3 g

x = 3,838 mg

Karena kadar kurkumin 86,607 %, maka

kurkumin yang ditimbang :

100
X 3,6838 = 4,25347 mg
86,607

Kurkumin seberat 4,25347 mg inilah yang akan

ditambahkan dengan pelarut (DMSO) sebanyak 100

L sehingga didapatkanlah larutan stok dengan

konsentrasi 100 mM.

III.G.2. Pengaturan volume kurkumin yang diberikan

Konsentrasi kurkumin yang terkandung di dalam

well : 12,5 ; 25 ; 50 ; 75 ; 100 M. Pengaturan

volume kurkumin ini adalah dengan cara dosis

serial, di mana untuk mendapatkan larutan dengan


28

konsentrasi lebih kecil digunakan larutan yang

telah didapat sebelumnya kemudian dilakukan

pengenceran.

Langkah-langkah pengaturan volume dan

konsentrasi kurkumin yang akan diberikan :

a. Membuat larutan kurkumin (larutan 1)

dengan konsentrasi 200 M sebanyak 10 mL

dari larutan stok 100 mM (100.000 M).

Maka, volume yang harus diambil dari

larutan stok adalah :

V1 x N1 = V2 x N2

10 mL x 200 M = V2 x 100.000 M

V2 = 20 L

Setelah diambil sebanyak 20 L dari

larutan stok, untuk mendapatkan volume

sebanyak 10 mL maka ditambahkan media DMEM

sebanyak : 10 mL 20 L = 10.000 L 20

L = 9.980 L

b. Membuat larutan kurkumin dengan

konsentrasi 150 M (larutan 2) sebanyak

7,5 mL, maka volume yang diambil dari

larutan kurkumin dengan konsentrasi 200 M

adalah :

V1 x N1 = V2 x N2
29

7,5 mL x 150 M = V2 x 200 M

V2 = 5,625 mL

Setelah diambil sebanyak 5,625 mL dari

larutan 1, untuk mendapatkan volume

sebanyak 7,5 mL maka ditambahkan media

DMEM sebanyak :

7,5 mL 5,625 mL = 1,375 mL

c. Membuat larutan kurkumin dengan

konsentrasi 100 M (larutan 3) sebanyak

7,5 mL, maka volume yang diambil dari

larutan kurkumin dengan konsentrasi 150 M

adalah :

V1 x N1 = V2 x N2

7,5 mL x 100 M = V2 x 150 M

V2 = 5 mL

Setelah diambil sebanyak 5 mL dari larutan

2, untuk mendapatkan volume sebanyak 7,5

mL maka ditambahkan media DMEM sebanyak :

7,5 mL 5 mL = 2,5 mL

d. Membuat larutan kurkumin dengan

konsentrasi 50 M (larutan 4) sebanyak 7,5

mL, maka volume yang diambil dari larutan

kurkumin dengan konsentrasi 100 M

adalah :
30

V1 x N1 = V2 x N2

7,5 mL x 50 M = V2 x 100 M

V2 = 3,75 mL

Setelah diambil sebanyak 3,75 mL dari

larutan 3, untuk mendapatkan volume

sebanyak 7,5 mL maka ditambahkan media

DMEM sebanyak :

7,5 mL 3,75 mL = 3,75 mL

e. Membuat larutan kurkumin dengan

konsentrasi 25 M (larutan 5) sebanyak 7,5

mL, maka volume yang diambil dari larutan

kurkumin dengan konsentrasi 50 M adalah :

V1 x N1 = V2 x N2

7,5 mL x 25 M = V2 x 50 M

V2 = 3,75 mL

Setelah diambil sebanyak 3,75 mL dari

larutan 4, untuk mendapatkan volume

sebanyak 7,5 mL maka ditambahkan media

DMEM sebanyak :

7,5 mL 3,75 mL = 3,75 mL

Saat dilakukan pengenceran dalam pembuatan

dosis serial, tidak hanya konsentrasi kurkumin

yang mengalami penurunan, konsentrasi

pelarutnya, yakni dimetil sulfoksidase (DMSO),


31

juga mengalami penurunan. Konsentrasi DMSO pada

dosis 200 M adalah :

20 L
x 100 % = 0,2 %
10.000 L

Konsentrasi DMSO pada konsentrasi yang lebih

rendah juga ikut menurun seiring dengan proses

pengenceran larutan dalam pembuatan dosis

serial.

III.G.3. Isolasi sel granulosa babi

Ovarium babi dalam penelitian ini diperoleh

dari pejagal hewan di Yogyakarta. Lima belas

menit setelah babi dipotong, ovarium dimasukkan

ke dalam botol yang berisi PBS yang mengandung 1

x 105 U/L Peniciline dan 100 mg/L Streptomycine

dalam termos es, kemudian dibawa ke laboratorium

dalam waktu 2 jam untuk dibersihkan.

Sel granulosa kemudian diambil dengan cara

aspirasi folikel ovarium yang berukuran besar

(>5 mm) (Nurcahyo, 2003) menggunakan spuit 1 mL

dan jarum berukuran 26 G. Pengambilan sel

granulosa ini dilakukan dengan menempatkan

ovarium dalam cawan petri dengan diameter 10 cm

yang diisi dengan PBS.


32

Setelah dilakukan aspirasi sel granulosa dari

folikel, sel granulosa kemudian dimasukkan ke

dalam conical tube berukuran 15 mL. Sel granulosa

disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan

500g dan suhu 40C. Setelah selesai

disentrifugasi, supernatan dibuang, pelet dicuci

dengan PBS 2-3 kali. Lalu pelet diresuspensi

dengan DMEM dan dihitung jumlah selnya dengan

haemocytometer setelah diberi Trypan blue 0,4%.

Sel granulosa 1-2 x 104 per well dikultur dalam

plate 96-well. Langkah selanjutnya adalah

penginkubasian kultur sel dalam inkubator CO2 5%

dengan suhu 370C. Setelah dilakukan inkubasi

selama 48-72 jam atau sel konfluen, larutan DMEM

sebagai media penumbuh sel dibuang dan kultur sel

diberi perlakuan dengan senyawa uji, yakni

kurkumin.

III.G.4. Administrasi kurkumin pada sel granulosa

Kurkumin berbagai konsentrasi dimasukan dalam

96-well microplate yang berisi sel granulosa

1-2 x 104/well dalam media bebas serum dan

diinkubasi selama 24 dan 32 jam. Pada uji

viabilitas ini juga disertakan 2 macam kontrol,


33

yaitu kontrol media yang berisi sel dan media

saja dan kontrol pelarut berisi sel, media, dan

DMSO 1 % yang digunakan untuk melihat apakah

DMSO yang digunakan bersifat toksik atau tidak.

Begitu senyawa kurkumin dimasukkan ke dalam

sumuran, konsentrasinya akan menjadi setengah

dari konsentrasi semula.

Tabel 1. Berbagai konsentrasi kurkumin yang diberikan


pada sel granulosa
1 2 3 4 1 2 3 4
A 12,5 M 12,5 M 12,5 M 12,5 M 12,5 M 12,5 M 12,5 M 12,5 M
B 25 M 25 M 25 M 25 M 25 M 25 M 25 M 25 M
C 50 M 50 M 50 M 50 M 50 M 50 M 50 M 50 M
D 75 M 75 M 75 M 75 M 75 M 75 M 75 M 75 M
E 100 M 100 M 100 M 100 M 100 M 100 M 100 M 100 M
F Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
media media media media media media media media
G Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
pelarut pelarut pelarut pelarut pelarut pelarut pelarut pelarut
Inkubasi 24 jam Inkubasi 32 jam

Kadar pelarut di konsentrasi terbesar

kurkumin (100 M) adalah sebesar 0,1 %. Karena

pembuatan larutan kurkumin dilakukan dengan cara

dosis serial yaitu melalui pengenceran, hal ini

menyebabkan konsentrasi pelarut akan semakin

rendah.
34

III.H. Uji Viabilitas Sel Granulosa

Uji viabilitas sel granulosa pada penelitian

kali ini adalah dengan pengecatan Trypan blue.

Pertama, buang media komplet yang berada di

dalam sumuran, kemudian sel dilepas menggunakan

tripsin 0,25%, setelah sel lepas, ditambahkan

media komplet dan masukkan sel dan media komplet

ke dalam Eppendorf tube, lalu disentifuse selama

5 menit pada 100x g dan buang supernatan.

Kemudian, larutkan kembali pelet sel pada 1 mL

PBS. Lalu, campur 1 bagian 0,4 % Trypan blue dan

1 bagian suspensi sel kemudian diinkubasi pada

suhu ruangan selama 3 menit. Teteskan 1 tetes

(10 L) Trypan blue pada hemositometer lalu

tempatkan pada mikroskop binokuler untuk

menghitung sel. Hitung jumlah sel hidup pada

kelompok yang diberi kurkumin dan pada kontrol

media. Lalu, hitung presentase sel hidup dengan

rumus berikut :

Jumlah sel hidup pada kelompok


yang diberi kurkumin
Viabilitas(%)= x 100%
Jumlah sel hidup pada kontrol
media
35

Keterangan : Nilai viabilitas pada kontrol media

dianggap 100%.

III.I. Analisis Hasil

Untuk mengkaji apakah DMSO yang digunakan sebagai

pelarut mempengaruhi viabilitas sel granulosa maka

dilakukan uji t sampel tidak berpasangan. Uji t

sampel tidak berpasangan ini membandingkan nilai

rerata viabilitas masing-masing konsentrasi dengan

nilai rerata viabilitas kelompok pelarut.

Hubungan asosiasi antara besar konsentrasi

kurkumin dengan viabilitas sel granulosa babi akan

diuji menggunakan uji korelasi Pearson. Perbedaan

nilai rerata viabilitas sel antara satu konsentrasi

dengan konsentrasi lain dianalisis dengan

menggunakan uji ANAVA (Analisis Varians) untuk

melihat apakah perbedaannya signifikan secara

statistik. Uji ANAVA dipilih karena ada lebih dari 2

nilai rerata nilai viabilitas yang dianalisis. Bila

hasil uji ANAVA signifikan, dilakukan uji post hoc

untuk mengetahui perbedaan antara 2 kelompok

perlakuan dengan tingkat signifikansi p kurang dari

0,05.
36

Untuk mengkaji nilai viabilitas pada kelompok

dengan inkubasi 24 jam dibandingkan dengan inkubasi

32 jam digunakan uji korelasi Pearson.

Berbagai metode analisis hasil dilakukan dengan

menggunakan program SPSS Statistic version 20.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.A. Hasil Penelitian

Data hasil penghitungan jumlah sel hidup pada

kelompok yang diberi berbagai konsentrasi kurkumin,

kelompok kontrol pelarut, dan kelompok kontrol media

dapat dilihat pada Lampiran 1.

Setelah diketahui jumlah sel hidup pada kelompok

yang diberi kurkumin dan pada kedua kelompok

kontrol, selanjutnya jumlah sel hidup pada kelompok

yang menerima berbagai konsentrasi kurkumin dan

kelompok kontrol pelarut akan dibandingkan dengan

jumlah sel hidup kelompok kontrol media yang

dianggap bernilai 100%, sehingga akan didapatkan

hasil nilai perbandingan sebagai berikut :

37
38

Tabel 2. Persentase viabilitas sel granulosa pada


kelompok yang menerima berbagai konsentrasi
kurkumin dengan kelompok kontrol media pada
masa inkubasi 24 jam dan 32 jam

Persentase viabilitas sel granulosa


Konsentrasi
Inkubasi 24 Inkubasi
kurkumin (M) Plikat
jam 32 jam
1 78,2 17,5
2 118,1 23,3
12,5
3 380,8 57,5
4 321,8 78,7
1 91,5 40,0
2 84,1 32,0
25
3 231,7 38,5
4 188,9 40,7
1 69,4 27,5
2 73,8 30,5
50
3 175,6 54,5
4 190,4 97,5
1 62,0 54,5
2 39,9 56,0
75
3 165,3 104,0
4 310,0 141,8
1 33,9 81,5
2 28,0 63,3
100
3 75,3 68,4
4 66,4 77,1
1 239,1 160,7
Kontrol 2 96,9 38,5
Pelarut 3 53,1 106,2
4 60,5 242,2
1 100 100
2 100 100
Kontrol Media
3 100 100
4 100 100

Selanjutnya, setelah diketahui nilai-nilai

perbandingan jumlah sel hidup pada kelompok yang

diberi kurkumin dan kelompok kontrol pelarut dengan


39

kelompok kontrol media seperti yang tercantum pada

tabel di atas, baru dilakukan analisis data.

Hasil tes t sampel tidak berpasangan yang

digunakan untuk mengetahui apakah pelarut yang

berada di dalam sumuran mempengaruhi viabilitas sel

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan (p > 0,05) pada nilai viabilitas sumuran

yang diberi pelarut DMSO 1% dengan nilai viabilitas

sumuran lainnya. Berarti dapat disimpulkan bahwa

pelarut tidak mempengaruhi viabilitas sel granulosa

di dalam sumuran.

Berikut adalah nilai rerata persentase viabilitas

sel pada kelompok inkubasi 24 jam dan 32 jam :

Tabel 3. Nilai rerata persentase viabilitas sel pada


kelompok inkubasi 24 jam dan 32 jam

Konsentrasi Rerata persentase viabilitas


kurkumin (M) Inkubasi 24 jam Inkubasi 32 jam
Kontrol media 100 0,000 100 0,000
12,5 224,725 149,0206 44,025 28,6090
25 240,428 68,4240 37,800 3,9741
50 127,300 64,6250 52,525 32,3162
75 144,300 123,2479 89,075 42,0003
100 50,900 23,4451 72,575 8,2379

Untuk menggambarkan dengan lebih mudah mengenai

pengaruh konsentrasi kurkumin terhadap persentase

viabilitas, maka nilai-nilai rerata viabilitas sel


40

granulosa tersebut dibuat diagram yang menggambarkan

nilai rerata data viabilitas sel granulosa pada

masing-masing konsentrasi kurkumin pada inkubasi

selama 24 jam (Gambar 4.1) dan pada inkubasi selama

32 jam (Gambar 4.2).

400
350
300
250
200
150
100
50
0
Kontrol
12,5 M 25 M 50 M 75 M 100 M
media
Rerata 100 224,725 240,428 127,3 144,3 50,9

Gambar 4.1. Diagram nilai rerata viabilitas sel


granulosa dari masing-masing konsentrasi
kurkumin pada inkubasi selama 24 jam
41

140

120

100

80

60

40

20

0
Kontrol
12,5 M 25 M 50 M 75 M 100 M
media
Rerata 100 44,025 37,8 52,525 89,075 72,575

Gambar 4.2. Diagram nilai rerata viabilitas sel


granulosa dari masing-masing konsentrasi
kurkumin pada inkubasi selama 32 jam

Hasil uji ANAVA pada perbandingan jumlah sel

hidup pada kelompok yang diberi kurkumin dengan

kelompok kontrol media pada inkubasi selama 24 jam

didapatkan nilai signifikansi p = 0,191 yang berarti

tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik

(dapat dilihat pada Lampiran 2). Maka dapat

disimpulkan bahwa pada kelompok dengan inkubasi 24

jam tidak terdapat perbedaan viabilitas antara satu

konsentrasi dengan konsentrasi lainnya.

Hasil uji ANAVA pada perbandingan jumlah sel

hidup pada kelompok yang diberi kurkumin dengan

kelompok kontrol media pada inkubasi selama 32 jam


42

didapatkan nilai signifikansi p = 0,011 yang berarti

ada perbedaan yang bermakna secara statistik (dapat

dilihat pada Lampiran 3). Maka dapat disimpulkan

bahwa pada kelompok dengan inkubasi 32 jam terdapat

perbedaan viabilitas antara satu konsentrasi dengan

konsentrasi lainnya.

Hasil uji ANAVA pada kelompok inkubasi 32 jam

yang signifikan disebabkan oleh adanya perbedaan

antara konsentrasi satu dengan konsentrasi lainnya.

Untuk mencari perbedaan tersebut, dilakukan uji post

hoc yang mengkaji adanya perbedaan antara

konsentrasi satu dengan konsentrasi lainnya. Hasil

uji post hoc dapat dilihat di Lampiran 4.

Hasil uji korelasi Pearson yang dilakukan untuk

melihat adanya hubungan antara konsentrasi kurkumin

dengan viabilitas sel pada inkubasi selama 24 jam

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan asosiasi

antara konsentrasi dengan viabilitas (p = 0,222)

yang berarti kenaikan konsentrasi kurkumin tidak

mempengaruhi viabilitas sel granulosa (dapat dilihat

di Lampiran 5).

Hasil uji korelasi Pearson yang dilakukan untuk

melihat adanya hubungan antara konsentrasi kurkumin


43

dengan viabilitas sel pada inkubasi selama 32 jam

menunjukkan bahwa terdapat hubungan asosiasi positif

antara konsentrasi dengan viabilitas (p = 0,020)

yang berarti makin tinggi konsentrasi kurkumin,

makin tinggi viabilitas sel granulosa (dapat dilihat

di Lampiran 6).

Pada hasil uji korelasi Pearson untuk melihat

bagaimana perubahan persentase viabilitas pada

kelompok inkubasi 24 jam dibandingkan dengan

kelompok inkubasi 32 jam menunjukkan bahwa ditemukan

adanya korelasi negatif pada kelompok yang menerima

kurkumin dengan konsentrasi 12,5 M (p = 0,027),

(r = -0,697); konsentrasi 25 M (p = 0,017),

(r = -0,745); konsentrasi 50 M (p = 0,042),

(r = -0,645) yang menandakan bahwa ada penurunan

nilai viabilitas sel, namun tidak ditemukan adanya

hubungan korelasi pada kelompok yang menerima

kurkumin dengan konsentrasi 75 M dan 100 M (dapat

dilihat pada Lampiran 7 11).

IV.B. Pembahasan

Pada penelitian ini didapatkan bahwa konsentrasi

kurkumin yang meningkat tidak dapat menurunkan

viabilitas sel granulosa (pada masa inkubasi 24 jam)


44

atau justru meningkatkan viabilitas sel granulosa

(pada masa inkubasi 32 jam). Hasil temuan ini

berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Chen dan Huang (1996) yang menyatakan bahwa terjadi

penurunan viabilitas sel yang menerima terapi

kurkumin dengan sel otot polos pembuluh darah

sebagai subjeknya. Hasil temuan ini juga berbeda

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mishra

dan Singh (2009) yang menyatakan bahwa terjadi

penurunan viabilitas pada spermatozoa tikus yang

diberi ekstrak Curcuma longa L. yang notabene

komponen terbesar dari ekstrak Curcuma longa L.

adalah kurkumin.

Saat dilakukan pengujian untuk melihat perbedaan

persentase viabilitas sel granulosa pada kelompok

inkubasi 24 jam dibandingkan dengan kelompok

inkubasi 32 jam, ditemukan bahwa terjadi penurunan

viabilitas pada kelompok inkubasi 32 jam

dibandingkan dengan kelompok inkubasi 24 jam, namun

penurunan ini hanya terjadi pada kelompok yang

menerima kurkumin dengan konsentrasi 12,5 M, 25 M,

dan 50 M sementara pada konsentrasi 75 M dan 100

M. Hasil temuan pada konsentrasi 75 M dan 100 M


45

ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Mahakunakorn dkk. (2003) yang menyatakan bahwa

makin lama sel diinkubasi dengan kurkumin,

viabilitas sel akan menurun karena kurkumin pada

kondisi yang pas akan bersifat pro-oksidan sehingga

akan merusak DNA sel.

Hasil penelitian ini yang berbeda dengan

penelitian-penelitian sebelumnya mungkin disebabkan

oleh kerja kurkumin yang sangat cepat dalam menekan

viabilitas sel atau waktu inkubasinya yang terlalu

lama, sehingga apabila efek penekanan viabilitas sel

tersebut sudah habis, sel akan mempunyai kesempatan

untuk berproliferasi kembali sehingga tidak akan

ditemukan adanya penurunan viabilitas sel.

Penelitian yang penulis lakukan memiliki

keterbatasan. Keterbatasan penelitian ini antara

lain pewarnaan Trypan blue tidak dapat membedakan

sel yang masih hidup dengan sel yang mengalami

apoptosis, proses pewarnaan Trypan blue yang

dilakukan secara manual, serta proses penghitungan

jumlah sel yang hidup dan mati dengan cara manual,

yaitu menggunakan mikroskop binokuler yang

mengandalkan ketajaman penglihatan dan ketelitian


46

dalam mengidentifikasi sel yang masih hidup dengan

yang sudah mati oleh peneliti.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.A. Kesimpulan

1. Kenaikan kadar kurkumin tidak akan menurunkan

viabilitas sel granulosa ovarium babi.

2. Makin lama sel granulosa ovarium babi terpajan

oleh kurkumin, viabilitas sel akan menurun.

V.B. Saran

Diperlukan penelitian serupa dengan waktu inkubasi

yang lebih pendek untuk melihat efek penekanan

viabilitas oleh kurkumin dalam jangka waktu pendek

47
48

DAFTAR PUSTAKA

Arun, N., and Nalini, N. 2002. Efficacy of Turmeric on Blood


Sugar and Polyol Pathway in Diabetic Albino Rats. Plant
Food Hum. Nutr. 57, 41-52.

Bhate, S. 2003. Turmeric as Contaceptive.


http://www.indiadivine.org/audarya/ayurveda-health-
wellbeing/260760-turmeric-contraceptive.html. Cited 17
Oktober 2011.

Began, G., Sudharshan, E., Udaya Shankar, K. and Appu Rao,


A.G. Interaction of Curcumin with Phosphatidylcholine : A
Spectrofluorometric Study. J.Agric.Food Chem. 47, 4992-
4997.

Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U., and


Banerjee, R.K. 2004. Turmeric and Curcumin: Biological
Actions and Medicinal Applications. Current Science,
Vol.87, No.1

Chen, H.W. and Huang, H.C. 1998. Effect of Curcumin on Cell


Cycle Progression and Apoptosis in Vascular Smooth Muscle
Cells. British Journal of Pharmacology, 124, 1029 - 1040

Crutchfield A, Diller K, Brand J .1999. Cryopreservation of


Chlamydomonas reinhardtii (Chlorophyta). European Journal
of Phycology 34 (1): 4352

Duffy, D.M and Stouffer, R.L. 2001. The Ovulatory


Gonadotropins Surge Stimulates Cyclooxygenase Expression
and Prostaglandin Production by the Monkey Follicle.
Molecular Human Reproduction 7(8):731-739.

Garg, S.K. 1974. Effects of Curcuma longa on Fertility.


Planta Medica. 26:225-227

Hadi, Restu Syamsul, and Soejono, Sri Kadarsih. 2010.


Curcumin Analogue (Pentagamavunone-0) Induces Luteal Cell
Apoptosis by Increaded Bax/Bcl-2 Protein Ratio. Majalah
Kesehatan PharmaMedika Vol. 2 No. 1 : 110-115

Hikino, H. 1985. Antihepatotoxic Activity of Crude Drugs.


Yakugaku Zasshi.105, 109-118

Junqueira, L.C. and Carneiro, J. 2003. Basic Histology:


Text & Atlas, 10 Ed. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Lim, G.P., Chu, T., Yang, F., Beech, W., Frantschy, S.A.,
and Cole, G.M. 2001. The Curry Spice Curcumin Reduces
49

Oxydative Damage and Amyloid Pathology in An Alzheimer


Transgenic Mouse. J. Neurosci. 21, 8370-8377.

Mahakunakorn, P., Tohda, M., Murakami, Y., Matsumoto, K.,


Watanabe, H., and Vajaragupta, O. 2003. Cytoprotective
and Cytotoxic Effects of Curcumin: Dual Action on H2O2-
Induced Oxidative Cell Damage in NG108-15 Cells. Biol.
Pharm. Bull. 26(5) 725728.

Martin-Cordero, C., Lopez-Lazaro, M., Galvez, M. and Ayuso,


M. J. 2003. Curcumin as a DNA topoisomerase II poison. J.
Enzyme Inhib. Med. Chem. 18, 505-509.

Mishra, R.K. and Sigh, S.K. 2009. Reversible antifertility


effect of aqueous rhizome extract of Curcuma longa L. in
male laboratory mice. Contraception 79, 479487

Nirmala, C. and Puvanakrishnan, R. 1996. Protective Role of


Curcumin Against Isoprotenol-induced Myocardial
Infarction in Rats. Mol. Cell. Biochem. 159, 85-93.

Nurcahyo, H. 2003. Steroidogenesis, Proliferasi, dan


Apoptosis pada Kultur Sel Granulosa Berbagai Ukuran
Folikel Ovarium Babi Setelah Pemberian Kurkumin atau
Pentagamavunon-0 dengan Rangsangan FSH, LH, dan/atau
PGF2. Disertasi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Nurcahyo, H., and Soejono, S.K. 2006. The Effects of


Curcumin and Pentagamavunin-0(PGV-0) on the
Steroidogenesis, Proliferative Activity, and Apoptosis in
Cultured Porcine Granulosa Cells at Varrying Stages of
Follicular Growth. Recent Development in Curcumin
Pharmacochemistry Proceedings of The International
Symposium on Recent Progress in Curcumin Research.227-
241. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Platel, K. and and Srinivasan, K. 1996. Influence of


Dietary Spices or Their Active Principles on Dygestive
Enzymes of Small Intestinal Mucosa in Rats. Int. J. Food
Sci. Nutr.,47, 55-59.

Punithavathi D., Venkatesan, N., and Babu, M. 2000.


Curcumin Inhibition of Bleomycin Induced Pulmonary
Fibrosis in Rats. Br. J. Pharmacol.131, 160-172.

Rodrigues EB, Costa EF, Penha FM, Melo GB, Botts J, Dib E,
Furlani B, Lima VC, Maia M, Meyer CH, Hfling-Lima AL,
Farah ME. 2009. The use of vital dyes in ocular
surgery. Survey of Opthalmology 54 (5): 576617.
50

Sajithlal,G.B., Chittra, P., and Chandrakasan, G. 1998.


Effect of Curcumin on the Advanced Glycation and Cross-
linking of Collagen in Diabetic Rats. Biochem.
Pharmacol.56, 1607-1614.

Shapiro, H.M. 1998. Practical Flow Cytometry, 2nd ed.,


p.129. John Willey & Sons, New York.

Sherwood, L.2007.Human Physiology From Cells to System 7e.


Brooks/Cole Cengage Learning.

Sinha, M., Mukherjee, B.P., Mukherjee, B., Sikdar, S. and


Dasgupta, S.R. 1975. Study of the Mechanism of Action of
Curcumin; An Antiulcer agent. Indian J. Pharmacol. 7, 98.

Thiyagarajan M. and Sharma,S.S. 2004. Neuroprotective


Effect of Curcumin in Middle Cerebral Artery Occlution
Induced Focal Cerebral Ischemia in Rats. Life Sci.74,
969-985.

Venkatesan, P., and Rao, M.N.A., 2000. Structure Activity


Relationships for the Inhibition of Lipid Peroxidation
and the Scavenging of Free Radicals by Syntetic
Symetrical Curcumin Analogues. J. Pharm. Pharmacol. 52,
pp.: 1123-28.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Jumlah sel granulosa setelah diberi kurkumin


berbagai konsentrasi dan diinkubasi selama 24
jam dan 32 jam
Jumlah sel hidup (104) pada tiap sumuran dengan kadar kurkumin (M)

Sampel
24 jam 32 jam
Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
12,5 25 50 75 100 12,5 25 50 75 100
media pelarut media pelarut
1 53 62 47 42 23 36 162 24 55 38 75 112 79 221
2 80 57 50 27 19 72 67 32 44 42 77 87 24 53
3 258 157 119 112 51 96 36 79 53 75 143 94 242 146
4 218 128 129 210 45 67 41 107 56 134 195 106 205 333

Lampiran 2.
Hasil uji ANAVA pada kelompok yang
menerima kurkumin dengan waktu
inkubasi 24 jam
ANAVA
persentase viabilitas
Sum of Df Mean F Sig.
Squares Square
Between 13074.85
65374.272 5 1.676 .191
Groups 4
Within 140415.29
18 7800.850
Groups 8
205789.57
Total 23
0
Lampiran 3. Hasil uji ANAVA pada kelompok yang menerima
kurkumin dengan waktu inkubasi 32 jam
ANAVA
persentase viabilitas
Sum of Df Mean F Sig.
Squares Square
Between
12765.610 5 2553.122 4.128 .011
Groups
Within
11131.470 18 618.415
Groups
Total 23897.080 23
Lampiran 4. Hasil uji Post hoc metode LSD pada kelompok yang menerima
kurkumin dengan waktu inkubasi 32 jam
Multiple Comparisons
Dependent Variable: persentase viabilitas
(I) dosis (J) dosis Mean Std. Sig. 95% Confidence
curcumin curcumin Differenc Error Interval
e (I-J) Lower Upper
Bound Bound
17.584
12,5 ug/mL 55.9750* .005 19.032 92.918
3
17.584
25 ug/mL 62.2000* .002 25.257 99.143
3
Kontrol 17.584
50 ug/mL 47.4750* .015 10.532 84.418
media 3
17.584
75 ug/mL 10.9250 .542 -26.018 47.868
3
17.584
100 ug/mL 27.4250 .136 -9.518 64.368
3
Kontrol 17.584
-55.9750* .005 -92.918 -19.032
media 3
17.584
25 ug/mL 6.2250 .727 -30.718 43.168
3
17.584
12,5 ug/mL 50 ug/mL -8.5000 .635 -45.443 28.443
3
17.584
75 ug/mL -45.0500* .020 -81.993 -8.107
3
17.584
100 ug/mL -28.5500 .122 -65.493 8.393
3
Kontrol 17.584
-62.2000* .002 -99.143 -25.257
media 3
17.584
12,5 ug/mL -6.2250 .727 -43.168 30.718
3
17.584
25 ug/mL 50 ug/mL -14.7250 .413 -51.668 22.218
3
17.584
75 ug/mL -51.2750* .009 -88.218 -14.332
3
17.584
100 ug/mL -34.7750 .063 -71.718 2.168
3
Kontrol 17.584
-47.4750* .015 -84.418 -10.532
media 3
17.584
12,5 ug/mL 8.5000 .635 -28.443 45.443
3
17.584
50 ug/mL 25 ug/mL 14.7250 .413 -22.218 51.668
3
17.584
75 ug/mL -36.5500 .052 -73.493 .393
3
17.584
100 ug/mL -20.0500 .269 -56.993 16.893
3
Kontrol 17.584
-10.9250 .542 -47.868 26.018
media 3
17.584
12,5 ug/mL 45.0500* .020 8.107 81.993
3
17.584
75 ug/mL 25 ug/mL 51.2750* .009 14.332 88.218
3
17.584
50 ug/mL 36.5500 .052 -.393 73.493
3
17.584
100 ug/mL 16.5000 .360 -20.443 53.443
3
Kontrol 17.584
-27.4250 .136 -64.368 9.518
media 3
17.584
12,5 ug/mL 28.5500 .122 -8.393 65.493
3
17.584
100 ug/mL 25 ug/mL 34.7750 .063 -2.168 71.718
3
17.584
50 ug/mL 20.0500 .269 -16.893 56.993
3
17.584
75 ug/mL -16.5000 .360 -53.443 20.443
3
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 5. Hasil uji korelasi Pearson pada kelompok yang
menerima kurkumin dengan waktu inkubasi 24 jam
Correlations
dosis persentase
curcumin viabilitas
Pearson
1 -.259
Correlation
dosis
Sig. (2-
curcumin .222
tailed)
N 24 24
Pearson
-.259 1
Correlation
persentase
Sig. (2-
viabilitas .222
tailed)
N 24 24

Lampiran 6. Hasil uji korelasi Pearson pada kelompok yang


menerima kurkumin dengan waktu inkubasi 32
jam
Correlations 32 jam
dosis persentase
curcumin viabilitas
Pearson
1 .020
Correlation
dosis
Sig. (2-
curcumin .927
tailed)
N 24 24
Pearson
.020 1
Correlation
persentase
Sig. (2-
viabilitas .927
tailed)
N 24 24
Lampiran 7. Hasil uji korelasi Pearson pada perbandingan
persentase viabilitas antara kelompok waktu inkubasi
24 jam dengan 32 jam pada konsentrasi 12,5 M
Correlations
persentase waktu
viabilitas inkubasi
Pearson
1 -.697*
Correlation
persentase
Sig. (1-
viabilitas .027
tailed)
N 8 8
Pearson
-.697* 1
Correlation
waktu
Sig. (1-
inkubasi .027
tailed)
N 8 8
*. Correlation is significant at the 0.05 level
(1-tailed).

Lampiran 8. Hasil uji korelasi Pearson pada perbandingan


persentase viabilitas antara kelompok waktu inkubasi
24 jam dengan 32 jam pada konsentrasi 25 M
Correlations
persentase waktu
viabilitas inkubasi
Pearson
1 -.745*
Correlation
persentase
Sig. (1-
viabilitas .017
tailed)
N 8 8
Pearson
-.745* 1
Correlation
waktu
Sig. (1-
inkubasi .017
tailed)
N 8 8
*. Correlation is significant at the 0.05 level
(1-tailed).

Lampiran 9. Hasil uji korelasi Pearson pada perbandingan


persentase viabilitas antara kelompok waktu inkubasi
24 jam dengan 32 jam pada konsentrasi 50 M
Correlations
persentase waktu
viabilitas inkubasi
Pearson
1 -.645*
Correlation
persentase
Sig. (1-
viabilitas .042
tailed)
N 8 8
Pearson
-.645* 1
Correlation
waktu
Sig. (1-
inkubasi .042
tailed)
N 8 8
*. Correlation is significant at the 0.05 level
(1-tailed).

Lampiran 10. Hasil uji korelasi Pearson pada perbandingan


persentase viabilitas antara kelompok waktu inkubasi
24 jam dengan 32 jam pada konsentrasi 75 M
Correlations
persentase waktu
viabilitas inkubasi
Pearson
1 -.327
Correlation
persentase
Sig. (1-
viabilitas .214
tailed)
N 8 8
Pearson
-.327 1
Correlation
waktu
Sig. (1-
inkubasi .214
tailed)
N 8 8
Lampiran 11. Hasil uji korelasi Pearson pada perbandingan
persentase viabilitas antara kelompok waktu inkubasi
24 jam dengan 32 jam pada konsentrasi 100 M
Correlations 100
persentase waktu
viabilitas inkubasi
Pearson
1 .580
Correlation
persentase
Sig. (1-
viabilitas .066
tailed)
N 8 8
Pearson
.580 1
Correlation
waktu
Sig. (1-
inkubasi .066
tailed)
N 8 8
Lampiran 12. Data deskriptif kelompok dengan waktu inkubasi 24
jam
Descriptives
dosis curcumin Statistic Std.
Error
Mean 224.725 74.5103
Lower
95% Confidence -12.400
Bound
Interval for
Upper
Mean 461.850
Bound
5% Trimmed Mean 224.194
Median 219.950
12,5 Variance 22207.143
ug/mL
Std. Deviation 149.0206
Minimum 78.2
Maximum 380.8
Range 302.6
Interquartile Range 277.9
Skewness .072 1.014
Kurtosis -4.900 2.619
persentase
Mean 131.550 34.2120
viabilitas
Lower
95% Confidence 22.672
Bound
Interval for
Upper
Mean 240.428
Bound
5% Trimmed Mean 128.622
Median 105.200
25 Variance 4681.850
ug/mL
Std. Deviation 68.4240
Minimum 84.1
Maximum 231.7
Range 147.6
Interquartile Range 117.6
Skewness 1.730 1.014
Kurtosis 2.964 2.619
50 Mean 127.300 32.3125
ug/mL Lower
95% Confidence 24.467
Bound
Interval for
Upper
Mean 230.133
Bound
5% Trimmed Mean 127.011
Median 124.700
Variance 4176.387
Std. Deviation 64.6250
Minimum 69.4
Maximum 190.4
Range 121.0
Interquartile Range 116.2
Skewness .041 1.014
Kurtosis -5.717 2.619
Mean 144.300 61.6240
Lower
95% Confidence -51.815
Bound
Interval for
Upper
Mean 340.415
Bound
5% Trimmed Mean 140.894
Median 113.650
75
Variance 15190.047
ug/mL
Std. Deviation 123.2479
Minimum 39.9
Maximum 310.0
Range 270.1
Interquartile Range 228.4
Skewness 1.020 1.014
Kurtosis -.228 2.619
Mean 50.900 11.7226
Lower
95% Confidence 13.594
Bound
100 Interval for
Upper
ug/mL Mean 88.206
Bound
5% Trimmed Mean 50.817
Median 50.150
Variance 549.673
Std. Deviation 23.4451
Minimum 28.0
Maximum 75.3
Range 47.3
Interquartile Range 43.6
Skewness .069 1.014
Kurtosis -4.997 2.619

a. persentase viabilitas is constant when dosis curcumin =


kontrol media. It has been omitted.

Lampiran 13. Data deskriptif kelompok dengan waktu inkubasi 32


jam
Descriptives
dosis curcumin Statist Std.
ic Error
Mean 44.025 14.3045
Lower
95% Confidence -1.498
Bound
Interval for
Upper
Mean 89.548
Bound
5% Trimmed Mean 43.622
Median 40.400
12,5 Variance 818.476
ug/mL
Std. Deviation 28.6090
persentase Minimum 17.5
viabilitas Maximum 77.8
Range 60.3
Interquartile Range 53.8
Skewness .382 1.014
Kurtosis -3.480 2.619
Mean 37.800 1.9870
Lower
25 95% Confidence 31.476
Bound
ug/mL Interval for
Upper
Mean 44.124
Bound
5% Trimmed Mean 37.961
Median 39.250
Variance 15.793
Std. Deviation 3.9741
Minimum 32.0
Maximum 40.7
Range 8.7
Interquartile Range 6.9
Skewness -1.697 1.014
Kurtosis 2.885 2.619
Mean 52.525 16.1581
Lower
95% Confidence 1.103
Bound
Interval for
Upper
Mean 103.947
Bound
5% Trimmed Mean 51.411
Median 42.500
50 1044.33
Variance
ug/mL 6
Std. Deviation 32.3162
Minimum 27.6
Maximum 97.5
Range 69.9
Interquartile Range 58.4
Skewness 1.280 1.014
Kurtosis .904 2.619
Mean 89.075 21.0001
Lower
95% Confidence 22.243
Bound
Interval for
Upper
Mean 155.907
75 Bound
ug/mL 5% Trimmed Mean 88.067
Median 80.000
1764.02
Variance
3
Std. Deviation 42.0003
Minimum 54.5
Maximum 141.8
Range 87.3
Interquartile Range 77.5
Skewness .651 1.014
Kurtosis -2.356 2.619
Mean 72.575 4.1189
Lower
95% Confidence 59.467
Bound
Interval for
Upper
Mean 85.683
Bound
5% Trimmed Mean 72.594
Median 72.750
100
Variance 67.862
ug/mL
Std. Deviation 8.2379
Minimum 63.3
Maximum 81.5
Range 18.2
Interquartile Range 15.8
Skewness -.080 1.014
Kurtosis -3.028 2.619
a. persentase viabilitas is constant when dosis curcumin =
kontrol media. It has been omitted.
Hasil tes t sampel tidak berpasangan untuk menguji signifikansi
pengaruh pelarut dibandingkan berbagai konsentrasi kurkumin
terhadap viabilitas sel pada kelompok lama inkubasi 24 jam

Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


12,5 ug/mL 4 224.725 149.0206 74.5103
persentase viabilitas
pelarut 4 112.900 86.4952 43.2476

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances

F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence


(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference

Lower Upper
Equal
variances 5.340 .060 1.298 6 .242 111.8250 86.1518 -98.9810 322.6310
persentase assumed
viabilitas Equal
-
variances not 1.298 4.815 .253 111.8250 86.1518 335.8646
112.2146
assumed
Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


25 ug/mL 4 131.550 68.4240 34.2120
persentase viabilitas
pelarut 4 112.900 86.4952 43.2476

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence
(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference
Lower Upper

Equal
-
variances .193 .676 .338 6 .747 18.6500 55.1436 153.5815
116.2815
persentase assumed
viabilitas Equal
-
variances not .338 5.698 .747 18.6500 55.1436 155.3333
118.0333
assumed
Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


50 ug/mL 4 127.300 64.6250 32.3125
persentase viabilitas
pelarut 4 112.900 86.4952 43.2476

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence
(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference

Lower Upper
Equal
-
variances .099 .764 .267 6 .799 14.4000 53.9856 146.4981
117.6981
persentase assumed
viabilitas Equal
-
variances not .267 5.554 .799 14.4000 53.9856 149.1150
120.3150
assumed
Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


75 ug/mL 4 144.300 123.2479 61.6240
persentase viabilitas
pelarut 4 112.900 86.4952 43.2476

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence
(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference

Lower Upper
Equal
-
variances .637 .455 .417 6 .691 31.4000 75.2852 215.6163
152.8163
persentase assumed
viabilitas Equal
-
variances not .417 5.378 .693 31.4000 75.2852 220.9041
158.1041
assumed
Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


100 ug/mL 4 50.900 23.4451 11.7226
persentase viabilitas
pelarut 4 112.900 86.4952 43.2476

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence
(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference

Lower Upper
Equal
- -
variances 3.398 .115 6 .216 -62.0000 44.8082 47.6416
1.384 171.6416
persentase assumed
viabilitas Equal
- -
variances not 3.438 .249 -62.0000 44.8082 70.8446
1.384 194.8446
assumed
Hasil tes t sampel tidak berpasangan untuk menguji signifikansi
pengaruh pelarut dibandingkan berbagai konsentrasi kurkumin
terhadap viabilitas sel pada kelompok lama inkubasi 32 jam

Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

12,5 ug/mL 4 44.025 28.6090 14.3045


persentase viabilitas
pelarut 4 136.900 86.1773 43.0886

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances

F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence


(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference
Lower Upper
Equal
- -
variances 3.444 .113 6 .087 -92.8750 45.4010 18.2172
2.046 203.9672
persentase assumed
viabilitas Equal
- -
variances not 3.653 .117 -92.8750 45.4010 38.0389
2.046 223.7889
assumed
Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

25 ug/mL 4 37.800 3.9741 1.9870


persentase viabilitas
pelarut 4 136.900 86.1773 43.0886

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances

F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence


(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference

Lower Upper
Equal
- -
variances 8.106 .029 6 .061 -99.1000 43.1344 6.4462
2.297 204.6462
persentase assumed
viabilitas Equal
- -
variances not 3.013 .105 -99.1000 43.1344 37.8447
2.297 236.0447
assumed
Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

50 ug/mL 4 52.525 32.3162 16.1581


persentase viabilitas
pelarut 4 136.900 86.1773 43.0886

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence
(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference

Lower Upper
Equal
- -
variances 3.095 .129 6 .116 -84.3750 46.0186 28.2286
1.833 196.9786
persentase assumed
viabilitas Equal
- -
variances not 3.827 .144 -84.3750 46.0186 45.6984
1.833 214.4484
assumed
Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


75 ug/mL 4 89.075 42.0003 21.0001
persentase viabilitas
pelarut 4 136.900 86.1773 43.0886

Independent Samples Test

Levene's Test for t-test for Equality of Means


Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. Error 95% Confidence
tailed) Difference Difference Interval of the
Difference
Lower Upper

Equal
- -
variances 1.790 .229 6 .357 -47.8250 47.9337 69.4645
.998 165.1145
persentase assumed
viabilitas Equal
- -
variances not 4.349 .371 -47.8250 47.9337 81.1516
.998 176.8016
assumed
Group Statistics

dosis curcumin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


100 ug/mL 4 72.575 8.2379 4.1189
persentase viabilitas
pelarut 4 136.900 86.1773 43.0886

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence
(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference

Lower Upper
Equal
- -
variances 7.120 .037 6 .188 -64.3250 43.2851 41.5898
1.486 170.2398
persentase assumed
viabilitas Equal
- -
variances not 3.055 .232 -64.3250 43.2851 72.0394
1.486 200.6894
assumed
FOTO SEL GRANULOSA BABI FOLIKEL BESAR

Kontrol Media inkubasi 24 jam Trypan Blue Kontrol DMSO 0,2% inkubasi 24 jam Trypan
Blue

Kurkumin inkubasi 24 jam 12,5 uM Trypan Blue


Kurkumin inkubasi 24 jam 25 uM Trypan Blue

Kurkumin inkubasi 24 jam 50 uM Trypan Blue


Kurkumin inkubasi 24 jam 75 uM TrYpan Blue
Kurkumin inkubasi 24 jam 100 uM Trypan Blue
Kontrol Media inkubasi 32 jam Trypan Blue Kontrol DMSO 0,2% inkubasi 24 jam Trypan
Blue

Kurkumin inkubasi 32 jam 12,5 uM Trypan Blue


Kurkumin inkubasi 32 jam 25 uM Trypan Blue

Kurkumin inkubasi 32 jam 50 uM Trypan Blue


Kurkumin inkubasi 32 jam75 uM Trypan Blue
Kurkumin inkubasi 32 jam100 uM Trypan Blue

Anda mungkin juga menyukai