Anda di halaman 1dari 60

SKENARIO 3

SAKIT KEPALA MENAHUN

Perempuan 35 tahun berkonsutasi dengan dokter keluarga dengan keluhan sakit kepala berulang sejak
2 tahun lalu. Sakit kepala seperti tertimpa beban berat dan nyeri pada tengkuknya. Sakit kepala ini
disertai dengan insomnia. Sakit kepala berawal sejak pasien diceraikan oleh suaminya 2 tahun yang
lalu dan harus berpisah dari kedua anaknya. Oleh dokter pasien disarankan untuk berkonsultasi lebih
lanjut ke neurolog dan psikiater. Neurolog mengatakan bahwa pasien mengalami nyeri kepala tipe
tegang,sedangkan psikiater menyimpulkan bahwa pasien mengalami nyeri somatoform (psikogenik).
Walaupun ia sudah bercerai,tapi ia tetap bertanggung jawab untuk membimbing anaknya sesuai
dengan prinsip keluarga sakinah,mawaddah,warrahmah.

1
KATA-KATA SULIT

Somatoform :- Nyeri tanpa ada etiologi medis

- Nyeri yang diakibatkan rangsangan psikis

Insomnia : Gangguan waktu tidur


Nyeri kepala tipe tegang : - Manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stress,depresi,cemas

- Sensasi nyeri atau rasa tidak nyaman didaerah kepala,


kulit kepala yang berhubungan dengan ketegangan otot
- Nyeri kepala yang diasosiasikan dengan iritasi otot-otot
kranial itu sendiri

Pertanyaan

1. Apa hubungan sakit kepala dengan masalah yang diderita pasien?


2. Kenapa nyeri kepalanya berulang ?
3. Hal apa saja yang bisa menimbulkan nyeri kepala?
4. Apa hubungan nyeri kepala dan insomnia ?
5. Apa tatalaksana untuk pasien ini?
6. Mengapa psikiater mendiagnosis pasien terkena nyeri somatoform ?
7. Mengapa dokter mengatakan pasien mengalami nyeri kepala tipe tegang?
8. Adakah hubungan antara nyeri kepala tipe tegang dan nyeri somatoform ?
9. Cara membimbing anak sesuai dengan keluarga sakinah, mawadah, warahmah?
10. Selain ke neurologis dan psikiatri, pasien bisa konsultasi ke mana?

Jawaban

1. Karena masalah yang timbul mengakibatkan gangguan psikis yang merangsang saraf
nyeri, sehingga timbul rasa sakit di kepala
2. Etiologi atau faktor pencetus pada pasien belum terselesaikan
3. Stress, kelelahan, trauma, dehidrasi, hipotensi, hipertensi, hipoksia
4. Karena sakit kepala yang terus menerus, mengakibatkan pasien sulit tidur
5. Konsultasi ke psikiatri dan neurologi, diberikan analgetik dan anti depresan
6. Karena tidak ada etiologi medis
7. Akibat adanya stressor, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah
sehingga timbul nyeri
8. Ada, karena adanya stressor, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah
sehingga timbul nyeri
9. Diberikan bimbingan agama sejak kecil, pendidikan yang layak, serta contoh yang
baik dari kedua orang tua
10. Ke ustadz untuk mendapatkan solusi yang baik

2
HIPOTESIS

Faktor Pencetus
- Stresor Ketegangan Otot dan
Vasokontriksi Pembuluh Menekan pusat nyeri
-Kelelahan Darah
- Hipoksia, dll

Terapi
Konsultasi ke Neurologi
Farmakologi dan Non Nyeri Kepala Tipe Tegang
dan Psikiatri
Farmakologi

3
1. Memahami dan Menjelaskan tentang neuroanatomi dan neurofisiologi nyeri
1.1 Jaras spesifik nyeri
1.2 Mekanisme penghantaran nyeri

2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala


2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Manifestasi
2.6 Diagnosis dan Diagnosis banding
2.7 Tata Laksana
2.8 Komplikasi
2.9 Pencegahan
2.10 Prognosis

3. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform


2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Manifestasi
2.6 Diagnosis dan Diagnosis banding
2.7 Tata Laksana
2.8 Komplikasi
2.9 Pencegahan
2.10 Prognosis

4. Memahami dan Menjelaskan keluarga sakkinah, mawaddah, warrahmah dalam ajaran


agama islam

4
1. Memahami dan menjelaskan neuroanatomi dan neurofisiologi nyeri

1.1 Jalur nyeri di sistem saraf pusat

Jalur ascenden

Traktus spinotalamikus Lateralis


o Axon dari neiron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu
posterius substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi
serabut yang naik dan yang turun
o Sesudah memasuiki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk
tractus posterolateral (lissaueri) , serabut ini segera bersinapsis dengan
neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa
cornu posterius
o Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada
comissura anterior substantia grissea dam substantia alba kemudian naik
keatas pada sisi kontra lateral sebagai anterius. Sewaktu berjalan keatas,
serabut saraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen
medulla spinalis, demikian rupa sehingga pada bagian atas cervical
terdapat
Serabut saraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial
(serebut saraf yang menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang
menghantarkan sensasi suhu)
o Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara
nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus.
disini ia bergabung dengan
Tractus spinothalamicus anterius
Tractus spinotectalis
Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus
spinalis
o Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons
o Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada
tegmentum , lateralis dari lemniscus medialis
o Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan
bersinapsis dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari
keolompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus),
dimana disini akan terjadi penilaian kasar sensasi sakit dan suhu dan reaksi
emosi mulai timbul.
o Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula
interna dan corona radiata untuk berakhi pada gyrus postcentralis
(brodmann 3 2 1) . dari sini informasi rasa sakit dan suhu akan diteruskan
ke area motorik dan area asosiasi di cortex lobus parietalis.
o Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan
sakit sehingga akan muncul kesadaran terkait sensasi tersebut.

5
Tractus Spinothalamicus Lateralis
o Pada medulla spinalis: Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis)
memasuki ujung cornu posterior substansia grissea medulla spinalis dan
segera bercabang dua: serabut yang naik dan serabut yang turun. Sesudah
memasuki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus
posterolateral (Lissaueri). Lalu bersinaps dengan neuron orde kedua yang
terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa pada cornu posterior.
(Jurnalis, 2009)
o Axon dari neuron orde ke dua jalan menyilang pada comissura anterior
substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas pada sisi
kontralateral sebagai tractus neurospinotalamicus lateralis.
o Pada medulla oblongata : pada medulla oblongata tractus tersebut terletak
pada dataran lateral antara nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus
spinalis N. Trigeminus. Disini bergabung dengan: tractus spinotalamicus
anterius, tractus spinotectalis. Ketiga tractus tersebut disebut Lemnicus
Spinalis.
o Pada pons : lemniscus spinalis naik keatas dibagian belakang pons.
o Pada mesencephalon: lemniscus spinalis jalan pada tegmentum, lateralis dari
lemniscus medialis.
o Pada diencephalon : serabut saraf tractus spinotalamicus lateralis akan
bersinaps dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari
kelompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus)
disinilah terjadi penilaian kadar sensasi sakit dan suhu juga reaksi emosi mulai
timbul.
o Pada cortex cerebri : axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus
posterior interna dan corona radiata berakhir pada gyrus poscentralis (area
brodmann 3,2,1) menafsirkan suhu dan sakit sehingga timbul kesadaran
akan sensasi tersebut. (Price, 2006)

6
Gambar 1.1 Jaras nyeri pada daerah wajah

Seperti adanya dua tipe nyeri yang disalurkan oleh nosiseptor (nyeri cepat dan nyeri lambat),
terdapat juga dua jalur spinothalamikus yaitu, traktus neospinotalamikus dan traktus
paleospinothalamikus.

1. Traktus neospinotalamikus
Untuk fast pain, pada traktus ini, serat A yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus
mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis
dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki
serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari
neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2)
nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar).
Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada
daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak
untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.

7
Jaras ini mempunyai sedikit sinaps dan merupakan jaras klasik spinothalamicus lateral (LST).
Neuron nosiseptif pertama (berada di akar ganglion dorsal) membuat koneksi sinaps di
REXED layer 1 neuron (zona marginal). Axon dari neuron layer I menyilang di comissura
bagian putih anterior, kira-kira pada tingkat yang sama, mereka memasuki serat dan naik ke
quadran kontralateral anterolateral. Kebanyakan serat nyeri dari extremitas bawah dan bagian
tubuh dibawah leher berakhir di nukleus ventroposterolateral (VPL) dan nucleus
ventroposteroinferior (VPI) di thalamus, yang menjadi relay station untuk mengirimkan
sinyal ke cortex primer. VPL diperkirakan berfungsi untuk mendiskriminasikan. VPL
mengirim axon ke cortes somatosensory primer (SCI).
Neuron nosiseptor pertama dari kepala, wajah dan struktu intraoral mempunyai somata pada
ganglion trigeminal. Serat trigeminal memasuki pons, turun ke medulla dan membuat
hubungan sinaps di nucleus trigeminal spinal, menyilang di garins tengah dan naik sebagai
jaras trigeminothalamicus (atau lemniscus trigeminal). Serat delta berakhir di
ventroposteromedial (VPM) thalamus dan serat C berakhir di parafasciculus (PF) dan
centromedian (CM) thalamus (kompleks PF-CM). Kompleks PF-CM terletak di dalam
thalamus intralaminar dan dikenal senagai nuclei intralaminar (IL). Semua serat
neospinothalamicus yang berakhir di VPL dan VPM merupakan asli somatotopikal dan dari
sini mengirimkan axon yang akan bersinaps pada cortex somatosensory primer (SCI-area
Brodman 1&2). Jaras ini bertanggung jawab untuk kesadaran langsung terhadap sensari nyeri
dan kesadaran pada lokasi tepat dimana strimulus nyeri berada

Gambar 1.2 Tractus Spinotalamikus

8
2. Traktus paleospinotalamikus
Untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dari serat C, traktus ini juga
mentransmisikan sedikit sinyal dari serat A. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir
seluruhnya berakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering
disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau
beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian
kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain
pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak
pada jaras anterolateral

Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya
sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus.
Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga areayaitu :
1. nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon
2. area tektum dari mesensefalon
3. regio abu abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii.
Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini,
multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal kearah atas melalui intralaminar dan
nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal
otak.

9
Gambar 1.3 Jaras Traktus Paleospinotalamikus

3. Traktus Archispinothalamicus
Merupakan jaras multisinaps difuse dan secara phylogenetic merupakan jaras tertua yang
membawa informasi yang berbahaya. Neuron nosiseptor pertama membuat hubungan sinaps
di Rexed layer II (substansia gelatinosa) dan naik ke laminae IV ke VII. Dari lamina IV ke
VII, serat naik dan turun di medulla spinalis melalui jalur propriospinal multisinaps yang
mengelilingi bagian berwarna abu untuk bersinaps dengan sel di area MRD-PAG. Jalur
multisinaps difus lebih lanjut naik ke area intralaminar (IL) thalamus (contoh : kompleks PF-
CM) dan juga mengirim secara kolateral ke hypothalamus dan nucklei system limbik. Serat-
serat ini memediasi visceral, emosi dan reaksi otonom terhadap nyeri

Gambar 1.4 Tractus Archispinothalamikus

10
Jalur Desendens

Daerah tertentu dari otak itu sendiri mengendalikan atau mempengaruhi presepsi nyeri:
hipothalamus dan struktur limbik yang berfungsi sebagai pusat emosional persepsi nyeri, dan
korteks frontalis menghasilkan interpretasi dan respon rasional terhadap nyeri. Salah satu
jalur desendens yang telah diideentifikasi sebagai jalur penting nyeri atau analgesik adalah
jalur yang mencangkup tiga komponen berikut :

1. Bagian pertama adalah substantia grisea perikuaduktus (PAG) dan substantia grisea
periventrikel (PVG) mesenfalon dan pons bagian atas yang mengelilingi akuaduktus
silvius
2. Neuron-neuron dari daerah 1 mengirim impuls ke nukleus rafe magnus (NRM) yang
terletak di pons bagian baweah dan medulla bagian atas dan nukleus
paragigantoselularis (PGL) di medulla lateralis.
3. Impuls ditransmisikan dari nukleus di 2 ke bawah kolumna dorsalis medulla spinalis
ke suatu inhibitor nyeri yang terletak di kornu dorsalis medulla spinalis.

Ada 4 proses yang terjadi antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjekif nyeri :
1. Transduksi : proses rangsangan yang menganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik
di reseptor nyeri.

11
2. Transmisi : nyeri yang melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi
melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron
pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak
3. Modulasi : nyeri yang melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari
otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla spinalis.
4. Persepsi : pengalaman subjektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktifitas
transmisi nyeri oleh saraf.
(Sherwood Lauralee.2001)

Gambar 4. Serat nyeri aferen bersinaps terutama di subtantia gelatinosa (lamina II DAN III)
kornu dorsalis, sedangkan nyeri A terutama bersinaps di lamina I dan V

(Silvia and price 2005)

Fisiologi Nyeri

Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada jaringan
manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan
bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut. Rasa nyeri dimulai dengan adanya
perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu

12
mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum
karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan),
meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri
sensitif mekanik.

Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri
banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti
periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan
internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga
nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve
endings dan dirasakan sebagai slow-chronic-aching type pain Nyeri dapat dibagi atas dua
yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam
waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik
dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui
serat A dengan kecepatan mencapai 6 30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan
adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan
pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa milli seconds.

Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1 detik
setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia
dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini
ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melaluis erat C dengan kecepatan
mencapai 0,5 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P.
(Sherwood Lauralee.2001)

Menjelaskan Jaras Nyeri

Reseptor sensoris berupa sel-sel khusus atau proses sel yang memberikan informasi tentang
kondisi di dalam dan di luar tubuh kepada susunan saraf pusat. Indera peraba pada kulit
adalah indera yang digunakan untuk merasakan sensitivitas temperatur, nyeri, sentuhan,
tekanan, getaran, dan propriosepsi. Indera peraba di kulit memiliki reseptor yang tersebar
diseluruh tubuh dan terdiri dari struktur yang sederhana. Beberapa informasi dikirim
disusunan saraf pusat dan sampai pada kortek sensoris primer sehingga kita bisa mengetahui
ataupun mengenal rangsangannya. Rangsangan sensoris dapat kita interpretasikan melalui
frekuensi-frekuensi basis setelah terjadi potensial aksi. Datangnya informasi atau rangsangan
pada kulit kita itulah yang dinamakan sensasi, dan saat kita mengenalrangsangan yang datang
dari kulit kita inilah yang dinamakan persepsi.

Adapun indera-indera khusus pada tubuh kita seperti penciuman, penglihatan, perasa pada
lidah, keseimbangan dan pendengaran. Sensasi yang datang pada tubuh kita diterima oleh
reseptor yang khusus yang strukturnya lebih komplek daripada reseptor pada kulit. Reseptor
indera ini terletak pada indera khusus pada manusia seperti mata, telinga dimana reseptornya
dilindungi oleh jaringan-jaringan di sekitarnya. Informasi yang datang pada reseptor

13
memberikan distribusi pada daerah-daerah khusus pada kortek serebri seperti auditory kortek,
visual kortek yang akan diterima sebagai rangsangan khusus dan pusatlainnya di batang otak.

Reseptor pada kulit dapat dibagi menjadi tiga macam antara lain exteroceptors
dimanareceptor ini memberi informasi terhadap lingkungan luar, proprioseptor merupakan
receptor yang menerima informasi terhadap posisi otot skeletal dan sendi dan yang
terakhir interoceptor yang berfungsi untuk memonitor fungsi organ visceral. Untuk lebih
detailnya receptor pada kulit dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian yaitu nosiceptor
untuk rasa nyeri, thermoreceptor untuk temperature, mechanoreceptor untuk rangsangan fisik,
dan chemoreceptor untuk rangsangan kimiawi. Tiap-tiap receptor mempunyai fungsi dan
struktur yang berbeda. Perbedaan antara somatik receptor dan visceral receptor terletak pada
lokasi bukan pada strukturnya. Reseptor nyeri di wajah sama seperti reseptor nyeri dikulit,
akan tetapi dua sensasi itu dikirim pada lokasi yang berbeda di susunan saraf
pusat, bagaimanapun juga propriosepsi adalah sensasi somatik yang unik.

Terdapat proprioseptor pada organ viseral thorak dan kavum abdominopelvic. Kita tidak
menyadari bila organ-organ tersebut mulai bekerja, kita tidak bisa menceritakanya contohnya
saat spleen, appendik, ataupun pankreas bekerja saat itu. organ viseral mempunyai reseptor
rasa nyeri, temperatur, sentuhan yang lebih rendah daripada reseptor pada kulit dan informasi
sensoris yang diterima lokasinya lebih sedikit karena daerah reseptor tersebar luas diorgan.

NOCISEPTOR
Reseptor nyeri atau nociseptor terletak pada daerah superfisial kulit, kapsul sendi, dalam
periostea tulang sekitar dinding pembuluh darah. Jaringan dalam dan organ visceral
mempunyai beberapa nociseptor. Reseptor nyeri merupakan free nerve ending dengan daerah
reseptif yang luas, sebagai hasilnya sering kali sulit membedakan sumber rasa nyeri yang
tepat. Nociseptor sensitif terhadap temperatur yang ekstrim, kerusakan mekanis dan kimia
seperti mediator kimia yang dilepaskan sel yang rusak. Bagaimanapun juga rangsangan yang
kuatakan diterima oleh ketiga tipe reseptor. Untuk itulah kita bisa merasakan sensasi rasa
nyeri yang disebabkan oleh asam, panas, luka yang dalam. Rangsangan pada dendrit di
nociseptor menimbulkan depolarisasi, bila segmen akson mencapai batas ambang dan terjadi
potensialaksi di susunan saraf pusat.

THERMORESEPTOR
Temperatur reseptor atau thermorseptor merupakan free nerve ending yang terletak pada
dermis, otot skeletal, liver, hipothalamus. Reseptor dingin tiga atau empat kali lebih
banyak daripada reseptor panas. Tidak ada struktur yang membedakan reseptor dingin dan
panas. Sensasi temperatur diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri. Mereka
dikirim sampai formasio retikularis, thalamus, dan korteks primer sensoris.
Thermoreseptor merupakan phasic reseptor, aktif bila temperatur berubah, tetapi cepat
beradaptasi menjadi temperatur yang stabil. Jika kita menghidupkan air conditioning dalam
ruangan pada musim panas, temperatur berubah drastis pada saat pertama kali tetapi kita
cepat merasakan nyaman karena sudah terjadi adaptasi.

14
MECHANORESEPTOR
Mechanoreseptor sangat sensitif terhadap rangsangan yang terjadi pada membran sel.
Membran sel memiliki regulasi mekanis ion channel dimana bisa terbuka ataupun
tertutup bila ada respon terhadap tegangan, tekanan, dan yang bisa menimbulkan kelainan
pada membran.
Terdapat tiga jenis mechanoreseptor antara lain:
1. Tactile reseptor memberikan sensasi sentuhan, tekanan dan getaran. Sensasi sentuhan
memberikan informasi tentang bentuk atau tekstur, dimana tekanan memberikan
sensasi derajat kelainan mekanis. Sensasi getaran memberikan sensasi denyutan atau
debaran
2. Baroreseptor untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan pada dinding pembuluh
darahdan pada tractus digestivus, urinarius dan sistem reproduksi.
3. Proprioseptor untuk memonitor posisi sendi dan otot, hal ini merupakan struktur dan
fungsi yang komplek pada reseptor sensoris.

Tactile reseptor
Memberikan sensasi secara lengkap tentang sumber rangsangan seperti lokasinya,
bentuk,ukuran, tekstur. Reseptor ini sangat sensitif dan mempunyai daerah reseptif yang
sempit. Reseptor sentuhan dan tekanan memiliki lokasi yang sedikit karena mempunyai
daerah reseptif yang luas dan memberikan sedikit informasi terhadap rangsangannya. Ada
beberapa tipe tactil reseptor pada kulit seperti free nerve ending sentuhan dan tekanan yang
terdapat pada sel epidermis, nerve ending pada root hair pleksus, tactile disk.

(Merkels), tactil corpuskel (Meissners), lamelated corpuscle (Pacinian corpuscle), dan


Ruffini corpuscle.

1. Free nerve ending pada epidermis untuk sensasi rasa nyeri dan suhu. Reseptor ini
hanya terdapat pada permukaan cornea pada mata dan bagian permukaan bagian
tubuh lainnya.
2. Nerve ending root hair pleksus untuk memonitor adanya kelainan dan
pergerakan yang melewati permukaan tubuh. Seperti saat kita memakai baju maka
kita dapat merasakan sesuatu benda menempel pada kulit kita.
3. Tactile disk (Merkels) merupakan reseptor sentuhan dan tekanan yang terdapat pada
kulit yaitu pada sel epithel kulit pada lapisan stratum germinativum.
4. Tactil corpuscle (Meissners) menerima sensasi dari sentuhan dan tekanan dan
getaran yang rendah. Reseptor ini terdapat pada kelopak mata, bibir, jari-jari tangan,
puting susudan genetalia eksterna.
5. Lamellated corpuscle (Pacinian corpuscle) reseptor ini sensitif terhadap sentuhan
yang dalam. Karena reseptor ini sangat cepat beradaptasi sehingga sangat senstif
terhadap denyutan atau getaran dengan frekuensi yang tinggi. Reseptor ini terdapat
pada dermis, jari-jari, glandula mamae dan genetalia eksterna, pada permukaan dalam
dan luar fascia, capsul sendi. Informasi sensoris visceral diberikan oleh corpuskel
lamela di mesenteries, pancreas, dinding urethra, dan kandung kemih.

15
6. Corpuscle Ruffini juga sensitif terhadap tekanan dan perubahan-perubahan pada kulit.
Reseptor ini berlokasi pada lapisan retikular dermis.
Baroreseptor
Baroreseptor bisa memonitor perubahan dari tekanan. Baroreseptor terdiri dari free
nerveending yang bercabang didalam jaringan elastic pada dinding organ berongga,
seperti pembuluh darah, bagian pernafasan, pencernaan dan tractus urinarius. Bila ada
perubahantekanan dinding jaringan elastik mengecil atau membesar. Baroreseptor memonitor
dinding pembuluh darah yang besar seperti arteri carotis, aorta. Hal ini juga mempengaruhi
regulasi dari kerja jantung sehingga pembuluh darah tetapmengalir pada organ organ vital.
Baroreseptor pada paru juga memonitor derajat ekspansi dari paru.

Proprioseptor
Proprioseptor memonitor perubahan posisi sendi dan otot, adanya tegangan pada tendon dan
ligamen dan kontraksi dari otot.
Proprioseptor dapat dibagi menjadi:
1. Muscle spindle yang terdapat pada otot skeletal memonitor panjang dari otot dan
tandategangan dari reflek.
2. Golgi tendon yang fungsinya mirip dengan corpuscle Ruffini tetapi berlokasi di otot
skeletal dan tendon. Rangsangan pada reseptor dapat berupa tekanan pada tendon
sehingga terjadi kontraksi otot.
3. Reseptor capsul pada sendi. Reseptor ini sangat kaya dengan free nerve ending yang
bisa mendeteksi tekanan, sentuhan dan pergerakan dalam sendi. Adanya perubahan
posisitubuh merupakan hasil dari integrasi informasi pada reseptor ini dan juga pada
muscle spindle, golgi tendon organ, dan reseptor pada telinga dalam

CHEMORESEPTOR
Spesialisasi pada neuron chemoreseptiv dapat dideteksi dengan perubahan kecil dari
konsentrasi kimia. Umumnya chemoreseptor berespon terhadap substansi water-soluble dan
lipid-soluble yang larut dalam cairan. Chemoreseptor tidak mengirim informasi pada kortek
primer sensoris, jadi kita tidak tahu adanya sensasi yang diberikan kepada reseptor tersebut.
Saat informasi sensoris datang lalu diteruskan menuju batang otak yang merupakan pusat
otonomik yang mengatur pusat respirasi dan fungsi cardiovaskuler. Neuron pada pusat
respirasi merespon konsentrasi ion hidrogen (pH) dan tingkat karbondioksida pada cairan
cerebrospinal. Neuronchemoreseptive ini berlokasi di carotid bodies, dekat arteri karotis
interna pada tiap sisi leher, dan aortik bodies diantara cabang utama lengkungan aorta.
Reseptor ini memonitor pH dan karbondioksida dan tingkat oksigen pada darah arteri.
Serabut serabut afferent meninggalkan carotid dan aortik bodies mencapai pusat respirasi
dengan berjalan ke nervus IX (glossopharyngeal) dan X (vagus).

2. Memahami dan menjelaskan nyeri kepala


2.1 Definisi
Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang
menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening ke arah atas dan belakang
kepala, dan daerah wajah.

16
2.2 Etiologi

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi - geligi,
(4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan
subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yangtelah disebutkan diatas, sakit
kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahanlokasi (cuaca, tekanan, dll.).

A. Intrakranial
1. Inflamasi:Meningismus; Meningitis; Ensefalitis; Poliomielitis; Malaria; Abses
Serebral; ArtritisKrania.
2. Non-Inflamasi:Migrain; Nyeri Kepala Kluster; Gegar Otak; Perdarahan Ekstra Dural;
Perdarahan Subdural; Perdarahan Subarakhnoid; Stroke; Neoplasma; Hipertensi
Benigna Intrakranial.

B. Kranial: Penyakit Gigi; Otitis dan Mastoiditis; Sinusitis; Penyakit pada tengkorak.

C. Ekstrakranial:Trauma; Spondilosis servikalis; Glaukoma; Ulkus Kornea; Iritis; Skleritis;


NeuralgiaTrigeminus; Neuralgia temporo mandibularis.

D.Umum: Febris; Hipertensi; Obat-obatan; Penyebab Psikogenik.

Faktor Pencetus Nyeri Kepala


Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin,
umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktorgenetik.
(Sherwood Lauralee.2001)
2.3 Klasifikasi

Berdasarkan kausanya, digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau
kelainan struktur atau sejenisnya. Sedangkan nyeri kepala sekunder, yaitu nyeri kepala lebih
dari tiga bulan yang mengalami pertambahan dalam derajat berat, frekuensi dan durasinya
serta dapat disertai munculnya deficit neurologis yang lain selain nyeri kepala.
Primer, tidak terdapat penyebab dasarnya. Diantaranya:
a. Migraine, adanya vasodilatasi arteri ekstrakranial dimana pada saat serangan terjadi
vasokonstriksi intra cranial
b. Nyeri kepala tipe tegang, karena kontraksi otot leher.
Sekunder, disebabkan karena vasodilatasi akibat demam tinggi, peningkatan tekanan
darah, hipoksia, intoksikasi CO, dan keadaan patologis lainnya. Diantaranya:
a. Traction headache, karena trakdi atau kompresi dari struktur peka nyeri intracranial akibat
tumor, hematom, dsb.
b. Inflamasi, disebabkan stimulasi struktur peka nyeri intracranial akibat perdarahan
subarachnoid, meningitis, dural sinus phlebitis, juga ekstrakranial temporal arteritis.
c. Referred head pain, disebabkan sakit mata, hidung atau sinus, gigi, dsb

17
d. Psikogenik, akibat depresi, delusi.

1. Migren
1.1 Migren tanpa aura
1.2 Migren dengan aura
1.2.1 Nyeri Kepala Migren dengan aura tipikal
1.2.2 Nyeri Kepala non migren dengan aura tipikal
1.2.3 Aura tipikal tanpa Nyeri kepala
1.2.4 Familial Hemiplegik Migren
1.2.5 Sporadik hemiplegik
1.2.6 Migren tipe Basiler
1.3 Sindroma periodik pada anak yang sering menjadi prekursor migren
1.3.1 Cyclical vomiting
1.3.2 Migren abdominal
1.3.3 Benigna paroksismal vertigo pada anak
1.4 Migren Retinal
1.5 Komplikasi migren
1.5.1 Migren Kronik
1.5.2 Status migrenosus
1.5.3 Aura persisten tanpa infark
1.5.4 Migrenous infark
1.5.5 Migraine-triggered seizures
1.6 Probable migren
1.6.1. Probable migren tanpa aura
1.6.2. Probable migren dengan aura
1.6.5. Probable migren kronik

2. Tension-typeheadache(TTH)(G44.2)
2.1 Tension-type headache episodik yang infrequent
2,1.1 Tension-type headache episodik yang infrequent berhubungan dengan
nyeri tekan perikranial
2.1.2 Tension-type headache episodik yang infrequent tidak berhubungan
dengan nyeri tekan perikranial.
2.2 Tension-type headache episodik yang frequent
2.2.1 Tension-type headache episodik yang frequent berhubungan dengan nyeri
tekan perikranial
2.2.2 Tension-type headache yang frequent tidak berhubungan dengan nyeri
tekan perikranial
2.3 Tension-type headache Kronik
2.3.1 Tension-type headache kronik berhubungan dengan nyeri tekan perikranial
2.3.2 Tension-type headache kronik tidak berhubungan dengan nyeri tekan
perikranial
2.4 Probable tension-type headache
2.4.1 Probable tension-type headache episodik yang infrequent

18
2.4.2 Probable tension-type headache episodik yang frequent
2.4.3 Probable tension-type headache kronik

3. Nyeri kepala klaster dan sefalalgia trigeminal-otonomik yang lainnya


3.1 Nyeri kepala Klaster
3.1.1 Nyeri kepala Klaster episodik
3.1.2 Nyeri kepala Klaster Kronik
3.2 Hemikrania paroksismal
3.2.1 Hemikrania paroksismal episodik
3.2.2 Hemikrania paroksismal Kronik
3.3 Short-lasting unilateral neuralgiform headache with conjunctival injection and
tearing (SUNCT)
3.4 Probable sefalalgia trigeminal otonomik
3.4.1 Probable nyeri kepala klaster
3.4.2 Probable Hemikrania paroksismal
3.4.3 Probable SUNCT

4. Nyeri Kepala Primer lainnya


4.1 Primarystabbing headache
4.2 Primary cough headache
4.3 Primary exertional headache
4.4 Nyeri kepala primer sehubungan dengan aktifitas seksual
4.4.1 Nyeri kepala Preorgasmik
4.4.2 Nyeri kepala Orgasmik
4.5 Hypnic headache
4.6 Primary thunderclap headache
4.7 Hemikrania kontinua
4.8.New daily-persistent headache

5. Nyeri Kepala yang berkaltan dengan trauma kepala dan/atau leher(G44.88)


5.1 Nyeri kepala akut pasca trauma
5.1.1 Nyeri kepala akut pasca trauma yang berkaitan dengan trauma kapitis
sedang atau berat
5.1.2 Nyeri kepala akut pasca trauma yang berkaitan dengan dengan trauma
kapitis ringan
5.2 Nyeri kepala kronik pasca trauma
5.2.1 Nyeri kepala kronik pasca trauma yang berkaitan dengan trauma kapitis
sedang atau berat
5.2.2 Nyeri kepala kronik pasca trauma yang berkaitan dengan trauma kapitis
ringan
5.3 Nyeri kepala akut yang berkaitan dengan whiplash injuryheadache
5.4 Nyeri kepala kronikyang berkaitan dengan whiplash injury headache
5.5 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hematoma intrakranial traumatik
5.5.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hematoma epidural

19
5.5.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hematoma subdural
5.6 Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher yang lainnya
5.6.1 Nyeri kepala akut yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
yang lainnya
5.6.2 Nyeri kepala kronik yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
yang lainnya
5.7 Nyeri kepala pasca kraniotomi
5.7.1 Nyeri kepala pasca kraniotomi akut
5.7.2 Nyeri kepala pasca kraniotomi kronik

6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial dan/atau servikalis

6.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan stroke iskemik dan transient ischemic attacks
6.1.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan stroke iskemik(infark serebri)
6.1.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan transient ischemic attacks(TIA)
6.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan perdarahan intrakranial nontraumatik
6.2.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan perdarahan intraserebral
6.2.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan perdarahan subarakhnoid
6.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Unruptured malformasi vaskuler
6.3.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan aneurisma sakuler
6.3.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan arterio-venus malformasi
6.3.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan fistula arterio-venous Dural
6.3.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan angioma kavernosus
6.3.5 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Ensefalotrigeminal atau
leptomeningeal angiomatosis (Sturge Weber Syndrome)
6.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan arteritis
6,4.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Giant cell arteritis (GCA)
6.4.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Angiitis sistem saraf pusat primer
6.4.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Angiitis sistem saraf pusat sekunder
6.5 Nyeri arteri karotis atau vertebral
6.5.1 Nyeri kepala daripada nyeri facial atau leher yang berkaitan dengan diseksi
arterial
6.5.2 Nyeri kepala Pasca-endarterektomi
6,5.3 Nyeri kepala angioplasti karotis
6.5.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan prosedur endovaskuler intrakranial
6,5.5 Nyeri kepala angiografi
6.6 Nyeri kepala yang berkaitan dengan trombosis venosus serebral
6.7 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler intrakranial lainnya
6.7.1 CADASIL (Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with Subcortical
Infarcts and Leukoencephalopathy)
6.7.2 MELAS (Mitochondrial Encephalopathy, Lactic Acidosis and Stroke like
episodes)
6.7.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan angiopati benigna sistem saraf pusat
6.7.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan apopleksi hipofise

20
7. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler (G44.82)
7.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan peninggian tekanan cairan serebrospinal
7.1.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hipertensi intrakranial Idiopatik
7.1.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hipertensi intrakranial sekunder akibat
faktor metabolik, toksik ataupun hormonal
7.1.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hipertensi intrakranial sekunder akibat
hidrosefalus
7.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan penurunan tekanan cairan serebrospinal
7.2.1 Nyeri kepala pasca pungsi dural
7.2.2 Nyeri kepala fistula likuor serebro spinaF
7.2.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan penurunan tekanan cairan
serebrospinal spontan (idiopatik)
7.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Penyakit Inflamasi yang non infeksius
7.3.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Neurosarkoidosis
7.3.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Aseptik (non-infeksius) meningitis
7.3.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan penyakit inflamasi non infeksius yang lainnya
7.3.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan limfositik hipofisitis
7.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan neoplasma intracranial
7.4.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan peninggian tekanan intrakranial atau
hidrosefalus oleh sebab neoplasma
7,4.2 Nyeri kepala yang berkaitan langsung dengan neoplasma
7.4.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan karsinomatous meningitis
7.4.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hiper/hiposekresi hipotalamus atau
hipofise
7.5 Nyeri kepala yang berkaitan dengan injeksi intratekal
7.6 Nyeri kepala yang berkaitan dengan epileptic seizure
7.6.1 Hemikrania epileptika
7.7 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Chiari malformation type I (CM1)
7.8 Sindrom nyeri kepala dan defisit neurologi yang sepintas disertai limpositosis likuo
serebro spinal
7.9 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler intrakranial lainnya

8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan suatu substansi atau proses withdrawal nya
8.1 Nyeri kepala akibat induksi penggunaan atau pemaparan substansi akut
8.1.1 Nyeri kepala akibat induksi Nitric oxide donor (NO)
8.1.1.1 Nyeri kepala Immediate akibat induksi NO donor
8.1.1.2 Nyeri kepala Delayed aki bat NO donor
8.1.2 Nyeri kepala akibat induksi Phosphodiesterase (PDE) inhibitor
8.1.3 Nyeri kepala akibat induksi Karbon monoxide
8.1.4 Nyeri kepala akibat induksiAlkohol
8.1.4.1 Nyeri kepala Immediate akibat induksi alkohol
8.1.4.2 Nyeri kepala Delayedakibat induksi alkohol
8.1.5 Nyeri kepala akibat induksi komponen makanan dan zat adiktif

21
8.1.5.1 Nyeri kepala akibat induksi Monosodium glutamat
8.1.6 Nyeri kepala akibat induksi kokain
8.1.7 Nyeri kepala akibat induksi Cannabis
8.1.8 Nyeri kepala akibat induksi Histamin
8.1.8.1 Nyeri kepala Immediate akibat induksi histamin
8.1.8.2 Nyeri kepala Delayed akibat induksi histamin
8.1.9 Nyeri kepala akibat induksi Calcitonin gene related peptide (CGRP)
8.1.9.1 Nyeri kepala Immediate akibat induksi CGRP
8.1.9.2 Nyeri kepala Delayed akibat induksi CGRP
8.1,10 Nyeri kepala akut akibat reaksi tidak baik yang dapat dikaitkan dengan
penggunaan obat2an untuk indikasi lain
8.1.11 Nyeri kepala akut akibat induksi penggunaan substansi atau pemaparannya
(berilah nama substansi secara spesifik)
8.2 Nyeri kepala akibat penggunaan obat yang berlebihan (Medication Overuse=MOH)
8.2.1 Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan Ergotamine
8.2.2 Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan Triptan
8.2.3 Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan Analgesik
8.2.4 Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan opioid
8.2.5 Nyeri kepala akibat penggunaan kombinasi analgesik berlebihan
8.2.6 Nyeri kepala akibat penggunaan obat berlebihan yang berkaitan dengan
penggunaan obat kombinasi secara akut (berilah nama substansi secara
spesifik)
8.2.7 Nyeri kepala yang berkaitan dengan penggunaan obat berlebihan lainnya
8.2.8 Nyeri kepala Probable penggunaan obat berlebihan (berilah nama
substansi secara spesifik)
8.3 Nyeri kepala akibat reaksi tidak balk yang dapat dikaitkan dengan pemberian obat-
obatan kronik (berilah nama substansi secara spesifik)
8.3.1 Nyeri kepala akibat induksi Hormon eksogen
8.4 Nyeri kepala akibat withdrawal dari ketergantungan substansi
8.4.1 Nyeri kepala Kafein withdrawal
8.4.2 Nyeri kepala Opioids-withdrawal
8.4,3 Nyeri kepala Oestrogen withdrawal
8.4.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan withdrawal penggunaan kronik
substansi lainnya. (berilah nama substansi secara spesifik)

9. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi


9.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi intrakranial.
9.1.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan meningitis bakteriil
9.1.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan meningitis limpositik
9.1.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan ensefalitis
9.1.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan abses otak
9.1.5 Nyeri kepala yang berkaitan dengan empyema subdural
9.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi sistemik
9.2.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi bakteriil sistemik (berilah nama

22
etiologi secara spegffik)
9.2.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi virus sistemik (berilah nama
etiologi secara spesifik)
9.2.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi sistemik lainnya (berilah nama
etiologi secara spesifik)
9.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan HIV/AIDS
9.4 Nyeri kepala pasca-infeksi kronik (berilah nama etiologi secara spesifik
9.4.1 Nyeri kepala pasca meningitis bakteriil kronik

10. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan Hemostasis

10.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hipoksia dan/atau hiperkapnia


10.1.1 Nyeri kepala High altitude
10.1.2 Nyeri kepala Diving
10.1.3 Nyeri kepala Sleep Apnoea
10.2 Nyeri kepala Dialisis
10.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hipertensi arterial
10.3.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan pheochromocytoma
10.3.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hipertensif krisis tanpa hipertensif
ensefalopati.
10.3.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hipertensif ensefalopati.
10.3.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan pre-eklampsi
10.3.5 Nyeri kepala yang berkaitan dengan eklampsi
10.3.6 Nyeri kepala yang berkaitan dengan respons pressor akut terhadap agen
eksogen (berilah nama etiologi secara spesifik)
10.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hipotiroidism
10.5 Nyeri kepala yang berkaitan dengan puasa
10.6 Cardiac Cephalalgia (berilah nama etiologi secara spesifik)
10.7 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan homeostasis lainnya (berilah nama
etiologi secara spesifik)

11. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata, telinga, hidung,
sinus, gigi, mulut atau strukturfacial atau kranial lainnya.
11.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan tulang kranium
11.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan leher
11.2.1 Nyeri kepala servikogenik (cervicogenic headache)
11.2.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan tendinitis retrofaringeal
11.2.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan distonia kranioservikal
11.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan mata
11.3.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan glaukoma akut
11.3.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan refraksi
11.3.3 Nyeri kepala yang berkaitan dengan Heteroforia or heterotropia (latent or
manifest squint)
11.3.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan inflamasi okuler (berilah nama

23
etiologi secara spesifik)
11.4 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan telinga
11.5 Nyeri kepala yang berkaitan dengan rhinosinusitis
11.6 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan gigi, rahang dan struktur sekitarnya
11.7 Nyeri kepala atau nyeri facial yang berkaitan dengan kelainan artikulasi
Temporomandibular
11.8 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata, telinga, hidung,
sinus, gigi, mulut atau struktur facial atau servikal lainnya. (berilah nama etiologi
secara spesifik)

12. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik


12.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan somatisasi
12.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikotik (berilah nama substansi
secara spesifik)

13. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri facial


13.1 Neuralgia Trigeminal
13.1.1 Neuralgia Trigeminal klasik
13.1.2 Neuralgia Trigeminal simptomatik (berilah nama etiologi secara
spesifik)
13.2 Neuralgia Glossofaringeal
13.2.1. Neuralgia glossofaringeal klasik
13.2.2 Neuralgia glossofaringeal simptomatik (berilah nama etiologi secara
spesifik)
13.3 Neuralgia Nervus intermedius
13.4 Neuralgia laringeal superior
13.5 Neuralgia Nasociliary
13.6 Neuralgia Supraorbital
13.7 Neuralgia cabang terminal lainnya
13.8 Neuralgia Oksipital
13.9 Neck-tongue syndrome
13.10 Nyeri kepala kompresi eksternal
13.11 Nyeri kepala stimulus dingin
13.11.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan aplikasi eksternal stimulus
dingin
13.11.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan menghirup stimulus
13.12 Nyeri konstan akibat kompresi, iritatif atau distorsi nervi kranialis atau radiks
sen,ikalis bagian atas oleh lesi struktural (berilah nama etiologi secara
spesifik)
13.13 Neuritis optikus
13.14 Diabetik neuropati okuler.
13.15 Nyeri di kepala atau facial yang berkaitan dengan Herpes zoster.
13.15.1 Nyeri di kepala atau facial yang berkaitan dengan herpes zoster
akut.

24
13.15.2 Neuralgia Post-herpetik.
13.16 Tolosa-Huntsyndrome.
13.17 migren Oftalmoplegik.
13.18 Kausa sentral nyeri facial.
13.18.1 Anestesia dolorosa.
13.18.2 Nyeri Sentral post-stroke.
13.18.3 Nyeri Facial yang berkaitan dengan Multipel sklerosis.
13.18.4 Nyeri facial idiopatik persisten
13.18.5 Burning mouita syndrome (berilah nama etiologi secara spesifik)
13.19 Neuralgia kranial lainnya ataupun nyeri facial sentral lainnya (berilah nama
etiologi secara spesifik)

14. Nyeri kepala, neuralgia kranial, sentral atau nyeri facial primer lainnya
14.1 Nyeri kepala yang tidak dapat dirnasukkan pada klasifikasi tsb diatas
14.2 Nyeri kepala yang tidak spesifik

Secara garis besar klasifikasi nyeri kepala dibagi atas:


I. Nyeri Kepala Primer
1. Migren
2: Tension type Headache
3. Nyeri kepala klasterdan sefalalgia trigeminal-otonomik yang lain
4. Nyeri kepala primer lainnya
11. Nyeri Kepala Sekunder
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau servikal
7. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler intrakranial
8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawal nya
9. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
10. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan homeostasis
11. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher,
mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur facial atau kranial lainnya.
12. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik
Neuralgia kranial, sentral atau nyeri facial primer dan nyeri kepala lainnya
13. Neuralgia kranial clan penyebab sentral nyeri facial
14. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri facial primer
Nyeri kepala secara general dibagi atas:

Nyeri kepala Intrakranial

Daerah sensitif nyeri tempurung kepala

Jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rasa sakit, perangsangan jaringan otak,
terutama korteks akan malah menimbulkan sensai nyeri di tempat yang jauh (misal tangan
atau kaki). Sebaliknya, tekanan , regangan, segala bentuk cedera yang mempengaruhi sinus

25
venosis dan arteri di otak (terutama arteri meningea media) akan menyebabkan nyeri kepala
yang sangat hebat

Daerah kepala tempat peralihan nyeri kepala intrakranial

Semua rangsangan berupa [eristiwa apapun yang terjadi diatas tentorium cerebri akan
menimbulkan manifestasi sakit kepala separuh bagian frontal, sedangkan stimulasi-stimulasi
yang berasal dari bawah bagian bawah Tentorium (batang otak, serebelum) akan
bermanifestasi sebagai sakit kepala pada separuh belakang kepala

o Nyeri kepala meningitis


Peradangan selaput otak yang terjadi pada meningitis akan
bermanifestasi sebagi sakit kepala yang terjadi di semua derah kepala
o Nyeri kepala akibat kekurangan CSF
Apabila seseorang dikeluarkan sebagian CSF nya maka akan timbul
nyeri hebat saat ia berdiri
o Nyeri kepala Migrain
Nyeri ini disebabkan oleh gangguan vaskular yang dapat juga terkait
faktor psikogenik
o Nyeri kepala alkoholik
Hal ini ditimbulkan akibat konsumsi alkohol berlebih, alkohol toksik
terhadap jaringan otak
o Nyeri kepala konstipasi
Konstipasi dapat menimbulkan nyeri kepala
Nyeri kepala ekstrakranial
o Nyeri kepala akibat spasme otot
Nyeri ini dapat ditimbulkan oleh ketegangan emosiaonal yan
gmenyebvabkan spasme otot-oto yang melekat pad kulit kepala , leher,
dan occiput. Keadaan ini diduga merupakan penyebab umum
timbulnya nyeri kepala. Sebagai akibatmnya, nyeri akan dialihkan ke
daerah kepala yang lebih dalam, menyebabkan rasa nyeri yang ada
serupa dengan nyeri kepala intrakranial dan terasa parah.
o Nyeri kepala akibat iritasi hidung dan struktur sekitarnya
Peradangan [pada mukosa hidung dan struktur terkait (misal:si9nus)
akan menyebabkan nyerikepala yang akan dialihkan kebagian
belakang mata atau permukaan frontal dahi dan kulit kepala.
o Nyeri kepala akibat kelainan mata.
Nyeri kepala yang timbul pada tipe ini dapat disebabkan oleh kerja
muskulus ciliaris yang berlebihan dalam upaya akomodasi saat
seseorang berusaha memfokuskan terhadap sesuatu, yang akan
menimbulkan spasme otot okuler dan otot facialis
atau juga saat terpajan cahaya yang berlebihan, cimana akan terjadi
cedera retina dan menimbulkan rasa nyeri.

26
2.4 Epidemiologi
Populasi penelitian adalah sampel acak dari 1.000 pria dan wanita berusia 25-64.
Tingkat partisipasi 76%. prevalensi dari berbagai bentuk sakit kepala yang dinilai
dan penelitian menyediakan data deskriptif tentang simtomatologi, menyebabkan
faktor, dampak dari hormon wanita, penggunaan pelayanan medis dan konsekuensi
kerja dari gangguan sakit kepala dan menjelaskan berbagai faktor yang terkait
dengan gangguan. Hanya separuh dari migraineurs dan seperenam dari subyek
dengan sakit kepala tipe tegang berkonsultasi praktisi umum mereka karena sakit
kepala dan bahkan kurang berkonsultasi dengan seorang spesialis. Angka ini
mencerminkan konsultasi pemilihan kasus yang mungkin bias studi pada populasi
klinik. Studi ini mendukung gagasan bahwa migrain dan sakit kepala ketegangan-
tipe entitas klinis terpisah dan bahwa migrain tanpa aura dan migrain dengan aura
yang berbeda subforms migrain. Migraine dan sakit kepala ketegangan-tipe seks dan
gangguan tergantung usia dengan jumlah lebih besar wanita dan prevalensi rendah
pada kelompok umur yang lebih tua. Terkonsentrasikannya perempuan dapat
dijelaskan oleh faktor-faktor klinis yang terkait dengan hormon wanita. Tidak ada
bukti jelas adanya hubungan antara variabel sosiodemografi dan migrain atau sakit
kepala tipe tegang. Ketegangan-jenis sakit kepala terkait dengan serangkaian
variabel psikososial sementara migrain tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
migrain terutama kelainan konstitusional dan sakit kepala ketegangan-jenis

27
fenomena yang lebih kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor psikososial.
Keterbatasan data cross-sectional menunjukkan faktor risiko dengan pasti cukup
tertekan. studi longitudinal tindak lanjut adalah tantangan yang paling penting
dalam penelitian epidemiologi sakit kepala masa depan.

2.5 Patofisiologi
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri
kepala adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran
pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3)
kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum
(nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus
servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak
mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

28
2.6 Manifestasi klinis
1. MIGRAIN
Sakit kepala berdenyut atau berdetak, dengan intensivitas sedang-berat dengan
aktivitas fisik atau gerakan
Unilateral dan nyeri terletak di area frontotemporal dan ocular, tetapi dapat juga
dirasakan disekitar kepala atau leher
Nyeri dirasakan bertambah dalam 1-2jam, progresif ke arah posterior dan menjadi
difus
Sakit kepala menetap 4-72 jam
Nausea (80%) dan muntah (50%), termasuk anorexia dan intoleransi makanan
Sensitive terhadap cahaya dan suara

Ciri migraine dengan aura :


Dapat mendahului atau menyertai fase sakit kepala atau dapat terjadi terpisah
Biasanya berkembang lebih 5-20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit
Paling sering visual tetapi bisa sensorik, motorik, atau kombinasi dari ini
Gejala Visual mungkin positif atau negatif
Fenomena visual yang paling umum positif adalah skotoma gemilang, busur atau
pengelihatan tidak dengan berkilauan atau berkilauan perbatasan zigzag

Yang ditemukan pada pemeriksaan fisik :


Nyeri pada otot kranial/servikal
Syndrome horner (miosis relative dengan 1-2mm ptosis pada sisi yang sama
dengan sakit kepala)
Injeksi konjungtiva

29
Tachycardia atau bradycardia
Hypertension atau hypotension
Hemisensory atau hemiparetic neurologic deficits (ie, complicated migraine)
Adie-type pupil

Fase-fase pada migraine :


a. Prodrome
60% orang mengalami gejala sebelum terjadi seragan migraine (bisa beberapa jam atau
beberapa hari sebelum onset sakit kepala)
o Tingginya sensitivitas terhadap cahaya, suara dan bau
o Lethargy atau menguap yang tidak terkontrol
o Mengidam makanan
o Perubahan mental dan perasaan (depresi, marah, euphoria)
o Haus berlebihan dan polyuria
o Retensi cairan
o Anorexia
o Konstipasi atau diare

b. Aura
Migraine dengan aura adalah gejala neurologi kompleks yang terjadi sebelum atau
bersamaan dengan fase sakit kepala atau juga dapat terpisah. Biasanya terjadi 5-20
menit dan bertahan kurang dari 60 menit.
o Gejala aura Visual
Gejala negatif
- Homonymous hemianopic or quadrantic field defects
- Central scotomas
- Tunnel vision
- Altitudinal visual defects
- Complete blindness

hilangnya penglihatan keseluruhan Central Scotoma


sebelah kanan

Gejala positif yang paling sering adalah : scotomo scintillating (gemerlap). Terdiri dari
lengkung hilangnya penglihatan dengan batas zigzag bersinar. Awal terjadi di area
parasentral dan meluas dan menyebrang ke hemisphere.

30
.

Multiple spotty scotomata


o Gejala aura Sensorik
Paresthesia, pada 40% kasus. Paling sering adlaah cheiro-oral dengan mati rasa
dimulai dari tangan, kemudian ke lengan dan ke wajah, bibir, lidah. Biasanya
mengikuti aura visual. Paresthesia terjadi 10-20 menituntuk menyebar
o Gejala aura Motorik
18% terjadi pada pasien dan biasanya berhubungan dengan gejala sensorik.
Merupakan perasaan berat pada anggota badan sebelum sakit kepala tetapi
tanpa kelemahan yang berarti.
c. Postdromal
Terjadi 24 jam setelah sakit kepala
- Lelah
- Perasaan euphoric atau segar yang tidak biasa
- Myalgia atau lemah otot
- Anorexia atau mengidam makanan

Cluster headeache

- Nyeri yang menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal

31
- Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung

c. Tension headeach

Sterss fisik dan emosional


- Kontraksi pada otot leher dan kulit kepala yang menyebabkan sakit kepala.
- Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis dan
leher belakang

(Headache Classification Committee of the International Headache Society, 2004)

2.7 Diagnosis dan diagnosis banding

Diagnosis

32
Gambar 1.Diagnosis sakit kepala
Anamnesis
Apa yang dimaksud dengan nyeri kepala? Adakah rasa nyeri? Bagaimana rasanya?
(misalnya berdenyut, menusuk, atau sakit)
Bagaimana awalnya? Apakah timbulnya bertahap atau mendadak? Apa yg
memicunya? Pernah kah ada gejala penyerta, misalnya gannguan penglihatan,
muntah, mual , demam, fotofobia, kaku leher, atau deficit neurologis.
Seberapa sering (onset) nyerinya.
Apakah yg memicu timbulnya nyeri? (ketegangan, kecemasan dsb)
Adakah tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial? Apakah nyeri kepala diperberat
dengan batuk atau tegangan? Adakah nyeri kepala hingga membangunkan pasien?
Adakah tanda-tanda meningitis? (gejala penyerta: kaku leher, fotofobia, demam,
mengantuk)
Adakah riwayat nyeri kepala yang sangat mendadak yang menunjukkan perdarahan
subarachnoid.
Adakah perubahanm kemunduran kemampuan mental.
Adakah obat-obatan yang dikonsumsi sebelumnya.
Tanyakan riwayat penyakit keluarga khususnya migren, perdarahan otak, perdarahan
subarachnoid,atau pun meningitis.
Pemeriksaan fisik
Periksa keadaan pasien apakah jelas tidak nyaman, muntah atau fotofobik
Cari adanya pireksia, kaku otot, dan tanda kernig
Adakah kelainan neurologis pada pemeriksaan ssp lengkap
Cari secara khusus kelainan cara berjalan, tanda lateralisasi, tanda peningkatan intra
kranial (misalnya edema papil, bradikardia, hipertensi atau kelumpuhan saraf kranial)

33
Pemeriksaan laboratorium
CT Scan atau MRI
EEG
Pemeriksaan lain : kadar Pb, analisa gas darah.
(Glade, jonatan.2005)

Tension Type Headache (TTH)


Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang kurangnya dua dari
berikut ini : (1)adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan sedang, (3) lokasi
bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada
salah satu dari fotofobia dan fonofobia. Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang
berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada
daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,
insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak
nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular. Pemeriksaan Penunjang Tension
Type Headache (TTH) Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat
dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION (NYERI KEPALA


TEGANG OTOT / TTH)
A. Paling tidak ada dua dari karakteristik nyeri berikut:
1. Menekan / mengencang (bersifat tidak berdenyut)
2. Intensitas ringan atau sedang (dapat mengahmbat tapi tidak mencegah aktivitas)
3. Lokasi bilateral
4. Tidak memberat dengan menaiki tangga atau aktivitas fisik rutin serupa
B. Terjadi kedua keadaan berikut:
1. Tidak ada mual atau muntah (bisa terjadi anoreksia); dan
2. Ada fotofobia dan fonofobia, atau hanya ada satu (fotofobia atau fonofobia)
C. Paling tidak ada salah satu dari keadaan berikut:
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik dan atau neurologis tidak menunjukkan bahwa sakit kepala
merupakan akibat sekunder dari penyakit organic atau metabolic sistemik.
2. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis menunjukkan adanya gangguan tsb,
tetapi gangguan tsb disingkirkan oleh pemeriksaan yang sesuai.
3. Ada gangguan, tetapi tidak terjadi sakit kepala tipe tension untuk pertama kali temporal
berhubungan erat dengan gangguan.
KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION EPISODIK

A. Kriteria diagnostic meliputi


1. Paling tidak terjadi 10 episode sakit kepala sebelumnya; jumlah hari sakit kepala 180 per
tahun (<15 per bulan)
2. Sakit kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari

KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION KRONIS


A. Kriteria diagnostic meliputi
1. Rata-rata frekuensi sakit kepala 15 hari per bulan ( 180 hari per tahun) selama 6 bulan
34
KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION YANG BERHUBUNGAN
DENGAN GANGGUAN OTOT PERIKRANIUM
A. Paling tidak ada salah satu dari keadaan berikut:
1. Peningkatan nyeri tekan otot perikranium yang diperlihatkan dengan palpasi manual ata
algometes tekanan
2. Peningkatan aktivitas elektromiografi otot perikranium saat istirahat atau selama uji fisiologis

KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION YANG TIDAK


BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN OTOT ERIKRANIUM
A. Tidak ada peningkatan nyeri tekan otot perikranium; bila diteliti, elektromiograf otot
perikranium mempelihatkan tingkat aktivitas yang normal.

Migren
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda tanda khas
migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengan satu atau lebih
aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi
batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur angsur lebih dari 4
menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4) sakit kepala mengikuti aura dalam
interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat
paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut :
(a) berlangsung 4 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi
berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh
aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia. Pemeriksaan Penunjang
Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan
( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

Pasien mengalami minimail 5 kali serangan yang memenuhi 3 syarat dan tidak
disebabkan karena gangguan lain.
Pertama, serangan harus berlangsung 4-72 jam (tidak diterapi atau gagal diterapi).
Kedua, sakit kepala harus memenuhi minimal 2 ciri dibawah ini :
- Lokasi unilateral
- Berdenyut
- Intensitas sedang atau berat
- Gangguan atau menyebabkan malas beraktifitas (berjalan atau menaiki tangga)
Ketiga, selama serangan, pasien harus mengalami (min 1) :
- Nausea dan/atau muntah
- Fotofobia dan fonofobia

KRITERIA DIAGNOSTIK MIGRAIN TANPA AURA


A. Palin tidak lima serangan memenuhi B-D
B. Serangan sakit kepala berlangsung 4 sampai 72 jam (tidak ditangani atau tidak berhasil di
tangani)
C. Sakit kepala paling tidak memiliki dua karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral

35
2. Bersifat berdenyut
3. Intensitas sedang atau berat (menghambat atau mencegah aktivitas harian)
4. Memberat dengan menaiki tangga atau aktivitas fisik rutin serupa
D. Selama sakit kepala, paling tidak ada salah satu dari keadaan berikut:
1. Mual dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Paling tidak, ada salah satu dari keadaan berikut:
1. Rowayat dan pemeriksaan fisik dan neurologis tidak mennunjukkan bahwa sakit kepala
merupakan akibat sekunder dari penyakit organic atau metabolic sistemik
2. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis mennunjukkan gangguan tersebut,
tetapi gangguan tersebut disingkirkan oleh penyelidikan yang sesuai
3. Gangguan ada, tetapi serangan migraine tidak muncul saat pertama kali temporal
berhubungan erat dengan gangguan.

KRITERIA DIAGNOSTIK MIGRAIN DENGAN AURA


A. Paling tidak dua serangan memenuhi B
B. Paling tidak ada tiga dari empat karakteristik berikut:
1. Satu atau lebih gejala aura yang sepenuhnya reversible menunjukkan disfungsi kortikal
serebral fokal dan atau batang otak.
2. Paling tidak satu gejala aura berkembang secara bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua
atau lebih gejala terjadi secara berurutan.
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit (bisa juga dimulai sebelum atau
bersama dengan aura).
4. Sakit kepala yang mengikuti aura dengan interval bebas kurang dari 60 menit (bisa juga
dimulai sebelum atau bersama dengan aura).
C. Paling tidak ada satu dari keadaan berikut:
1. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis tidak menunjukkan bahwa sakit
kepala merupakan akibat sekunder dari penyakit organic atau metabolic sistemik.
2. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis menunjukkan adanya gangguan tsb,
tetapi gangguan tsb disingkirkan oleh pemeriksaan yang sesuai.

Sakit Kepala Cluster


Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya terjadi pada
region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnya terjadi pada malam hari,
membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam

36
satu hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar (burning sensastion) pada aspek
lateral dari hidung atau sebagai sensasi tekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi
ipsilateral, kongesti nasal, ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula
pasien dengan gejala gastrointestinal.

KRITERIA DIAGNOSTIK UNTUK SAKIT KEPALA CLUSTER


A. Paling tidak ada lima serangan memnuhi B-D
B. Nyeri unilateral orbital, supraorbital, dan atau temporal yang berat berlangsung 15 sampai180
menit jika tidak ditangani
C. Sakit kepala berhubungan dengan paling tidak satu dari tanda berikut, yang harus ada
bersama dengan nyeri:
1. Pembukaan pembuluh darah di konjungtiva berdilatasi
2. Lakrimasi
3. Hidung tersumbat
4. Pilek
5. Bengkak dahi dan wajah
6. Meiosis
7. Ptosis
8. Edema kelopak mata
D. Frekuensi serangan; dari 1 kali per dua hari sampai 8 kali per hari
E. Paling tidak terdapat satu dari keadaan berikut:
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik dan neurologis tidak menunjukkan bahwa sakit kepala
merupakan akibat sekunder dari penyakit organic atau metabolic sistemik.
2. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis menunjukkan adanya gangguan tsb,
tetapi gangguan tsb disingkirkan oleh pemeriksaan yang sesuai.
3. Ada gangguan, tetapi tidak terjadi sakit kepala tipe tension untuk pertama kali temporal
berhubungan erat dengan gangguan.
F. Sakit kepala cluster, periiodisitas tidak ditentukan
G. Serangan sakit kepala cluster episodic dengan periode yang berlangsung selama 7 hari ampai
1 tahun yang dipidahkan oleh periode bebas nyeri berlangsung 14 hari
H. Sakit kepala cluster kronis; serangan terjadi selama lebih dari 1 tahun tanpa remisi atau
dengan remisi yang berlangsung 14 hari

Diagnosis Banding
Jenis Nyeri kepala Gejala lain Pemeriksaan fisik
Nyeri kepala tegang Seluruh bagian Nyeri / kaku leher Normal
(Tension Headache, kepala
TTH)
Migrain - Berdenyut - Muntah - Normal (bisa
- Unilateral - Aura visual migraine
- Rekuren - Fotofobia hemiplegik tapi
jarang)
Cluster - Terlokalisasi di mata Mata berair Injeksi konjungtiva
- Rekuren
Subaraknoid Onset sangat
- Kaku leher - Meningitis
mendadak - Fotofobia - Perdarahan

37
subhialoid
Meningitis Berat - Kaku leher - Menignitis
- Demam - Demam
- Mengantuk
- Fotofobia
TIK meningkat - Memburuk dengan Gejala neurologis - Edema papil
regangan / batuk - Tanda neurologis
- Nyeri kepala dini hari fokal
At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jonathan Gleadle. Penerbit Erlangga tahun
2007
Tabel 1. Diagnosis banding nyeri kepala
(Glade, jonatan. 2005)
2.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum, tatalaksana berupa :
1. Saat serangan beri terapi simtomatik
2. Bila factor pencetus dikenali maka harus dihindari
3. Ansietas dan depresi harus diobati
4. Relaksasi dan latihan pernafasan

Terapi simtomatik
1. Banyak pasien yang membaik dengan pemberian aspirin atau paracetamol. Beberapa
pasien mendapat hasil yang lebih baik bila ditambahkan fenobarbital dosis kecil.
2. Nyeri kepala hebat dapat diobati dengan kodein 30-60 mg
3. Nausea dan fomitus dapat dihilangkan dengan prometazin 25-50 mg atau proglorperazin 5-
10 mg
4. Bila pasien tidak dapat tidur, dapat diberikan nitrazepam 5-10 mg sebelum tidur
5. Penggunaan yang berlebihan dari obat-obat yang mengandung barbiturate, kafein dan
opiate harus dihindari karena dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri kepala bila obat tersebut
dihentikan
6. Migren yang disertai kelainan saraf ( migren komplikata ), ergotamine sebaiknya tidak
diberikan. Obat yang dianjurkan adalah propanolol HCL dengan dosis 3-4 x 40 mg sehari.
Hati-hati kontraindikasi propanolol.
7. Migren menstrual diberikan anti inflamasi nonsteroid 2 hari sebelum haid, sampai haid
berhenti, yaitu natrium naproksen, asamefenamat, atau ketoprofen, dll

Terapi abortif
Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya pada saat mulai timbul nyeri kepala. Obat
yang dapat digunakan :
1. Ergotamine tartrat dapat diberikan persendiri atau dicampur dengan obat antiemetic,
analgesic, atau sedative. Banyak preparat yang dicampur dengan kafein untuk potensiasi efek
( cavergot ) atau ditambah lagi zat sedative luminal ( bellapheen atau ergophen ).
Kontraindikasi pemberian ergotamine adalah adanya penyakit pembuluh darah arteri perifer
atau pembuluh koroner, penyakit hati atau ginjal, hipertensi, atau kehamilan. Efek

38
sampingnya mual, muntah, dank ram. Ergotisme dapat terjadi berupa gangguan mental dan
gangrene. Dosis oral umunya 1 mg pada saaat serangan, di ikuti 1mg setiap 30 menit, sampai
dosis maksimum 5 mg per serangan atau 10 mg per minggu.
2. Dihidroergotamin ( DHE ) merupakan argonis reseptor 5-HTI ( Serotinin ) yang aman dan
efektif untuk menghilangkan serangan migren dan efek samping mual yang kurang dan lebih
bersifat venokontrikson. Dosis 1 mg intravena selama 2-3 menit dan didahului dengan 5-10
mg metoklopramit ( primperan ) untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap satu
jam total 3 mg.
3. Sumatriptan subsinat ( imitrex ) merupakan zat yang bekerja sebagai agonis selektif
reseptor 5-hidroksi triptamin ( 5-HTID ) yang efektif dan cepat menghilangkan serangan
nyeri kepala migren. Obat ini dapat diberikan subkutan dengan sebuah autoinjektor.
Sumatriptan terbukti efektif dalam menghilangkan nyeri kepala dan mual pada migren. Dosis
lazim adalah 6 mg subcutan, dapat diulang dalam waktu 1 jam bila diperlukan ( jangan
melampaui 12 mg /24 jam ). Efek samping ringan berupa reaksi local pada kulit, muka
merah, kesemutan dan nyeri leher, serta kadang-kadang nyeri dada, kontraindikasi obat ini
adalah angina, penyakit koroner, hipertensi atau penggunaan yang bersamaan dengan
ergotamine atau vasokontriktor lainnya. Sumatriptan tidak boleh diberikan pada migren
basiler atau migren hemiplegit.

Penatalaksanaannya dapat dilakukan secara farmakologis maupun non farmakologis :

Secara Farmakologis
1. Penggunaan obat analgesic
Metode pengobatan yang paling umum kronis adalah penggunaan obat. Banyak orang
mencoba untuk mencari bantuan dari obat-obatan analgesik nyeri seperti aspirin,
asetaminofen, senyawa aspirin, ibuprofen, dan narkotika. Namun demikian ada beberapa
jenis obat seperti Ergotamin (Cafergot), triptans (Imitrex), dan prednisone (Deltasone) bila
digunakan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan peningkatan sakit kepala. Obat
penghilang rasa sakit tersebut hanya membantu sementara, tetapi sakit kepala menjadi lebih
re-aktif dan tumbuh dalam intensitas bila digunakan terus-menerus (sakit kepala rebound). Ini
benar-benar dapat membuat tubuh kurang responsif terhadap pengobatan pencegahan. Oleh
karena itu, obat analgesik sering disarankan untuk sakit kepala yang tidak kronis di alami.

2. Profilaksis (pencegahan) obat


Obat-obatan yang umum yang paling sering digunakan untuk mengobati chepalgia kronis
disebut obat-obatan profilaksis, yang digunakan untuk mencegah sakit kepala. Obat-obatan
profilaksis direkomendasikan untuk pasien sakit kepala kronis karena percobaan bervariasi
membuktikan bahwa obat mengurangi frekuensi, keparahan, dan kecacatan yang
berhubungan dengan sakit kepala kronis. Mayoritas obat profilaksis bekerja dengan
menghambat atau meningkat neurotransmissions di otak, sering mencegah otak dari
menafsirkan sinyal rasa sakit.
Pencegahan obat-obatan termasuk gabapentin (gabapentin), Tizanidine (Zanaflex),
fluoxetine (Prozac), amitriptyline (Elavil), dan topiramate (Topamax). Dalam pengujian,
gabapentin ditemukan untuk mengurangi jumlah hari sakit kepala per bulan sebesar 9,1% .

39
Tizanidine ditemukan untuk mengurangi frekuensi sakit kepala rata-rata per minggu,
intensitas sakit kepala, dan durasi sakit kepala berarti. Melalui penelitian, Fluoxetine
menghasilkan peringkat suasana hati lebih baik dan peningkatan yang signifikan dalam-
bebas hari sakit kepala. Satu studi menemukan bahwa frekuensi sakit kepala selama jangka
waktu 28 hari menurunkan untuk pasien sakit kepala kronis pada penggunaan topiramate.
Obat lain untuk mencegah sakit kepala adalah toksin botulinum tipe A (BoNTA atau
BOTOX), yang diberikan melalui suntikan.

Secara Non farmakologis


1. Terapi Fisik
Dalam terapi fisik, pasien bekerja sama dengan ahli terapi untuk membantu mengidentifikasi
dan mengubah kebiasaan fisik atau kondisi yang mempengaruhi sakit kepala kronis. Terapi
fisik untuk sakit kepala harian kronis berfokus pada tubuh bagian atas, termasuk punggung
atas, leher, dan wajah. Therapist menilai dan meningkatkan tubuh postur pasien, yang dapat
memperburuk sakit kepala. Selama sesi latihan, terapis menggunakan terapi manual, seperti
pijat, peregangan, atau gerakan bersama untuk melepaskan ketegangan otot. Metode lain
untuk mengendurkan otot termasuk penggunaan rangsangan panas, kantong es, dan
rangsangan listrik. Terapis juga mengajarkan penderita sakit kepala kronis-latihan di rumah
untuk memperkuat dan peregangan otot-otot yang dapat memicu sakit kepala. Dalam terapi
fisik, pasien harus mengambil peran aktif untuk berlatih latihan dan melakukan perubahan
atau dia gaya hidupnya untuk itu menjadi perbaikan.

2. Akupunktur
Studi akupunktur di Jerman menemukan bahwa 52,6% pasien melaporkan penurunan
frekuensi sakit kepala.

3. Relaksasi
Relaksasi membantu untuk mengurangi ketegangan internal, yang memungkinkan seseorang
untuk mengendalikan sakit kepala yang dipicu oleh stres.Latihan relaksasi mencakup 2
metode yaitu :
A. Metode Fisik
Relaksasi otot progresif dan teknik pernapasan dalam.
B. Metode Mental
Meditasi, relaksasi membantu tubuh untuk melepas lelah, mencegah pembentukan
sakit kepala.

4. Biofeedback
Biofeedback sering digunakan untuk mengevaluasi efektivitas pelatihan relaksasi. Salah satu
biofeedback tes paling umum adalah electromyograph (EMG), yang mengevaluasi aktivitas
listrik yang dihasilkan oleh otot. Biofeedback juga dapat mengukur aktivitas otak listrik
melalui uji yang disebut electroencephalograph (EEG). Tes lain, yang disebut termograf,
mengukur suhu kulit, karena ketika seseorang santai mereka telah meningkatkan aliran darah
dan temperatur yang lebih tinggi. Cara lain adalah BVP biofeedback, yang mengajar pasien
bagaimana mengatur dan mengurangi amplitudo nadi dengan membatasi arteri. Ketika

40
tegang, seseorang meningkatkan aktivitas kelenjar keringat, yang diukur dengan pengujian
electrodermograph tangan. Metode Biofeedback telah terbukti dapat digunakan. Sebuah
penelitian yang melibatkan lima belas sesi perawatan ditemukan bahwa biofeedback berhasil
dalam mengurangi baik frekuensi dan tingkat keparahan sakit kepala di debit dan dari waktu
ke waktu. Biofeedback memungkinkan penderita sakit kepala untuk mengidentifikasi
masalah dan kemudian berusaha untuk menguranginya.

5. Perubahan dalam diet


Banyak penderita sakit kepala kronis gagal untuk mengenali makanan atau minuman sebagai
faktor sakit kepala, karena konsumsi mungkin tidak konsisten menyebabkan sakit kepala atau
sakit kepala bisa tertunda. Banyak bahan kimia dalam makanan tertentu dapat menyebabkan
sakit kepala kronis, termasuk kafein, monosodium glutamat ( MSG), nitrit, nitrat, tyramine,
dan alkohol. Beberapa makanan dan minuman yang penderita sakit kepala kronis disarankan
untuk menghindari termasuk minuman berkafein, coklat, daging olahan, keju dan produk
susu fermentasi, kacang, dan alkohol.

6. Terapi perilaku dan terapi psikologis


Psikologi dan terapi perilaku mengidentifikasi situasi stress dan mengajarkan pasien dengan
sakit kepala kronis bereaksi berbeda, mengubah perilaku mereka, atau menyesuaikan sikap
untuk mengurangi ketegangan yang mengarah ke sakit kepala. Perlakuan terutama berfokus
pada emosional, mental, perilaku, dan faktor-faktor sosial sebagai dampak sakit kepala
mereka. Pasien hanya disarankan untuk menghindari stres ketika mereka berbagi beban atau
masuk akal dengan orang lain.
Glade, Jonatan.2005
2.9 Komplikasi

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat
gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren adalah
rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia
seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

2.10 Pencegahan

1. Identifikasi pemicunya. Mulailah melacak apa penyebab sakit kepala itu dengan
menulis rekam sakitnya di buku harian Anda. Catat apa yang Anda makan hari itu,
bagaimana cuaca hari itu atau posisi Anda saat itu untuk mengidentifikasi polanya.
Setelah tahu apa yang menjadi pemicu sakit kepala, Anda dapat mengambil langkah-
langkah untuk menghindarinya.
2. Mengurangi stres. Walaupun menghindari stres adalah mustahil tapi Anda bisa
mengurangi dampaknya. Pelajari cara untuk melawannya seperti memutar kaset untuk
relaksasi, mandi dalam waktu lama, pijat atau segala sesuatu yang dapat
meminimalkan dampak dari stres pada tubuh Anda.

41
3. Stop merokok. Merokok merupakan faktor risiko untuk beberapa jenis sakit kepala.
Bahkan asap rokok atau cerutu dapat memicu sakit kepala bagi beberapa orang.
4. Hindari ketergantungan pada obat-obat bebas yang mudah dibeli di pasaran. Jika
Anda harus menenggak dosis yang maksimum lebih dari 2-3 kali seminggu lebih baik
datang saja ke dokter. Karena minum obat tidak selamanya ampuh untuk
membebaskan diri dari sakit kepala, apalagi minum obat-obat malah akan
mengganggu lambung.
5. Batasi alkohol. Jika Anda doyan minum alkohol mulailah untuk menguranginya. Bir
dan anggur merah tertentu memicu sakit kepala bagi banyak orang.
6. Biasakan tidur teratur. Menjaga waktu tidur dengan teratur akan mengurangi
migrain namun kebanyakan tidur pun akan memicu migrain. Kelelahan juga bisa
menjadi salah satu penyebab sakit kepala.
7. Makanlah secara teratur. Mengabaikan waktu makan dapat memicu sakit kepala
buat sebagian orang. Makan makanan yang sehat yang kaya karbohidrat dan rendah
lemak serta minum banyak air bisa menjaga Anda dari dehidrasi.
8. Berlatihlah atau olahraga secara teratur. Latihan rutin, baik yang ringan seperti
berjalan kaki atau parkir jauh ketika di mal atau kantor bisa menjadi peredam stres.
Melakukan aerobik dengan pemanasan yang kurang juga bisa menjadi penyebab
timbulnya sakit kepala.
9. Jagalah mata Anda. Berlama-lama di depan komputer selama seharian dapat
menyebabkan mata lelah yang memicu tekanan ke kepala. Beberapa orang memakai
kacamata khusus untuk menghindari efek tersebut.
10. Duduk tegak lurus. Perhatikan bagaimana cara Anda menelpon, bagaimana
membawa tas, bagaimana duduk di belakang mobil adalah kebiasaan yang kadang
menjadi pencetus sakit kepala karena bisa menimbulkan kejang otot, leher dan bahu
yang kemudian mengacu pada ketegangan di kepala.

2.11 Prognosis

Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya


Nyeri kepala yang berhubungan dengan lesi struktural mempunyai prognosis sesuai penyakit
yang mendasarinya. PSA, meningitis dan proses desak ruang intrakranial mempunyai
prognosis yang jelek. kewajiban seorang dokter adalah mengenal keadaan peninggian
tekanan intrakranial sebelum adanya tanda herniasi tentorial. Nyeri kepala yang tidak
berhubungan dengan lesi struktural pada umumnya juga non fatal. Walaupun seorang
penderita telah diketahui menyandang migren atau nyeri kepala tegang, namun hal ini tidak
menutup kemungkinan suatu saat mengalami nyeri kepala struktural misalnya keganasan otak
pada pasien migren atau nyeri kepala tegang perlu diwaspadai jika terjadi perubahan pola dan
gambaran klinis nyeri kepalanya yang berbeda dengan yang biasanya.

3. Memahami dan menjelaskan gangguan somatoform


3.1 Definisi

42
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan ditandai oleh
keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab
kerusakan fisik. Pada gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang
mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat
ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan
emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau
pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.( Kaplan dan sadock.1997)

3.2 Etiologi

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan
tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain
itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat
tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut :
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan
somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit yang
dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
- Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
- Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit
- Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan
dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang
dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda
yang terlibat adalah sebagai berikut:
- Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis)
- Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls
yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).
- Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategis elf-handicaping (hipokondriasis).
( Kaplan dan sadock.1997)

43
3.3 Klasifikasi

GANGGUAN SOMATISASI

Merupakan gangguan yang melibatkan berbagai keluhan yang muncul berulang-ulang yang
tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik apapun. Biasanya bermula sebelum usia 30 tahun,
biasanya pada saat remaja. 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal(lambung-usus), 1 gejala
seksual dan 1 gejala pseudoneurologis.

Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai
sebelum usia 30 tahun) dan disertai dengan penderitaan psikologis bermakna, gangguan
fungsi sosial dan pekerjaan dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.

Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup menderita gangguan pada populasi umum diperkirakan 0,1-0,2
persn, walaupun beberapa kelompok percaya mungkin mendekati 0,5 persen. Wanita
melebihi jumlah laki-laki sebesar 5 sampai 20 kali, rasio 5 : 1.

Kira-kira dua pertiga dari semua pasien dengan gangguan somatisasi memiliki gejala
psikiatrik yang dapat diidentifikasi, dan sebanyak separuh pasien dengan gangguan
somatisasi memiliki gangguan mental lainnya.

Etiologi

Faktor psikososial

Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Rumusan psikososial tentang penyebab


gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah
menghindari kewajiban (mengerjakan pekerjaan yang tidak disukai), mengekspresikan emosi,
mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (nyeri usus). Beberapa pasien dengan
gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil dan telah mengalami penyiksaan
fisik. Faktot sosial, kultural dan etnik mungkin juga terlibat dalam perkembangan gejala.

Faktor biologis

Beberapa penelitian mengarah pada dasar neuropsikologis, mengajukan bahwa pasien


memiliki gangguan perhatian dan kognitif karakteristik yang dapat menyebabkan persepsi
dan penilaian yang salah terhadap masukan (input) somatosensorik.

Riset neuroilmiah dasar mempermasalahkan sitokin (molekul pembawa pesan yang


digunakan oleh sistem kekebalan untuk berkomunikasi dalam dirinya sendiri dan sistem saraf
terutama otak). Beberapa percobaan awal menyatakan bahwa sitokin dapat membantu
menyebabkan suatu gejala nonspesifik dari penyakit, khususnya infeksi seperti hipersomnia,
anoreksia, kelelahan dan depresi.

Perjalanan penyakit dan prognosis

44
Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru diperkirakan
berlangsung selama 6-9 bulan dan dapat dipisahkan oleh periode yang kurang simptomatik
selama 9-12 bulan. Tetapi, jarang pasien dengan gangguan somatisasi berjalan lebih dari satu
tahun tanpa mencari perhatian medis.

GANGGUAN KONVERSI

Ditandai dengan suatu perubahan besar dalam fungsi fisik atau hilangnya fungsi fisik, meski
tidak ada temuan medis yang dapat ditemukan sebagai penyebab simtom atau kemunduran
fisik tersebut.

Beberapa simtom yang muncul al: kelumpuhan, epilepsi, masalah dengan koordinasi,
kebutaan, tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), tuli, tidak
bisa membaui atau kehilangan rasa pada anggota badan (anestesi).

Simtom yang ditemukan biasanya tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu.
Misalnya orang yang menjadi tidak mampu berdiri atau berjalan di lain pihak dapat
melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.

Biasanya menunjukkan fenomena LA BELLE INDEFERENCE (ketidakpedulian yang indah)


yaitu suatu kata dalam bhs Prancis yang menggambarkan kurangnya perhatian terhadap
simtom-simtom yang ada pada dirinya.

Epidemiologi

Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa 5-15 persen konsultasi psikiatrik di RS umum
dan 25-30 persen di RS Veterans Affair pasien terdiagnosis gangguan konversi. Rasio wanita
terhadap laki-laki 2 : 1 dan sebanyak nya 5 : 1. Anak-anak perempuan lebih sering lagi
dibandingkan laki-laki. Laki-laki dengan gangguan konversi seringkali akibat kecelakaan
pekerjaan atau militer.

Data menyatakan bahwa gangguan konversi paling sering di populasi pedesaan, orang dengan
pendidikan rendah dan anggota militer dalam situasi peperangan. Gangguan konversi sering
disertai dengan diagnosis komorbid gangguan depresif berat, gangguan kecemasan dan
skizofenia.

Etiologi

Faktor psikoanalitik

Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik intapsikis
bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala fisik. Gejala gangguan konversi
memiliki hubungan simbolik dengan konflik bawah sadar. Gejala gangguan konversi juga
memungkinkan pasien mengkomunikasikan bahwa mereka membutuhkan perhatian dan
pengobatan khusus.

Faktor biologis

45
Penelitian pencitraan otak awal telah menemukan hipometabolisme di hemisfer dominan dan
hipermetabolisme di hemosfer non dominan dan telah melibatkan gangguan komunikasi
hemisferik dalam penyebab gangguan konversi. Gejala mungkin disebabkan oleh kesadaran
kortikal yang berlebihan yang mematikan loop umpan balik negatif antara korteks cerebral
dan formasi retikularis batang otak.

Perjalanan penyakit dan prognosis

Sebagian besar pasien, kemungkinan 90-100 persen dengan gangguan konversi mengalami
pemulihan gejala pertamanya dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan. Berhubungan
dengan prognosis yang baik adalah onset yang tiba-tiba, stressor yang mudah dikenali,
penyesuaian pramorbid yang baik, tidak ada gangguan psikiatrik atau medis komorbid dan
tidak tuntutan yang terus-menerus. Semakin lama terdapat gangguan konversi, semakin
buruk. Pasien dengan gangguan ini harus mendapatkan pemeriksaan medis dan neurologis
yang lengkap pada saat diagnosis.

HIPOKONDRIASIS

Ciri utamanya adalah fokus atau ketakutan bahwa simtom fisik yang dialami seseorang
merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah
jantung.

Rasa takut akan tetap ada walau telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutannya itu tidak
berdasar memunculkan perilaku doctor shopping. Tujuan doctor shopping adalah berharap
ada dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka, sebelum terlambat.
Umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem pencernaan atau
campuran antara rasa sakit dan nyeri, tapi tidak melibatkan kehilangan atau distorsi fungsi
fisik.

Penderita sangat peduli dengan simtom yang muncul memunculkan ketakutan yang luar
biasa akan efek dari simtom tersebut. Menjadi sangat peka terhadap perubahan ringan dalam
sensasi fisik seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit rasa nyeri. Penderita
memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simtom psikiatrik dan
memersepsikan kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain.

Di masa kanak-kanak: sering sakit, sering membolos karena alasan kesehatan, mengalami
trauma masa kecil seperti kekerasan seksual atau fisik.

Epidemiologi

Penelitian terakhir melaporkan prevalensi 6 bulan sebesar 4-6 persen pada populasi klinik
umum. Laki-laki dan wanita sama-sama terkena hipocondriasis, walaupun onset gejala dapat
terjadi pada setiap usia, onset paling sering antara 20-30 tahun. Beberapa bukti menyatakan
bahwa lebih sering kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih. Tatpi posisi sosial, tingkat
pendidikan adn status perkawinan tidak dipengaruhi diagmosis.

Etiologi

46
Orang hipokondriakal mungkin berpusat pada sensasi tubuh, salah menginterpretasikan nya
dan menjadi tersinyal oleh hal tersebut karena skema kognitif yag keliru. Gejala
hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang
yang menghadapi masalah yang tampaknya berat dan tidak dpaat dipercahkan.

Perjalanan penyakit dan prognosis

Perjalannya biasanya episodik, berlangsung dai beberapa bulan sampai beberapa tahun dan
dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjangnya. Walaupun hasil penelitian besar
belum dilaporkan, diperkirakan sepertiga sampai setengah dari semua pasien akhirnya
membaik secara bermakna. Prognosis yang baik berhubungan dengan status sosio-
ekonomi yang tinggi, onset yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak
adanya kondisi medis non psikiatrik yang menyertai.

GANGGUAN DISMORFIK TUBUH

Penderita terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal
penampilan mereka.

Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri di depan cermin
dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang
dipersepsikan. Bisa sampai melakukan operasi plastik yang tidak dibutuhkan atau membuang
semua cermin di rumahnya agar tidak diingatkan akan cacat yang mencolok dari
penampilan mereka.

Mereka percaya orang lain memandang diri mereka jelek dan memiliki penampilan fisik yang
tidak menarik. Bisa memunculkan perilaku kompulsif dalam rangka mengoreksi kerusakan
yang dipersepsikannya.

Etiologi

Penyebab dismorfik tubuh adalah tidak diketahui. Komorbiditas yang tinggi dengan
gangguan depresif, riwayat keluarga adanya gangguan mood, gangguan obsesif-kompulsif
yang lebih tinggi daripada yang diharapkan. Mungkin karena pengaruh kultural atau sosial
karena penekanan konsep tentang kecantikan yang stereotipik.

Perjalanan penyakit dan prognosis

Onset gangguan dismorfik tubuh biasanya bertahap. Orang yang terkena mungkin mengalami
peningkatan permasalahan tentang bagian tubuh tertentu sampai orang mengetahui bahwa
fungsinya terpengaruh oleh permasalahan. Pada saat itu orang mungkin mencari bantuan
medis atau bedah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Tingkat keprihatinan tentang masalah mungkin hilang dan timbul dengan berjalanya waktu,
walaupun gangguan dismorfik tubuh biasanya merupakan suatu gangguan kronis jika
dibiarkan tidak diobati.

GANGGUAN NYERI

47
Gejala utama gangguan nyeri adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak
sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis non psikiatrik. Gejala nyeri
disertai oleh penderitaan emosional dan gangguan fungsional, dan gangguan memiliki
hubungan sebab yang masuk akal dengan faktor psikologis.

Jenis nyeri yang dialami sangat heterogen misalnya nyeri punggung, kepala, pelvis (panggul).
Nyeri yang dialami mungkin pasca traumatik, neuropatik (penyakit syaraf), neurologis,
iatrogenik (disebabkan tindakan dokter misal karena pengobatan) atau muskuloskeletal (otot).

Gangguan harus memiliki suatu faktor psikologis yang dianggap secara bermakna dalam
gejala nyeri dan permasalahannya. Seringkali penderita memiliki riwayat perawatan medis
dan bedah yang panjang, mengunjungi banyak dokter dan meminta banyak medikasi.
Memiliki keinginan kuat untuk melakukan pembedahan.

Sering mengatakan bahwa nyeri sebagai sumber dari semua kesengsaraannya dan
menyangkal adanya permasalahan psikologis serta menyatakan hidup mereka bahagia kecuali
nyerinya.

Etiologi

Faktor psikodinamika

Pasien yang mengalami sakit dan nyeri pada tubuhnya tanpa penyebab fisik yang dapat
diidentifikasi secara adekuat mungkin merupakan ekspresi simbolik dari konflik intrapsikis
melalui tubuh. Banyak pasien mengalami nyeri yang sukar disembuhkan dan tidak responsif
karena mereka berkeyakinan bahwa mereka pantas untuk menderita.

Faktor perilaku

Perilaku sakit adalah didorong jika disenangi dan dihambat jika diabaikan atau dihukum.

Faktor interpersonal

Nyeri yang sukar disembuhkan telah dipandang sebagai cara untuk memanipulasi dan
mendapatkan keuntungan dalam hubungan interpersonal.

Faktor biologis

Defisiensi endorfin (berperan dalam modulasi nyeri oleh SSP) tampaknya berhubungan
dengan penguatan stimuli snesorik yang datang. Beberapa pasien mungkin memiliki
gangguan nyeri karena struktural sensorik dan limbik atau kelainan kimiawi yang
mempredisposisikan mereka mengalami nyeri.

Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,


1. gangguan somatisasi
2. gangguan somatoform tak terperinci
3. gangguan hipokondriasis
4. disfungsi otonomik somatoform

48
5. gangguan nyeri somatoform menetap
6. gangguan somatoform lainnya
7. gangguan somayoform YTT

3.4 Patofisiologi
Gangguan Somatisasi
Patogenesis dan Patofisiologis
Beberapa penelitian menemukan bahwa gangguan somatisasi seringkali ditemukan
bersama dengan gangguan mental lainnya. Episode peningkatan keparahan gejala dan
perkembangan gejala yang baru diperkirakan berlangsung selama enam sampai Sembilan
bulan dan dapat dipisahkan oleh periode yang kurang simptomatik yang berlangsung 9
sampai 12 bulan.

Gangguan Konversi
Patogenesis dan Patofisiologis
Sebagian besar pasien kemungkinan 90 100 % mengalami pemulihan gejala pertamanya
dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan, 25 50 % pasien selanjutnya menderita
suatu gangguan neurologis atau kondisi nonpsikiatrik yang mempengaruhi system saraf
pusat.

C. Hipokondriasis
Patogenesis dan Patofisiologi
Biasanya episodik, berlangsung selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan
dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjanganya.

D. Gangguan dismorfik tubuh


Patogenesis dan Patofisiologi
Onset biasanya bertahap, tingkat keprihatinan tentang masalah mungkin hilang dan timbul
dengan berjalannya waktu, walaupun gangguan dismorfik tubuh biasanya merupakan
suatu gangguan kronis jika dibiarkan tidak diobati.

E. Gangguan nyeri
Patogenesis dan Patofisiologi
Nyeri pada gangguan nyeri biasanya mulai secara tiba tiba dan meningkat keparahannya
selama beberapa minggu atau bulan selanjutnya.

3.5 Manifestasi klinis

A. Gangguan Somatisasi
Manifestasi Klinis
Ditandai oleh banyak gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat
berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium seperti gastrointestinal dan neurologis.
Polisimptomatik atau terdiri dari banyak gejala, gangguannya kronis (dengan gejala

49
ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun) dan disertai dengan
penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan sosial dan pekerjaan.

B. Gangguan Konversi
Manifestasi klinis
Paralisis, kebutaan, dan mutisme adalah gejala gangguan konversi yang paling sering.
Seringkali juga berhubungan dengan gangguan kepribadian pasif-agresif, dependen,
antisocial, dan histrionik.
a. Gejala sensorik
Anestesia dan parestesia sering ditemukan, melibatkan indera spesifik, yang menyebabkan
kebutaan,ketulian, dan tunnel vision (penglihatan terowongan).
b. Gejala motorik
Kelainan pada pergerakan, cara berjalan dan paralisis, tremor ritmikal, gerakan koreiform,
dan yang lainnya. Pergerakan biasanya memburuk jika diberikan perhatian kepadanya.
c. Gejala kejang
Kejang semu (pseudoseizure), gangguan epileptic yang menyertai menggigit lidah,
inkontinesia urin dan yang lainnya

C. Hipokondriasis
Manifestasi klinis
Pasien percaya bahwa mereka menderita penyakit yang parah yang belum dapat dideteksi
dan mereka tidak dapat diyakinkan akan kebalikannya. Dapat mempertahankan suatu
keyakinan bahwa mereka memiliki satu penyakit tertentu atau dengan berjalannya waktu,
mereka mungkin merubah keyakinan tentangf penyakit tertentu. Tetapi keyakinan tersebut
tidak sangat terpaku sehingga merupakan suatu waham. Hipokondriasis seringkali disertai
oleh gejala depresi dan kecemasan, dan seringkali ditemukan bersama-sama dengan
gangguan depresif atau kecemasan.

D. Gangguan dismorfik tubuh


Manifestasi klinis
Permasalahan yang paling sering melibatkan kerusakan tubuh, khususnya yang
berhubungan hubungan dengan bagian yang spesifik (contohnya hidung). Gejala penyerta
yang sering adalah ide yang menyangkut diri sendiri (biasanya tentang adanya orang lain
yang memperhatikan kerusakan tubuh) atau waham yang jelas menyangkut diri sendiri.
Hampir semua pasien yang terkena menghindari pertemuan sosial dan pekerjaan. Pasien
kemungkinan memiliki sifat gangguan kepribadian obsesif-kompulsif,schizoid dan
narsistik.

E. Gangguan nyeri
Manifestasi klinis
Pasien dengan gangguan nyeri seringkali memiliki riwayat perawatan medis dan bedah
yang panjang, mengunjungi banyak dokter dan meminta medikasi.Sekurangnya satu
penelitian telah menghubungkan jumlah gejala nyeri dengan kemungkinan dan keparahan.
Beberapa peneliti yakin bahwa penyakit nyeri kronis adalah hamper selalu merupakan

50
varian dari gangguan depresif. Gejala depresif yang paling menonjol dari pasien dengan
gangguan nyeri adalah anergia, penurunan libido, insomnia, lekas tersinggung, penurunan
berat badan.

3.6 Diagnosis dan diagnosis banding

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi


A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya
empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan
seksual, atau selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit
yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri
(gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau
kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia,
retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda,
kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya
kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau
efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan
atau pura-pura).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi


A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.

51
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor
lain.
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai
perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan
pemeriksaan medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain. Sebutkan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejata atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis


A. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.
B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman.
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Sebutkan jika:Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode
berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius
adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh


A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

52
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri


A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan
cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Tuliskan seperti berikut:Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor
psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan
bertahannya nyeri.
Sebutkan jika: Akut: durasi kurang dari 6 bulan Kronis: durasi 6 bulan atau lebih

Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis
umum
Sebutkan jika: Akut: durasi kurang dari 6 bulan Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk
mempermudah diagnosis banding.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan


A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
B. Salah satu (1)atau (2)
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa
yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura)

53
DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ :
Gangguan Somatoform
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-
ulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang
menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas
kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam
kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan
depresi.
Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan
penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada
kedua belah pihak
Gangguan Somatisasi
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya
a. Gangguan Somatoform Tak Terinci
Pedoman diagnostik
Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran
klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya
b. Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.
c. Gangguan Otonomik Somatoform
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas/flushing, yang menetap dan mengganggu

54
Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak
khas)
Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang
tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem
atau organ yang dimaksud.
Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler
F45.31 = saluran pencernaan bagian atas
F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah
F45.33 = sistem pernafasan
F45.34 = sistem genito-urinaria
F45.35 = sistem atau organ lainnya
d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
Pedoman diagnostik
Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik
Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan tersebut
Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun
medis, untuk yang bersangkutan.
e. Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman diagnostik
Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara
spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu
Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan

3.7 Tatalaksana

A. Berhubungan dengan primary care practitioner


memonitoring gejala yang dialami pasien, apakah ada gejala baru, dan pengobatan
yang diberikan. Diperlukan juga untuk berkonsultasi dengan psikiatri.
B. Medikamentosa
C. Pasien dengan somatoform disorder terkadang diperlukan obat anti-anxietas atau obat
anti-depresan jika ada mood ditandai anxietas disorder. Tricyclic antidepresant dan
selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) mungkin bisa membantu.
D. Psikoterapi
E. Cognitif-behavioural therapy
F. Terapi keluarga
G. Hipnosis
Konsep penggabungan psikoterapetik dan pengobatan medis, yaitu pendekatan yang
menekankan hubungan pikiran dan tubuh dalam penbentukan gejala dan gangguan,
memerlukan tanggung jawab bersama di antara berbagai profesi. Permusuhan,
55
depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi adalah akar dan sebagian besar
gangguan psikomatik. Kedokteran psikosomatik terutama mempermasalahkan
penyakit-penyakit tersebut yang menampakkan manifestasi somatik. Terapi kombinasi
merupakan pendekatan di mana dokter psikiatrik menangani aspek psikiatrik,
sedangkan dokter ahli penyakit dalam atau dokter spesialis lain menangani aspek
somatik.
Tujuan terapi medis adalah membangun keadaan fisik pasien sehingga pasien dapat
berperan dengan berhasil, serta psikoterapi untuk kesembuhan totalnya.Tujuan
akhirnya adalah kesembuhan, yang berarti resolusi gangguan struktural dan
reorganisasi kepribadian. Psikoterapi kelompok dan terapi keluarga. Terapi keluarga
menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan keluarga dan anak, mengingat
kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan
psikosomatik. keluarga dan anak, mengingat kepentingan psikopatologis dari
hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatis

Medikamentosa : Antidepresan
1. Imipramine (Tofranil)
menghambat reuptake norepinefrin atau serotonin (5hydroxytryptamine, Dosis: 50-75
mg PO qd initial; titrate gradually to 150 mg qd according to tolerance; range,300
mg/d hs or in divided doses)

2. Fluoxetane (Prozae)
menghambat reuptake sertonin presinapsis dengan efek minimal atau tidak ada
efek pada reuptake norepinefrin atau sertonin. Dosis: 10-20 mg/d PO initial; 20-60 mg
PO maintenance Maprotilin HCl
Indikasi : Depresi endogen.

Kontra Indikasi
Epilepsi atau ambang rangsang lebih rendah, intoksikasi akut oleh:
alkohol, gangguan hantaran jantung, glaukoma sudut sempit, retensi urin,
hepatitis berat, gangguan ginjal.
Penggunaan bersama obat analgesik, hipnotik, atau psikotropik.

Perhatian
Insufisiensi hati & ginjal, retensi urin, riwayat peningkatan tekanan intra
okular.
Hamil, laktasi.
Skizofrenia.
Gangguan afektik siklik.
Dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin.

Efek Samping
Sering: Reaksi SSP & antikolinergik ringan

56
Kadang-kadang: Sinus takikardi, hipotensi pustural, reaksi alergi pada kulit.
Jarang: Kejang, aritmia.
Kasus khusus: Gangguan hantaran jantung, alveolitis alergi, hepatitis.

Kemasan
Tablet salut selaput 25 mg x 5 x 10.

Dosis
Depresi ringan sampai dengan sedang 25 mg 1-3 x sehari atau 25-75 mg 1 x
sehari tergantung dari beratnya gejala.
Depresi berat 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari. Maksimal: 150 mg/hari
dalam dosis tunggal atau terbagi.
Lansia Awal 10 mg 3 x sehari atau 25 mg 1 x sehari. Bila perlu tingkatkan
bertahap sampai 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari.

NON FARMAKOLOGI
Motivasi: perlu motivasi dari orang lain, karena penderita sering kali berpikir bahwa
mereka tidak memerlukan terapi
Konfrontasi: merespon dengan cara mendukung mereka melalui konfrontasi terhadap
akibat dari pemikiran dan pola perilaku mereka. Lebih efektif bila dilakukan oleh
teman sebaya & psikoterapis
Peran keluarga dan kelompok: dorongan dan partisipasi sanga efektif bagi penderita
Bila terdapat cemas dan depresi maka berikan anti-depresan namun terkadang tidak
efektif terapi jangka panjang
Terapi wicara : psikoterapi yang dimaksudkan untuk membantu penderita mengerti
apa penyebab kecemasan dan mengenal perilakunya yang tidak pantas, sebagai
landasan untuk pengobatan lainnya
psikoanalisis: bila ditemukan gangguan kepribadian seperti, narsis atau obsesif
kompulsif
Penanganan psiksosial
Konsultasi: psikiatris

3.8 Komplikasi

Kemungkinan Komplikasi :
Ketergantungan pada obat-obat nyeri resep (jika mereka tidak digunakan dengan
benar)
Komplikasi dari operasi
Depresi dan kecemasan.

3.9 Pencegahan
Mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan
asupan gizi yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh.

57
Sehingga menjadi prima. Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin.
Dengan harapan dapat mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda
tenang), dan melakukan langkah pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.

3.10 Prognosis

1. Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatik fungsional sembuh tanpa intervensi khusus.
Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang akut dan durasi gejala yang singkat, usia
muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak ada penyakit organik, dan tidak ada gangguan
kepribadian.
2. Prognosa jangka panjang untuk pasien gangguan somatisasi dubia ad malam, dan biasanya diperlukan
terapi sepanjang hidup. Bila somatisasi merupakan sebuah topeng atau gangguan psikiatrik lain,
prognosanya tergantung pada prognosis masalah primernya.
3. Gejala-gejala konversi yang diskret mempunyai prognosis yang lebih baik. Gejala-
gejala ini meungkin dapat hilang secara spontan bila sudah tidak diperlukan lagi atau berespons baik
terhadap psikoterapi spesifik.

4. Memahami dan menjelaskan keluarga sakinah mawadah warohmah

Kata Sakinah. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat
penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi
iman dan taqwa kepada Allah SWT. Dalam Al Quran pun dikatakan bahwa suatu saat, akan
banyak orang yang saling berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan
bermusuhan, menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang
berkasih sayang dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT. Kata adalah mawaddah.
Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai
dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu berupa
kejutan suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun
pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika
si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa. Kata terakhir adalah
warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban seorang suami
menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik. Kewajiban
seorang istri untuk menaati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala
kewajiban.

DIANTARA TIPS/CARA MERAIH KEHIDUPAN YANG SAKINAH

1. Berdzikir
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan
memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wataala berfirman
(artinya):
Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang. (Ar
Rad: 28)

58
2. Menuntut ilmu agama
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:





Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah
(masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka,
kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wataala) kepada mereka as sakinah
(ketenangan). (Muttafaqun alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi
mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca
maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah
akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka. Pembaca yang budiman,
demikianlah diantara beberapa hal yang bisa dijadikan tips untuk meraih dan membina rumah
tangga yang sakinah. Wallahu alam bishshawab

59
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.
F. Bear, Barry W. Connors, Michael A. (2007). Paradiso Neuroscience Exploring the
Brain third edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins
Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI.
Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta. Binarupa
Aksara.
Lindsay, Kenneth W. (2004). Headache. Neurology and Neurosurgery. London.
Churchill Livingstone.
Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III. Jakarta.
Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi VI. Surabaya. Airlangga
University Press.
McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis. (2009). Nervous System disorders. Current
Medical Diagnosis and Treatment . San Fransisco. McGraw-Hill Companies.
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC.
The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition. Cephalalgia (2004).
Yutzy SH. (2006). Somatization. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting.
Psychosomatic Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins.
Uddin, Jurnalis. (2009). Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi.

60

Anda mungkin juga menyukai