Anda di halaman 1dari 36

Mortalitas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan dan kematian seluruh makhluk hidup yang ada dimuka bumi ini adalah

takdir dari Tuhan Yang Maha Esa. Seluruh manusia yang hidup di seluruh dunia

ini pasti akan mengalami kematian. Kematian seseorang tidak memandang umur

maupun jenis kelamin. Salah satu faktor penyebab kematian (mortalitas) adalah

penyakit. Angka terjadinya mortalitas terbesar adalah angka kematian bayi dan ibu

saat melahirkan ( Maternal Mortality). Oleh karena itu, diperlukan perhatian yang

lebih khusus sehingga di dalam angka tersebut dapat terjadi penurunan mortalitas

yang terbesar sebagai hasil peningkatan pelayanan kesehatan dan penemuan baru

dibidang pengobatan.

Peristiwa demografis yang sangat menonjol pada tiga abad terakhir ini adalah

pertambahan jumlah penduduk yang belum pernah terjadi pada masa lampau

sebagai akibat turunnya angka kematian yang menyolok. Hal ini dapat dilihat

pada perkembangan kondisi penduduk Indonesia mulai tahun 1970 sampai saat

memasuki millenium III yaitu berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 1971

sampai dengan 2000 serta sumber lain yang relevan. Dalam aspek kuantitas

disajikan perkembangan jumlah, pertumbuhan, persebaran, kepadatan serta

kependudukan dipantau dari waktu ke waktu. Perkembangan kualitas dan

dinamika kependudukan dipantau dari taraf ekonomi, migrasi, pendidikan, agama,

1
dan suku bangsa, angkatan kerja, mortalitas, perkawinan dan fertilitas, termasuk

penduduk miskin dan pengungsi ( Badan Kependudukan Nasional, 2002 ).

Apabila jumlah seluruh kematian yang terjadi dalam suatu periode tertentu

diklasifikasikan menurut sebab kematian, maka proporsi jumlah seluruh kematian

yang diakibatkan oleh sebab khusus dinamakan rasio kematian khusus menurut

sebab kematian ( cause specific death ratio ). Dan perlu juga, membandingkan

kematian yang sebenarnya di dalam suatu jumlah penduduk tertentu dengan

kematian yang diharapkan atas dasar beberapa hipotesa. Untuk menghitung

jumlah kematian yang diharapkan dapat digunakan angka kematian kasar

(crude death rates), dan untuk lebih memudahkan dalam perhitungan dapat juga

menggunakan Tabel Mortalitas ( Munir dan Budiarto, 1974 ). Misalnya dalam

suatu perusahaan asuransi jiwa, semua perhitungan premi asuransi dan sebagainya

dihitung dengan menggunakan table kematian (Mortality Table). Tabel tersebut

berisi tentang peluang seseorang meninggal menurut umurnya dari kelompok

orang yang diasuransikan (pemegang polis asuransi), yang idealnya

menggambarkan peluang meninggal sesungguhnya dari kelompok orang yang

diasuransikan ( Sembiring, 1986 ). Selama kurun waktu dalam membandingkan

angka kematian diperlukan suatu proses yang pada prinsipnya harus mencakup

penerapan berbagai angka khusus umur terhadap struktur penduduk standar yang

biasa disebut dengan proses standarisasi langsung. Sedangkan alternatif lain

yang dapat dipergunakan ialah menerapkan seperangkat standar angka khusus

menurut umur terhadap penduduk yang sedang diselidiki, dan kemudian

membandingkan jumlah kematian yang sebenarnya dengan jumlah yang

2
diharapkan dengan dilandasi oleh asumsi bahwa angka kematian standar memang

berlaku. Prosedur tersebut dinamakan standarisasi tidak langsung ( Munir dan

Budiarto, 1974 ). Untuk itu, para ahli disarankan agar berhati-hati dalam

menyusun perbandingan angka kematian berbagai negara, teutama mengenai

perbandingan angka kematian yang terjadi pada saat yang berbeda. Berubahnya

pedoman untuk menentukan sebab kematian yang diperlukan untuk kepentingan

statistik akan menyebabkan kecenderungan kematian yang diakibatkan oleh suatu

sebab tertentu. Uraian ini menjelaskan bahwa dengan adanya data statistik tentang

kematian (mortalitas) suatu penduduk di berbagai suatu negara maka dapat

diketahui jumlah kematian sebenarnya, lalu dibandingkan dengan jumlah

kematian yang diharapkan. Selain itu, kematian (mortalitas) dapat dihitung juga

dengan menggunakan standarisasi langsung maupun tidak langsung.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

permasalahannya sebagai berikut :

a. Bagaimana cara menentukan peluang kematian seseorang berdasarkan umur

x tahun.

b. Bagaimana cara membuat dan menentukan tabel kematian ( mortality table )

c. Bagaimana cara menghitung angka kematian menurut umur dengan

menggunakan standarisasi tidak langsung.

3
C. Tujuan Masalah

Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Untuk menentukan peluang kematian seseorang berdasarkan umur x tahun

dari tabel kematian (mortalitas).

2. Untuk mengetahui dan menentukan cara menyusun tabel kematian

(mortality table).

3. Untuk menentukan angka kematian menurut umur secara intensif dengan

menggunakan standarisasi tidak langsung.

D. Manfaat Masalah

a. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat / penduduk tentang angka

kematian (mortalitas).

b. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam usaha menekan angka

naiknya kematian (mortalitas) terutama kematian bayi dan ibu..

c. Untuk menambah pengetahuan tentang kematian (Mortalitas) dalam

bidang demografi.

d. Sebagai tugas akhir Mata Kuliah Matematika Asuransi.

4
BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

Bangsa Indonesia patut bersyukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa berupa

sumber daya alam yang melimpah, Zamrud khatulistiwa yang terdiri dari untaian

sekitar 17.000 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, memiliki

beraneka ragam flora dan fauna serta hasil bumi merupakan sumber daya yang

potensial. Meskipun demikian bangsa yang terdiri dari berbagai ethnik dengan

latar belakang sosial budaya yang religius memiliki potensi konflik dan saat ini

mengalami masalah besar dalam memasuki era globalisasi. Krisis ekonomi akibat

kesalahan manajemen serta diabaikannya paradigma pembangunan yang

memperjuangkan kepentingan rakyat banyak telah menyebabkan bangsa ini

menjadi terpuruk.

Di awal millenium III jumlah penduduk tahun 2000 mencapai 203,4 juta jiwa dan

pada tanggal 1 Januari 2002 diperkirakan akan menjadi 207,5 juta jiwa. Dari segi

kuantitas Indonesia masih merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar

keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dengan tingkat

pertumbuhan 1,35% per tahun jumlah penduduk akan menjadi 400 juta jiwa pada

tahun 2050. Untuk itu laju pertumbuhan masih harus terus ditekan, sehingga

sumber daya dapat lebih diprioritaskan pada pembinaan potensi dan kualitas

penduduk. Sementara itu, tren piramida penduduk Indonesia terlihat adanya

transisi perubahan penduduk dari muda menjadi tua, sehingga beban

5
ketergantungan cenderung menurun. Adanya penurunan penduduk usia muda

(0-14 tahun), mengindikasikan telah terjadi penurunan fertilitas. Di lain pihak,

pada tahun 2000 masih terjadi gejala terus meningkatnya proporsi penduduk usia

produktif (15-64 tahun) dan usia lanjut (65+ tahun), sebagai dampak semakin

rendahnya tingkat mortalitas akibat meningkatnya kondisi kesehatan dan

menurunnya morbiditas ( Badan Kependudukan Nasional, 2002 ). Meningkatnya

penduduk usia produktif dengan kesempatan kerja yang sangat terbatas serta

meningkatnya partisipasi angkatan kerja wanita telah menyebabkan makin

meningkatkan pengangguran dan setengah menganggur. Di lain pihak, dengan

berkembangnya penduduk lanjut usia, perlu diperluas sasaran pelayanan

kesehatan penduduk yang tidak saja memberikan perhatian kepada bayi dan anak

serta orang dewasa, tetapi juga terhadap orang tua.

Dalam urbanisasi ternyata pertumbuhan daerah perkotaan melaju dengan pesat

dan pada tahun 2000 mencapai 5,75%. Secara nasional proporsi penduduk di

daerah perkotaan mencapai 42,5%, tetapi di DKI Jakarta, Yogyakarta, dan

Kalimantan Timur proporsi penduduk perkotaan sudah lebih dari 50%. Kota-kota

dengan penduduk lebih dari 1 juta orang telah bertambah menjadi 13 kota,

sehingga perlu diantisipasi terhadap masalah lingkungan ( Departemen Kesehatan

RI, 2005 ). Daerah-daerah dengan pelaku migrasi selama hidup sampai dengan

tahun 1995 polanya menunjukkan hal yang sama. Di Pulau Sumatera, Provinsi

Sumatera Barat dan Sumatera Utara merupakan daerah pengirim sehingga migrasi

netonya negatif. Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta merupakan pengirim

6
penduduk terbesar di Pulau Jawa. Daerah penerima terbesar masih didominasi

oleh Provinsi Kalimantan Timur dan Lampung, meskipun ini selama 5 tahun

terakhir (1995-2000), khususnya Lampung telah mengalami penurunan drastis.

Proporsi wanita kawin umur muda masih terus mengecil, meskipun tren

penurunan di daerah pedesaan masih relatif lambat. Jawa Barat, Jawa Timur dan

Kalimantan Selatan adalah daerah dengan proporsi umur kawin pertama di bawah

17 tahun masih relatif tinggi. Dalam hal fertilitas, hasil Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesian (SDKI, 1997) membuktikan bahwa target penurunan

fertilitas sampai dengan 50% pada tahun 2000 dapat dicapai. Meskipun demikian

menjelang 2000 tren penurunan menunjukkan adanya pelambatan dan ke depan

jumlah kelahiran akan masih besar karena tingginya proporsi penduduk dewasa

( Badan Kependudukan Nasional , 2002 ).

Di Australia mulai tahun 1905 sampai tahun 1961 harapan hidup untuk pria telah

bertambah 13 tahun, yaitu dari 55 menjadi 68 tahun; sedangkan untuk wanita

mengalami kenaikan 15 tahun, yaitu dari 59 tahun menjadi 74 tahun. Hampir

semua peningkatan itu terjadi di bawah umur 45 tahun, dan kenyataannya untuk

wanita malah lebih memuaskan dibandingkan dengan pria. Selama periode itu

pula harapan hidup pada umur 60 tahun untuk wanita telah bertambah 1,2 tahun,

yaitu dari 14,4 tahun menjadi 15,6 tahun; sedangkan untuk pria malah mencapai

3,3 tahun yaitu dari 16,2 menjadi 19,5 tahun. Walaupun mortalitas menurun dalam

jangka panjang, tatapi kurun waktu sepukuh tahun terakhir telah terjadi

perkembangan yang penting yaitu meningkatnya mortalitas pria yang berumur 45

7
tahun ke atas. Kecenderungan seperti itu berlaku pula di hampir semua kelompok

negara yang sedang berkembang. Sejak tahun 1940 negara-negara berkembang

mengalami penurunan mortalitas yang cukup menggembirakan. Misalnya di

Mauritius mulai tahun 1942 1946 sampai tahun 1961 1963 harapan hidup

untuk pria telah meningkat dari 32 menjadi 59 tahun, dan untuk wanita dari 34

menjadi 62 tahun. Meskipun pada umumnya mortalitas wanita secara keseluruhan

lebih rendah, tetapi keadaan ini tidak berlaku untuk semua umur di beberapa

negara.. Di beberapa negara yang sedang berkembang mortalitas wanita malah

lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang berumur 1-4 tahun, dan juga untuk

wanita pada puncak masa usia melahirkan ( Munir dan Budiarto, 1974 ). Fakta

tersebut memang cukup menarik apabila ditinjau dari segi permasalahan itu

sendiri. Namun kalau dikaji lebih lanjut yang lebih penting lagi ialah karena fakta

itu merupakan pertanda bahwa beberapa kelompok penduduk telah mengalami

perubahan. Fakta tersebut menunjukkan kecenderungan maupun perbedaan dan

kesamaan dalam jangka panjang justru dapat menjadikan bahan pemikiran untuk

mencapai sasaran dalam memperpanjang masa kehidupan manusia di semua

negara. Berdasarkan data itu dapat diketahui secara tepat daerah mana yang harus

segera diteliti dari segi medis dan ilmiah maupun diberikan pelayanan di bidang

kesehatan masyarakat yang lebih baik. Sampai sebegitu jauh terdapat beberapa

alasan mengapa pengukuran mortalitas harus dilakukan secara akurat. Misalnya,

para petugas yang mempunyai tanggungjawab untuk mempertimbangkan bahaya

yang akan terjadi (actuaries) selalu memerlukan angka kematian untuk dapat

menentukan jumlah premi asuransi jiwa; demikian pula para ahli demografi

8
memerlukan angka kematian yang tepat sebagai bahan penyusunan proyeksi

kependudukan.

A. Beberapa Simbol Dan Struktur Tabel Mortalitas

Untuk memudahkan perhitungan peluang kematian seseorang sering kali

digunakan tabel kematian (mortality table). Dalam tabel kematian tersebut dapat

ditemui beberapa simbol matematika antara lain ;

lx menyatakan jumlah orang yang tepat berusia x.

dx menyatakan jumlah orang yang meninggal setahun antara usia x

dan x+1.

1000q x menyatakan peluang seorang berusia x akan meninggal sebelum

usia x+1 dikalikan 1000 (dikalikan 1000 agar bilangan dalam lajur

tidak terlalu banyak dibelakang koma).

ex menyatakan harapan hidup pada usia x.

Dalam penyusunan tabel mortalitas lajur (kolom) pertama menyatakan usia yang

dicapai kemudian dilanjutkan dengan lx , dx , 1000qx , dan yang terakhir adalah ex.

Bagian terpenting suatu tabel mortalitas ialah lajur q x. Bilangan pada lajur ini

ditaksir dari data yang dikumpulkan oleh perusahaan asuransi jiwa. Jadi dengan

menganggap lajur 1000qx telah diketahui, kemudian l0 dipilih sembarang dan

disebut radix. Biasanya l0 dipilih sebesar 100.000 orang. Pada table CSO 1941

(Commisioners 1941 Standard Ordinary) yang disajikan di sini l1 dipilih sebesar

1.000.000 kemudian l0 dihitung. Perhitungannya dikerjakan dengan menggunakan

hubungan :

9
l x l x 1 d x
qx
lx lx

Dimana hubungan ini menyatakan bahwa peluang seseorang yang berusia x akan

meninggal sebelum hari ulang tahunnya yang ke x+1 sama dengan banyaknya

orang dalam kohort yang meninggal antara usia x dan x+1 (d x) dibagi dengan

jumlah orang yang berusia x (lx). Lajur terakhir, ex, yaitu harapan hidup pada usia

x tahun menyatakan rata-rata usia yang akan ditempuh oleh anggota kohort yang

berusia x tahun. Selain simbol yang telah disebutkan diatas, ada beberapa simbol

lain yang bersifat internasional antara lain :

p
n x menyatakan peluang seseorang berusia x akan hidup (paling sedikit) n

tahun. Dimana ;

l xn
n px
lx

Bila n = 1, maka

l x n
px
lx

q
n x menyatakan peluang seseorang berusia x akan meninggal dalam n tahun,

atau sebelum mencapai usia n+x..

Dimana ;

n q x 1 n px

l xn
1
lx

l x l x n

lx

10
Bila n=1, maka

q x 1 px

d
n x menyatakan jumlah orang yang meninggal antara usia x dan x+n. Dimana ;

n d x l x l xn

dx
n qx n
lx

Bila n=1, maka

d x l x l x 1

m/n qx menyatakan peluang seseorang yang berusia x akan hidup m tahun,

tetapi meninggal dalam n tahun kemudian, yaitu meninggal antara usia

x+m dan x+m+n tahun.

Dimana;

l x m l x mn
m/n qx
lx

d xm
n

lx

Bila n = 1

d x m
q q
m /1 x m / x
lx

Dari penulisan diatas dapat dilihat bahwa ruas sebelah kanan selalu menyatakan

usia orang yang sedang dibicarakan, sedangkan sebelah kiri menyatakan jangka

waktu peristiwa (hidup atau meninggal) terjadi. Bilangan sebelah kiri garis tegak

menyatakan lamanya penundaan terjadinya peristiwa ( Sembiring, 1986 ).

11
B. Harapan Hidup Dan Macam Tabel Mortalitas

Lajur terakhir pada tabel mortalitas berisi harapan hidup menurut usia ( e 0x ). Ada

dua macam harapan hidup dari segi perhitungannya. Yang pertama dinamakan

harapan hidup ringkas ( curtate expectation of life ) menyatakan rata-rata jumlah

tahun yang lengkap yang masih akan dialami oleh seseorang yang sekarang

berusia x tahun. Kedua yaitu tahun yang lengkap maksudnya bahwa dalam

perhitungan harapan hidup tersebut hanya diperhitungkan tahun yang penuh

dialami., jadi bagian tahun (pecahan) tidak diperhitungkan. Misalnya; kalau

seorang lahir pada 2 Juli 1951 dan meninggal 18 September 1984 maka dalam

perhitungan harapan hidup ringkas, orang tersebut dianggap meninggal tanggal 2

Juli 1984, sehingga umurnya waktu meninggal 33 tahun dan bukan 33,2 tahun.

Bagian tahun yang tidak lengkap dialami (yaitu 0.2) dibuang. Ini berarti setiap

orang dianggap meninggal pada hari ulang tahunnya yang terakhir. Harapan hidup

ringkas dinyatakan dengan symbol ex. Tanpa lingkaran kecil diatasnya. Jika

dinyatakan dalam rumus akan berbentuk;

l x 1 l x 2 ...... l w
ex
lx

Bila dalam perhitungan ex di atas bagian (pecahan) tahun yang dialami seseorang

anggota lx ikut diperhitungkan maka kita peroleh apa yang disebut harapan hidup

lengkap (complete expectation of life) dan ditulis dalam simbol ex, dengan

lingkaran kecil sebelah atas huruf e. Secara tepat defenisinya adalah :

w w w
1 l xt
e 0x
lx l x t dt
0
0 l x dt
0
t p x dt

12
Secara aproksimasi,

1
e 0x e x
2

Rumus diatas merupakan hampiran (aproksimasi) karena kematian tidak terjadi

secara merata sepanjang tahun. Keadaan sesungguhnya tidak dapat diketahui, tapi

dapat dihampiri (diaproksimasi) dengan cukup memuaskan. Tabel mortalitas yang

digunakan di Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat. Sampai saat ini

perusahaan asuransi di Indonesia belum memiliki tabel yang berasal dari

pengalaman sendiri, karena itu terpaksa harus meminjam dari luar negeri.

Ketidakadaan tabel itu sebagian besar bukan karena tidak mampu membuatnya

dari segi matematikanya tapi karena datanya tidak cukup tersedia dalam keadaan

yang baik. Tabel CSO (Commisioners 1941 Standard Ordinary) didasarkan pada

pengalaman asuransi jiwa di Amerika selama jangka waktu 1930 sampai dengan

1940. Itu tidak berarti bahwa peluang meninggal dalam tabel tersebut betul-betul

menggambarkan pengalaman pemegang polis dalam kurun waktu tersebut di

Amerika. Keadaan sesungguhnya sedikit lebih baik, artinya peluang meninggal

yang sebenarnya dialami sedikit lebih rendah daripada yang tertera di dalam table

CSO. Hal ini sengaja dibuat agar perusahaan asuransi dapat berusaha dengan

aman. Selain tabel mortalitas yang dibicarakan diatas ada juga tabel mortalitas

yang tidak hanya bergantung pada usia x. Dimana tabel mortalitas tersebut

memperhitungkan pengaruh seleksi permulaan disebut select , yaitu peluang

meninggal orang yang baru diasuransikan akan lebih rendah pada umur

yang sama sedangkan yang tidak memperhitungkan pengaruh seleksi atau

13
pengaruhnya telah hilang disebut ultimate. Pengaruh seleksi permulaan

biasanya dianggap hilang sesudah 3 5 tahun.

Masih ada tabel mortalitas jenis lain untuk kegunaan khusus. Tabel anuitas

(annuity table) yang khusus dibuat untuk tujuan anuitas (rangkaian pembayaran).

Dan tabel mortalitas agregat (aggregate mortality tables) didasarkan atas semua

data tanpa memandang lamanya telah diasuransikan dan semua pengalaman

dikelompokkan (diagregasikan) bersama ( Sembiring, 1986 ).

C. Studi Sebab Kematian

Salah satu tabulasi yang penting berisi statistik kematian yang banyak disusun

oleh hampir semua negara ialah tabulasi untuk setiap kelompok kematian menurut

umur jenis kelamin yang diklasifikasikan berdasarkan sebab kematian. Sebab

kematian yang dipergunakan untuk keperluan statistik harus merupakan suatu

konsep statistik karena surat keterangan kematian yang dikeluarkan berdasarkan

informasi itu sangat diperlukan untuk menentukan sebab kematian yang pertama,

kedua maupun sebab-sebab lain, meskipun yang digunakan untuk kepentingan

statistik hanya satu sebab saja. Hampir semua negara telah menggunakan suatu

peraturan standar internasional untuk menentukan satu sebab kematian meskipun

kenyataan menunjukkan bahwa kematian dapat diakibatkan oleh kombinasi

beberapa sebab. Tujuan peraturan standar itu tidak lain adalah untuk mencapai

keseragaman serta mempermudah penyusunan perbandingan internasional. Dalam

rangka membantu tujuan tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia ( World Health

Organization ) telah menyusun dan menerbitkan International Classification

14
mengenai 100 kelompok penyakit dan sebab kematian. Untuk lebih

menyederhanakan dan meringkas permasalahannya, daftar yang panjang dan

lengkap itu sering kali disingkat menjadi 50 kelompok utama sebab kematian.

Daftar tersebut senantiasa diperbaiki secara teratur, dan revisi yang kedelapan dan

terakhir dilakukan pada tahun 1965 ( Munir dan Budiarto, 1974 ).

Berubahnya pedoman untuk menentukan sebab kematian yang diperlukan untuk

kepentingan statistik akan menyebabkan kecenderungan kematian yang

diakibatkan oleh suatu sebab tertentu akan mengalami perubahan pula. Di

samping itu berubahnya kecenderungan dapat juga disebabkan oleh peningkatan

di bidang bantuan diagnostik dan pengetahuan pengobatan. Misalnya,

perkembangan radiologi telah dapat membantu penyelidikan terhadap penyakit

gastric dan bisul duodenal; begitu pula bertambahnya pengetahuan tentang

peningkatan mortalitas yang disebabkan oleh penyakit tersebut merupakan hasil

diagnosa yang lebih tepat. Selain itu prosedur pemberian surat keterangan

kematian dan kebiasaan pelayanan medis maupun kualitas serta ketepatan data di

masing-masing negara dan dari waktu ke waktu senantiasa berbeda; semua ini

akan banyak membawa pengaruh terhadap angka kematian yang sedang diselidiki.

D. Angka Kematian Dan Rasio Khusus Menurut Sebab Kematian

Apabila jumlah seluruh kematian yang terjadi dalam suatu periode tertentu

diklasifikasikan menurut sebab kematian, proporsi jumlah seluruh kematian yang

diakibatkan oleh sebab khusus dinamakan rasio kematian khusus menurut sebab

15
kematian ( cause specific death ratio ). Misalnya, pada tahun 1964 di Australia

terjadi 100.594 kematian, dan 3.722 diantaranya diklasifikasikan menurut

sebab penyakit pneomonia.

Tabel 1. Rasio Kematian Khusus Di Beberapa Negara


Sebab Kematian
Negara Kecelakaan
Jantung Neo Plasma Pneumonia TBC
Australia (1964) 0,059 0,372 0,153 0,037 0,004
Amerika Saerikat (1964) 0,058 0,389 0,164 0,037 0,005
Inggris dan Wales (1964) 0,035 0,325 0,199 0,055 0,004
Singapura (1963) 0,042 0,097 0,133 0,073 0,065
India (1961) 0,049 0,066 0,039 0,210 0,071
Meksiko (1963) 0,042 0,037 0,037 0,131 0,023
Sumber : United Nations Demographic Year Book, 1965.

Berdasarkan data rasio tersebut kematian khusus menurut sebab kematian untuk

3.722
pneumonia ialah 0,037. Dengan demikian rasio tersebut merupakan
100.594

petunjuk bahwa di suatu negara tertentu terdapat satu sebab kematian khusus

relatif.

Tabel 2. Angka Kematian khusus Menurut Sebab Kematian di Beberapa


Negara
Sebab Kematian
Negara Kecelakaan Penyakit Neo Pneumonia TBC Semua
Plasma Sebab
Australia (1964) 53,6 336,3 137,9 33,4 3,7 903,4
Amerika Saerikat (1964) 54,2 365,5 153,9 30,2 4,3 939,6
Inggris dan Wales (1964) 39,4 367,0 224,1 62,3 5,3 1128,1
Singapura (1963) 24,1 55,9 76,6 42,2 37,6 575,4
India (1961) 57,6 76,9 45,0 245,5 82,7 1166,3
Meksiko (1963) 45,4 40,2 39,5 140,3 25,1 1047,6
Sumber : United Nations Demographic Year Book, 1965.

Misalkan, di Australia pada tahun 1964 terdapat 3.722 kematian yang diakibatkan

oleh pneumonia, dan perkiraan jumlah penduduk tersebut dapat disusun angka

16
kematian khusus menurut sebab penyakit pneumonia, yaitu

3.722
0,000334 atau 33,4 kematian per 100.000 orang. Penyebut
11 .136.000

yang digunakan untuk angka tersebut harus jumlah seluruh penduduk dan tidak

hanya penduduk yang menderita penyakit tertentu. Dari hasil analisis mengenai

angka kematian khusus menurut sebab kematian dan rasio kematian khusus

menurut sebab kematian tampak jelas bahwa turunnya mortalitas benar-benar

disebabkan oleh turunnya jumlah dan proporsi kematian karena penyakit infeksi

dan parasit. Dengan demikian proporsi kematian karena kanker dan penyakit

peredaran darah dan degeneratif lainnya akan juga meningkat. Perlu diperhatikan

pula bahwa angka kematian khusus menurut sebab kematian dan rasio kematian

khusus menurut sebeb kematian biasanya tidak didasarkan atas umur/ atau jenis

kelamin. Berdasarkan pengertian itu, kematian pria dan wanita dikombinasikan

seperti juga kematian orang-orang yang masih muda dan tua. Meskipun dua angka

kematian khusus menurut sebab kematian mungkin sama, tetapi dari sudut

pandangan ekonomis akan jauh lebih penting dibandingkan dengan yang lain

karena angka pertama terutama akan mempengaruhi orang-orang yang masih

muda. Pengaruh yang disebabkan karena distribusi umur-jenis kelamin penduduk

yang tidak diperhitungkan dapat diketahui dengan cara membandingkan angka

kematian yang disebabkan oleh semua sebab di Singapura ( 575,4 per 100.000

orang ) dan Inggris/wales (1.128,1 per 100.00 orang ). Atas dasar ukuran umur

khusus, angka kematian di Singapura memang lebih tinggi; tetapi karena

17
kelompok penduduk yang masih muda, akibatnya angka kematian itu rendah

apabila masalah umur tidak diperhitungkan.

E. Angka Kematian Menurut Umur Dan Jenis Kelamin

Sebab khusus kematian tidak membawa pengaruh yang sama terhadap pria dan

wanita maupun semua kelompok umur. Sebagai contoh yang ekstrim dapat

dikemukakan bahwa cacat pembawaan biasanya sangat mempengaruhi angka

kematian kelompok umur yang masih sangat muda; sedangkan penyakit jantung

kurang mempengaruhi kelompok umur muda, tetapi malah merupakan sebab

kematian yang serius bagi kelompok umur yang lebih tinggi, dan komplikasi

kehamilan dan kelahiran sudah tentu hanya akan berpengaruh kepada wanita.

Untuk semua sebab yang dikombinasikan, di banyak negara mortalitas wanita

dalam masa kanak-kanak dan sepanjang masa kehidupan ternyata lebih rendah

dibandingkan dengan mortalitas pria, dan perbedaannya malah semakin

menyolok. Pengecualian mengenai hal ini terjadi di beberapa negara yang sedang

berkembang seperti Sri Langka, India dan pakistan dimana mortalitas wanita

dalam masa usia melahirkan masih sangat tinggi. Dalam kaitannya dengan

masalah umur, angka mortalitas akan mulai meningkat pada saat kelahiran,

kemudian menurun cepat sampai tingkat minimum sekitar umur 10 tahun, dan

sesudah itu naik lagi sepanjang masa kehidupan berikutnya. Keadaan ini tidak

berlaku di kelompok negara yang sudah maju di mana puncak kematian yang

tidak begitu tinggi terjadi disekitar umur 19 tahun yang disebabkan oleh

mortalitas karena kecelakaan yang cukup tinggi; demikian pula di beberapa

18
negara yang sedang berkembang di mana puncak kematian yang tidak begitu

tinggi terjadi pada kurva mortalitas wanita di sekitar puncak masa usia melahirkan

yang disebabkan oleh tingginya mortalitas pada saat kelahiran. Besarnya

perbedaan tersebut menyebabkan angka kematian harus dihitung secara terpisah

menurut kelompok jenis kelamin dan umur. Angka tersebut dinamakan angka

kematian khusus menurut umur-jenis kelamin (age-sex specific death rates).

Dengan cara memisahkan penduduk menurut kelompok jenis kelamin dan umur

dapat disusun tabel angka untuk setiap jenis kelamin dan umur yang tidak

terpengaruh oleh distribusi penduduk menurut umur-jenis kelamin ( Munir dan

Budiarto, 1974 )

F. Faktor-faktor Lain Yang Mempengaruhi Mortalitas

Angka kematian pada dasarnya berbeda menurut umur dan jenis kelamin; dengan

demikian perlu disusun angka kematian khusus menurut umur dan jenis kelamin;

disamping itu hendaknya dihitung pula angka khusus untuk beberapa faktor lain

karena mortalitas yang disebabkan oleh faktor-faktor itu ternyata banyak berbeda-

beda. Faktor tersebut antara lain ialah ras (bangsa) dan pekerjaan. Pada

umumnya angka kematian bangsa kulit putih dapat dikatakan lebih rendah

dibandingkan dengan bangsa berkulit hitam, sedangkan untuk bangsa yang

berkulit kuning terletak di antara kedua angka tersebut. Perbedaan itu tampak baik

pada berbagai negara maupun untuk berbagai bangsa yang terdapat di dalam satu

negara. Walaupun demikian perbedaan ini pada hakekatnya lebih mencerminkan

faktor sosial, ekonomis dan lingkungan dibandingkan dengan perbedaan biologis

atau genetik (keturunan) ( Munir dan Budiarto, 1974).

19
Perbedaan mortalitas memang terjadi juga karena berbagai faktor, tetapi dilain

pihak pada umumnya tidak begitu berarti bila dibandingkan dengan umur, jenis

kelamin dan mungkin juga dari segi ras (bangsa), di dalam kategori tersebut

terdapat beberapa faktor antara lain :

1. Status Perkawinan

Mortalitas kelompok penduduk yang sudah menikah ternyata lebih rendah

dibandingkan dengan yang belum menikah, dan perbedaan untuk pria lebih besar

daripada wanita. Hal ini sebagian disebabkan oleh faktor bahwa perkawinan

biasanya mensyaratkan orang-orang yang sehat, maupun karena perbedaan

kebiasaan dan kondisi hidup.

2. Tempat Tinggal

Mortalitas di daerah pedesaan pada umumnya lebih rendah dibandingkan di

daerah kota, tetapi sekarang perbedaan tersebut berkurang. Beberapa penyakit

menyerang daerah beriklim panas, dan ada juga yang melanda tempat-tempat

yang dingin; akibatnya perbedaan iklim dapat juga menjadi faktor penyebab

kematian. Atas dasar alasan ini juga di tempat tinggal yang sama dapat terjadi

fluktuasi mortalitas musiman.

3. Cara Hidup

Pada umumnya apabila kondisi sosial semakin memuaskan (diukur dari segi

kualitas perumahan, kebersihan, pelayanan kesehatan dan lain-lain), angka

kematian akan menurun. Kebiasaan hidup, misalnya merokok, makan dan minum,

dapat juga mempengaruhi mortalitas.

20
4. Faktor Genetik

Beberapa penyakit ternyata dapat menular dari generasi yang satu ke generasi

lain; dan dengan demikian terdapat juga beberapa alasan tertentu mengapa para

keluarga harus berusaha memperpanjang masa kehidupan. Walaupun demikian

jumlah penyakit seperti itu tidak begitu banyak, dan pengaruhnya terhadap

mortalitas dirasakan tidak menentu. Dengan demikian dewasa ini perbedaan

keturunan secara komparatif tidak berarti.

G. Jumlah Kematian yang Diharapkan

Dalam banyak hal perlu juga membandingkan kematian yang sebenarnya di dalam

suatu jumlah penduduk tertentu dengan kematian yang diharapkan atas dasar

beberapa hipotesis. Misalnya, suatu perusahaan asuransi jiwa dapat

membandingkan jumlah kematian para pemegang polis yang terjadi selama satu

tahun dengan jumlah kematian pemegang polis yang diharapkan menurut rumus

premi yang berlaku bagi perusahaan itu. Dalam kasus biasa yang lain jumlah

kematian yang sebenarnya di dalam salah satu bagian seluruh penduduk harus

dibandingkan dengan jumlah kematian yang diharapkan terjadi di dalam bagian

tersebut apabila angka kematian jumlah seluruh penduduk diterapkan untuk

keperluan itu. Metode tersebut digunakan, misalnya, untuk menentukan apakah

kematian yang terjadi di dalam satu pekerjaan lebih tinggi atau malah lebih rendah

dibandingkan dengan penduduk rata-rata. Apabila distribusi umur dan jenis

kelamin bagian penduduk itu dianggap sama dengan distribusi umur dan jenis

kelamin jumlah seluruh penduduk, angka kematian kasar (crude death rates)

21
dapat dipergunakan untuk menghitung jumlah kematian yang diharapkan.

Misalnya pada tahun 1968 di negara bagian N.S.W. terdapat 41.803 kematian.

Jumlah penduduk N.S.W. pada pertengahan tahun 1968 diperkirakan mencapai

4.381.416 jiwa, dan angka kematian kasar di Australia ialah 9,10 kematian per

1.000 penduduk. Atas dasar angka kematian kasar di Australia, di negara bagian

N.S.W. diharapkan akan terjadi 39.871 kematian. Jumlah tersebut ternyata agak

kurang dibandingkan dengan jumlah kematian yang sebenarnya; hal ini

menunjukkan bahwa atas dasar tersebut kematian di negara bagian N.S.W. agak

lebih tinggi dibandingkan dengan kematian di Australia. Meskipun demikian

asumsi mengenai distribusi umur dan jenis kelamin yang sama ternyata jarang

sekali meyakinkan, dan perbedaan antara jumlah kematian yang sebenarnya

dengan yang diharapkan dapat disebabkan oleh perbedaan distribusi umur

kelamin di negara bagian N.S.W. dan Australia ( Lembaga Australia-

Indonesia,2005 ).

Perhitungan untuk menentukan kematian yang diharapkan dan angka kematian


Jumlah Pemegang Polis x Angka Kematian Rata rata
Kematian diharapkan
yang diharapkan dapat digunakan rumus sebagai berikut :
100

22
H. Standarisasi Langsung Dan Tidak Langsung

Dalam banyak perbandingan mortalitas ternyata distribusi umur senantiasa sama,

sehingga cacat yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan tidak begitu serius.

Dalam hal ini banyak digunakan angka kematian kasar karena perhitungannya

tidak rumit. Seringkali struktur penduduk dan angka kematian khusus menurut

umur tidak diketahui (yang tersedia hanya data mengenai jumlah seluruh

penduduk dan jumlah seluruh kematian), dan dalam keadaan seperti itu tidak ada

alternatif lain kecuali menggunakan angka kematian kasar. Untuk menentukan

angka kematian kasar digunakan rumus sebagai berikut :

Walaupun demikian apabila angka kematian khusus menurut umur sudah

diketahui, agaknya akan lebih layak apabila digunakan ukuran yang konstan

dibandingkan dengan ukuran yang membedakan penduduk yang satu dengan yang

lain. Apabila ukuran yang digunakan ialah jumlah pada setiap umur dan setiap

kelompok umur yang tercakup di dalam satu penduduk standar, angka rata-rata

yang dihasilkan dinamakan angka kematian yang distandarisasikan (standardized

death rate). Angka tersebut dapat didefinisikan sebagai seluruh angka kematian

yang akan berlaku di dalam suatu jumlah penduduk standar apabila mempunyai

angka kematian penduduk pada setiap umur yang sedang diselidiki.

Kematian yang diharapkan untuk setiap jenis kelamin dan kelompok umur

dihitung dengan cara mengalikan penduduk yang tercakup di dalam jenis kelamin

dan kelompok umur dengan angka kematian khusus menurut umur dan jenis

23
kelamin yang cocok. Jumlah seluruh kematian yang diharapkan ialah jumlah

kematian yang diharapkan untuk semua umur dan kedua jenis kelamin. Dengan

demikian angka kematian yang distandarisasikan ialah jumlah seluruh kematian

yang diharapkan dan kemudian dibagi dengan jumlah penduduk standar dan

dikalikan 1.000. Prosedur tersebut merupakan proses standarisasi langsung yang

dilakukan secara sekaligus untuk berbagai variabel. Satu-satunya persyaratan

khusus yang harus dipenuhi ialah tersedianya penduduk standar dan angka

kematian penduduk yang sedang diselidiki yang kedua-duanya diterapkan khusus

untuk setiap variabel yang bersangkutan. Apabila proses standarisasi langsung

pada prinsipnya harus mencakup penerapan berbagai angka khusus umur terhadap

struktur penduduk standar, alternatif lain yang dapat dipergunakan ialah

menerapkan seperangkat standar angka khusus menurut umur terhadap penduduk

yang sedang diselidiki, dan kemudian membandingkan jumlah kematian yang

sebenarnya dengan jumlah yang diharapkan dengan dilandasi oleh asumsi bahwa

angka kematian standar memang berlaku. Prosedur tersebut dinamakan

standarisasi tidak langsung ( Nilai Tunggal Indeks) ( Munir dan Budiarto, 1974 ).

Untuk menentukan angka kematian yang distandarisasi secara tidak langsung

( Nilai Indeks Tunggal ) maka digunakan rumus :

24
BAB. III

PEMBAHASAN

Contoh 1 :

Berapakah peluang seseorang berusia 40 tahun akan meninggal antara usia 55 dan

60 tahun ?. (Gunakan tabel CSO 1941).

Penyelesaian :

Cara I

l 55 l 60 754191 677771
15 / 5 q 40 0.08651
l 40 883342

Cara II

Cara lain mengerjakan soal ini ialah dengan menghitung peluang seseorang

yang berusia 40 tahun akan mencapai usia 55 tahun, kemudian

mengalikannya dengan peluang orang berusia 55 tahun akan meninggal

sebelum mencapai usia 60 tahun. Jadi,

15 / 5 q 40 15 p 40 .5 q 55

l 55 l 55 l 60
.
l 40 l 55

754191 677771
0.08651
883342

Contoh 2 :

25
Dua orang masing-masing berusia 18 dan 23 tahun. Berapakah peluangnya :

a. Paling sedikit seorang mencapai usia 60 tahun ?

b. Keduanya meninggal sebelum mencapai usia 40 tahun ?

Penyelesaian :

P (A) = peluang seorang berusia 18 tahun akan hidup mencapai usia 60 tahun.

l xn l 677.771
P (A) = 60 0.709008496
lx l 18 955.942

P (B) = peluang seorang berusia 23 tahun akan hidup mencapai usia 60 tahun.

l xn l 677.771
P (B) = 60 0.717721533
lx l 23 944.337

a. P ( A B ) = Peluang paling sedikit seorang mencapai usia 60 tahun

P ( A B ) = P (A) + P (B) P ( A B )

= P (A) + P (B) P (A). P (B)

= [(0.709008496) + (0.717721533)] [(0.709008496). (0.717721533)]

= 1.426730029 0.508870665

= 0.917859364

b. P ( A ) = peluang seorang berumur 18 tahun akan meninggal sebelum

berusia 40 tahun.

l x l x n l 18 l 40 955.942 883.342
P(A ) = 0.07594603
lx l 18 955.942

P ( B ) = peluang seorang berumur 23 tahun akan meninggal sebelum

berusia 40 tahun.

l x l x n l 23 l 40 944.337 883.342
P(B) = 0.064590289
lx l 23 944.337

26
P( A B) = peluang keduanya meninggal sebelum mencapai usia 40

tahun

P( A B) = P(A ) . P(B )

= (0.07594603). (0.064590289)

= 0.004905376

Contoh 3 :

Selesaikanlah Tabel 3 berikut :

x lx dx qx px ex e 0x
85 10000 3000 3/10 7/10 1,21 1,71
86 7000 3000 3/7 4/7 0,73 1,23
87 4000 3000 0,28 0,78
88 1000 900 9/10 1/10 0,10 0,60
89 100 100 1 0 0 0,50
90 0 0 0 0 0 0,50
Dalam Table diatas nilai l85 dan qx telah diketahui.

Untuk mencari l86 harus terlebih dahulu mencari d85., dan seterusnya dengan

ketentuan rumus sebagai berikut :


dx = qx . lx dan lx+1 = lx - dx

d85 = 3/10 . 10000 = 3000

d86 = 3/7. 7000 = 3000


:
:
:
dan seterusnya.

l86 = 10000 3000 = 7000.

l87 = 7000 3000 = 4000.

27
:
:
:
dan seterusnya

Untuk menentukan px, ex dan e 0x digunakan rumus sebagai berikut :

px = 1 - qx

p85 = 1 3/10 = 7/10

p86 = 1 3/7 = 4/7


:
:
:
dan seterusnya

ex =

7000 4000 1000 100


e85 = 1,21
10000

4000 1000 100


e86 = 0,73
7000
:
:
:
dan seterusnya
ex e
0 x 1
2

0
e 85 1,21 1 1,71
2

0
e 86 0,73 1 1,23
2
:
:
:
dan seterusnya.

28
Contoh 4 :

Suatu perusahaan asuransi menentukan premi orang dewasa atas dasar kematian

rata-rata sebagai berikut :

Tabel 4. Angka Kematian Rata-rata dari Kelompok Umur


Angka Kematian Rata-rata
Kelompok Umur
20 di bawah 30 0.001
30 di bawah 40 0.0015
40 di bawah 50 0.004
50 di bawah 60 0.010
60 di bawah 70 0.025
70 di bawah 80 0.050
80 dan ke atas 0.100

Tabel 5. Pengalaman kelompok umur di atas selama tiga tahun terakhir ialah :
1968 1969 1970
Jumlah Jumlah Jumlah
Pemegang Kematian Pemegang Kematian Pemegang Kematian
Polis Polis Polis
26.724 28 28.959 35 30.269 42
35.689 52 37.742 58 41.956 65
53.294 226 37.924 235 58.729 275
37.594 392 39.629 426 42.825 502
35.842 824 29.245 952 44.329 1.062
20.629 1.010 23.942 1.305 26.942 1.502
8.526 924 10.694 1.264 11.685 1.364

Hitung nilai tunggal indeks untuk mengukur pengalaman mortalitasnya untuk

setiap tahun dengan menggunakan 100 sebagai indeks untuk mortalitas yang

menjadi dasar premi.

Penyelesaian :

29
a. Untuk Tahun 1986

Untuk menentukan kematian yang diharapkan maka digunakan rumus :

Kematian yang diharapkan untuk :


Jumlah Pemegang Polis x Angka Kematian Rata rata
Kematian diharapkan
100
26.724 x 0.001
umur 20 29 tahun = 0.2672
100

:
:
:
:
:
8.526 x 0.100
umur 80 + tahun = 8.5260
100

Untuk menentukan angka kematian yang diharapkan maka digunakan rumus :

3456
Angka kematian yang diharapkan
34.4946

= 100,2

Untuk menentukan angka kematian kasar maka digunakan rumus :

3.456
Angka kematian kasar = x 100
218298

= 1,58

30
Untuk menentukan angka kematian yang distandarisasi secara tidak langsung

( Nilai Indeks Tunggal ) maka digunakan rumus :

Nilai Tunggal Indeks = 100,2 x 1,58

= 158,3

Hasil perhitungan diatas dapat dilihat dalam Tabel 6 standarisasi berikut:

Tabel. 6. Standarisasi Angka Kematian tidak langsung Menurut Umur


pada Pemegang Polis Asuransi untuk Tahun 1968
Angka Tahun 1968
Jumlah Kematian Kematian Yang
Umur Kematian Rata-
Pemegang Polis diharapkan
rata
20 29 0.001 26.724 28 0.2672
30 39 0.0015 35.689 52 0.5353
40 49 0.004 53.294 226 2.1318
50 59 0.010 37.594 392 3.7594
60 69 0.025 35.842 824 8.9605
70 - 79 0.050 20.629 1.010 10.3145
80+ 0.100 8.526 924 8.5260
TOTAL 0.1915 218298 3.456 34.4946
Angka Kematian Yang Diharapkan 100.2
Angka Kematian Kasar 1.58
Angka Kematian yang distandarisasikan secara tak langsung (Nilai 158.3
Tunggal Indeks)

b. Untuk Tahun 1969

Seluruh perhitungan standarisasi angka kematian tidak langsung untuk tahun 1969

sama halnya dengan perhitungan pada tahun 1968, yang membedakannya yaitu

pada jumlah pemegang polisnya.

31
Maka kematian yang diharapkan untuk :

28.959 x 0.001
umur 20 29 tahun = 0.2895
100

:
:
:
10.694 x 0.100
umur 80 + tahun = 10.694
100

4275
Angka kematian yang diharapkan 36,3116

= 117,73

4275
Angka kematian kasar = x 100
208135

= 2,05

Nilai Tunggal Indeks = 117,73 x 2,05

= 241,35

Hasil perhitungan diatas dapat dilihat dalam tabel standarisasi dibawah ini.

Tabel 7. Standarisasi angka kematian tidak langsung menurut umur


padapemegang polis asuransi untuk Tahun 1969
Tahun 1969
Angka Kematian
Umur Jumlah Kematian Kematian Yang
Rata-rata
Pemegang Polis diharapkan
20 29 0.001 28.959 35 0.2895
30 39 0.0015 37.742 58 0.5661
40 49 0.004 37.924 235 1.5169

32
50 59 0.010 39.629 426 3.9629
60 69 0.025 29.245 952 7.3112
70 - 79 0.050 23.942 1.305 11.971
80+ 0.100 10.694 1.264 10.694
TOTAL 0.1915 208.135 4275 36.3116
Angka Kematian Yang Diharapkan 117.73
Angka Kematian Kasar 2.05
Angka Kematian yang distandarisasikan secara tak langsung (Nilai 241.35
Tunggal Indeks)

c. Untuk Tahun 1970

Seluruh perhitungan standarisasi angka kematian tidak langsung untuk tahun 1970

juga sama halnya dengan perhitungan pada tahun 1968 dan 1969.

Maka kematian yang diharapkan untuk :

30.269 x 0.001
umur 20 29 tahun = 0.3026
100

:
:
:
:
11 .685 x 0.100
umur 80 + tahun = 11 .6850
100

4812
Angka kematian yang diharapkan 43,8018

= 109,86

4812
Angka kematian kasar = x 100
256735

= 1,87

Nilai Tunggal Indeks = 109,86 x 1,87

= 205,43

Hasil perhitungan diatas dapat dilihat dalam tabel standarisasi dibawah ini.

33
Tabel 8. Standarisasi angka kematian tidak langsung menurut umur
padapemegang polis asuransi untuk Tahun 1970
Tahun 1970
Angka Kematian
Umur Jumlah Kematian Kematian Yang
Rata-rata
Pemegang Polis diharapkan
20 29 0.001 30.269 42 0.3026
30 39 0.0015 41.956 65 0.6293
40 49 0.004 58.729 275 2.3492
50 59 0.010 42.825 502 4.2825
60 69 0.025 44.329 1062 11.0822
70 - 79 0.050 26.945 1502 13.4710
80+ 0.100 11.685 1364 11.6850
TOTAL 0.1915 256.735 4812 43.8018
Angka Kematian Yang Diharapkan 109.86
Angka Kematian Kasar 1.87
Angka Kematian yang distandarisasikan secara tak langsung (Nilai 205.43
Tunggal Indeks)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Peluang kematian seseorang yang berumur x tahun dapat dihitung dengan

menggunakan tabel CSO 1941 (Commisioners 1941 Standard Ordinary).

34
2. Dalam menyusun sebuah tabel kematian (mortality table) harus terlebih

dahulu diketahui nilai lx (jumlah orang yang tepat berusia x tahun). Dan harus

pula diketahui nilai dx (jumlah orang yang meninggal sebelum mencapai x+1

tahun) atau qx (peluang meninggal seseorang). Jika telah diketahui, maka

dapat disusun sebuah tabel kematian yang terdiri lx, dx, qx, px, ex dan e 0x .

3. Untuk menentukan angka kematian yang distandarisasikan secara tidak

langsung menurut umur ( Nilai Indeks Tunggal ) adalah dengan mengalikan

angka kematian yang diharapkan dengan angka kematian kasar.

B. Saran

Berdasarkan uraian dari hasil permasalahan tentang mortalitas, maka dapat

dikemukakan saran sebagai berikut :

1. Karena angka kematian merupakan hal yang sangat penting bagi setiap

negara, maka diharapkan pemerintah khususnya Indonesia agar dapat

mengurangi angka kematian terutama kematian bayi dan ibu saat melahirkan

dengan upaya peningkatan (promosi) hidup sehat, pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular serta pengobatan penyakit dan rehabilitasi.

2. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari tentang betapa

pentingnya angka kematian (mortalitas).

DAFTAR PUSTAKA

35
Rozy Munir & Budiarto. 1974. Teknik Demografi, PT.Bina Aksara, Jakarta.1984.

R.K. Sembiring,1986. Buku Materi Pokok Asuransi I, Karunika, Jakarta,


Universitas Terbuka, 1986.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ministry of Health, Indonesia.Dalam


www.google.com/ranesi/html/kolomf40312 html.date of acces 17-7-2005

Direktorat Jenderal Administrasi dan Informasi Kependudukan Nasional.2002.


Tren Penduduk Indonesia di Awal Millenium III. Dalam
www.google.com/mortality news.html.data of acces 17-7-2005

Lembaga Australia-Indonesia.2005 Geografi Australia. Dalam


www.google.com/demografi.html.date of acces 17-7-2005

36

Anda mungkin juga menyukai