Anda di halaman 1dari 5

ESSAY

PENERAPAN SISTEM KADERISASI SIYASI TERHADAP KEMAJUAN SYIAR SEBAGAI PENOPANG


KEMENANGAN DAKWAH KAMPUS
Azat Sudrajat1
1 email: 1157020011@uinsgd.ac.id

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis kepemimpinan islam adalah salah satu problem yang kini perlu penanganan serius
(Al-Ayubi, 2015). Oleh sebab itu, dakwah kampus diyakini merupakan salah satu bagian penting
bagi terciptanya karakter pemimpin yang Islami. Sebab sebagai miniatur dunia, kampus menjadi
tempat paling sesuai untuk membentuk pemimpin di masa depan. Sehingga Izzudin (2009)
dalam Zabidin (2013) mengungkapkan kader ialah pemimpin sekaligus pembelajar. Ia adalah
orang yang menjadi pemimpi sebelum menjadi pemimpin.
Ironinya, kini kepemimpinan islami dalam kampus dinilai minim. Ini dapat diukur dari
habitus para mahasiswa hari ini yang cenderung apatis dalam permasalahan dunia islam.
Padahal, peran pemuda sangatlah penting bagi maju dan berkembangnya umat.
Secara teknis, dakwah dapat digolongkan menjadi beberapa fokus bagian. Diantara
bagian tersebut ialah dakwah syiar, siyasi dan profesi. Tiga bagian ini saling membahu dan
mendukung dalam upaya penyukseskan agenda-agenda dakwah. Pembagian fokus dakwah ini
diterapkan dan dijalankan beberapanya pada wajihah. Sehingga, jika ditinjau dari tupoksinya
terdapat wajihah syiar dan siyasi. Sedangkan, dakwah profesi umumnya dilakukan melalui
secara individual dengan mengandalkan keahlian individu.
Sebagai wajihah yang memiliki titik fokus tupoksi syiar, lembaga dakwah mahasiswa
(LDM) merupakan gerbang terdepan dari dakwah. Agenda dakwah yang dirancang LDM harus
selalu mengenai berbagai lapisan-lapisan madu. Hal ini-lah yang kemudian menuntut para
kader LDM untuk senantiasa kreatif, inovatif dan komunikatif.
Namun dalam menjalankan agenda-agenda dakwah syiarnya, LDM terkadang harus
berdekatan dan berhadapan dengan solusi siyasi. Momentum ini yang terkadang tidak dapat
dengan mudah ditangani oleh para kader LDM. Misalnya pada agenda Pelayanan Mahasiswa
Baru (PMB) yang selalu diadakan tiap tahun, cukup banyak permasalahan dari hasil inovatif-
kreatif yang selalu berhadapan dengan ranah siyasi. Sayangnya, terkadang kader cenderung
tidak terlalu kuat menghadapi terpaan dari permasalahan tersebut. Keadaan ini disinyalir
karena kurang meleknya sebagian kader LDM akan kondisi siyasi di dalam kampus.
Oleh sebab itu, mengingat pula sejak keterpurukannya dakwah kampus pasca 2006
kelak, dirasa perlu dilakukannya terobosan baru bagi dakwah. Meskipun dalam teknis dakwah
terbagi menjadi syiar, siyasi dan profesi, ini tidak menutup pemahaman bahwa kader syiar tidak
serta merta tidak bisa memahami siyasi. Maka untuk mengaplikasikan hal tersebut, perlu di
lakukan bidang kaderisasi di wajihah syiar untuk membentuk kader yang memiliki pemahaman
siyasi pula. Disisi lain, dengan strategi ini dimungkinkan akan membantu pula wajihah siyasi
untuk bisa berinovasi strategi baru bila mana strategi tersebut berhubungan dengan syiar.
Dengan demikian, tujuan tulisan ini ialah untuk meninjau mengenai sistem kaderisasi siyasi
sebagai pendukung agenda syiar.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Urgensi tarbiyah siyasiyah sebagai pondasi kaderisasi siyasi
2. Strategi kaderisasi siyasi terhadap pendukung dakwah syiar

2. PEMBAHASAN
Tarbiyah siyasi merupakan salah satu materi penting yang mana mempelajari teori-teori
politik. Hal ini perlu dilakukan sebab yang terpenting ialah sebagaimana dalam Dzakirin (2010),
ia bukan saja sebatas pengetahuan politik namun juga bagaimana memberdayakan umat untuk
bisa berpartisipasi. Ketika dakwah memasuki wilayah politik, tarbiyah siyasiyah mutlak
dibutuhkan. Bahkan, berangkat dari karakteristik Islam yang syamil, yang mengatur segala
bidang kehidupan, tarbiyah siyasiyah pun menjadi keniscayaan.
Yanti (2015) yang dilansir dari dakwatuna.com menuturkan untuk memahamkan
kondisi sosial-politik kampus perlu dilakukannya strategi sistem yang bisa menjelaskan dan
menjadi guideline kader dalam bertindak. Strategi tersebut ialah sistem kaderisasi siyasi. Ini
didasarkan dari Islam mengajarkan umatnya agar tidak buta dengan satu ranah tertentu. Islam
mengajarkan umatnya agar melihat kehidupan secara paripurna. Jika diibaratkan, siyasi
merupakan gerbang pertama yang harus dilewati, dikuasai, dan dijaga oleh kader siyasi
sehingga kita bisa lebih leluasa untuk menebarkan kebaikan Islam dan menanamkan nilai-nilai
Islam. Namun, yang menjadi parameter penting ialah orang-orang yang menjadi kader dakwah
haruslah orang-orang berani dan cerdas yang mampu membuat perubahan menjadi lebih baik.
Tarbiyah siyasiyah inilah yang akan menjadi vaksin bagi kader untuk melaksanakan
agendanya. Inilah kemudian diyakini mampu juga menjawab persoalan yang juga mungkin
dialami wajihah siyasi dikampus ini. Permasalahan tersebut seperti dikemukakan oleh Yanti
(2015) mereka yang katanya sering dianggap pagar dakwah siyasi, justru tak lagi terlihat
taringnya. Ada atau tidak adanya mereka sepertinya sama saja, tak berpengaruh dan tak pula
mewarnai dengan nilai-nilai Islam. Padahal pembentukan aktivis dakwah kampus sosial politik
dibentuk dengan cita-cita agung dan mulia, yaitu menjadi pagar dakwah yang melindungi dari
keburukan, menjadi tiang-tiang dakwah yang menopang dan menjulang tinggi, dan menjadi
sosok-sosok yang mampu memperjuangkan kebaikan. Lantas, masihkah saat ini aktivis dakwah
sosial politik penting? Padahal, jika dakwah digambarkan sebagai rumah, maka siyasi adalah
pagarnya, artinya siyasi mempunyai peran penting untuk mempersilahkan hal-hal baik boleh
masuk ke rumah sehingga bisa memperindah rumah dan mencegah hal-hal buruk dapat
merusak kondisi rumah. Pagar merupakan gerbang pertama yang harus dilewati, dikuasai , dan
dijaga sehingga kita bisa lebih leluasa untuk menebarkan kebaikan yang berasal dari rumah dan
menebarkan pesona rumah.
Namun, jika kita persempit konteksnya dalam ranah syiar, tarbiyah siyasiyah ini mampu
menjadi arahan bagi kader syiar ketika menghadapi ranah agenda-agenda dakwah yang
membutuhkan pula pemahaman siyasiyah. Pengaplikasian peranan ini akan baik dan lebih
terkontrol bila mana dilakukan pada tingkat halaqoh. Sebagaimana Lubis (2010), halaqoh
berfungsi sebagai wadah pengkaderan yang efektif untuk keberlangsungan jamaah.
Dengan pengaplikasiannya pada tingkat halaqoh, maka perlu juga dilaraskan pemilihan
kader yang tepat. Ini disebabkan dalam kondisi kader LDM yang unik, tidak semuanya memiliki
tingkat marhalah pemahaman yang sama. Ketepatan murobi juga akan ikut berpengaruh pada
pemahaman siyasiyah kader syiar. Sehingga setidaknya kader syiar yang terbentuk ini seperti
pada Yanti (2015) memiliki output profil pemahaman fiqh siyasah, keteladanan sosial, kapasitas
intrapersonal , mampu bergerak dinamis dan cerdik membaca situasi.
Namun bila dikaji lebih mendalam, penitik beratkan pada halaqoh saja tidak cukup.
Perlu dilakukan pula penerjunan langsung ke lapangan. Hal ini dinilai mampu membentuk
kaderisasi mandiri dan mengasah analisa sosial bagi kader. Sebab, Yanti (2015) mengukur
parameter kader diantaranya ialah :
1. Aqidah yang Kokoh
2. Pemahaman Islam yang Luas
3. Ibadah yang Lurus dan Benar
4. Keteladanan Akhlak yang Mulia
5. Penguasaan terhadap Sejarah Islam dan Strategi Dakwah Islam
6. Karakter seorang Pemimpin Islam yang Adil
7. Pemahaman Strategi Dakwah dan Dakwah Siyasi
8. Penguasaan Manhaj Haroki (Pedoman Pergerakan)
9. Pemahaman terhadap Konsep Peradaban dalam Islam
10. Penguasaan strategi perubahan sosial
11. Pengusaan mengolah isu dan opini konstruktif
12. Penguasaan kemampuan orasi, negosiasi, lobi, dan komunikasi persuasi
13. Penguasaan konten kajian isu nasional dan internasional
14. Kapasitas membaca dan menulis yang baik
15. Kemampuan untuk memobilisasi massa dan gagasan
16. Kemampuan memimpin forum dan berbicara di depan publik secara meyakinkan
17. Kemampuan berdebat, berdialektika dan berdiskusi dengan isu-isu yang ada
18. Kapasitas dalam memimpin komunitas heterogen

Peran pemahaman sistem kaderisasi siyasi ini bagi kader syiar akan dinilai
mempermudah kader dalam agenda-agenda dakwah. Sehingga, harapannya ialah kader syiar
akan mampu memiliki ide-ide terobosan dakwah terbaru dan terbatas bagi tercapainya visi
LDM yakni menjadikan kampus rabbani. Disisi lain, pemahaman ini pada kader syiar akan
mempermudah kader siyasi jika memerlukan afiliasi agenda dakwah. Dengan demikian baik
wajihah syiar maupun siyasi dikampus akan lebih harmonis dalam mewujudkan kemenangan
dakwah kampus.

3. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendalaman tarbiyah
siyasiyah dalam halaqoh mampu menjadi arahan bagi kader syiar ketika menghadapi ranah
agenda-agenda dakwah yang membutuhkan pula pemahaman siyasiyah. Namun, perlu pula
dilakukan praktek-praktek lapangan agar kemudian terbentuk kader syiar yang paham siyasi
secara mandiri. Dengan sistem ini pada kader syiar akan juga mempermudah kader siyasi jika
memerlukan afiliasi agenda dakwah.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ayubi, S. A. Peran Kaderisasi Organissasi Ekstra Kampus Dalam Meningkatkan Interkasi Dan
Kepemimpinan Mahasiswa. Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kali Jaga.
Dzakiri, A. 2010. Tarbiyah Siyasiyah. Solo: Era Adicitra Intermedia.
Lubis, Hadi, Satria. 2010. Menggairahkan Perjalanan Halaqah. Yogyakarta: Pro-U Media.
Yanti, E. 2015. Apakah Siyasi (Masih) Menjadi Pagar Dakwah?. Dilansir di www.dakwtuna.com
pada 20 oktober 2017 [22.00 WIB].
Zabidin, M. 2013. Perahal Halaqah Dalam Menanamkan Nilai Dan Sikap Anti Korupsi Pada Kader
Partai Keadilan Sejahtera Di Kabupaten Pekalongan. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai