Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Tonsil

2.1. Anatomi Tonsil

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang
terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal
(Ruiz JW, 2009).

2.1.1. Tonsil Palatina


Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris,
daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
Lateral muskulus konstriktor faring superior

Anterior muskulus palatoglosus

Posterior muskulus palatofaringeus

Superior palatum mole

Inferior tonsil lingual (Wanri A, 2007)


Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan
tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat
retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting
mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur
pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan
pusat germinal (Anggraini D, 2001).
2.1.2. Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di
bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus.
Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring
terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke
fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal
antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004).
2.1.3. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata
(Kartosoediro S, 2007).
2.1.4. Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau
dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior (Shnayder, Y, 2008).
Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring
terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal (Wiatrak BJ, 2005).
2.1.5. Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris
dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri
palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4)
arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri
lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua
daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh
arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui
pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal (Wiatrak BJ,
2005).
2.1.6. Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada (Wanri A, 2007).
2.1.7. Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX
(nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
2.1.8. Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil
adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005).
Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD),
komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan
tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada
4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid
dan pusat germinal pada folikel ilmfoid (Wiatrak BJ, 2005). Tonsil merupakan organ
limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang
sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik (Hermani B, 2004)

2.2. Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian
daricincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral
band dinding faring / Gerlachs tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 ).
Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang diakibatkan oleh bakteri, virus,
dan jamur.
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes,
dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer,A. 2000). Tonsilitis akut merupakan
suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla palatina, yang terdapat pada daerah
orofaring disebabkan oleh adanya infeksi maupun virus. (Sutji Pratiwi,2008).
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada
tonsila palatina yang menetap (Chan, 2009). Tonsilitis Kronis disebabkan oleh
serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang
permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu
ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali
ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan (Colman, 2001). Tonsilitis
kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis
makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

2.3. Etiologi Tonsilitis


Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi
untuk membuat limfosit, yaitu sejenis sel darah putih yang bertugas membunuh
kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Tonsil akan berubah menjadi
tempat infeksi bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang,
menyebabkan tonsillitis. (Charlene J. Reeves,2001)
Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi, Effiaty
Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta Hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes.
Streptococcus pyogenes merupakan patogen utama pada manusia yang
menimbulkan invasi lokal, sistemik dan kelainan imunologi pasca streptococcus
(Jawetz, 2007).
2.4 Patofisiologi Tonsilitis
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil berperan
sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk dan membentuk
antibody terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis
maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak
pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut
dengan detritus disebut tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis akut dimulai dengan
gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh
merasa sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan demam tinggi (39C-40C).
Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sakit menelan, tenggorokan akan
terasa mengental. (Charlene J. Reeves,2001).
Tetapi bila penjamu memiliki kadar imunitas antivirus atau antibakteri yang
tinggi terhadap infeksi virus atau bakteri tersebut, maka tidak akan terjadi kerusakan
tubuh ataupun penyakit. Sebaliknya jika belum ada imunitas maka akan terjadi
penyakit (Arwin, 2010).
Sistem imun selain melawan mikroba dan sel mutan, sel imun juga
membersihkan debris sel dan mempersiapkan perbaikan jaringan (Sterwood, 2001).
Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang yang
menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut
sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus
(Iskandar N,1993).
Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menimbulkan radang berupa
keluarnya leukosit polymorphnuklear serta terbentuk detritus yang terdiri dari
kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang lepas.
Gambar 2.2. tonsilitis akut
Patofisiologi tonsilitis kronis Menurut Farokah,2003 bahwa adanya infeksi
berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua
kuman sehingga kuman kemudian menginfeksi tonsil. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi tempat infeksi (fokal infeksi). Dan satu
saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat
keadaan umum tubuh menurun.
Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara
klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa
tonsilaris. roses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula
(Rusmarjono, 2006).
2.5. Manifestasi Klinis Tonsilitis
Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal/ kering ditenggorokan, anoreksia,
otalgia, tonsil membengkak. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga
menjadi parah, sakit menelan, kadang muntah. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan
kekambuhan sakit tenggorokan dan keluarnya nanah pada lekukan tonsil
(Mansjoer,2000).
Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsila
biasanya bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini
mungkin keabu-abuan dan kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul, membentuk
membran dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal (Boies,
1997).
Keluhan utama yang paling sering adalah sakit tenggorokan dan infeksi
saluran nafas atas. Penyebab utama yang paling banyak pada tonsilitis akut adalah
bakteri grup A streptococcus B hemoliticus, disamping itu penyebab terbanyak
biasanya disebabkan oleh virus (Brodsky, Poje, 2006).
2.6. Penatalaksanaan Tonsilitis
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 :

1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut)


selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam
bentuk suntikan.

2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika : o Tonsilitis terjadi


sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.

o Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2
tahun.

o Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3
tahun.

o Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.


Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis akut adalah :

o Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat


kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan
eritromisin atau klindomisin.

o Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid


untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.

o Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari


komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan
tenggorok 3x negatif.

o Pemberian antipiretik.

Menurut Fahrun Nur 2009, penatalaksanaan tonsilitis akut dengan


memperbaiki higiene mulut, pemberian antibiotika spektrum luas selama 1 minggu
dan Vitamin C dan B kompleks.
Pada beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih dari 5
hari. Pemberian antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda lebih
cepat. Meskipun demikian, tanpa antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat
berkurang selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala lainnya dapat berkurang
selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala dapat bertahan sampai 9 hari selama
pemberian terapi (Brook, 2008).
Untuk tonsilitis bakteri, penisililin merupakan antibiotik lini pertama untuk
tonsilitis akut yang disebabkan bakteri Group A Streptococcus B hemoliticus
(GABHS). Walaupun pada kultur GABHS tidak dijumpai, antibiotik tetap diperlukan
untuk mengurangi gejala. Jika dalam 48 jam gejala tidak berkurang atau dicurigai
resisten terhadap penisilin, antibiotik dilanjutkan dengan amoksisilin asamklavulanat
sampai 10 hari (Christoper, Linda 2006; Current, 2007).
Pada tonsillitis kronik dilakukan terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat
kumur / hisap dan terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau
terapi konservatif tidak berhasil. Mansjoer, A (1999).
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal
ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan
keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di
Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada
operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena
durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit (Wanri A, 2007).

2.7. Komplikasi Tonsilitis

Komplikasi tonsillitis akut dan kronik menurut Mansjoer, (2000), yaitu:


a.Abses pertosil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,
abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan
oleh streptococcus group A.
b. Otitis media akut
Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustachi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengakibatkan
otitis media yang dapat mengarah pada rupture spontan
gendang telinga.
c. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke dalam
sel-sel mastoid.
Komplikasi lain adalah dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan
terhadap suara, aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi
velopharingeal, stenosis faring, lesi di bibir, lidah, gigi dan pneumonia (Wanri,
A., 2007)
Menurut Fahrun Nur 2009 pada anak menimbulkan otitis media akut, Abses
peritonsil, Abses para faring, Sepsis, Bronkitis, Nepritis akut, Miokarditis dan Artritis.
2.8. Prognosis Tonsilitis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita
Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika
tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap,
bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala
yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran
nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada
kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti
demam rematik atau pneumonia (Edgren, 2002).
2.9. Pencegahan Tonsilitis
Bakteri dan virus penyebab Tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu
penderita ke orang lain. Tidaklah jarang terjadi seluruh keluarga atau beberapa anak
pada kelas yang sama datang dengan keluhan yang sama, khususnya bila
Streptokokus pyogenase adalah penyebabnya. Risiko penularan dapat diturunkan
dengan mencegah terpapar dari penderta Tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit
menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai
bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun
sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang talah lama sebaiknya diganti untuk
mencegah infeksi berulang. Orang-orang yang merupakan karier Tonsilitis
semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi
pada orang lain (Edgren, 2002).

Anda mungkin juga menyukai