Anda di halaman 1dari 6

KEMAS 6 (2) (2011) 107-112

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas

TINGKAT KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK TERAPI


HEMODIALISIS
Supriyadi, Wagiyo, Sekar Ratih Widowati*

Keperawatan Semarang, Poltekkes Kemenkes Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Gagal ginjal kronik (GGK) menjadi masalah besar dunia karena sulit disem-
Diterima 22 September 2010
Disetujui 29 Oktober 2010
buhkan, biaya perawatan dan pengobatannya mahal. Hemodialisa (HD) me-
Dipublikasikan Januari 2011 rupakan salah satu terapi pengganti fungsi ginjal yang rusak. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui adanya perbedaan kualitas hidup pasien GGK sebelum
Keywords: dan sesudah menjalani terapi HD di RSUD Kota Semarang, dilihat dari empat
Quality of Life
Chronic Kidney Disease
dimensi (fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan). Penelitian ini menggunakan
Hemodialisis desain eksperimen semu melalui pendekatan one group pre-post test design.
Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling, dengan jumlah sam-
pel 30 responden. Alat pengambilan data menggunakan kuesioner WHO QoL-
-BREF. Terdapat perbedaan yang signifikan pada kualitas hidup pasien GGK
sebelum dan sesudah menjalani terapi HD (dimensi fisik p= 0,0001; dimensi
psikologis p= 0,001; dimensi sosial p= 0,001; dimensi lingkungan p= 0,001).

Abstract
Chronic kidney disease (CKD) is still a major problem in the world. In addition
to difficult to cure, care and treatment costs were expensive. Hemodialisis (HD)
is one of the replacement therapy of damaged renal function. The purpose of this
study was to detect differences in CKD patientss quality of life before and after
undergoing HD therapy viewed from the four domains / dimensions (physical,
psychological, social and environmental). This research design was a quasy-expe-
riment with one group pre-post test design. Sampling technique was consecutive
sampling, and we collected a number of 30 respondents. Data retrieval tool was
using WHO QoL-BREF questionnaire. We find sygnificant life quality differences
of patients before and after have HD theraphy (physical dimension p= 0.0001;
psychology dimension p = 0.001; social dimension p = 0.001, and environment
dimension p = 0.001).

2011 Universitas Negeri Semarang

*
Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Jalan Tirto Agung, Pedalangan, Banyumanik, Semarang 50239
Email: srwidowati@yahoo.com
Supriyadi, Wagiyo, Sekar Ratih Widowati / KEMAS 6 (2) (2011) 107-112

Pendahuluan dingin akibat tekanan darah yang menurun


(Gallieni et al., 2008; Orlic et al., 2010). Terapi
Ginjal berfungsi untuk mengatur kese- HD juga akan mempengaruhi keadaan psiko-
imbangan air dalam tubuh, mengatur konsen- logis pasien. Pasien akan mengalami gang-
trasi garam dalam darah, dan keseimbangan guan proses berpikir dan konsentrasi serta
asam-basa darah, serta eksresi bahan buangan gangguan dalam berhubungan sosial. Semua
dan kelebihan garam (Pearce, 1995; Costa et kondisi tersebut akan menyebabkan menurun-
al., 2008). Apabila ginjal gagal menjalankan nya kualitas hidup pasien GGK yang menjalani
fungsinya, maka penderita memerlukan pe- terapi HD. Kualitas hidup pasien GGK yang
ngobatan dengan segera. Keadaan dimana gin- menjalani terapi HD sangat dipengaruhi oleh
jal lambat laun mulai tidak dapat melakukan beberapa masalah yang terjadi sebagai dampak
fungsinya dengan baik disebut juga dengan dari terapi HD dan juga dipengaruhi oleh gaya
GGK. GGK makin banyak menarik perhatian hidup pasien (Suhud, 2005).
dan makin banyak dipelajari karena walaupun Keperawatan sebagai suatu profesi kese-
sudah mencapai tahap gagal ginjal terminal hatan yang paling lama berinteraksi dengan
akan tetapi penderita masih dapat hidup pan- pasien, sangat berperan dalam membantu
jang dengan kualitas hidup yang cukup baik pasien meningkatkan daya adaptasi terha-
(Sidabutar, 1992; Kazama et al., 2009). dap perubahan yang dialami serta mengelola
GGK masih menjadi masalah besar di permasalahan yang muncul agar pasien tetap
dunia. Selain sulit disembuhkan, biaya pera- bertahan hidup dan sehat. Melalui pendeka-
watan dan pengobatannyapun sangat mahal tan metodologi asuhan keperawatan, perawat
(Chen et al., 2009; Russell et al., 2011). Secara melakukan pengkajian, merumuskan diagnosis
global lebih dari 500 juta orang mengalami perawatan, menyusun rencana tindakan/inter-
GGK. Sementara di Indonesia ada sekitar 1,5 vensi, melaksanakan dan mengevaluasi hasil
orang yang hidupnya harus tergantung pada asuhan perawatan. Data tentang kualitas hidup
terapi hemodialisa. Di Semarang khususnya pasien sangat diperlukan sebagai bahan masu-
Rumah Sakit Umum Kota Semarang pada ta- kan untuk merumuskan intervensi yang tepat
hun 2009 terdapat 112 orang penderita GGK dan sekaligus sebagai alat ukur untuk menilai
yang menjalani terapi hemodialisa. hasil asuhan keperawatan yang diberikan (An-
Kualitas hidup pasien seharusnya men- derson, 1999).
jadi perhatian penting bagi para professional
kesehatan karena dapat menjadi acuan keber-
hasilan dari suatu tindakan/intervensi atau Metode
terapi. Di samping itu, data tentang kualitas
hidup juga dapat merupakan data awal untuk Desain penelitian ini adalah quasi eks-
pertimbangan merumuskan intervesi/tindakan perimen melalui pendekatan one group pre
yang tepat bagi pasien (Post et al., 2010). post test design yang bertujuan untuk menguji
Hemodialisa (HD) adalah suatu prose- perbedaan kualitas hidup pasien sebelum dan
dur dimana darah dikeluarkan dari tubuh pen- sesudah dilakukan HD.
derita dan beredar dalam sebuah mesin di luar Populasi dalam penelitian ini adalah
tubuh yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan seluruh pasien yang menjalani HD di Rumah
HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Jumlah
ginjal yang tersisa, ratarata penderita menjala- populasi pada penelitian ini sebanyak 64 orang
ni tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama dan jumlah sampel penelitian yang meme-
pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga nuhi kriteria inklusi sebanyak 30 orang. Teknik
sampai empat jam tiap sekali tindakan te-rapi sampling yang digunakan adalah consecutive
(Brunner dan Suddath, 2002; Yang et al., 2011). sampling. Instrumen yang digunakan dalam
Proses hemodialisa membutuhkan penelitian ini adalah WHOQoL-BREF. Instru-
waktu selama 4 5 jam umumnya akan me- men ini dikembangkan oleh bagian kesehatan
nimbulkan stres fisik, pasien akan merasakan mental WHO. Analisis menggunakan uji beda
kelelahan, sakit kepala, dan keluar keringat ratarata atau dependent t-test dengan tingkat

108
Supriyadi, Wagiyo, Sekar Ratih Widowati / KEMAS 6 (2) (2011) 107-112

signifikansi 0,05. lum dan sesudah menjalani dengan nilai p =


0,001 (p< 0,05).
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa ra-
Hasil ta-rata dimensi lingkungan sebelum HD adalah
20,43 dengan standar deviasi 2,635, sedangkan
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa rata-rata dimensi lingkungan sesudah HD ada-
rata-rata dimensi fisik sebelum HD adalah 16,8 lah 25,80 dengan standar deviasi 0,0001. Ber-
dengan standar deviasi 1,243, sedangkan rata- dasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa ada
rata dimensi fisik sesudah HD adalah 24,53 perbedaan kualitas hidup pasien dari dimensi
dengan standar deviasi 2,675. Berdasarkan ha- lingkungan sebelum dan sesudah menjalani
sil uji statistik diketahui bahwa ada perbedaan HD dengan nilai p= 0,0001 (p< 0,05).
kualitas hidup pasien dari dimensi fisik sebe-
lum dan sesudah menjalani HD dengan nilai
p= 0,001 (p< 0,05). Pembahasan
Berdasarkan Tabel 1 diketahui rata-rata
dimensi psikologis sebelum HD adalah 12,00, Kualitas hidup pasien GGK sebagian
standar deviasi 2,533, sedangkan rata-rata di- besar berada pada tingkat sedang sebelum di-
mensi psikologis sesudah HD adalah 21,07 lakukan hemodialisa sebanyak 16 responden
dengan standar deviasi 1,850. Berdasarkan ha- (53,3%) dan setelah dilakukan hemodialisa se-
sil uji statistik diketahui bahwa ada perbedaan luruh responden berada pada tingkat kualitas
kualitas hidup pasien dari dimensi psikososial hidup sedang (100%). Walaupun semua pada
sebelum dan sesudah menjalani HD dengan tingkat kualitas hidup sedang, akan tetapi dari
nilai p= 0,001 (< 0,05). masingmasing responden berbeda nilainya.
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa ra- Ini mungkin juga tergantung dari persepsi res-
ta-rata dimensi sosial sebelum HD adalah 7,47 ponden dan tingkat keparahan penyakitnya,
dengan standar deviasi 1,925, sedangkan rata- juga karena GGK tidak bisa disembuhkan. Hal
rata dimensi sosial sesudah HD adalah 11,60 ini sesuai dengan pernyataan Suhud (2005)
dengan standar deviasi 1,589. Berdasarkan ha- bahwa pasien GGK akan mempunyai ketergan-
sil uji statistik diketahui bahwa ada perbedaan tungan akan terapi hemodialisa. Pasien GGK
kualitas hidup pasien dari dimensi sosial sebe- harus menjalani hemodialisis secara rutin un-

Tabel 1. Perbedaan Kualitas Hidup Pasien dari Dimensi Fisik, Dimensi Psikologis, Dimensi So-
sial, dan Dimensi Lingkungan Sebelum dan Sesudah Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit
Umum Kota Semarang (n= 30)

Variabel N Rata-rata SD T Nilai P


Dimensi Fisik
Sebelum HD 30 16,80 1,243 -14,454 0,0001
Sesudah HD 30 24,53 2,675
Dimensi Psikologis
Sebelum HD 30 12,00 2,533 -14,906 0,0001
Sesudah HD 30 21,07 1,850
Dimensi Sosial
Sebelum HD 30 7,47 1,925 -8,676 0,0001
Sesudah HD 30 11,60 1,589
Dimensi Lingkungan
Sebelum HD 30 20,43 2,635 -7,504 0,0001
Sesudah HD 30 25,80 2,631

109
Supriyadi, Wagiyo, Sekar Ratih Widowati / KEMAS 6 (2) (2011) 107-112

tuk mempertahankan kualitas hidupnya. sakit (Hudak & Gallo, 1997).


Pasien GGK sebelum menjalani dialisis Setelah menjalani HD, kualitas hidup
akan sangat terganggu aktifitasnya baik untuk pada dimensi psikologis mengalami pening-
bekerja maupun bergaul, juga kesulitan dalam katan pada tingkat kualitas hidup tinggi. Res-
tidur karena rasa sakit yang dirasakan. Di- ponden setelah melewati satu jam pertama
samping itu berbagai keluhan fisik dikeluhkan tindakan HD sudah mulai tenang yang ditun-
pasien tergantung dari tingkat keparahan pe- jukkan dengan tidur pulas atau sekedar ngo-
nyakitnya dan komplikasi yang menyertai yang brol dengan petugas, dengan sesama pasien
tidak sama antara satu pasien dengan pasien atau keluarga pasien lainnya. Kondisi ini ter-
lainnya. Hal ini sesuai dengan teori yang me- jadi terutama responden yang telah terpasang
ngatakan bahwa pasien GGK akan merasakan akses permanen maupun responden dengan
adanya rasa tidak nyaman, sesak, oedema, nye- akses temporer tetapi dalam pelaksanaan di-
ri dada, rasa mual atau bahkan muntah, serta alisis tidak terjadi hambatan atau tidak timbul
kram otot yang mengakibatkan nyeri hebat efek samping selama dialisis berlangsung. Sete-
(Brunner & Suddath, 2002). Untuk itu pasien lah mendapatkan terapi HD masuk pada fase
sangat tergantung pada terapi dialisis untuk bulan madu, pasien tampak gembira untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. sementara. Proses tahap berduka yang normal
Setelah dilakukan HD keadaan fisik res- dari depresi akan diikuti oleh tahap peneri-
ponden mengalami perbaikan yang berarti maan untuk menerima pengobatan menahun-
walaupun tidak semua responden menyata- nya. Pada umumnya pasien tidak mempunyai
kan demikian. Responden sesudah menjalani perasaan negatif, masih dapat berfikir, mengi-
hemodialisa tampak berkurang sesaknya, dan ngat, dan berkonsentrasi dengan baik (Hudak
responden tampak lebih rileks. Perubahan ini & Gallo, 1997).
karena zat-zat toksik dalam darah telah dike- Kualitas hidup pada dimensi sosial se-
luarkan, juga cairan dalam tubuh responden belum menjalani hemodialisa tergantung dari
telah dibuang sesuai dengan keadaan klinis res- dukungan sosial yang diterima oleh responden.
ponden. Kondisi ini akan membuat responden Baik dukungan emosional dari keluarga dan
dapat tidur dan istirahat serta mampu melaku- kelompok sosial dilingkungan responden, juga
kan aktifitas seharihari (Corwin, 2000). dukungan instrumental dan informasional.
Pada dimensi psikologis kualitas hidup Dalam penelitian ini, 90% responden dibiayai
pasien GGK sebelum menjalani HD sebagian oleh pihak asuransi (ASKES/ Jamkesmas), akan
besar merasa cemas setiap akan dilakukan tin- tetapi dalam hal finansial antara yang membi-
dakan dialisis terutama responden yang masih ayai sendiri ataupun yang menggunakan fasili-
menggunakan akses temporer baik double lu- tas asuransi kesehatan sama-sama membutuh-
men melalui vena subklavia maupun akses kan biaya transportasi ketika akan dan selesai
femoralis. Disamping rasa sakit saat insersi HD.
juga risiko yang sering ditimbulkan oleh tinda- Keadaan ini juga berhubungan dengan
kan pemasangan seperti hematom, thrombosis masalah ketidakpuasan dalam aktifitas seksual,
vena subklavia, ataupun infeksi yang akan me- terutama responden laki-laki yang dalam pe-
nimbulkan demam tinggi saat berlangsungnya nelitian ini lebih banyak (73,3%) dari wanita
dialisis. Kegelisahan responden juga tampak (26,7%). Ini sesuai dengan pendapat Hudak &
saat akan dimulainya prosedur-prosedur tin- Gallo (1997) yang mengatakan bahwa pasien
dakan HD dengan banyak bertanya kepada yang menjalani HD akan terjadi penurunan
perawat atau akan memilih perawat yang akan fungsi seksual (libido) pada laki-laki: sering
melakukan insersi pada responden. terjadi impotensi, mungkin karena penya-
Hal ini karena merupakan fase penolakan kitnya atau efek samping dari obat-obat anti hi-
(denial) pasien terhadap penyakitnya dan kece- pertensi. Pada wanita selama proses hemodiali-
masan akan tindakan yang akan diterimanya, sis tidak mengalami proses menstruasi karena
terutama responden yang masih menggunakan pengaruh obat imunosupresi .
akses temporer karena tindakan pemasangan Setelah menjalani HD sebagian besar
fistula tersebut dirasakan responden sangat berada pada tingkat kualitas hidup tinggi. Res-

110
Supriyadi, Wagiyo, Sekar Ratih Widowati / KEMAS 6 (2) (2011) 107-112

ponden bisa mengungkapkan semua ide atau- ngenali dan kemudian mencari jalan keluar
pun berpendapat tentang segala sesuatu kepada dari masalah.
perawat sehingga tercipta kelompok sosial yang Responden yang telah menjalani HD
diharapkan responden. Peneliti menilai bahwa lebih bisa melakukan aktifitas walau sangat
keadaan tersebut juga tergantung dari duku- terbatas. Selama pelaksanaan HD responden
ngan sosial dari keluarga yang besar. Ini dibuk- merasa nyaman berada pada lingkungan yang
tikan dengan pasangan selalu mendampingi bisa menerima keadaan dirinya dengan segala
responden saat pelaksanaan HD karena seba- keterbatasannya. Setelah dilakukan HD kuali-
gian besar responden berstatus kawin (83,8%). tas hidup pada domain ini berada pada tingkat
Perawat dan tenaga medis merupakan manifes- tinggi. Hal ini terjadi juga karena sebagian be-
tasi ketergantungan responden pada kelom- sar pasien berdomisili tidak jauh dengan Kota
pok sosial yang akan memberikan pertolongan Semarang, sehingga akses pelayanan kesehatan
langsung pada saat responden membutuhkan lebih mudah, transportasi memadai, keamanan
bantuan. Ini sesuai hasil penelitian Martono fisik yang baik, informasi tentang kesehatan
(2006) bahwa keluarga memiliki tuntutan lebih mudah didapat baik di rumah maupun di ru-
kuat dibandingkan tenaga medis karena hubu- mah sakit. Hal ini juga karena sebagian besar
ngan kekerabatannya. Walaupun tenaga medis pasien menggunakan fasilitas asuransi keseha-
merasa bahwa pasien membutuhkan dukungan tan, sehingga pelayanan kesehatan khususnya
sosial yang banyak, akan tetapi tenaga medis pelayanan HD dapat diperoleh untuk mening-
mempunyai keterbatasan. Keterbatasan ini da- katkan kualitas hidupnya.
pat berupa etika profesi yang tidak memung-
kinkan tenaga medis terlibat jauh dalam urusan
pribadi pasiennya kecuali yang berhubungan
Simpulan dan Saran
dengan penyakitnya. Keterbatasan lain karena
banyaknya pasien yang harus ditangani sehing-
Simpulan yang dapat diambil dari peneli-
ga tenaga medis mengandalkan partisipasi aktif
tian ini adalah ada perbedaan tingkat kualitas
dari keluarga.
hidup pasien GGK pada dimensi fisik sebelum
Pada dimensi lingkungan sebelum men-
dan sesudah menjalani HD dengan nilai p=
jalani HD, sebagian besar responden berada
0,001 ( < 0,05). Ada perbedaan tingkat kuali-
pada tingkat kualitas hidup sedang. Responden
tas hidup pasien GGK pada dimensi psikologis
merasa bahwa keberadaannya di tempat mere-
sebelum dan sesudah menjalani HD dengan
ka tinggal dan bekerja sudah kurang dibutuh-
nilai p=0,001 (<0,05). Ada perbedaan tingkat
kan, terbukti dari hasil penelitian ini bahwa
kualitas hidup pasien GGK pada dimensi sosial
40% responden tidak bekerja. Responden
sebelum dan sesudah menjalani HD dengan
dianggap tidak mempunyai kemampuan un-
nilai p= 0,001 (<0,05). Ada perbedaan ting-
tuk beraktifitas juga dalam hal berpendapat.
kat kualitas hidup pasien GGK pada dimensi
Responden jarang dimintai pendapat dan ja-
lingkungan sebelum dan sesudah menjalani
rang dilibatkan dalam pembuatan keputusan.
HD dengan nilai p= 0,001 (<0,05).
Peneliti menilai ini ada hubungannya dengan
Adapun saran yang bisa diajukan ada-
jumlah responden laki-laki yang lebih banyak,
lah diharapkan perawat menyadari akan kuali-
karena dalam kehidupan rumah tangga mereka
tas hidup pasien GGK yang menjalani HD se
menjadi kepala keluarga yang seharusnya lebih
hingga perawat dapat membantu mengurangi
banyak terlibat dalam membuat keputusan. Hal
stres fisik pasien dengan mengajarkan teknik
ini terjadi juga karena karakteristik responden
destraksi, relaksasi, ataupun terapi musik. Hen-
laki-laki yang membutuhkan informasi lebih
daknya masyarakat dan keluarga di lingkungan
banyak dan responden wanita lebih sering
pasien GGK yang menjalani HD selalu mem-
berkonsultasi kepada tenaga medis. Ini sesuai
beri dukungan psikologis, sosial, dan spiritual
yang dijelaskan Safarino dalam Martono (2006)
dengan tetap mengikutsertakan pasien dalam
bahwa untuk mengatasi masalah yang dirasa-
aktifitas sosial.
kannya, maka laki-laki cenderung mencari in-
formasi lebih banyak agar ia lebih dapat me-

111
Supriyadi, Wagiyo, Sekar Ratih Widowati / KEMAS 6 (2) (2011) 107-112

Daftar Pustaka 111: c167c172


Martono, S. 2006. Kualitas Hidup Pasien He-
Anderson, M.P. 1999. Stress Management for Chro- modialisa, Unpublished Undergraduate the-
nic Disease. New York: Pergamon Press sis. Fakultas Ilmu Keperawatan UNDIP
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawa- Orlic, L., Crncevic, Z., Pavlovic, D. and Zaputovic,
tan Medikal Bedah, Ed 8. Jakarta: EGC L. 2010. Bone Mineral Densitometry in Pa-
Chen, S.C., Chang, J.M., Hwang, S.J., Chen, J.H., tients On Hemodialysis: Difference Between
Lin, F.H., Su, H.O. and Chen, H.C. 2009. Genders and What to Measure Bone Mineral
Comparison of Ankle-Brachial Index and Density in Hemodialysis Patients. Renal Fail-
Brachial-Ankle Pulse Wave Velocity between ure, 32: 300308
Patients with Chronic Kidney Disease and Pearce. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Parame-
Hemodialysis. Am J Nephrol, 29: 374380 dis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Corwin. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Post, J.B., Jegede, A.B., Morin, K., Spungen, A.M.,
Costa, E., Rocha, S., Pereira, P.R., Castro, E., Reis, Langhoff, E. and Sano, M. 2010. Cogni-
F., Teixeira, F., Miranda, V., Faria, M.D.S., tive Profile of Chronic Kidney Disease and
Loureiro, A., Quintanilha, A., Belo, L. and Hemodialysis Patients without Dementia.
Silva, A.S. 2008. Cross-talk Between Inflam- Nephron Clin Pract, 116: c247c255
mation, Coagulation/Fibrinolysis and Vas- Russell, M.R., Gmez, L.L.T., Domnguez, R.L.P.,
cular Access in Hemodialysis Patients. The Santiago, R.E. and Cervantes, M.L. 2011.
Journal of Vascular Access, 9: 248-253 Work Climate in Mexican Heamodialysis
Gallieni, M., Butti, A., Guazzi, M., Galassi, A., Coz- Units: A Cross-Sectional Study. Nefrologia,
zolino, M. and Brancaccio, D. 2008. Impaired 31 (1): 76-83
Brachial Artery Endothelial Flow-Mediated Sidabutar, R.P. 1992. Gizi pada GGK: Beberapa As-
Dilation and Orthostatic Stress in Hemodi- pek Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan
alysis Patients. The International Journal of Nefrologi Indonesia
Artificial Organs, 31(1): 34-42 Suhud, M. 2005. Cuci Darah Demi Kualitas Hidup,
Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis, Pendeka- Kompas Syb
tan Holistik, 6 (II) Yang, L., Lin, Y., Ye, C., Mao, Z., Rong, S., Zhao, X.
Kazama, J.J., Kazama, S., Koda, R., Yamamoto, S., and Mei, C. 2011. Effects of Peritoneal Di-
Narita, I. and Gejyo, F. 2009. The Risk of alysis and Hemodialysis on Arterial Stiffness
Gallbladder Stone Formation Is Increased Compared with Predialysis Patients. Clinical
in Patients with Predialysis Chronic Kidney Nephrology, 75 (3): 188-194
Disease but Not Those Undergoing Chronic
Hemodialysis Therapy. Nephron Clin Pract,

112

Anda mungkin juga menyukai