Latar Belakang: Instalasi dari pengobatan mata tradisional ( Tradisional Eye
Medicine = TEM) pada mata adalah salah satu penyebab kemunduran penglihatan dan kebutaan kornea Tujuan :Untuk menentukan penggunaan TEM dan faktor yang digunakan pada pasien ulkus kornea Bahan dan Metode: Penelitian ini dilakukan pada 189 pasien baru dengan ulkus kornea yang dating ke klinik kornea Gandhi Memorial Hospital, Rewa, Madya Pradesh (india). Setelah pemeriksaan mata lengkap. Informasi dikumpulkan untuk penggunaan TEM, profil sosiodemografi, gejala yang memerlukan penggunaan TEM dan komplikasi. Pengobatan yang diperlukan telah diberikan dan hasil tajam penglihatan dicatat. Tes laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi organisme Hasil: TEM diganakan oleh 38% subyek (pasien), terutama perempuan dan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Mayoritas pengguna TEM adalah petani (51,4%). Gejala yang paling umum adalah kemunduran penglihatan (66,7%). Produk yang biasa digunakan untuk TEM adalah susu sapi (40%) dan produk tanaman (29%). Terdapat signifikansi yang tinggi antara pengguna TEM dengan lesi sentral kornea dan lesi seluruh permukaan kornea. Jaringan parut dan perforasi terjadi di 70,8% dan 31,9% pengguna TEM. Tidak ada perbedaan signifikansi antara jenis organisme dengan penggunaan TEM. Ketajaman penglihatan mencapai 6/18 ditemukan lebih tinggi antara pengguna non TEM (23,9%) dibandingkan penggunaan TEM (9,7%). Pada saat datang, 38,9% penggunaan TEM telah kehilangan penglihatan mereka. Penggunaan TEM telah kehilangan penglihatan mereka. Terdapat perbedaan signifikansi antara tajam penglihatan saat datang dan tajam penglihatan setelah selesai pengobatan pada kedua grup Kesimpulan: Pendidikan kesehatan yang intensif diperlukan untuk mendorong penggunaan layanan kesehatan mata terutama didaerah pedesaan PENDAHULUAN Penyakit kornea saat ini merupakan salah satu penyebab utama hilangnya penglihatan dan kebutaan di dunia, setelah katarak dan glukoma. Katarak dan kornea adalah penyebab utama kebutaan terutama di Negara berkembang. Menurut WHO di India terdapat 6,8 juta orang telah diperkirakan memiliki penglihatan kurang dari 6/60 setidaknya satu mata akibat penyakit kornea dan sekitar satu juta orang bilateral. Penyakit kornea di India sesuai fakta bahwa 90% kasus global trauma mata dan ulkus kornea terjadi di Negara berkembang. Prevalensi kebutaan kornea bervariasi dari satu Negara dengan Negara lain, bahkan dari satuu populasi dengan populasi yang lain. Epidemiologi yang kompleks dikarenakan beragamnya penyakit mata yang menular dan inflamasi pada mata. Trakoma dan defisiensi vitamin A menjadi jarang ditemukan, Keratitis supuratif menjadi penyebab utama kebutaan kornea di Negara berkembang. Sedangkan penggunaan lensa kontak merupakan faktor resiko utama untuk ulserasi kornea di Negara berkembang. Prevalensi tinggi infeksi jamur , trauma yang berhubungan dengan pertanian dan penggunaan obat-obatan mata tradisional (TEM) merupakan sesuatu hal yang unik di Negara berkembang TEM adalah bentuk terapi berdasarkan bahan alami dan kebiasaan yang telah ada yang diberikan pada mata secara langsung atau secara oral untuk mencapai efek terapi mata yang diinginkan. Bentuk TEM bisa bahan organik mentah atau bahan organik sebagian telah diproses (tanaman dan produk hewan) atau anorganik (zat kimia), seperti obat yang dibeli dari seseorang praktisi pengobatan tradisional atau dari praktisi kesehatan non tradisional yang bisa jadi pasien, kerabat, atau teman TEM digunakan baik sebagai satu-satunya pengobatan lini pertama atau sebagai tambahan pengobatan konvensional, yang berhubungan dengan penurunan penglihatan pada penyakit mata yang dapat diobati dalam praktek di klinik mata. Hasil buruk pada mata berkaitan dengan TEM dimana terjadi keterlambatan penerimaan perawatan mata, kerusakan mata dan atau struktur adneksa dari agen TEM dan bisa pula prosedur TEM yang digunakan Berbagai penelitian pada TEM telah didokumentasikan penggunaannya dan berhubungan dengan penggunaan yang tidak konsisten dengan faktor seperti umur, jenis kelamin, status pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, status sosial, ekonomi, budaya, keyakinan, ketidaktahuan dan akses ke fasilitas kesehatan dan waktu datang untuk perawatan mata. Penelitian dilakukan untuk menentukan penggunaan TEM dan jenis TEM yang digunakan oleh pasien ulkus kornea yang datang ke klinik mata di Rumah Sakit tersier, Rewa, Madhya, Pradesh, India. Penelitian juga mempelajari tentang kaitan penggunaan TEM denga sosiodemografi dan hubungan klinis. Metode dan Bahan Penelitian prospektif ini dilakukan pada 189 pasien yang datang berturut-turut dengan keluhan episode pertama ulkus kornea di Rumah Sakit Pendidkan Fakultas Kedokteran Shyam Shah bekerja sama dengan Rumah Sakit Memorial Gandhi, Rewa antara Januari 2008 dan Desember 2008. Penelitian ini dilengkapi semua peraturan kelembagaan dan pemerintah yang berlaku mengenai etika dari penggunaan manusia sebagai relawan penelitian. Informed consent lisan diperoleh dari pasien sebelum dilakukannya penelitian. Pewawancara diberikan kuesioner yang digunakan selama penelitian. Semua pasien baru di klinik mata selama masa penelitian ditanya tentang penggunaan TEM Demografi pasien seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, dan daerah tempat tinggal pedesaan /perkotaan, gejala, jenis TEM, riwayat trauma sebelum penggunaan TEM, komplikasi, tajam penglihatan pada saat datang dan setelah pengobatan dicatat sebagai data penelitian. Ketajaman penglihatan tercatat dalam notasi Snellen Pemeriksaan menggunakan penlight diikuti dengan tes flurosein dengan sit lamp bio-mikroskop untuk mendeteksi lesi di kornea. Klasifikasi lokasi ulkus, yaitu perifer, sentral dan keseluruhan kornea. Kerokan kornea berfungsi untuk pemeriksaan gram, pemeriksaan KOH juga dilakukan untuk pemeriksaan penunjang. Pengobatan sistemik dan lokal diberikan untuk mengurangi gejala Data dianalisis menggunakan SPSS versi 13 (SPSS, Chicago 12) termasuk penghitungan tabel frekuensi, jumlah, presentasi dan tes X2 untuk menentukan signifikasi statistik dari variabel. Tingkat signifikasi (p) adalah 0,05 Penelitian ini dilakukan sesuai dengan pedoman etik untuk penelitian biomedis pada subjek manusia (2000) Hasil Total 189 subjek telah di wawancarai terhadap penggunaan TEM. Tabel 1 menampilkan penggunaan TEM menurut karakteristik sosiodemografi. Dari total 189 subjek, 101 (53,43%) adalah laki-laki dan 88 (46,57%) adalah perempuan. Penggunaan TEM sebanyak 72 (38%) telah didokumentasikan sebelum masuk Rumah Sakit. Terdapat jumlah signifikan yang tinggi dari perempuan yang menggunakan TEM. Umur subjek penelitian bervariasi dari 4 72 tahun. Sebagian dari subjek (50,8%) termasuk kelompok umur antara 30-50 tahun. Sedikit tinggi penggunaan TEM telah tercatat pada kelompok 30-50 tahun. Diantara penggunan TEM sebagian besar (69,4%) adalah penduduk pedesaan. Didapatkan keterkaitan sangat signifikan antara pengguna TEM dan penduduk pedesaan. Tabel 2 menampilkan pekerjaan dengan penggunaan TEM. Petani merupakan pengguna TEM tertinggi yaitu 37 subyek (51,4%), dimana pekerja professional sebanyak 2 subyek (2,8%) merupakan pengguna TEM terendah. Tabel 3 menunjukan gejala yang mengarah ke penggunaan TEM, diantaranya sakit, kemerahan, discharge, gatal, kemunduran penglihatan, trauma dan bintik putih. Gejala terbanyak adalah kemunduran penglihatan yaitu sebanyak 48 pasien (66,7%) diikuti trauma sebanyak 21 pasien (29,1%). Tabel 4 menunjukan jenis material yang dipakai sebagai bahan TEM. Susu sapi sebanyak 20 (29%) merupakan jenis material terbanyak yang diguunakan sebagai TEM. Tabel 5 menampilkan lokasi, komplikasi dan jenis mikroba. Lesi sentral dan keseluruhan kornea merupakan lokasi lesi ulkus tertinggi diantara penggunaan TEM. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman komplikasi dan penggunaan TEM. Jaringan parut dan perforasi merupakan komplikasi terbanyak penggunaan TEM yaitu sebesar 70,8% dan 31,9%. Organisme jamur ditemukan pada pengguna TEM sebesar 58,3% dan non pengguna TEM sebesar 52,1%, tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan TEM dengan organisme yang diidentifikasi. Tabel 6 menunjukan ketajaman penglihatan subjek pada saat datang dengan ketajaman penglihatan setelah selesai pengobatan. Jumlah pasie datang dengan ketajaman penglihatan 6/18 lebih tinggi antara pengguna non TEM (23%) dibandingkan dengan pengguna TEM (9,7%). Sebelum datang ke fasilitas pelayanan kesehatan 38,9% pengguna TEM telah kehilangan penglihatannya. Perbaikan penglihatan dalam ketajaman penglihatan (sampai 6/18) telah dicapai pada kedua grup setelah pengobatan selesai seperti tertampilkan pada tabel 6. Jumlah pasien dengan tajam penglihatan <6/18 berkurang sedikit menjadi 83,3% pada pengguna TEM dan 69,2% pada pengguna non TEM setelah selesai pengobatan.terdapat perbedaan signifikan antara tajam penglihatan pada saat datang dengan tajam penglihatan setelah pengobatan yang dapat dicapai pada kedua kelompok