Anda di halaman 1dari 14

Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012

DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Article Review : Sindrom Piriformis : etiologi,


diagnosis dan terapi

Danilo Jankovic, MD Philip Peng, MBBS Andre van Zundert, MD, PhD

Abstract

Tujuan Dalam artikel ini, penulis bertujuan menjelaskan patofisiologi dan


kriteria diagnostic Sindroma Piriformis (SP), penyebab nyeri pantat dan tungkai
yang sering tidak terdiagnosis dan sulit untuk diobati. Berdasarkan bukti yang
ada, tidak banyak gejala klinis yang muncul pada pasien yang dilaporkan
mengalami SP. Mengingat meningkatnya popularitas ultrasonografi untuk
intervensi, teknik ultrasonografi dalam pengobatan PS dijelaskan secara rinci.

Sumber Pencarian literature MEDLINE digunakan sejak januari 1980


hingga Desember 2012 menggunakan kata kunci pencarian seperti Injeksi
piriformis, injeksi piriformis berpanduan ultrasound, toksin
botulinum,manajemen nyeri, dan lainnya yang berkaitan dengan artikel ini.
Tidak ada pembatasan dalam bahasa.

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan patofisiologi dan kriteria


diagnosis terbaru pada Sindroma Piriformis (SP), penyakit penyebab nyeri tungkai
dan pantat yang sering tidak terdiagnosis dan sulit diobati. Berdasarkan bukti yang
ada, tidak banyak gejala klinis yang muncul pada pasien yang dilaporkan
mengalami SP. Mengingat meningkatnya popularitas ultrasonografi untuk
intervensi, teknik ultrasonografi dalam pengobatan PS dijelaskan secara rinci.

Sindrom piriformis disebabkan oleh kontraksi musculus piriformis yang


berkepanjangan atau berlebihan (PM). Karena dekat dengan nervus ischiadicus,
PS terkait dengan rasa sakit di pantat, pinggul, dan tungkai bawah. Yeoman
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

(1928) adalah orang pertama yang mendeskripsikan rasa sakit pada distribusi
nervus ischiadicus pada SP. Dimulai dengan artikel Mixter dan Barr (1934),
penyebab nyeri linu panggul dan pantat semakin dikaitkan dengan tulang
belakang lumbal. Banyak sinonim yang digunakan pada literature, seperti Deep
Gluteal Syndrome dan pelvic outlet syndrome. Analog dengan neuropati
lainnya, seperti Carpal Tunnel Syndrome, gambaran klinis dapat juga disebut
Intapiriform foramen syndrome.

Sindrom Piriformis merupakan 5-6% kasus nyeri pinggul atau ischialgia.


Jumlah kasus baru Low Back Pain dan skiatika 40 juta per tahun, dan insidensi SP
2,4 juta per tahun. Pada banyak kasus, SP terjadi pada usia pertengahan (rata-rata
38 tahun). Rasio wanita dan laki-laki adalah 6:1.

Anatomi

Musculus Piriformis adalah satu-satunya otot yang terletak melintang


melalui foramen ischiadicum majus dan merupakan daerah inti untuk semua saraf
penting dan pembuluh darah yang melewati pelvis menuju region gluteal.

Inervasi musculus Piriformis berasal dari cabang saraf S1 dan S2.


Terdapat enam rute bagian nervus ischadicus yang keluar dari pelvis seperti
diilustrasikan pada Gambar 1.

Patofisiologi dan etiologi

Terdapat dua komponen yang berkontribusi pada manifestasi klinis, yaitu


somatic dan neuropatik. Komponen somatic adalah sindrom nyeri myofascial
pada musculus Piriformis. Gejala pada SP juga dapat berasal dari otot sekitarnya,
yaitu musculus obturator interna (karena merupakan bagian dari otot intrapelvik)
dan otot hamstring (melalui aktivasi titik pemicu). Komponen neuropatik
menunjukkan adanya kompresi atau iritasi nervus ischiadicus yang melalui
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

foramen intrapiriform. Inflamasi dan kompresi nervus dan pembuluh darah sekitar
akan meningkatkan distribusi nyeri.

Gambar 1. Musculus piriformis (1) dan otot, saraf, pembuluh darah


sekitarnya: 2, gluteus minimus; 3, gluteus medius; 4, gluteus maximus; 5,
quadratus femoris; 6, nervus gluteal superior; 7, nervus gluteal inferior; 8,
nervus cutaneous femoralis posterior; 9, arteri gluteal superior; 10, arteri dan
vena gluteal inferior; 11, arteri pudendus interna

Beberapa faktor etiologi yang dapat menyebabkan SP dideskripsikan pada


tabel 1. Pada kebanyakan pasien, tidak ada penyeba yang dapat teridentifikasi.
Trauma gluteal sebelumnya dapat menyebabkan nyeri menyerupai ischialgia. Ini
kemungkinan penyebab tersering dari SP. Varian anatomi tertentu, seperti
piriformis ganda dan rangsangan saraf ischiadicus, nervus femoralis kutaneous
posterior, nervus glutealis inferior, dan nervus gluteus superior dapat mencetus
terjadinya SP.
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Gambar 2. Enam rute dimana bagian nervis ischiadicus bisa keluar dari pelvis. (ditampilkan atas ijin Philip Peng Educational)

Oleh karena kejadian SP seringkali diabaikan, diagnosis banding disajikan


dalam Tabel 2.

Evaluasi klinis

Manifestasi klinik

Tiga kondisi spesifik yang dapat menyebabkan SP:

1) Nyeri menjalar myofascial dari titik pemicu pada musculus piriformis


2) Himpitan otot yang berdekatan, saraf dan pembuluh darah oleh
musculus piriformis pada foramen ischiadicum mayor
3) Disfungsi sendi sacroilliaca

Sindroma nyeri myofascial pada musculus Piriformis sering ditemukan.


Nyeri gluteal dilaporkan terjadi pada 97,9% kasus, nyeri (dan parestesi) pada
punggung, selangkangan, perineum, pantat, pinggul, paha (81,9%), betis (59%),
kaki, pada rectum (saat defekasi), dan pada area coccyx.
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Gambar 3. Gambar disajikan atas ijin dari Ultrasound for (C) Ultrasound foramen ischiadica mayor, dengan posisi penunjuk
Regional Anesthesia, Toronto Western Hospital, Toronto, Kanada ultrasonografi yang ditunjukkan pada gambar persegi panjang
(www.usra.ca). (A) Gambaran posterior pelvis menunjukkan gelap. Nervus ischiadicus tampak sebagai struktur di dalam
musculus piriformis dan struktur sekitarnya. Musculus gluteus musculus piriformis, ditunjukkan oleh anak panah. GM =
maximus telah disingkirkan agar dapat melihat struktur yang lebih musculus gluteal maximus ; PE = peritoneum; Pi = musculus
dalam. Harus diingat bahwa nervus ischiadicus biasanya muncul piriformis. (D) ultrasonografi foramen ischiadica seperti pada C,
pada kaudal musculus piriformis di foramen ischiadicus mayor. dengan pencitraan Doppler. Arteri gluteal inferior terlihat
(B) ultrasonografi ilium ke foramen ischiadica mayor. Posisi berdekatan dengan nervus ischiadicus, dan arteri gluteal superior
ultrasonografi (persegi panjang gelap) ditunjukkan sebagai arah terletak diantara gluteus maximus (GM) dan musculus piriformis
masuk. Iliumtampak sebagai garis hiperechoic. PSIS = posterior (Pi). A= arteri;V=vena
superior iliac spine.

Nyeri punggung bawah dilaporkan terjadi pada 18,1% kasus. Beberapa peneliti
menduga bahwa kontraksi musculus Piriformis adalah penyebab coccygodynia
yang sering diabaikan. Bengkak pada kaki yang terkena dan gangguan fungsi
seksual dapat terjadi (dyspareunia pada wanita, 13-100%, dan gangguan potensi
pada laki-laki sangat sering terjadi sebagai gejala yang menyertai). Nyeri hebat
akan terjadi saat pasien duduk atau berjongkok (39-95%)
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Tabel 1. Etiologi Sindrom Piriformis

Etiologi Sindroma Piriformis


Trauma gluteal di area sacroilliaca atau gluteal (mungkin beberapa
tahun sebelumnya)
Kelainan anatomi
Titik pemicu miofascial
Hipertrofi dan spasme musculus piriformis
Sekunder post laminektomi
Abses, hematoma, myositis, bursitis musculus piriformis,
neoplasma pada area foramen intrapiriform, karsinoma colorectal,
neurinoma nervus skiatik, lipoma episacroiliaka.
Injeksi intragluteal
Myositis ossifikan musculus piriformis
Sindroma Klippel-Trenaunay

Tabel 2. Diagnosis Banding Sindrom Piriformis

Diagnosis banding sindroma piriformis


Disfungsi, lesi dan inflamasi sendi sacroiliaca
Pseudoaneurisma arteri gluteal inferior
Thrombosis vena iliaka
Sindroma kompresi vascular nervus ischiadicus, akibat varicosities
gluteal
Herniasi diskus invertebra
Post laminektomi sindrom atau coccygodinia
Sindroma pseudoradikular S1
Sindroma facet posterior L4-5 atau L5-S1
Fraktur pelvik yang tidak diketahui
Osteokondrosis lumbal
Batu renal
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Namun demikian,kelainan neurologis biasanya tidak ditemukan di SP dan


defisit sensorik mungkin sama sekali tidak ada. Tidak ada gold standard untuk
mendiagnosis SP. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan beberapa dari tanda-
tanda yang telah dijelaskan. Palpasi luar pada garis piriformis dapat digunakan
untuk menimbulkan nyeri tekan melalui relaksasi musculus gluteus maximus.
Pasien ditempatkan pada posisi Sims. Garis piriformis terletak di batas superior
musculus piriformis dan memanjang di atas trokanter mayor pada foramen
ischiadicus mayor di sacrum. Garis dibagi menjadi sepertiga sama besar. Jempol
ditekankan maksimal pada titik pemicu, yang biasanya ditemukan di bagian
lateral persimpangan tengah dan sepertiga terakhir garis. Tes positif dilaporkan
terdapat pada 59-92% pasien.

Tanda piriformis, yang muncul sebagai rotasi eksternal tonik ekstremitas


bawah, dilaporkan terjadi pada 38,5% pasien. Ujung medial musculus piriformis
harus dipalpasi dengan pemeriksaan rectal atau vaginal (pemeriksaan ini positif
pada hampir 100% pasien). Pada pemeriksaan rectal atau pelvik didapatkan teraba
massa lunak berbentuk sosis di sepanjang diding lateral pelvik. Freibergs sign
menunjukkan nyeri pada rotasi internal pasif pinggul pada posisi terlentang, yang
berasal dari peregangan pasif musculus piriformis dan tekanan pada nervus
ischiadicus di ligament sacrospinosus. Tes ini positif pada 56,2% pasien (32-
63%). Paces Sign terdiri dari nyeri dan kelemahan pada abduksi dan rotasi
ekstermal paha saat posisi duduk. Tes positif dilaporkan pada 46,5% pasien (30-
74%). Lasegue test menunjukkan nyeri pada sisi yang terkena ssat adduksi
volunteer, fleksi dan rotasi internal. Maneuver Beattys adalah tes aktif dengan
elevasi kaki tertekuk di sisi yang sakit sementara pasien berbaring di sisi yang
sakit. Abduksi paha mengangkat lutut memunculkan nyeri pantat yang dalampada
pasien dengan SP namun nyeri punggung dan kaki pada pasien dengan penyakit
diskus lumbal. Uji Huges (rotasi internal maksimal diikuti rotasi isometrik
eksternal pada ekstremitas bawah yang terkena) mungkin juga positif pada SP.
atrofi gluteal dapat terjadi yang memperpendek tungkai di sisi yang terkena. Nyeri
sacroilliaca dilaporkan terjadi pada 38,5% pasien.
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Uji elektrofisiologi

Peran tes elektrofisiologi yang tidak beralasan (dalam posisi anatomis)


sangat minim. Namun demikian, nilai diagnostik dari tes semacam itu dapat
diperbaiki dengan memposisikan otot pada fleksi, adduksi, dan rotasi internal (a
Tes FAIR). Uji ini membandingkan refleks tibial posterior dan peroneal H yang
muncul dalam posisi anatomi dengan refleks H yang diperoleh pada fleksi,
adduksi dan rotasi internal [normal mean (SD) perpanjangan : 0,01 (0,62) msec].
perpanjangan 1,86 msec dalam tes FAIR adalah kriteris elektrofisiologi untuk
mendiagnosis SP. tes ini berkolerasi dengan baik dengan perkiraan rasa nyeri pada
skala analog visual. Potensi kotikal somatosensori juga dilaporkan
mengidentifikasi kelainan persarafan sensorik.

Modalitas Pencitraan

Foto polos pelvik dapat mengidentifikasi kalsifikasi musculus piriformis


atau tendon hanya dalam keadaan tertentu. Keterlibatan musculus piriformis pada
neuropati ischiadicus dapat dibuktikan dengan computed tomography (CT), MRI,
skintigrafi dan ultrasonografi. Meskipun begitu, jika curiga SP, pemeriksaan CT
pelvis harus dilakukan untuk mendeteksi perbedaan musculus piriformis kedua
sisi atau penyebab lain penyempitan foramen intrapiriform. Jika tetap meragukan,
pemeriksaan MRI nervus ischiadicus dan sekitarnya terutama yang berkaitan
dengan perubahan structural pada musculus piriformis ditunjukkan. Ketika
teknik neurogram resonansi magnetic yang baru diperkenalkan telah digunakan
bersamaan dengan metode pencitraan seperti MRI, untuk mengevaluai ischialgia
kronik yang tidak dapat dijelaskan, ia memiliki kemampuan identifikasi berbagai
perubahan yang berkaitan dengan musculus piriformis dan nervus ischiadicus
yang selanjutnya ditunjukkan dengan eksplorasi pembedahan,
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Injeksi diagnostik dengan anestesi lokal dan steroid

Meski injeksi musculus piriformis belum dibandingkan dengan uji


diagnostic lainnya, ini adalah metode yang digunakan secara luas untuk
menegakkan diagnosis setelah evaluasi awal.

Tatalaksana Sindrom Piriformis

Umum

Sindrom piriformis yang menyebabkan ischialgia biasanya merespon


terapi konservatif, termasuk fisioterapi, modifikasi gaya hidup, agen farmakologis
(agen antiinflamasi non steroid, muscle relaxan, obat-obatan nyeri neuropatik)
dan psikoterapi. Saat pasien gagal merespon terapi konservatif sederhana,
modalitas intervensi dipertimbangkan. Pembedahan musculus piriformis
dilakukan untuk kasus SP yang sulit. Terdapat kekurangan uji coba terkontrol
yang secara rinci menguji efektivitas modalitas pengelolaan non-invasif. Terlepas
dari kurangnya penelitian yang mendasari, penggunaan metode fisioterapi
didukung oleh beberapa literature. Secara umum, fisioterapi hanya dilakukan
sebagai bagian dari terapi multimodal. Injeksi musculus piriformis adalah alasan
utama pasien dirujuk ke spesialis anestesi.

Injeksi musculus Piriformis

Injeksi musculus Piriformis biasanya ditawarkan pada pasien sebagai


bagian dari terapi multimodal. Otot dapat diidentifikasi dengan teknik landmark-
based , dengan atau tanpa bantuan stimulasi elektrofisiologi atau tehnik panduan
radiologi.
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Keterbatasan Teknik

Mengingat dekatnya musculus piriformis dengan cavum pelvik, nervus


ischiadicus dan arteri gluteal inferior (Gambar 1,3A, 3D), teknik infiltrasi berbasis
marker tidak dianjurkan. Seringkali, tehnik berbasis marker diikuti dengan metode
stimulasi elektrofisiologi, seperti stimulator saraf atau elektromiografi. Namun,
ada keterbatasan metode lokalisasi yang menggunakan teknik elektrofisiologi. Inti
dari teknik ini adalah bahwa mendekatkan jarum ke otot atau saraf akan
menghasilkan potensial aksi motor yang cepat atau kontraksi otot. Meski konsep
ini belum divalidasi sebagai teknk panduan elektromiografi, hubungan kedekatan
jarum ke saraf pada stimulasi saraf telah diuji. Beberapa penelitian in vivo telah
menunjukkan bahwa stimulasi rangsang minimum mungkin tidak mencerminkan
jarak ujung jarum dari saraf. Selanjutnya, teknik stimulasi saraf tidak sepenuhnya
membedakan apakah ujung jarum berada di dalam otot atau diatasnya (tempat
toksin botulinum diinjeksikan). Kedua pendekatan elektrofisiologi tidak
memungkinkan visualisasi otot secara langsung atau memastikan akurasi posisi
jarum di dalam musculus piriformis.

Lokalisasi musculus piriformis menggunakan teknik injeksi kontras


fluoroskopi juga telah diperiksa. Studi cadaver menunjukkan bahwa akurasi
metode ini hanya 30%, dengan sebagian besar ujung jarum diposisikan di
musculus gluteus maximus. Tidak mengherankan bahwa fakta teknik fluoroskopi
tidak memungkinkan visualisasi langsung jaringan lunak. Ultrasonografi dan CT
memiliki keuntungan visualisasi langsung musculus piriformis. Metode
ultrasonografi terbukti dapat dipercaya pada studi cadaver. Dibandingkan dengan
teknik CT, ultrasonografi lebih terjangkau dan mudah diakses. Teknik berpanduan
ultrasound juga menawarkan keuntungan tambahan untuk menghidari paparan
radiasi dan memungkinkan injeksi secara langsung. Menurut pengalaman salah
satu penulis, tidak jarang pasien bereaksi saat dokter menyuntikkan obat ke dalam
otot. Sensasi tekanan saat injeksi dapat menimbulkan kontraski otot gluteus, yang
bisa merubah posisi ujung jarum dari musculus piriformis. Hal ini terutama terjadi
jika pasien mengalami atrofi piriformis dengan injeksi toksin botulinum berulang.
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Pengawasan terhadap penyebaran injeksi dapat memastikan jarum berada dalam


otot selama proses injekasi berlangsung. Karena seringnya prnggunaan teknik
yang dipandu ultrasound, rincian akan diberikan dibawah ini.

Injeksi dengan dipandu ultrasound

Keakuratan penempatan jarum dengan ultrasound baru-baru ini divalidasi


dalam studi cadaver menunjukkan kakuratan 95%. Ada banyak penelitian tentang
injeksi musculus piriformis dipandu ultrasound yang menggambarkan teknik
serupa dengan variasi minimal. Teknik yang diuraikan di bawah ini adalah teknik
yang disukai oleh penulis.

Sonoanatomi

Kunci untuk menemukan musculus Piriformis adalah foramen ischiadicus


mayor (gambar 3A). pasien ditempatkan pada posisi pronasi,dan pemeriksaan
ultrasound ditempatkan di lateral spina iliaka superior posterior (SIPS),
menunjukkan gambaran tulang hiperechoic dari ilium (Gambar 3B). penunjuk
ultrasound kemudian dipindahkan kearah kaudal kearah foramen ischiadica. Pada
daerah ini, gambaran hiperechoic tulang akan menghilang dari bagian medial an
dua lapisan otot akan terlihat gluteus maximus dan piriformis. Musculus
Piriformis akan lebih terlihat dengan memutar ekstrenal pinggul dan internal
dengan lutut tertekuk. Gerakan ini memungkinkan memunculkan musculus
Piriformis dan membantu dokter membedakan musculus Piriformis dari otot
gluteal (Gambar 3C). pemindaian ultrasound juga harus menunjukkan nervus
ischiadicus, arteri gluteal inferior dan cavum pelvic, yang dekat dengan musculus
Piriformis (Gambar 3C, 3D).
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

Teknik injeksi

Jarum dimaukkan dari medial ke lateral menggunakan teknik inplane.


Karena anomali anatomi nervus ischiadicus di dalam dan di bawah musculus
Piriformis, dokter dengan pengalaman injeksi ultrasound yang terbatas disarankan
untuk melakukan insersi jarum menggunakan stimulator saraf untuk mencegah
injeksi yang tidak disengaja disekitas nervus ischiadicus. Arus stimulasi biasanya
diatur pada 1 mA. Jarum berukuran 22G atau 80 mm biasanya cukup, namun
jarum yang lebih panjang kadang diperlukan untuk pasien dengan indeks massa
tubuh tinggi. Sejumlah kecil larutan normal saline (0,5 mL) diinjeksikan untuk
mengkonfimasi lokasi jarum intramuscular (hidrolokasi). Penulis biasanya
memilih suntikan volume kecil (1-1,5 mL) untuk toksin botulinum atau campuran
anestesi lokal dengan steroid.

Larutan injeksi

Mencampur larutan anestesi lokal dengan 20-40 mg long-acting


kortikosteroid (metilprednisolon) dianjurkan. Pengalaman menunjukkan anestesi
lokal kerja lama tidak memberikan keuntungan substansial dibandingkan agen
kerja pendek.

Respon terhadap Injeksi

Respon terhadap injeksi dapat segera terjadi namun mungkin dengan


durasi yang pendek. Penelitian terbaru berfokus pada injeksi toksin botulinum.

Injeksi Toksin Botulinum pada SP

Toksin botulinum tipe A adalah satu dari tujuh serotype imunologi (A-G)
neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium botulinum. Toksin botulinum tipe
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

A dapat diberikan dengan panduan fluoroskopi, elektromielografi, CT atau MRI.


Dosis toksin botulinum tipe A yang direkomendasikan adalah 100-200 unit dalam
1-1,5 mL larutan normal saline.

Singkatnya, indikasi, teknik, dosis dan pemantauan sangat bervariasi.


Variabilitas ini membatasi perbandingan penelitian dan kelompok perlakuan.
Diperlukan penelitian yang lebih terkontrol untuk menentukan jumlah blok saraf
yang dibutuhkan dalam terapi nyeri kronik dan untuk menetapkan kriteria pasien
yang sesuai untuk diberikan terapi blok saraf. Efikasi blok saraf bergantung pada
tingkat perkembangan nyeri kronik.

Terapi Pembedahan

Intervensi pembedahan hanya diperlukan apabila terapi non-bedah gagal


dan gejala semakin berat dan mengganggu, dikarenakan hasil yang seringkali
mengecewakan. Tidak ada literature yang cukup menjelaskan tentang terapi
pembedahan SP.

Indikasi klasik terapi pembedahan termasuk abses, neoplasma, hematom,


dan nyeri kompresi vascular pada nervus skiatis akibat varikositis gluteal. Sejak
ditemukannya terapi toksin botulinum, terapi pembedahan jarang dibutuhkan pada
pasien SP. detail mengenai teknik pembedahan tidak dibahas dalam jurnal ini.

Kesimpulan

Sindroma piriformis saat ini masih menjadi kontroversi dalam diagnosis


ischialgia. Mengingat nervus dan pembuluh darah beriringan dengan otot
piriformis, kontraktur dapat memberi efek yang luas. Secara klinis, SP muncul
dengan gejala nyeri (dan parestesia) pada pantat, pinggul, dan tungkai bawah.
Pemeriksaan elektrofisiologi dan blok saraf dapat dilakukan jika diagnosis
meragukan. Klinisi harus mengetahui bahwa banyak faktor risiko yang dapat
terjadi, yang mungkin dapat mempengaruhi tatalaksana. Umumnya, pasien respon
Can J Anesth/J Can Anesth (2013) 60:1003 1012
DOI 10.1007/s12630-013-0009-5

dengan tindakan konservatif, termasuk blok saraf, sedangkan tindakan operatif


jarang dibutuhkan dan seringkali mengecewakan. Anestesiologi biasanya ikut
serta dalam manajemen SP oleh karena keahlian dalam manajemen nyeri dan
melakukan blok saraf. Injeksi anestesi lokal, steroid, dan toksin botulinum ke
dalam musculus Piriformis dapat berguna sebagai tujuan diagnostic dan terapi.
Praktisi harus mengenali variasi anatomi dan keterbatasan teknik berbasis titik
penentu. Teknik injeksi dipandu ultrasonografi baru-baru ini telah dijelaskan,
dimana dapat meningkatkan akurasi blokade nervus. Tehnik ini telah terbukti
memiliki nilai diagnosis dan terapetik dalam penanganan SP. Mengoptimalkan
pendekatan terapeutik membutuhkan evaluasi interdisipliner dan perawatan.

Anda mungkin juga menyukai