STUDI PUSTAKA
2.2 Peledakan
Dalam kegiatan pertambangan, peledakan merupakan salah satu
metode pembongkaran batuan baik di tambang terbuka maupun pada
tambang bawah tanah. Kegiatan peledakan bertujuan untuk memecah atau
membongkar batuan padat menjadi material yang cocok untuk dikerjakan
dalam proses produksi berikutnya. Metode peledakan digunakan apabila
metode pembongkaran yang lain yaitu, ripping sudah tidak mampu lagi
membongkar batuan.
Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada
kegiatan penambangan apabila (Koesnaryo, 2001):
4
Untuk memenuhi kriteria-kriteria diatas, diperlukan kontrol dan
pengawasan terhadap faktor yang dapat mempengaruhi suatu operasi
peledakan.
5
Tabel 2.1
Kualitas Massa Batuan Berdasarkan RQD1)
No RQD Kualitas
2 25 50 % Jelek
3 50 - 70 % Sedang
4 75 90 % Baik
Dimana,
6
= rata-rata frekuensi kekar per
meter dalam satu garis
pengukuran
2. Kekerasan batuan
Semakin tinggi tingkat kekerasan batuan,
maka akan semakin sukar batuan tersebut untuk
dihancurkan (Tabel 3.2), demikian juga dengan
batuan yang memiliki kerapatan tinggi. Hal ini
disebabkan karena semakin berat massa suatu
batuan, maka bahan peledak yang dibutuhkan
untuk membongkar atau menghancurkan batuan
tersebut akan lebih banyak.
3. Elastisitas batuan
Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki
batuan untuk kembali ke bentuk atau keadaan
semula setelah gaya yang diberikan kepada
batuan tersebut dihilangkan. Secara umum
batuan memiliki sifat elastis fragile yaitu batuan
7
dapat dihancurkan apabila mengalami regangan
yang melewati batas elastisitasnya.
4. Porositas Batuan
Ada dua jenis porositas, yaitu porositas antar
butir (interglanular) dan porositas post-
formation. Porositas antar butir dengan
penyebaran yang seragam dalam batuan dapat
melemahkan energi gelombang tarik dan
mengurangi kekuatan batuan dan akibatnya
tingkat penghancuran akan meningkat. Porositas
post-formation terjadi akibat adanya terobosan
air bawah tanah yang menghasilkan rongga-
rongga pada batuan. Rongga-rongga ini lebih
besar ukurannya dan penyebarannya tidak
seragam jika dibandingkan dengan
5. Tekstur batuan
Tekstur suatu batuan menujukkan hubungan
antara mineral-mineral penyusun batuan,tekstur
juga mempengaruhi kecepatan pemboran, jika
butirannya mempunyai bentuk lembaran
pemboran akan lebih sulit dibandingkan jika
butirannya berbentuk bulat seperti batu pasir.
6. Abrasivitas
Abrasivitas batuan merupakan suatu parameter
batuan yang mempengaruhi keausan (umur) dari
mata bor yang digunakan untuk melakukan
pemboran pada batuan tersebut. Abrasivitas
batuan tergantung kepada mineral penyusun
batuan tersebut. Semakin keras mineral penyusun
8
batuan tersebut maka tingkat abrasivitasnya akan
semakin tinggi pula.
7. Kecepatan perambatan gelombang pada batuan
Kecepatan perambatan gelombang pada setiap
batuan berbeda. Pada batuan yang keras,
kecepatan perambatan gelombang yang melalui
batuan tersebut akan lebih tinggi dari kecepatan
rambat gelombang pada batuan lunak. Secara
teoritis semakin tinggi kecepatan rambat
gelombang pada suatu batuan maka memerlukan
bahan peledak yang memiliki kecepatan detonasi
yang tinggi pula agar dapat menghancurkan
batuan tersebut.
8. Kuat tekan dan kuat tarik batuan.
b. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan
peledakan adalah struktur rekahan (kekar) dan struktur
perlapisan batuan.
9
bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan
dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada.
Dengan adanya struktur rekahan ini maka energi
gelombang tekan dari bahan peledak akan mengalami
penurunan yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi
peledakan yang menerobos melalui rekahan, sehingga
mengakibatkan penurunan daya tekan terhadap batuan
yang akan diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan
berdampak terhadap batuan yang diledakkan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan
hasil peledakan bahkan batuan hanya mengalami
keretakan. Berkaitan dengan struktur kekar ini
penentuan arah peledakan menurut R.L.Ash (1963)
adalah :
10
keuntungan karena energi peledakan berfungsi
secara efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi
lebih seragam dapat dicapai bila peledakan
dilakukan sejajar dengan kemiringan kekar.
11
Gambar 3.5.
Gambar 3.6.
12
Gambar 3.7
c. Pengaruh Air
d. Kondisi Cuaca
Kondisi cuaca mempunyai pengaruh besar
terhadap kegiatan pembongkaran batuan, hal ini
13
berkaitan dengan jadwal kerja waktu kerja efektif rata-
rata. Dalam suatu operasi peledakan, proses pengisian
dan penyambungan rangkaian lubang ledak dilakukan
pada cuaca normal dan harus dihentikan ketika cuaca
mendung (akan hujan).
a. Geometri Pemboran
14
tembak. Hal seperti ini menghendaki diameter
lubang tembak yang kecil.
Diameter lubang tembak yang kecil juga
memberikan patahan atau hancuran yang lebih baik
pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan
dengan stemming, di mana lubang tembak yang
besar maka panjang stemming juga akan semakin
besar dikarenakan untuk menghindari getaran dan
batuan terbang, sedangkan jika menggunakan
lubang tembak yang kecil maka panjang stemming
dapat dikurangi.
2. Kedalaman lubang tembak
Kedalaman lubang tembak biasanya
disesuaikan dengan tinggi jenjang yang diterapkan.
Dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata
maka hendaknya kedalaman lubang tembak harus
lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana kelebihan
daripada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.
3. Kemiringan lubang tembak (Arah pemboran)
Arah pemboran yang kita pelajari ada dua,
yaitu arah pemboran tegak dan arah pemboran
miring.
Adapun keuntungan dan kerugian dari
masing-masing lubang adalah :
Untuk lubang tembak tegak (vertikal) adalah :
Keuntungannya :
Untuk tinggi jenjang yang sama panjang
lubang ledak lebih pendek jika dibandingkan
dengan lubang ledak miring.
Kemungkinan terjadinya lontaran batuan
lebih sedikit.
15
Lebih mudah dalam pengerjaannya.
Kerugiannya :
Penghancuran sepanjang lubang tidak merata
Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus
terutama di daerah stemming.
Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai
jenjang ( toe ).
Dapat menyebabkan retakan ke belakang
jenjang ( backbreak ) dan getaran tanah.
Untuk lubang tembak miring adalah :
Keuntungannya :
Bidang bebas yang terbentuk semakin besar
Fragmentasi yang dihasilkan lebih bagus
Dapat mengurangi terjadinya backbreak dan
permukaan jenjang yang dihasilkan lebih rata.
Dapat mengurangi bahaya kelongsoran pada
jenjang.
Kerugiannya :
Kesulitan untuk menempatkan sudut
kemiringan yang sama antar lubang.
Biaya operasi semakin meningkat.
16
Gambar 3.2.
Pengaruh Arah Lubang Tembak
4. Pola pemboran
Pola pemboran yang biasa diterapkan pada
tambang terbuka biasanya menggunakan dua
macam pola pemboran yaitu :
Pola pemboran segi empat (square pattern)
Pola pemboran selang-seling (staggered)
Pola pemboran segi empat adalah pola
pemboran dengan penempatan lubang-lubang
tembak antara baris satu dengan baris berikutnya
sejajar dan membentuk segi empat ( Gambar 3.3).
Pola pemboran segi empat yang mana panjang
burden dengan panjang spasi tidak sama besar
disebut square rectangular pattern (Gambar3.4).
Sedangkan pola pemboran selang-seling adalah pola
pemboran yang penempatan lubang ledak pada baris
17
yang berurutan tidak saling sejajar (Gambar 3.5),
dan untuk pola pemboran selang-seling yang mana
panjang burden tidak sama dengan panjang spasi
disebut staggered rectangular pattern (Gambar
3.6).
Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar
adalah pola yang umum, karena lebih mudah dalam
pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk
meningkatkan mutu fragmentasi yang diinginkan,
maka penggunaan pola pemboran selang-seling
lebih efektif.
Bidang Bebas
S Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
S=B
Gambar 3.3.
Pola Pemboran Segiempat (Square Pattern)8)
18
Bidang Bebas
Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
SB
Gambar 3.4.
Bidang Bebas
Baris 1
S Baris 2
Baris 3
Baris 4
S=B
Gambar 3.5.
19
Bidang Bebas
Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
SB
Gambar 3.6.
Pola Pemboran Selang-seling (Staggered Rectanguler Pattern)8)
21
D. Kepekaan (sensivity)
Merupakan ukuran kemudahan bahan peledak untuk
diinisiasi dan kemudahan bagi suatu reaksi kimia bahan peledak
yang terjadi dalam lubang tembak untuk menjalar melalui
seluruh muatan. Sensitivitas suatu bahan peledak merupakan
fungsi dari bahan-bahan yang terdapat dalam bahan peledak,
ukuran partikel, diameter muatan, derajat penyesuaian dan
beberapa faktor lainnya.
Ada beberapa macam kepekaan, yaitu :
Sensivity to shock (impact), yaitu kepekaan bahan peledak
terhadap benturan
Sensivity of friction, yaitu kepekaan bahan peledakn
terhadap gesekan
Sensivity of head, yaitu kepekaan bahan peledak terhadap
panas (suhu)
Sensivity to gap, yaitu kepekaan suatu bahan peledak
terhadap gelombang ledakan dari bahan peledak lain yang
letaknya berjauhan.
Bahan peledak yang sensitif belum tentu dinilai sebagai
bahan peledak yang baik. Bahan peledak yang tidak peka
tetapi mudah penyebaran reaksinya adalah lebih
menguntungkan dan dari segi keselamatan terbukti lebih
aman dalam penggunaannya di lapangan.
E. Ketahanan terhadap air (water resistance)
Ketahanan terhadap air dari suatu bahan peledak adalah
ukuran dan kemampuan suatu bahan peledak untuk tahan
terhadap air dengan tidak merusak, merubah atau mengurangi
kepekaannya, dinyatakan dalam jam. Dikenal dalam tingkatan
ketahanan air, yaitu sempurna (excellent) jika tahan terhadap air
lebih dari 12 jam, sangat bagus (very good) jika tahan terhadap
air 8 12 jam, bagus (good) jika tahan terhadap air 4 8 jam,
22
cukup (fair) jika tahan terhadap air. Pada dasarnya bahan
peledak Heavy ANFO mempunyai kekuatan terhadap air sangat
bagus, sedang bahan peledak ANFO kurang mempunyai
ketahanan terhadap air buruk.
F. Sifat Gas Beracun
Bahan peledak yang meledak dapat menghasilkan dua
jenis gas yang saling berbeda sifatnya yaitu smoke dan fumes.
Smoke terjadi apabila di dalam bahan peledak terdapat jumlah
oksigen yang tepat sehingga selama reaksi seluruh hidrogen
akan membentuk uap air (H2O), karbon bereaksi membentuk
karbon dioksida (CO2) dan nitrogen menjadi N2 bebas. Fumes
adalah gas beracun yang merupakan hasil dari suatu proses
peledakan yang tidak Zero Oxygen balance karbon monoksida
(CO), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen oksida (NO2).
Dari detonasi suatu bahan peledak diharapkan tidak
menghasilkan gas-gas beracun, namun kenyataan dilapangan
hal tersebut sulit dihindari akibat beberapa faktor berikut ini :
1) Pencampuran ramuan bahan peledak yang meliputi faktor
oksida dan bahan bakar (fuel) tidak tepat atau seimbang,
sehingga tidak mencapai zero aksigen balance.
2) Letak primer yang tidak tepat
3) Keterkungkungan pada stemming kurang baik
4) Adanya air dalam lubang ledak
5) Sistem waktu tunda tidak tepat
6) Kemungkinan adanya reaksi antara bahan peledak dengan
batuan (sulfida atau karbonat).
de = 0,508 x D x SG
Dimana,
E = Pc x de
Dimana,
E
PF = dinyatakan dalam kg/m3
W
Dimana,
2.4 Batuan
2.4.1. Mekanisme Pecahnya Batuan
25
yang memiliki kuat tarik yang besar. Kuat tarik suatu batuan
menurut Jumikis (1983) hanya sebesar 10% dri kuat tekannya (table
3.1).
Tabel 3.1.
Klasifikasi Brittleness Index (Kramadibrata, 1996)
Brittleness Index Keterangan
6-7 Sangat Taough & Plastik
7-8 Tough & Plastik
8-12 Rata-rata jenis batuan
12-15 Sangat Brittle tak plastic
15-20 Sangat Brittle
26
RMD merupakan parameter yang digunakan untuk
menunjukkan kualitas massa batuan dengan melakukan
pengamatan terhadap struktur batuan dan hancurannya
(muckpile). RMD dapat dikategorikan ke dalam 3 kelas, yaitu
rapuh (powdery/friable), struktur blok terkekarkan (blocky), dan
sangat pejal (totally massive).
b. Joint Plane Spacing (JPS)
JPS adalah jarak tegak lurus antar dua bidang lemah yang
berurutan. Attewel mengklasifikasikan jarak antar bidang lemah
seperti terlihat pada Tabel 3.2. Semakin jauh jarak antar bidang
lemah (> 2000 mm) batuan dapat dikatakan memiliki perlapisan
yang sangat tebal. Sedangkan bila jarak antar bidang lemah kecil
(< 20 mm), maka batuan dikatakan terdiri dari laminasi tipis atau
sedimentasi. Dari nilai RQD dapat ditentukan jarak antar bidang
lemah dengan menghitung nilai frekuensi bidang lemah per meter
() menggunakan persamaan Prist & Hudson. Adapun klasifikasi
jarak antar bidang lemah, dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Klasifikasi Jarak Antar Bidang Lemah
Deskripsi Struktur Bidang Jarak (mm)
27
Laminasi tipis
Spasi ekstrim dekat (sedimentasi) < 20
1 2
3 4
28
Sumber : Sitanggang, 2008; 18
d. Specific Gravity Influence (SGI)
SGI adalah sifat batuan terkait berat jenis dan porositasnya.
Batuan dengan bobot isi kecil pada umumnya lebih mudah
mengalami deformasi dan memerlukan energi peledakan yang
rendah untuk pemecahannya. Sedangkan porositas menyatakan
banyaknya jumlah pori dalam batuan. Porositas batuan yang besar
mengindikasikan banyaknya ruang antar butir dalam batuan.
Peningkatan porositas akan menghambat penjalaran gelombang
kejut didalam massa batuan, menghambat terbentuknya rekahan-
rekahan baru, dan secara dominan menghasilkan bongkah-bongkah
berukuran besar.
e. Hardness (H)
Sifat mekanik batuan yang berhubungan dengan
kekuatannya adalah kuat tekan uniaksial dan kekerasan batuan. Kuat
tekan uniaksial batuan merupakan ukuran kemampuan batuan untuk
menahan beban atau gaya yang bekerja pada arah uniaksial.
Kekerasan dapat dipakai dalam menyatakan besarnya tegangan yang
diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada batuan. Misalnya
pada proses peledakan, batuan dengan kekerasan yang tinggi dan
kuat tekan uniaksial yang besar akan cenderung lebih sukar hancur
atau rusak daripada sebaliknya, sehingga diperlukan bahan peledak
berdaya ledak lebih besar dalam upaya pemberaiannya.
Skala Mohs merupakan ukuran daya tahan mineral terhadap
goresan (scratching). Kekerasan relatif dari suatu mineral dapat
ditetapkan dengan membandingkan mineral tersebut dengan urutan
mineral yang dipakai sebagai standar kekerasan. Mohs telah
membuat skala kekerasan mineral secara kualitatif (scale of relative
hardness).
Tabel 3.1.
Skala Mohs
29
Kekerasan Nama Mineral Unsur/Senyawa Alat Penguji
Kimia
1 Talc (Talk) Hydrat Magnesium Sangat Lunak
Silikat
2 Gypsum (Gipsum) Hydrat Kalsium Tergores kuku
Fosfat manusia
3 Calcite (Kalsit) Kalsium Karbonat Tergores koin
perunggu
4 Fluorspar Kalsium Flour Tergores paku besi
(Fluorit)
5 Apatite (Apatit) Kalsium Fosfat Tergores kaca
6 Feldspar/Ortoklas Alkali Silikat Tergores pisau lipat
7 Quartz (Kuarsa) Silika Tergores pisau baja
8 Topaz Alumina Silikat Tergores amplas
9 Corondum Alumina
10 Diamond (Intan) Karbon
Sumber : Hustrulid ,1996; 107
Tabel 3.1
PARAMETER PEMBOBOTAN
1. Rock mass description (RMD)
1.1. Powdery/friable 10
1.2. Blocky 20
1.3. Totally massive 50
2. Joint plane spacing (JPS)
2.1. Close (spasi < 0,1 m) 10
2.2. Intermediate (spasi 0,1 1 m) 20
2.3. Wide (spasi > 1 m) 50
3. Joint plane orientation (JPO)
3.1. Horizontal 10
3.2. Dip out of face 20
3.3. Strike normal to face 30
3.4. Dip into face 40
4. Specific grafity influence ( SGI ) SGI = 25 x SG 50
5. Hardness ( H ) 1 10
30
Nilai blastibbility index (BI) :
BI = 0,5 x ( RMD + JPS + JPO + SGI + H ) ........... (3.1)
Nilai Rock Faktor (RF) :
RF = 0,12 x BI......................................................... (3.2)
0 ,8 0, 63
V E
x = A Q 0,17
Q 115
Dimana :
A = Rock factor.
31
E = Relatif weight strength (RWS) bahan
peledak.
x
Xc = 1
0,693 n
x Xc n
R = e
Dimana :
n = Indeks keseragaman.
32
Untuk mendapatkan nilai tersebut, hasil perhitungan dengan
persamaan LOWNDS dianalisis dan digambarkan berdasarkan
persamaan regresinya dan nilai n sangat tergantung pada ketepatan
pemboran, ukuran lubang ledak, pola pemboran, nisbah spasi dan
burden, nisbah panjang isian dan tinggi jenjang.
B W A 1 L
n 2,2 14 1 1
d B 2 H
Dimana :
n = indeks keseragaman.
B = burden (m).
A = spasi / burden
ukuran rata rata (boulder) > 100 cm yang harus dihasilkan kurang
34
B
Keterangan
B = Burden
T = Stemming
J = Subdrilling
L Pc = Kolom isian
Gambar 3.7.
Geometri Peledakan menurut teori C.J. Konya
35
dengan diameter lubang ledak yang semakin besar maka bahan
peledak yang digunakan akan semakin banyak pada setiap
lubangnya sehingga akan menghasilkan energi ledakan yang
semakin besar. Sedangkan apabila densitas batuannya yang semakin
besar, maka agar energi ledakan berkontraksi maksimal dilakukan
dengan memperkecil ukuran burden, sehingga fragmentasi batuan
yang dihasilkan akan baik (Tabel 3.1.). Sedangkan struktur geologi
batuan digunakan sebagai faktor koreksi pada penentuan burden.
Tabel 3.1.
7)
Rock Density
36
Dimana :
B = burden
Bc Kr Kd Ks B
Dimana :
Bc = burden terkoreksi, ft
Tabel 3.2.
37
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
Jarak burden yang baik adalah jarak dimana energi ledakan bisa
menekan batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai
dengan fragmentasi yang direncanakan dengan mengupayakan sekecil
mungkin terjadinya batuan terbang, bongkah, dan retaknya batuan pada
batas akhir jenjang.
38
Jenis Detonator L/B < 4 L/B 4
Instantaneos S = (l + 2B) / 3 S = 2B
Delay S = (1 + 7B) / 8 S = 1,4B
Menurut C.J. Konya persamaan untuk menentukan spacing
dipengaruhi oleh jarak burden dan tinggi jenjang. Bila perbandingan
antara tinggi jenjang dengan burden lebih kecil dari empat, maka
digolongkan ke dalam jenjang rendah, sedangkan bila hasil
perbandingan lebih besar atau sama dengan empat, maka digolongkan
sebagai jenjang tinggi.
Tabel 3.5.
2)
Menurut Dyno Nobel untuk pola staggered pattern akan
menghasilkan distribusi energi peledakan yang optimal jika
menggunakan harga spacing sebagai berikut :
S = 1,15 x B
Dimana,
S = spasi (m).
B = burden (m).
39
2.5.3 Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup didalam lubang
bor, dan letaknya diatas kolom isian bahan peledak. Fungsi
stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung
gasgas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi
yang maksimal. Disamping itu stemming juga berfungsi untuk
mencegah agar tidak terjadi batuan terbang (flyrock) dan ledakan
tekanan udara (airblast) saat peledakan.
T = 0,7 x B
Atau
Dimana :
T = stemming (m)
B = burden (m)
40
Untuk mengatasi tersebut diatas maka digunakan bahan yang
memiliki karakteristik susunan butir saling berkaitan dan berbutir
kasar serta keras.
Sz = 0,05 x Dh
Dimana :
J = 0,3 x B
Dimana :
J = subdrilling (m)
B = burden (m)
41
2.5.5. Tinggi jejang (L)
Tabel 3.4
Stiffnes Fragmenta
Airblast Flyrock Vibrasi Keterangan
s Ratio si
Potensi terjadinya
Berpote Berpote Berpote backbreak dan toe.
1 Jelek
nsi nsi nsi Harus dihindari dan
dirancang ulang
Terkontrol dan
3 Baik Baik Baik Baik fragmentasi
memuaskan
Tidak menguntungkan
Sempur Sempur Sempur
4 Sempurna lagi bila Stiffness Ratio
na na na
lebih dari 4
42
L = 5 x De ........................................................................................ (3.38)
Dimana :
L = Tinggi jenjang minimum (ft)
H = L+J
Dimana :
J = subdrilling (m)
PC = H - T
Dimana :
43
PC = panjang kolom isian, (m)
T = stemming, (m)
Keterangan :
44
d. Berat batuan yang diledakkan per berat bahan peledak
(ton/kg).
Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas,
geometri peledakan, struktur geologi dan karakteristik massa batuan
itu sendiri. Pada Tabel 3.5 dapat diketahui hubungan antar bobot isi
batuan dan kuat tekan uniaksial dengan nilai powder factor.
E
Pf = ............................................................... (3.41)
W
Dimana :
Tabel 3.5
Hubungan nilai powder factor dengan bobot isi batuan dan kuat tekan uniaksial4)
Powder Factor
Kuat tekan Uniaksial
Class Limit Nilai Rata-rata (Mpa) Bobot isi batuan
(kg/m3) (kg/m3)
45
1,10 - 1,37 1,235 195 - 250 3,15 - 3,40
46
a. Waktu tunda antar lubang ledak
Menentukan waktu tunda antar lubang ledak dalam satu
baris dapat di hitung dengan menggunakan persamaan di bawah
ini.
tH= TH x S ......................................................................... (3.42)
Keterangan :
S = Spasi (m)
Tabel 3.6
Keterangan :
47
Tr=konstanta waktu antar baris (tabel 3.7)
B=burden, m
Tabel 3.7
TR Result
Constant ( ms / m )
6,5 Violet, excessive air blast, backbreak,etc.
8,0 High pile close to face, moderate air blast,
backbreak
11,5 Average pile height, average air blast and backbreak
16,5 Scattered pile with minimum backbreak
48
Karakteristik ukuran material memiliki peranan penting dalam
menentukan proses pemuatan. Produksi dari alat muat sangat dipengaruhi
oleh material yang dimuatnya. Disini dikenal istilah faktor pengisian bucket
yaitu perbandingan antara volume material nyata yang dimuat bucket dengan
kapasitas munjung bucket dan dinyatakan dalam persen (%).
Faktor pengisian mangkuk alat muat (F) dapat dinyatakan sebagai
perbandingan volume nyata (Vn) dengan volume munjung teoritis (Vt),
seperti yang dinyatakan dalam persamaan:
Dimana :
F = Faktor pengisian mangkuk (%)
Vn = Volume nyata atau kapasitas nyata mangkuk (m3)
Vt = Volume munjung teoritis mangkuk (m3)
2.4
49
2.5.11 Produksi Pemboran
2.5.11.1 Waktu Edar Pemboran
Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu lubang ledak
dengan kedalaman tertentu, termasuk adanya hambatan-hambatan yang terjadi
selama kegiatan pemboran berlangsung.
Persamaan waktu edar pemboran untuk batang bor tunggal yaitu :
Ct = Pt + Bt + St + Dt .........................................................................(3.5)
Keterangan :
Ct = Waktu edar pemboran
Pt = Waktu untuk mengambil posisi mesin bor ke titik pemboran
Bt = Waktu untuk membor
St = Waktu untuk meniup cutting, mengangkat, melepas dan
menyambung batang bor
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan
(komponen waktu dinyatakan dalam menit)
50
Persamaan kecepatan pemboran rata-rata :
Drr = Hrr/Crr ..................................................................................... (3.8)
Keterangan :
Drr = Kecepatan pemboran rata-rata (meter/menit)
Hrr = Kedalaman lubang bor rata-rata (m)
Ctr = Waktu siklus pemboran rata-rata (menit)
Keterangan :
Veq = Volume setara (m3/m)
V = Volume batuan yang diharapkan terbongkar (m3)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
51
Berat batuan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
W = A x L x dr..........(3.11)
V = A x L .....(3.12)
Keterangan :
W = Berat batuan yang akan diledakkan (ton)
A = Luas daerah yang akan diledakkan (m)
L = Tinggi jenjang (m)
dr = Bobot isi batuan (ton/m)
52