Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT TERHADAP KANDUNGAN C-ORGANIK;

NILAI, KTK, pH DAN PERMEABILITAS TANAH PADA LERENG GUNUNG


SLAMET DI WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS

Effects of Land Elevation on Soil organic-C Content; CEC, pH and


Permeability in Southern Slope of Slamet Mountain in Banyumas District

Oleh:
Aziz Pradana, Ismangil dan M. Nazarudin Budiono
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman
Jl. dr. Suparno 73, Purwokerto, 53122
Alamat korespondensi: azizpradanaa@gmail.com

ABSTRAK

Lereng G. Slamet wilayah Kabupaten Banyumas merupakan grup gunung api (volkan)
yang memiliki ketinggian tempat yang berbeda, sehingga suhu udara, suhu tanah dan curah
hujan berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh ketinggian tempat
terhadap kandungan C-organik, nilai KTK dan pH tanah pada kedalaman (0-20), (21-40), (41-
60), (61-80), (81-100) cm di Lereng G. Slamet Kabupaten Banyumas (2) mengetahui pengaruh
ketinggian tempat terhadap nilai permeabilitas tanah pada berbagai ketinggian tempat di
Lereng G. Slamet Kabupaten Banyumas. Penelitian menggunakan metode survei. Wilayah
survei dideliniasi menjadi 5 kelompok ketinggian tempat yaitu (20-183), (184-346), (346-
509), (509-672), dan >672 m dpl masing-masing sebagai SL 1, SL 2, SL 3, SL 4, dan SL 5
yang berdasarkan penurunan suhu udara setiap 1oC atau kenaikkan 163 m. Pada setiap
kelompok ketinggian dibuat lubang dengan kedalaman 100 cm. Sampel tanah diambil pada
kedalaman (0-20), (20-40), (40-60), (60-80), dan (80-100) cm. Variabel yang diukur adalah
kandungan C-organik, nilai KTK dan pH tanah setiap kedalaman, sedangkan nilai
permeabilitas pada salah satu kedalaman setiap kelompok ketinggian. Data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk histogram dan mencari hubungan antara kandungan C-organik, nilai
KTK, pH, permeabilitas tanah dan ketinggian tempat. Hasil penelitian menunjukan hasil
sebagai berikut. (1) Semakin tinggi tempat semakin tinggi kandungan C-organik tanahnya,
kandungan C-organik tanah di Lereng G. Slamet Kabupaten Banyumas dari 0,05 5,72 %.
(2) Semakin tinggi tempat semakin tinggi nilai KTK tanahnya, nilai KTK di Lereng G. Slamet
Kabupaten Banyumas dari 2,38 45,49 me/100 g tanah. (3) Semakin tinggi tempat semakin
tinggi nilai pH tanahnya, nilai pH di Lereng G. Slamet Kabupaten Banyumas dari 4,71 5,65.
(4) Semakin tinggi tempat semakin tinggi nilai permeabilitas tanahnya, nilai permeabilitas di
Lereng G. Slamet Kabupaten Banyumas dari 0,70 28,35 cm/jam. (5) Ada hubungan antara
kandungan C-organik dan nilai KTK tanah dengan persamaan y = 2,91 + 7,91x.

Kata kunci : Lereng, Tinggi tempat, C-organik, KTK, pH dan Permeabilitas tanah

ABSTRACT

South Slope of mount Slamet in Banyumas Regency is a volcanic grup that has a
different height place, so the air temperature, soil temperature and rainfall are different. This
study aims to: (1) to know the effect of altitude to the soil organic-C content, CEC value and
pH at depth (0-20), (21-40), (41-60), (61-80), (81-100) cm on the South Slope of mount Slamet
of Banyumas Regency (2) to know the influence of height place to the value of soil permeability
at each altitude location on Slope mount Slamet in Banyumas Regency. The research used

1
survey method. The survey area was delineated into 5 altitude groups is (20-183), (184-346),
(346-509), (509-672), and > 672 m respectively as SL 1 , SL 2, SL 3, SL 4, and SL 5 which are
based on a decrease in air temperature every 1oC or an increase of 163 m. In each height group
made a hole with a depth of 100 cm. Soil samples were taken at depth (0-20), (20-40), (40-60),
(60-80), and (80-100) cm. The measured variable is the soil organic-C content, CEC value and
pH at each depth, while the permeability value at one depth of each height group. The data
obtained are presented on histogram and look for the relationship between soil organic-C
content, CEC value, pH, permeability and altitude of place. The results showed the following
results. (1) The higher of altitude the higher Content of soil organic-C, the content of C-organic
soil in the Southern Slope of G. Slamet of Banyumas Regency from 0.05 - 5.72%. (2) (2) The
higher of altitude the higher value of soil CEC, the CEC value in the South Slope of G. Slamet
of Banyumas Regency from 2.38 - 45.49 me / 100 g. (3) The higher of altitude the higher soil
pH value, the pH value on the Southern Slope of G. Slamet of Banyumas Regency from 4.71 to
5.65. (4) (4) The of altitude the higher soil of permeability value, the permeability value in the
South Slope of G. Slamet of Banyumas Regency from 0.70 - 28.35 cm / hour. (5) There is a
relationship between the content of soil organic-C and the value of soil CEC with the equation
y = 2,91 + 7.91x

Keywords: Slope, High place, organic-C, CEC, pH and soil permeability

PENDAHULUAN

Lereng G. Slamet wilayah Kabupaten Banyumas merupakan grup gunung api (volkan).
Menurut Peta Rupa Bumi, lereng G. Slamet memiliki ketinggian tempat antara 20 dan 3481 m
dpl. Kondisi tinggi tempat tersebut menyebabkan perbedaan suhu udara, suhu tanah dan curah
hujan. Semakin tinggi tempat suhu udara dan suhu tanah semakin dingin, serta jumlah curah
hujan semakin tinggi. Keadaan ini menentukan perbedaan pelapukan batuan dan pedogenesis
pada Lereng G. Slamet wilayah Kabupaten Banyumas.
Suhu udara, suhu tanah dan curah hujan yang semakin tinggi menentukan pelapukan dan
pedogenesis. Menurut Butt and Zeegers (1992), suhu tanah dan suhu udara yang lebih tinggi
mempengaruhi kecepatan reaksi pelapukan. Curah hujan dapat mempengaruhi intensitas
pelapukan dan perpindahan hasil pelapukan batuan. Pelapukan batuan tersebut membedakan
pedogenesis tanah baik dari pengkayaan, penghilangan, alih ragam dan alih tempat di lereng
G. Slamet wilayah Kabupaten Banyumas.
Pedogenesis terjadi melalui horisonisasi dan haploidisasi. Menurut Hardjowigeno (2003),
horisonisasi merupakan proses pembentukan lapisan-lapisan tanah secara pedogenik,
sebaliknya haploidisasi merupakan proses penghilangan horizon tanah secara pedogenik.
Menurut Nelliza (1996), horisonisasi berlangsung pada kondisi jumlah curah hujan tahunan
lebih besar daripada penguapan air tahunan, sedangkan pada haploidisasi berlangsung
sebaliknya. Besar curah hujan dan penguapan tahunan Kabupaten Banyumas masing-masing
sebesar 2.622,05 dan 892,9 mm (BPS, 2015). Dengan demikin adanya suhu dan jumlah curah
2
hujan pembentukan tanah yang terjadi di lereng G. Slamet wilayah Kabupaten Banyumas
adalah horisonisasi.
Adanya horisonisasi di lereng G. Slamet wilayah Kabupaten Banyumas menyebabkan
perbedaan kandungan C-organik, nilai KTK, pH dan permeabilitas tanah secara vertical
maupun horizontal. Perbedaan kandungan c-organik, nilai KTK, pH dan permeabilitas secara
vertikal disebabkan oleh perbedaan suhu tanah. Semakin kedalam lapisan suhu tanah akan
semakin dingin. Menurut Notohadiprawiro (2006) menyatakan, reaksi-reaksi kimia yang
dipengaruhi mikroorganisme berjalan lebih cepat jika suhu tanah semakin hangat, laju
dekomposisi bahan organik tanah juga semakin cepat dan proses kehilangan bahan organik
tanah semakin cepat. Perbedaan kandungan C-organik, nilai KTK, pH dan permeabilitas
secara horizontal (menurut lereng) disebabkan oleh ketinggian tempat lereng yang
membedakan suhu udara, suhu tanah dan curah hujannya. Semakin tinggi tempat dekomposisi
bahan organik tanah terhambat dan bahan organik tanah semakin meningkat. Menurut Foth
(1988), semakin meningkatnya bahan organik tanah, nilai KTK tanah juga semakin meningkat.
Menurut Hakim et.al (1986) pH tanah yang rendah dapat dipengaruhi oleh muatan negatif
bahan organik tanah. Guchi dan Marbun (2015), bahan organik tanah dapat mempengaruhi
besar kecilnya ruang pori tanah, sehingga mempengaruhi nilai permeabilitas tanah.
Perbedaan pedogenesis menyebabkan sifat kimia dan sifat fisika tanah berbeda. Hal
tersebut menarik untuk dikaji pada kandungan C-organik tanah, nilai KTK, pH dan
permeabilitas tanah. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk 1) mengetahui pengaruh
ketinggian tempat terhadap kandungan C-organik, nilai KTK dan pH tanah pada kedalaman
(0-20), (21-40), (41-60), (61-80), (81-100) cm di Lereng G. Slamet Kabupaten Banyumas. 2)
mengetahui pengaruh ketinggian tempat terhadap nilai permeabilitas tanah pada setiap lokasi
ketinggian di Lereng G. Slamet Kabupaten Banyumas.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di lereng G. Slamet wilayah Kabupaten Banyumas. Analisis C-


organik, KTK, pH dan permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium Tanah, Fakultas
Pertanian UNSOED. Penelitian ini dilaksanakan dari April sampai Agustus 2017. Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lahan kering kebun campur dan hutan wilayah
Kabupaten Banyumas di Lereng G. Slamet, Peta RBI Kabupaten Banyumas skala 1:50.000,
Peta Administrasi Kabupaten Banyumas skala 1:250.000, bahan analisis C-organik, KTK, pH
KCl dan pH H2O. Alat-alat yang digunakan meliputi, 1 buah altimeter, 2 buah cangkul, 1
bungkus kantong plastic, 1 bungkus label penanda, 1 buah pisau lapang, 2 buah alat tulis, 1

3
buah kendaraan, 1 buah Smartphone, alat analisis C-organik, KTK, pH KCl, pH H2O dan
permeabilitas, 1 buah laptop, 1 buah printer, aplikasi Quantum GIS dan Microsoft Office.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang berpatokan pada peta rupa
bumi skala 1:50.000 sebagai peta kerja. Daerah penelitian pada peta RBI dideliniasi atas dasar
ketinggian tempat yang menyebabkan perbedaan suhu udara 1oC dimulai dari (20-183), (184-
346), (347-509), (510-672) dan (>673) m dpl dan didapatkan 5 satuan lahan (SL) (lampiran 1.
dan 2). Setiap SL dibuat profil tanah pewakil, profil tanah pewakil SL 1 terletak pada 147 m
dpl koordinat 7o24,68S dan 109o6,55 E; SL 2 terletak pada 194 m dpl koordinat 7o23,81 dan
109o6,67 E; SL 3 terletak pada 372 m dpl koordinat 7o21,96 S dan 109o6,20 E; SL 4 terletak
pada 534 m dpl koordinat 7o21,06 S dan 109o6,77 E; SL 5 terletak pada 744 m dpl koordinat
7o20,50 S dan 109o7,65 E. Setiap profil tanah pewakil diambil 5 sampel tanah pada kedalaman
(020), (2140), (4160), (6180) dan (81100) cm, sehingga jumlah sampel tanah yang
diambil ada 25 sampel.
Variabel pengamatan pada penelitian ini meliputi kandungan C-organik, nilai KTK, pH
dan permeabilitas tanah. Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan mencari hubungan
antara kandungan C-organik tanah dan tinggi tempat, antara KTK dan tinggi tempat, antara
KTK dan kandungan C-organik tanah, antara pH dan tinggi tempat, antara permeabilitas dan
tinggi tempat dengan menggunakan analisis regresi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Bentang Lahan Daerah Penelitian

Lereng Gunung Slamet di Kabupaten Banyumas terletak pada 72855 - 71547 LS


dan 109914 - 1091045 BT. Kondisi bentang lahan lereng Gunung Slamet tersebut dapat
disajikan pada Lampiran 3. Letak unit sampel pada penelitian ini berada di 3 kecamatan, yakni
kecamatan Ajibarang, Cilongok dan Pekuncen. Lereng Gunung Slamet Kabupaten Banyumas
tersebut dapat dilihat dari tingkat kemiringan lerengnya, bahan batuan induknya, serta tinggi
tempat di wilayah tersebut yang disajikan pada Lampiran 3. Kondisi bentang lahan lokasi
penelitian tersebut menyebabkan perbedaan kandungan C-organik tanah, KTK, pH dan
permeabilitas tanah.
B. Kandungan C-organik Tanah

Kandungan C-organik tanah pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1.

4
Tabel 1. Kandungan C-organik tanah pada berbagai kedalaman tanah dan ketinggian tempat di
lereng G. Slamet Kabupaten Banyumas.

Kandungan C-organik Tanah (%) Rata-


Satuan Lahan Harkat*
SL1 SL 2 SL 3 SL 4 SL 5 rata
L1 (0-20 cm) 0,44 1,38 2,88 4,31 5,72 2,9 Sedang
L2 (21-40 cm) 0,38 1,31 2,28 3,26 3,33 2,1 Sedang
L3 (41-60 cm) 0,27 0,62 1,34 2,20 2,49 1,4 Rendah
L4 (61-80 cm) 011 0,27 0,60 1,46 1,89 0,9 Sangat rendah
L5 (81-100 cm) 0,05 0,22 0,47 1,29 2,45 0,25 Sangat rendah
Rata-rata 0,25 0,76 1,52 2,50 3,18
Keterangan : SL 1 (147 m dpl), SL 2 (194 m dpl), SL 3 (372 m dpl), SL 4 (534 m dpl),S L 5
(744 m dpl); analisis C-organik dilaksanakan di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
UNSOED. *(Balittan, 2009).

Tabel 1 menunjukan, semakin tinggi tempat kandungan C-organik tanah semakin


meningkat. Hal ini dikarenakan suhu udara yang semakin dingin (rendah) dan curah hujan
semakin tinggi. Pada kondisi tersebut menyebabkan peruraian bahan organik tanah terhambat.
Tabel 1 juga menunjukan, semakin dalam lapisan tanah, pada setiap ketinggian tempat (titik
pengamatan), kandungan C-organik tanah semakin rendah. Hal ini berarti sumber humus pada
setiap profil tanah berada dipermukaan tanah (topsoil) dan dieluviasikan ke lapisan tanah di
bawahnya. Pengeluviasian dari lapisan I ke lapisan di bawahnya terjadi karena jumlah curah
hujan tahunan sebesar 2.622,05 mm di lereng Gunung Slamet lebih besar dari evaporasi
tahunan sebesar 892,9 mm.
Hubungan antara tinggi tempat dan kandungan C-organik tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Koefisien regresi dan determinasi hubungan antara C-organik tanah dan ketinggian
tempat

Lapisan
I II III IV V
Uji F bn bn bn bn bn
-0,48 0,19 -0,14 -0,37 -0,66
0,0086 0,0048 0,0038 0,0031 0,0039
r2 0,91 0,87 0,96 0,97 0,95
Keterangan : bn = berbeda nyata

Tabel 2 menunjukan, pada setiap lapisan, ketinggian tempat menentukan kandungan C-


organik tanah. Pada lapisan I, II, III, IV, dan V, kenaikan tempat 100 m terjadi peningkatan
0,86; 0,48; 0,38; 0,31; dan 0,39 % C-organik tanah atau terjadi peningkatan 86, 48, 38, 31, dan
39 mg C-organik tanah/kg tanah. Keadaan ini mendukung penjelasan pada Tabel 1.

5
C. Nilai KTK Tanah

Pada Tabel 3 menunjukan, semakin tinggi tempat nilai KTK tanah semakin tinggi. Hal ini
dikarenakan muatan negatif tanah semakin tinggi yang bersumber dari jenis klei, jumlah klei
dan bahan organik tanah. Menurut Sulendro (2001), secara umum pola sebaran liat pada lereng
selatan G. Slamet Kabupaten Banyumas belum mengalami perkembangan lanjut. Oleh karena
itu, yang menentukan secara umum muatan negatif KTK daerah penelitian adalah bahan
organik tanah. Hubungan antara tinggi tempat dan nilai KTK tanah disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukan, pada setiap lapisan, ketinggian tempat menentukan nilai KTK tanah.
Pada lapisan I, II, III, IV, dan V kenaikan tempat 1 m terjadi peningkatan 0,062; 0,042; 0,036;
0,032; dan 0,038 nilai KTK tanah.
Pada Tabel 3 menunjukkan, semakin dalam lapisan tanah, pada setiap ketinggian tempat
(titik pengamatan), nilai KTK tanah semakin rendah. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan
humus yang menumpuk pada daratan tinggi dan permukaan tanah. Humus memiliki asam-asam
organik, diketahui memiliki KTK yang sangat tinggi kurang lebih 200 sampai 300 me/100 g
tanah (Hanafiah, 2005). Tambunan (2008) menyatakan, tanah dengan kandungan bahan
organik tanah tinggi memiliki KTK yang lebih tinggi. Untuk mengetahui lebih lanjut hubungan
antara kandungan C-organik tanah dan nilai KTK tanah dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan
uji korelasi tersebut, terdapat hubungan antara nilai KTK dan kandungan C-organik tanah
dengan persamaan y = 2,91 + 7,91x. Dari persamaan tersebut dapat diketahui setiap kenaikan
1 % kandungan C-organik tanah, maka terjadi peningkatan nilai KTK sebesar 7,91 me/100 g
tanah.
Tabel 3. Nilai KTK Tanah pada berbagai kedalaman tanah dan ketinggian tempat di lereng G.
Slamet Kabupaten Banyumas.

Nilai KTK Tanah (me/100 g tanah) Rata- Harkat


Satuan Lahan
SL1 SL 2 SL 3 SL 4 SL 5 rata
L1 (0-20 cm) 8,43 15,83 22,26 38,29 45,49 26,06 Tinggi
L2 (21-40 cm) 6,60 11,78 19,53 28,05 31,92 19,58 Sedang
L3 (41-60 cm) 3,94 4,62 8,74 21,40 23,51 12,44 Rendah
L4 (61-80 cm) 3,73 4,22 7,41 14,85 22,24 10,49 Rendah
L5 (81-100 cm) 2,38 3,10 6,92 18,62 23,64 10,93 Rendah
Rata-rata 5,02 7,91 12,97 24,24 29,36
Keterangan : SL 1 (147 m dpl), SL 2 (194 m dpl), SL 3 (372 m dpl), SL 4 (534 m dpl),S L 5
(744 m dpl); analisis KTK tanah dilaksanakan di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
UNSOED. *(Balittan, 2009).

6
Tabel 4. Koefisien regresi dan determinasi hubungan antara nilai KTK dan tinggi tempat.
Lapisan
I II III IV V
Uji F bn bn bn bn bn
1,54 2,78 -2,07 -2,13 -4,26
0,062 0,042 0,036 0,031 0,0382
r2 0,96 0,96 0,92 0,97 0,95
Keterengan : bn = berbeda nyata

Tabel 5. Koefisien regresi dan determinasi hubungan antara KTK dan kandungan C-organik
tanah.

Uji korelasi regresi


Uji F bn
2,91
7,91
r2 0,96
Keterangan: bn = berbeda nyata.

D. Nilai pH KCl dan pH H2O dalam Tanah

Nilai pHKCl (1:2,5) tanah pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 6, sedangkan nilai
pHH2O tanah pada penelitinian ini disajikan pada Tabel 7.
Tabel 6. Nilai pHKCl (1:2,5) pada berbagai kedalaman tanah dan ketinggian tempat
pHKCl (1:2,5) Rata-rata Harkat*
Satuan Lahan
SL1 SL 2 SL 3 SL 4 SL 5
L1 (0-20 cm) 4,35 4,17 4,91 4,39 4,78 4,52 Netral
L2 (21-40 cm) 4,20 3,88 4,83 4,88 5,36 4,63 Netral
L3 (41-60 cm) 3,88 3,98 4,72 4,86 5,46 4,58 Netral
L4 (61-80 cm) 3,82 4,01 4,73 4,85 5,68 4,62 Netral
L5 (81-100 cm) 4,00 4,14 4,78 4,91 5,69 4,70 Netral
Rata-rata 4,05 4,04 4,79 4,78 5,39
Keterangan : SL 1 (147 m dpl), SL 2 (194 m dpl), SL 3 (372 m dpl), SL 4 (534 m dpl),S L 5
(744 m dpl); analisis pHKCl (1:2,5) tanah dilaksanakan di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, UNSOED. *(Hardjowigeno, 1993).

Tabel 6 dan 7 menunjukan, pada setiap lapisan, semakin tinggi tempat maka nilai pHKCl
dan pHH2O semakin tinggi atau semakin basa. Fakta ini menunjukan semakin tinggi tempat (H+)
dalam tanah semakin turun sehingga nilai pH semakin tinggi. Hal ini karena jumlah (OH-) hasil
dari pelapukan mineral batuan di dataran tinggi lebih banyak daripada di bawahnya. Namun
Tabel 6 dan 7 menunjukan, nilai pH secara vertikal semakin dalam lapisan tanah, nilai pHKCl
dan pHH2O semakin rendah atau semakin masam. Hal ini diduga karena adanya gerakan anti
gravitasi (OH-) yang menyebabkan nilai pH di lapisan atas lebih tinggi daripada di lapisan

7
bawahnya. Hal tersebut terjadi karena saat pengambilan sampel tanah, kondisi jumlah curah
hujan harian lebih kecil dari evapotranspirasi harian yang menyebabkan naiknya (OH-) pada
lapisan di atasnya.
Tabel 7. Nilai pHH2O (1:2,5) pada berbagai kedalaman tanah dan ketinggian tempat

pHH2O (1:2,5) Harkat*


Satuan Lahan Rata-rata
SL 1 SL 2 SL 3 SL 4 SL 5
L1 (0-20 cm) 5,36 5,18 5,36 4,66 5,01 5,11 Masam
L2 (21-40 cm) 4,81 5,01 5,21 5,30 5,27 5,12 Masam
L3 (41-60 cm) 4,71 4,89 5,01 5,10 5,28 5,00 Masam
L4 (61-80 cm) 4,59 4,78 5,19 5,24 5,51 5,06 Masam
L5 (81-100 cm) 4,75 4,86 4,95 5,17 5,65 5,08 Masam
Rata-rata 4,84 4,94 5,14 5,09 5,34
Keterangan : SL 1 (147 m dpl), SL 2 (194 m dpl), SL 3 (372 m dpl), SL 4 (534 m dpl),S L 5
(744 m dpl); analisis pHH2O (1:2,5) tanah dilaksanakan di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, UNSOED. *(Balittan, 2009).

Pada umumnya pH KCl lebih kecil dari pH H2O. Namun pada SL 5 di lapisan 2 sampai 5
pH KCl lebih besar dari pH H2O. Hal ini dikarenakan adanya bahan alofan pada SL 5. Untuk
mengetahui adanya bahan alofan maka dilakukan penetapan pH NaF pada 4 menit pertama
yang ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. pH NaF pada titik pengamatan SL 5

Lapisan tanah pH NaF* Harkat**


I (0-20 cm) 10,64 Sedang
II (21-40 cm) 10,77 Sedang
III (41-60 cm) 10,94 Sedang
IV (61-80 cm) 10,95 Sedang
V (81-100 cm) 11 Sedang
Keterangan : Analisis pH NaF dilakukan di laboratorium ilmu tanah, Fakultas Pertanian,
UNSOED. *) : pengukuran pada menit ke 4. **( Notohadiprawiro, 1985)

Hubungan antara pH KCl, pH H2O dan tinggi tempat dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10.
Tabel 9. Koefisien regresi dan determinasi hubungan antara pH KCl dan ketinggian tempat

Lapisan
I II III IV V
Uji F tbn bn bn bn bn
4,23 3,74 3,54 3,44 3,63
0,0007 0,0022 0,0026 0,003 0,0027
r2 0,33 0,88 0,97 0,97 0,97
Keterangan: tbn = tidak berbeda nyata; bn = Berbeda nyata

8
Tabel 10. Koefisien regresi dan determinasi hubungan antara pH H2O dan ketinggian tempat
Lapisan
I II III IV V
Uji F tbn bn bn bn bn
5,41 4,83 4,66 4,49 4,52
-0,0007 0,0007 0,0008 0,0014 0,0014
r2 0,38 0,73 0,94 0,92 0,94
Keterangan: tbn = tidak berbeda nyata; bn = berbeda nyata

Tabel 9 menunjukan pada lapisan II V pH KCl, ketinggian tempat menentukan


kandungan ion hidrogen tanah, pada lapisan II, III, IV dan V setiap kenaikan tempat 1 m terjadi
meningkatnya pelepasan ion hidrogen dalam tanah sebesar 0,0022; 0,0026; 0,003; dan 0,0027.
Tabel 10 menunjukan pada lapisan II V pH H2O, ketinggian tempat menentukan kandungan
ion hidrogen tanah, pada lapisan II, III, IV dan V setiap kenaikan tempat 1 m terjadi
meningkatnya penyerapan ion hidrogen dalam tanah sebesar 0,0007; 0,0008; 0,0014; dan
0,0014. Pada lapisan 1 baik pH KCl dan pH H2O tidak berbeda nyata hal tersebut diduga karena
adanya faktor sumber bahan organik tanah yang menjerap ion hidrogen pada permukaan tanah.

E. Permeabilitas Tanah

Nilai permeabilitas tanah pada penelitian ini di beberapa ketinggian tempat dapat
disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil analisis nilai permeabilitas pada SL1 - SL5


Satuan Lahan Nilai Permeabilitas (cm/jam) Harkat*
SL5 pada L5(80-100 cm) 28,35 Sangat Cepat
SL4 pada L4 (60-80 cm) 27,88 Sangat Cepat
SL3 pada L3 (40-60 cm) 2,89 Sedang
SL2 pada L4 (60-80 cm) 2,27 Sedang
SL1 pada L4 (60-80 cm) 0,70 Agak lambat
Keterangan : Analisis nilai permeabilitas dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, UNSOED, *Balittan (2006)

Tabel 11 menunjukkan pada kenaikan tinggi tempat nilai permeabilitas semakin besar
atau cepat. Fakta ini menunjukkan semakin tinggi tempat lajunya air di dalam tanah pada
keadaan jenuh semakin cepat. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik tanah yang
semakin tinggi (Tabel 1). Hal tersebut karena bahan organik tanah dapat menurunkan BJI,
sehingga porositas tanah meningkat dan kehantaran air dalam kondisi jenuh semakin kuat atau
permeabilitas tanah semakin cepat. Menurut (Wiskandar, 2002) penambahan kompos dapat
meningkatkan pori total tanah dan menurunkan berat volume tanah. Menurut Surya et.al (2017)

9
semakin meningkatnya berat isi tanah maka nilai porositas akan semakin menurun dan
sebaliknya jika berat isi tanah menurun maka porositas tanah meningkat.
Hubungan antara ketinggian tempat dan nilai permeabilitas dapat ditunjukkan pada Tabel
12.

Tabel 12. Koefisien regresi dan determinasi hubungan antara permeabilitas tanah dan
ketinggian tempat
Uji korelasi regresi
Uji F bn
-8,64
0,05
r2 0,83
Keterangan : bn = berbeda nyata

Tabel 12. menunjukkan, ketinggian tempat menentukan nilai permeabilitas tanah. Data
tersebut menunjukkan setiap kenaikan tempat 1 m terjadi peningkatan 0,05 nilai permeabilitas
tanah.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :


1. Ketinggian tempat mempengaruhi kandungan C-organik tanah dan semakin tinggi
tempat semakin tinggi kandungan C-organik tanahnya.
2. Ketinggian tempat mempengaruhi nilai KTK tanah dan semakin tinggi tempat semakin
tinggi nilai KTK tanahnya.
3. Ketinggian tempat mempengaruhi nilai pHKCl dan pHH2O pada lapisan L2-L5 (20-100
cm) dan semakin tinggi tempat semakin tinggi nilai pHnya.
4. Ketinggian tempat mempengaruhi nilai permabilitas tanah dan semakin tinggi tempat
semakin tinggi nilai permeabilitas tanahnya.
5. Kandungan C-organik tanah mempengaruhi nilai KTK tanah dan semakin tinggi
kandungan C-organik tanah semakin tinggi nilai KTK tanahnya.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap sifat kimia dan fisika tanah lainnya,
selain itu sifat biologi terutama pada aktivitas mikroorganisme tanah di setiap perbedaan
ketinggian.

10
DAFTAR PUSTAKA

Balittan, 2006. Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisis. Balai Besar Litbang Sumber Daya
Lahan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor

Balittan, 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Besar Litbang Sumber
Daya Lahan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor

BPS, 2015. Rata-rata Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Menurut Bulan di Kabupaten
Banyumas. Doc., Banyumas.

Butt, C., R. M., H. Zeegers. 1992. Regolith Exploration Geochemistry In Tropical And
Subtropical Terrains. Handbook of Exploration Geochemistry 4. Elsevier: Amsterdam

Foth, H.D, 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadja Mada University Press,Yogyakarta.

Guchi E. S. B. H dan P. Marbun. 2015. Evaluasi Status Bahan Organik dan Sifat Fisik Tanah
(Bulk Density, Tekstur, Suhu Tanah) pada Lahan Tanaman Kopi (Coffea Sp.) di Beberapa
Kecamatan Kabupaten Dairi. Jurnal Online Agroteknologi. Vol. 3, No. 1 Hal: 246 256.
ISSN 2337 6597. Fakultas Pertanian, USU. Medan.

Hakim N., M.Y. Nyakpa, S.G.B. Nugroho, H.H Barley. 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah.
Universitas Lampung, Lampung.

Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hardjowigeno, S.1995. Ilmu Tanah, Akademika Pressindo, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Nelliza. 1996. Klasifikasi dan Interpretasi Genesis Tiga Jenis Tanah di Wilayah Kampus
Darmaga. Skripsi. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Notohadiprawiro, T. 1985. Selidik Cepat Ciri Tanah di Lapangan. Ghalia Indonesia, Jakarta,.

Notohadiprawiro, T. 2006. Tanah dan Lingkungan. Ilmu Tanah, UGM. Yogyakarta.

Sulendro. 2001. Translokasi Kation-Kation Basa (Ca2+, Mg2+, Na+ dan K+) dalam Tanah pada
Lereng Selatan Gunung Slamet Kabupaten DATI II Banyumas. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Unsoed. Purwokerto.

Surya, J. A., Y. Nuraini., Widianto. Kajian Porositas Tanah pada Pemberian Beberapa Jenis
Bahan Organik di Perkebunan Kopi Robusta. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4
No. 1. Hal 463-471. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

Tambunan, W. A. 2008. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tanah Hubungannya Dengan Produksi
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Kwala Sawit PTPN II. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wiskandar. 2002. Pemanfaatan Pupuk Kandang Untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah Di
Lahan Kritis Yang Telah Diteras. Fakultas Pertanian. Universitas Gajah Mada.

11
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel penelitian skala 1: 250.000

12
Lampiran 2. Peta Satuan Lahan (SL) 5 kategori ketinggian tempat skala 1:50.000

13
Satuan CH tahunan
Luas (ha) Penggunaan Lahan Batuan Induk Kemiringan Tingkat Erosi
Lahan (mm)
SL 1 10.544,98 - Kebun campur Endapan lahar G. Slamet : lahar dengan 2000 3000 Datar - - Ringan
(36, 87%) bongkahan batuan gunung api bersusunan mm/th bergelombang
andesit-basal. Sebarannya meliputi daerah
datar (Qls)
SL 2 6.620,89 - Kebun campur Endapan lahar G. Slamet : lahar dengan 2000 3000 Bergelombang- - Ringan
(23,15%) bongkahan batuan gunung api bersusunan mm/th bergunung
andesit-basal. Sebarannya meliputi daerah 3000 4000
datar (Qls) mm/th
SL 3 3.311,34 - Kebun campur Batuan gunungapi Slamet tak-terurai: Breksi 3000 4000 Bergelombang- - Ringan
(11,58%) gunungapi, lava dan tuff, sebarannya mm/th bergunung
membentuk dataran dan perbukitan (Qvs) > 4000
mm/th
SL 4 1.245,56 - Kebun campur Batuan gunungapi Slamet tak-terurai: Breksi >4000 Bergelombang - - Ringan
(4.35%) gunungapi, lava dan tuff, sebarannya mm/th curam - Sedang
membentuk dataran dan perbukitan (Qvs)
SL 5 6.875,04 - Hutan Batuan gunungapi Slamet tak-terurai: Breksi >4000 Bergelombang - - Sedang
(24.04%) gunungapi, lava dan tuff, sebarannya mm/th curam
membentuk dataran dan perbukitan (Qvs)
Jumlah 28.597,81

Lampiran 3. Tabel kondisi bentang lahan lokasi penelitian

14
15

Anda mungkin juga menyukai