Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Derajat kesehatan masyarakat dapat dinilai dengan menggunakan beberapa
indikator yang mencerminkan kondisi mortalitas (kematian), status gizi, dan
morbiditas (kesakitan). Salah satu indikator yang lazim digunakan adalah Angka
Kematian Bayi.1
Angka kematian bayi (AKB) adalah salah satu indikator kesehatan
masyarakat. AKB digunakan sebagai representasi dari status kesehatan bayi baru
lahir dan bayi, serta sebagai ukuran sintesis dari status kesehatan penduduk. AKB
diinterpretasikan sebagai ukuran dari dampak faktor lingkungan, sosial, ekonomi,
dan budaya, kualitas perawatan terhadap ibu dan anak.2
WHO (World Health Organization) pada tahun 2012 memperkirakan
sebanyak 4,8 juta bayi meninggal, dimana 59,4% merupakan proporsi kematian
bayi baru lahir.3 Bayi baru lahir atau yang lebih dikenal dengan neonatus
merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan
dan merupakan periode yang paling rawan bagi kelangsungan hidup anak.1,4
WHO pada tahun 2012 memperkirakan lebih dari 2,8 juta bayi meninggal
pada 28 hari kehidupan pertama (periode neonatal) dimana 75% kematian
neonatus terjadi pada minggu pertama kehidupan, dan sekitar 25 45% terjadi
pada 24 jam pertama kehidupan.4
Secara global Angka Kematian Neonatus (AKN) mengalami penurunan
dari tahun 1990 yaitu 33 per 1.000 Kelahiran Hidup (KH), menjadi 21 per 1.000
KH.3 Namun proporsi kematian neonatus di dalam kematian bayi mengalami
peningkatan yaitu 52,3% pada tahun 1990 menjadi 59,4% pada tahun 2012.3
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2012, Besaran AKN di negara-
negara ASEAN berkisar antara 1 30 per 1.000 KH. Singapura merupakan negara
dengan AKN terendah, yaitu 1 per 1.000 KH, kemudian diikuti Brunei
Darussalam 4 per 1.000 KH. Sedangkan AKN tertinggi di Laos, yaitu sebesar 27

1
per 1.000 KH, kemudian diikuti Myanmar 26 per 1.000 KH. Indonesia memiliki
AKN 15 per 1.000 KH dan berada di peringkat 5 di negara ASEAN.3
Angka kematian Neonatus (AKN) di Indonesia periode 5 tahun terakhir
mengalami stagnasi. Berdasarkan laporan SDKI 2007 dan 2012 diestimasikan
sebesar 19 per 1.000 KH.1Berdasarkan laporan SDKI tahun 2012, sebanyak 5
provinsi yang mencapai angka kematian neonatus kurang sama dengan 15 per
1.000 KH yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, DKI Jakarta,
dan Riau. Provinsi dengan AKN terendah yaitu Kalimantan Timur, sebesar 12 per
1.000 KH. Sementara AKN tertinggi terdapat di provinsi Maluku Utara sebesar 37
per 1.000 KH, diikuti Papua Barat sebesar 35 per 1.000 KH, dan Nusa Tenggara
Barat yaitu 33 per 1.000 KH.5
Menurut Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa sebagian besar kematian
neonatus(78,5%) terjadi pada minggu pertama kehidupan (0 7 hari). Penyebab
kematian pada kelompok bayi usia 0 6 hari adalah gangguan/ kelainan
pernafasan (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%). Sedangkan penyebab
kematian bayi usia 7 28 hari yaitu sepsis (20,5%), malformasi kongenital
(18,1%) dan pneumonia (15,4%). Dilain pihak, faktor ibu yang berkontribusi
terhadap lahir mati dan kematian bayi 0 6 hari adalah hipertensi maternal
(23,6%) komplikasi kehamilan dan kelahiran (17,5%), ketuban pecah dini dan
pendarahan antepartum masing-masing 12,7 %.6
Berdasarkan SDKI tahun 2012, AKN di Sumatera Utara sebesar 26 per
1.000 KH.5 Penelitian yang dilakukan Rini di RSU DR. Pirngadi Medan pada
tahun 2007 2008 menemukan bahwa 76,6% kematian perinatal merupakan
proporsi kematian neonatus dini.7 Sedangkan berdasarkan penelitian Sosfita yang
dilakukan di RS St. Elisabeth Medan tahun 2004 - 2008 menemukan bahwa
proporsi kematian neonatus adalah 74,1% dari kematian bayi, terdiri dari 64,4%
merupakan kematian neonatus dini, dan 9,7% merupakan kematian neonatus
lanjut.8
Mini project ini menguraikan gambaran kasus neonatus risiko tinggi di
wilayah kerja Puskesmas Rawasari Periode Januari - Desember 2016.

2
I.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana gambaran kasus neonatus risti
di wilayah kerja Puskesmas Rawasari Periode Januari - Desember 2016?

I.3 Ruang lingkup


Mini project ini dibuat berdasarkan data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Rawasari tahun
2016.

I.4 Tujuan
I.4.1 Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang kasus neonatus risti di wilayah
kerja Puskesmas Rawasari Periode Januari - Desember 2016.
I.4.2 Tujuan khusus
Untuk mengetahui jumlah dan gambaran kasus neonatus risti di wilayah
kerja Puskesmas Rawasari Periode Januari - Desember 2016.

I.5 Manfaat
I.5.1 Masyarakat.
Memberikan informasi tentang kesehatan anak terutama saat periode
neonatus.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat (khususnya orang tua) akan
pentingnya pengetahuan kesehatan bagi ibu dan anak.
I.5.2 Puskesmas
Memberikan gambaran tentang kasus neonatus risti di wilayah kerja
Puskesmas Rawasari Periode Januari - Desember 2016.
I.5.3 Dokter internsip
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang kejadian neonatus
risiko tinggi.
Memenuhi salah satu syarat kelulusan program internsip dokter indonesia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Neonatus


Neonatus adalah bayi baru lahir sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir.
Neonatus dini berusia 0-7 hari dan Neonatus lanjut berusia 7-28 hari. Bayi baru
lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu
dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram (Muslihatun, 2010).
Ciri-ciri bayi baru lahir (neonatus) normal adalah berat badan 2500-4000 gram,
panjang badan lahir 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar kepala 33-35 cm,
frekuensi jantung 180 denyut/menit, kemudian menurun sampai 120-140
denyut/menit, pernapasan pada beberapa menit pertama cepat kira-kira 80
kali/menit, kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 kali/menit, kulit
kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan diliputi
verniks kaseosa, rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah
sempurna, kuku agak panjang dan lemas, genetalia : labia mayora sudah menutupi
labia minora (pada perempuan), testis sudah turun (pada anak laki-laki).9
Periode neonatal adalah periode yang paling rentan untuk bayi yang
sedang menyempurnakan penyesuaian fisiologis yang dibutuhkan pada kehidupan
ekstrauterin. Tingkat morbiditas dan mortalitas neonatus yang tinggi
membuktikan kerentanan hidup selama periode ini. Transisi kehidupan bayi dari
intrauterin ke ekstrauterin memerlukan banyak perubahan biokimia dan fisiologis.
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan kegagalan
penyesuaian yang disebabkan Asfiksia, Prematuritas, kelainan kongenital yang
serius, infeksi penyakit, atau pengaruh dari persalinan.10
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik
terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi
penyebab kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat dari buruknya kesehatan
ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang
tidak tepat dan bersih, dan kurangnya perawatan bayi baru lahir.11

4
II.2 Klasifikasi kematian Neonatus 12
Kematian neonatus dibagi menjadi :
a. Kematian neonatus dini (early neonatal deaths) adalah kematian bayi yang
terjadi pada masa 7 hari kehidupan pertama (0 6 hari).
b. Kematian neonatus lanjut (late neonatal deaths) adalah kematian bayi
yang terjadi pada masa setelah 7 hari tetapi belum mencapai 28 hari
kehidupan (7 27 hari).

II.3 Epidemiologi
Secara global, AKN mengalami penurunan. AKN dunia menurun dari 33
per 1.000 KH pada tahun 1990, menjadi 21 per 1.000 KH pada tahun 2012, atau
sekitar 4,6 juta kematian pada tahun 1990, menjadi 2,8 juta kematian pada tahun
2012. Penurunan AKN berjalan lebih lambat, bahkan terjadi peningkatan proporsi
kematian neonatus dalam proporsi kematian bayi yaitu 52,2% pada tahun 1990,
menjadi 59,4% pada tahun 2012.3
Estimasi AKN oleh WHO pada tahun 2012 menemukan bahwa wilayah
Afrika merupakan wilayah dengan AKN tertinggi, yaitu 32 per 1.000 KH, disusul
Asia Tenggara dengan 27 per 1.000 KH, dan Mediterania Timur 26 per 1.000 KH,
Pasifik Barat 9 per 1.000 KH, Amerika 8 per 1.000 KH, dan paling rendah adalah
wilayah Eropa dengan 6 per 1.000 KH.3
AKN di berbagai negara bervariatif. Pada tahun 2012 WHO
mengestimasikan AKN di berbagai negara dengan AKN tertinggi terdapat di
negara yang berada di wilayah Afrika, seperti; Sierra Leone 50 per 1.000 KH,
Guinea Bissau 46 per 1.000 KH, Somalia 46 per 1.000 KH, dan Angola 45 per
1.000 KH. Sementara AKN terendah tercatat kurang dari 1 per 1.000 KH terdapat
di negara - negara seperti ; Andorra, Luxembourg, Islandia, Jepang, San Marino,
dan Singapura.3
Sementara itu, terdapat 3 pola yang terbentuk di negara negara ASEAN
dalam usaha penurunan Angka kematian ibu, balita, dan bayi. Pola pertama yaitu
negara Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand dengan AKB dan
AKABApada tahun 1990 sudah dibawah 20 per 1.000 KH. Negara-negara

5
tersebut merupakan negara dengan perekonomian yang paling maju di kawasan
ASEAN.13
Pola kedua yaitu, negara Indonesia, Vietnam, dan Filipina dengan angka
kematian yang cukup tinggi tahun 1990. Pada awalnya terjadi penurunan angka
kematian yang cukup besar (kecuali angka kematian ibu di Indonesia), namun
setelah tahun 2000, terjadi ketersendatan di Indonesia dan Filipina. Berbeda
dengan Vietnam, ada peningkatan penurunan angka kematian di Vietnam selama
periode ini, dengan rasio dan angka kematian mendekati Thailand.13
Pola ketiga, terjadi di negara Laos, Kamboja, dan Myanmar memiliki
angka kematian yang cukup tinggi pada tahun 1990, kemudian terjadi penurunan
terus menerus dari tahun 1990 hingga 2005, kecuali angka kematian ibu di
Kamboja. Ketiga negara tersebut dilaporkan dengan angka kematian yang tinggi
baik ibu, bayi, dan anak di kawasan ASEAN.13
Berdasarkan estimasi yang di lakukan WHO tahun 2012, AKN di negara
ASEAN yaitu; Laos 27 per 1.000 KH, Myanmar 26 per 1.000 KH, Timor Leste 24
per 1.000 KH,Kamboja 18 per 1.000 KH, Indonesia 15 per 1.000 KH, Filipina 14
per 1.000 KH, Vietnam 12 per 1.000 KH, Thailand 8 per 1.000 KH, Malaysia 5
per 1.000 KH, Brunei Darussalam 4 per 1.000 KH, dan Singapura 1 per 1.000
KH.3
Sementara di ASEAN proporsi kematian neonatus mencapai 38,97%
dimana penyebab utama kematian yaitu; komplikasi kelahiran prematur (17,64%),
Asfiksia (9,83%), Kelainan bawaan (6,10%) dan Sepsis Neonatorum (5,43%).13

II.4 Determinan Kematian Neonatus


Neonatus risiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk menderita sakit atau kematian daripada bayi lain. Istilah bayi risiko
tinggi digunakan untuk menyatakan bahwa bayi memerlukan perawatan dan
pengawasan yang ketat. Pengawasan dapat dilakukan beberapa jam sampai
beberapa hari. Pada umumnya risiko tinggi terjadi pada bayi sejak lahir sampai
usai hari 28 hari yang disebut neonatus. Hal ini disebabkan kondisi atau keadaan
bayi yang berhubungan dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan penyesuaian

6
dengan kehidupan di luar rahim. Kondisi yang dapat menyebabkan neonatur
risiko tinggi adalah bayi berat kahir rendah, asfiksia neonatorum, sindroma gawat
nafas neonatus (SGNN), hiperbilirubinemia, kejang, hipotermi, hipertermi,
kelainan kongenital, sepsis neonatorum, tetanus neonatorum, hipoglikemia,
perdarahan atau infeksi tali pusat, dan penyakit yang diderita ibu selama
kehamilan. Penilaian dan tindakan yang tepat pada bayi risiko tinggi sangat
penting karena dapat mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada bayi yang
dapat menimbulkan cacat atau kematian.4
Determinan kematian neonatus menurut WHO pada tahun 2012 yaitu
Permaturitas dan BBLR (30%), Infeksi neonatus (25%), Asfiksia dan trauma lahir
(23%), Kelainan kongenital (7%), Tetanus Neonatorum (3%), Diare (3%), dan
penyebab lain (9%).4

II.4.1 Faktor Bayi


II.4.1.1 Penyakit pada neonatus
Tetanus Neonatorum
Penyakit Tetanus Neonatorum adalah penyakit toksemik akut dan fatal
yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang dari 28 hari) yang disebabkan
oleh Clostridium tetani, yaitu bakteri yang mengeluarkan toksin dan menyerang
sistem saraf pusat dengan tanda utama spasme tanpa gangguan kesadaran.14
Spora bakteri Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh bayi melalui tali
pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir maupun
pada saat perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali pusat). Masa inkubasi 3
28 hari, dengan rata-rata 6 hari.14
Pada tahun 2012, Tetanus Neonatorum terjadi di 8 negara ASEAN, dengan
jumlah kasus tertinggi di Filipina dan Indonesia yang melebihi 100 orang, dimana
Thailand dan Brunei Darussalam dilaporkan tidak ada kasus Tetanus
Neonatorum.1
Berdasarkan Vaccine-Preventable Disease Monitoring System 2012, tahun
2012 pada kawasan South East Asia Region (SEARO) jumlah kasus Tetanus

7
Neonatorum yang terjadi di India jauh melebihi kasus di negara lain di kawasan
ASEAN, yatu 653 kasus, Bangladesh menempati urutan kedua dengan 109 kasus.1
Berdasarkan data dari Dirjen PP & PL pada tahun 2012, kasus Tetanus
Neonatorum tertinggi terjadi di provinsi Banten, sebesar 32 kasus, dan 17 di
antaranya meninggal.5

Sindrom Gawat Napas (Respiratory Distress Syndrome)


Sindrom gawat napas dikenal juga sebagai penyakit membran hialin,
hampir terjadi sebagian besar pada bayi kurang bulan. Gangguan napas dapat
mengakibatkan gagal napas akut yang mengakibatkan hipoksemia dan/atau
hipoventilasi. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat
badan.15
Faktor predisposisi terjadinya sindrom gawat napas pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang. Pengembangan
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga
paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologis paru
sehingga daya pengembangan paru menurun 25% dari normal, pernapasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa
surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.15
Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak cukup terdapat suatu
substansi dalam paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah suatu
substansi molekul yang aktif dipermukaan alveolus paru dan diproduksi oleh sel-
sel tipe II paru-paru. Surfaktan berguna untuk menurunkan tahanan permukaan
paru. Surfaktan terbentuk mulai pada usia kehamilan 24 minggu dan dapat
ditemukan pada cairan ketuban. Pada usia kehamilan 35 minggu, sebagian besar
bayi telah memiliki jumlah surfaktan yang cukup.16
Sindrom gawat napas terjadi lebih dari setengahnya pada bayi-bayi yang
dilahirkan sebelum usia kehamilan 28 minggu dan kurang dari sepertiga nya

8
terjadi pada bayi-bayi yang dilahirkan antara usia kehamilan 32 36 minggu.
Pada umumnya penyakit ini tampak terutama pada bayi baru lahir (neonatus) yang
lahir dengan usia kehamilan kurang dari 36 38 minggu dan berat badan kurang
dari 2500 gram. Di Amerika Serikat kasus ini terjadi sekitar 40.000 bayi setiap
tahunnya (1 2% dari bayi baru lahir normal atau 14% dari bayi dengan BBLR).
Insiden sindrom gawat napas meningkat dari 5% pada usia kehamilan 35 36
minggu menjadi 65% pada usia kehamilan 29 30 minggu.16

Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir dimana bayi
tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2
dan makin meningkatkan CO2. Bila proses ini berlanjut terlalu jauh dapat
mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi
fungsi organ vital lainnya.17
Kegagalan pernapasan pada bayi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya adalah hipoksia yang terjadi pada ibu yang dapat menimbulkan hipoksia
pada janin. Gangguan aliran darah uterus, sehingga berkurangnya aliran oksigen
ke plasenta, demikian pula ke janin. Sedangkan faktor neonatus dapat terjadi
karena beberapa hal, yaitu pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan
pada ibu yang berakibat ke janin, trauma persalinan, kelainan kongenital seperti
hernia diafragma, atresia/stenosis saluran pernapasan dan hipoplasia paru.16
Berdasarkan laporan WHO tahun 2010, sebanyak 15.133 neonatus terkena
asfiksia. Penelitian yang dilakukan di Bangladesh menemukan bahwa penyebab
utama kematian bayi disebabkan oleh Asfiksia (35%), Sepsis (28%), dan
Prematuritas (19%).18
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menyebutkan
penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia di antaranya adalah Asfiksia
sebanyak 27%. Sementara itu Depkes RI pada tahun 2004 menyatakan data
distribusi pasien keluar mati di rumah sakit bermula pada masa perinatal di
Indonesia adalah 23,13% disebabkan karena hipoksia intrauterus dan asfiksia

9
lahir. Diseluruh dunia diperkirakan bahwa sekitar 23% dari seluruh angka
kematian neonatus disebabkan oleh Asfiksia Neonatorum.17

Sepsis Neonatorum
Sepsis Neonatorum adalah sindrom klinis yang terjadi akibat invasi
mikroorganisme ke dalam aliran darah, dan timbul pada satu bulan pertama
kehidupan. Sepsis Neonatorum paling sering disebabkan oleh Streptococcus Grup
B, kemudian organisme enterik gram-negatif, khususnya Escherichia coli.
Listeria monocytogenes, Staphylococcus, dan Haemophilus influenzae. Sepsis
neonatorum dibedakan atas 2, yaitu Sepsis Neonatorum Awitan Dini (SNAD) dan
Sepsis Neonatorum Awitan Lambat (SNAL).18
SNAD terjadi pada masa <72 jam setelah dilahirkan. Infeksi terjadi secara
vertikal disebabkan penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama masa
persalinan atau kelahiran. sedangkan SNAL, terjadi pada masa >72 jam setelah
kelahiran. Infeksi berasal dari lingkungan sekitar, atau infeksi karena kuman
nosokomial.18
Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4 16 per 1.000 KH, di
Amerika Serikat 1 8 per 1000 KH.15 Laporan angka kejadian di Rumah Sakit
menunjukkan jauh lebih tinggi khususnya bila rumah sakit merupakan tempat
rujukan. Di RS Cipto Mangunkusumo, angka sepsis neonatorum memperlihatkan
angka yang tinggi dan mencapai 13,7% sedangkan angka kematian mencapai
14%.18
Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum terdiri dari faktor Ibu yang
meliputi; persalinan dan kurang bulan, ketuban pecah lebih dari 18 24 jam,
Chorioamnionitis, persalinan dengan tindakan, demam pada ibu (>38,4C),
infeksi saluran kemih pada ibu, faktor sosial, ekonomi, dan gizi ibu. Sedangkan
faktor bayi meliputi; Asfiksia perinatal, BBLR, Bayi Kurang Bulan (BKB), dan
kelainan bawaan.18

10
II.4.1.2 Masalah BBLR
Berat badan lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam
pertama setelah lahir. Pengukuran ini dilakukan di tempat fasilitas (Rumah Sakit,
Puskesmas, dan Polindes), sedangkan bayi yang lahir di rumah waktu pengukuran
berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam.19
Berat badan lahir dapat diklasifikasikan menjadi:19
- Berat badan lahir lebih : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000
gram.
- Berat badan lahir cukup / normal : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir
2500 4000 gram.
- Berat badan lahir rendah (BBLR) : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir
< 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
- Berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) : Bayi yang dilahirkan dengan
berat lahir < 1500 gram.
- Berat badan lahir amat sangat rendah (BBLSAR) : bayi yang dilahirkan
dengan berat lahir < 1000 gram.

Klasifikasi BBLR
Bayi BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
- Prematuritas murni adalah bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi
atau biasa disebut neonatus kurang bulan-sesuai untuk masa kehamilan
(NKB-SMK).
- Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasinya. Dapat disimpulkan bayi mengalami
retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk
masa kehamilannya (KMK).
Secara global, pada tahun 2000 WHO memperkirakan lebih dari 20 juta
bayi di dunia (15,5%) lahir dengan kondisi BBLR. Jumlah ini terkonsentrasi di
wilayah Asia (72%) dan Afrika (22%). Di Indonesia, menurut Survei Ekonomi
Nasional (Susenas) pada tahun 2005, kematian neonatus yang di sebabkan oleh

11
BBLR sebesar 38,85%. Angka kejadian BBLR di Indonesia berkisar 9 20%
bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Sebanyak 25% bayi dengan
BBLR meninggal pada saat baru lahir dan 50% nya meninggal saat bayi.16

Masalah Pada BBLR


Masalah yang terjadi pada BBLR terutama yang prematur terjadi karena
ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Masalah pada BBLR yang
sering terjadi adalah gangguan sistem pernapasan, susunan saraf pusat,
kardiovaskular, hematologi, gastrointestinal, imunologi, dan termoregulasi.
a. Sistem Pernapasan
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan bernapas segera
setelah lahir oleh karena jumlah alveolus yang berfungsi masih sedikit, dan
mengalami defisiensi surfaktan (zat dalam paru yang melapisi alveolus sehingga
alveolus tidak kolaps pada saat ekspirasi).
b. Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat)
Bayi dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan saraf
pusat. Hal ini disebabkan antara lain : pendarahan intracranial karena pembuluh
darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia, dan
hipoglikemia.
c. Sistem Kardiovaskuler
Bayi dengan BBLR sering mengalami gangguan/ kelainan janin, yaitu
Patent Ductus Arteriosus (PDA), yang merupakan akibat dari gangguan adaptasi
dan kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterine berupa keterlambatan
penutupan ductus arteriosus. Selain itu juga dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi.
d. Sistem Gastrointestinal
Bayi dengan BBLR terutama bayi kurang bulan (BKB) pada umumnya
saluran pencernaan belum berfungsi sempurna seperti pada bayi yang cukup
bulan.

12
e. Sistem Termoregulasi
Bayi dengan BBLR sering mengalami termperatur yang tidak stabil karena
kehilangan panas akibat perbandingan luas permukaan kulit dengan berat badan
lebih besar, kurangnya lemak subkutan (brown fat), kekurangan oksigen yang
dapat berpengaruh pada penggunaan kalori, tidak memadainya aktivitas otot,
ketidakmatangan pusat pengaturan suhu tubuh di otak, dan tidak adanya refleks
kontrol dari pembuluh darah kapiler kulit.
f. Sistem Hematologi
Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi
dibanding bayi cukup bulan seperti anemia (onset dini atau lanjut),
hiperbilirubinemia, koagulasi intravaskuler diseminata, dan penyakit pendarahan
pada neonatus.
g. Sistem Imunologi
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas,
sehingga rentan terhadap infeksi.

II.4.1.3 Kelainan Kongenital


Kelainan kongenital juga dikenal sebagai cacat lahir, kelainan bawaan,
atau cacat bawaan. Didefinisikan sebagai kelainan struktural atau fungsional,
termasuk gangguan metabolisme, yang muncul pada saat kelahiran. Kelainan
kongenital diperkirakan terjadi pada 1 dari 33 bayi dan menyebabkan 3,2 juta
kelahiran cacat setiap tahun.Diperkirakan 270.000 neonatus bayi meninggal
selama 28 hari pertama kehidupan disebabkan kelainan kongenital setiap
tahunnya.20
Cacat lahir adalah masalah global, namun dampak yang sangat parah
terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah dimana lebih dari 94%
kelahiran dengan cacat yang serius dan 95% kematian akan terjadi.21
Menurut laporan Global Report on Birth Defects, 5 kecacatan serius yang
paling umum terjadi pada tahun 2001 adalah ; Congenital Heart Defect (CHD)
sebanyak 1.040.835 kelahiran, Neural Tube Defect sebanyak 323.904 kelahiran,
kelainan hemoglobin, Thalasemia dan Sickle Cell Diseases sebanyak 307.897

13
kelahiran, Down Syndrome (trisomy 21) sebanyak 217.293 kelahiran, dan
Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase Deficiency sebanyak 177.032 kelahiran.21
Perkiraan prevalensi cacat lahir di kawasan SEARO pada tahun 2006 di
Indonesia yaitu 263.154 anak lahir dengan cacat lahir, dimana prevalensinya 59,3
per 1.000 KH dengan Neural Tube Defect 0,7 per 1.000 KH, kelainan sistem
kardiovaskular 7,9 per 1.000 KH, kelainan patologis haemoglobin 0,8 per 1.000
KH, dan Down Syndrome 1,4 per 1.000 KH.21

Penyebab dan Faktor Risiko20


Meskipun 50% dari semua kelainan kongenital tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab spesifik, ada beberapa penyebab yang diketahui sebagai faktor
risiko:
a. Faktor Sosial Ekonomi
Meskipun bukan penyebab langsung, kelainan kongenital lebih sering
terjadi diantara negara dengan sumber daya terbatas. Diperkirakan 94% cacat lahir
terjadi di negara dengan sumber daya menengah hingga kebawah, dimana ibu
lebih rentan terhadap makronutrien dan mikronutrien gizi buruk dan kemungkinan
mendapatkan peningkatan paparan agen atau faktor-faktor yang mendorong atau
meningkatkan kejadian perkembangan janin abnormal, terutama infeksi dan
alkohol. Ibu lanjut usia juga meningkatkan risiko beberapa kelainan kromosom
termasuk down syndrome.
b. Faktor Genetik
Kekerabatan (hubungan darah) meningkatkan prevalensi kelainan bawaan
langka genetik dan hampir dua kali lipat meningkatkan risiko kematian neonatus
dan anak, cacat mental dan cacat lahir yang serius.
c. Infeksi
Infeksi ibu seperti Sifilis dan Rubella adalah penyebab signifikan cacat
lahir di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

14
d. Status Gizi Ibu
Kekurangan Iodium, insufisiensi Folat, Obesitas, atau DM terkait dengan
kelainan kongenital. Misalnya insufisiensi Folat meningkatkan risiko melahirkan
bayi dengan cacat tabung saraf.
e. Faktor Lingkungan
Maternal yang terpapar pestisida, obat-obatan, alkohol, tembakau, zat
psikoaktif, bahan kimia tertentu, dosis tinggi vitamin A selama kehamilan dini,
dan radiasi tingkat tinggi meningkatkan risiko memiliki janin dengan kelainan
kongenital. Bekerja atau tinggal didekat atau dilokasi limbah, atau tambang juga
dapat meningkatkan risiko.

Penyakit Kelainan Kongenital


a. Cacat Jantung Bawaan (Congenital Heart Defects)
Cacat jantung bawaan atau Congenital Heart Defects (CHDs) merupakan
defisit struktural dan fungsional yang muncul selama embriogenesis jantung.
CHDs adalah cacat lahir yang paling sering terjadi, menyumbang 1/3 kematian
dari seluruh kelainan kongenital. Secara global, 1,35 juta bayi lahir dengan CHDs
setiap tahunnya. Hampir setengah insiden CHDs didiagnosa pada minggu pertama
kehidupan bayi.22
Penelitian epidemiologi di negara berkembang telah mengindikasikan
bahwa prevalensi CHDs berkisar antara 4 10 per 1.000 kelahiran hidup.
Prevalensi CHDs pada janin di perkirakan meningkat, sekitar 14.6 per 1.000 janin.
CHDs kompleks paling sering pada janin dan dapat menyebabkan aborsi spontan
dan lahir mati.22
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Guandong, China, prevalensi
CHDs meningkat dari tahun 2008 ke 2012 baik di daerah perkotaan, maupun
daerah pedesaan. Prevalensi kelahiran dengan CHDs di perkotaan meningkat dari
59,33 per 10.000 KH pada tahun 2008, menjadi 107,78 per 1.000 KH. Dan di
daerah pedesaan prevalensinya dari 27,24 per 10.000 KH pada tahun 2008,
menjadi 69,40 per 10.000 KH pada tahun 2012.22

15
b. Cacat Tabung Saraf (Neural Tube Defects)
Cacat tabung saraf atau Neural Tube Defects (NTDs) merupakan salah
satu kelainan kongenital yang paling sering terjadi. Saat pembentukan embrio, 2
jaringan tidak menyatu untuk membentuk tabung saraf (diawali dari otak dan
sumsum tulan belakang), sehingga otak dan tulang belakang tidak berkembang
dengan baik.23
NTDs terjadi rata-rata 1 dari 1000 kehamilan di seluruh dunia. Insiden
NTD pada populasi umum bervariasi, mulai dari 1 per 1.000 kehamilan di
Amerika Serikat, hingga 12 per 1.000 kehamilan di Irlandia dan Wales dan di
antara suku Indian dan beberapa etnis di Mesir. Di California, NTDs di temukan
pada 1 dari 1.480 kehamilan.23
Faktor genetik maupun non-genetik diimplikasikan sebagai penyebab
NTDs. Hampir 70% prevalensi NTDs berkaitan dengan faktor genetik. Tipe
NTDs yang paling sering yaitu Spina Bifida, Anencephaly, dan, Encephalocele.
Ibu penderita diabetes berisiko 10 kali untuk melahirkan anak dengan kelainan
seperti Spina Bifida, Anencephaly, Holoprosencephaly dibanding populasi ibu
lainnya. NTDs disebabkan oleh beberapa faktor seperti kekurangaan vitamin dan
nutrisi (asam folat, Vitamin B12, dan zinc), dan kelainan kromosom (Trisomy 13
dan 18).23
Asam folat merupakan salah satu vitamin B yang berperan penting dalam
perkembangan otak dan sumsum tulang belakang janin pada awal masa kehamilan
dimana kebanyakan wanita tidak mengetahui kehamilannya.23
The American Academy of Pediatrics merekomendasikan ibu hamil yang
berusia 15 44 tahun untuk mengkonsumsi 0,4 mg asam folat setiap hari untuk
menurunkan risiko NTDs 50 70%. US National Institute of Child Health and
Human Development (NICHD) dan CDC merekomendasikan ibu hamil dengan
risiko tinggi (memiliki kekerabatan dengan penderita NTDs) harus mengkonsumsi
4,0 mg asam folat setiap hari mulai dari 1 bulan sebelum konsepsi hingga 3 bulan
pada masa kehamilan.23

16
c. Down Syndrome
Down Syndrome merupakan suatu kondisi dimana terjadi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental bayi/anak yang diakibatkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang
kromosom untuk saling memisahkan diri pada saat terjadi pembelahan meiosis.
Bayi/anak dengan Down Syndrome memiliki kelainan kromosom 21 yang tidak
terpisah secara sempurna sehingga menjadi 3 kromosom (trisomi).24
Insiden Down Syndrome 1 dari 700 kelahiran hidup. Insiden pada saat
konsepsi lebih besar, tetapi lebih dari 60% mengalami abortus spontan dan 20%
lahir mati. Angka kejadian meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. Ibu
yang hamil dengan usia > 35 tahun dapat melakukan pemeriksaan amniosintesis
untuk dapat mendeteksi kehamilan dengan Trisomy 21.24
Penampilan klinik sudah mengarah pada diagnosis. Fisura palbebra miring
ke atas, hidung pesek, hipotonia, kulit leher longgar, kosiput datar, garis Simian,
kelingking bengkok (klinodaktili), serta jarak yang lebar antara jari kaki ke 1 dan
ke 2. Retardasi mental merupakan komplikasi yang serius, IQ kurang dari 50.
Penyakit jantung bawaan terdapat pada 40% penderita. Komplikasi lain termasuk
Katarak (2%), Epilepsi (10%), Hipotiroid (3%), dan Leukemia Akut (1%).25

d. Gastroschisis
Gastroschisis adalah cacat lahir pada dinding perut, yaitu usus bayi
menempel di luar tubuh, melalui lubang di samping pusar, dan kadang organ lain
seperti lambung dan hati, juga dapat menempel di luar tubuh bayi. Gastroschisis
terjadi pada awal selama kehamilan dimana otot otot yang membentuk dinding
perut bayi tidak terbentuk sempurna. CDC memperkirakan sekitar 1.871 bayi lahir
di Amerika Serikat terlahir dengan gastroschisis setiap tahunnya.26
Gastroschisis dikaitkan dengan usia ibu pada saat melahirkan. Angka
insiden gastroschisis di antara ibu yang berusia kurang dari 20 tahun adalah 4,71
per 10.000 KH di bandingkan ibu berusia 30 34 tahun yaitu 0,26 per 10.000
KH.26

17
II.4.2 Faktor Ibu
II. 4.2.1 Umur Ibu
Umur dan paritas ibu berkaitan dengan risiko meningkatnya masalah pada
neonatus, seperti Intrauterine Growth Restriction (IUGR), prematuritas, dan
kematian neonatus.27
Pola kematian bayi dihubungkan dengan usia ibu, ditunjukkan dengan
grafik berbentuk huruf U dimana kematian bayi tertinggi terjadi pada kelompok
ibu yang berusia <18 tahun dan yang berusia > 35 tahun.27
Beberapa penelitian melaporkan terjadi peningkatan risiko kelahiran
prematur dan kematian neonatus pada ibu yang lebih muda. Penyebab
meningkatnya risiko kematian bayi pada ibu yang berusia <18 tahun disebabkan
oleh pertumbuhan panggul yang belum sempurna.27
Risiko kematian neonatus meningkat dua kali pada Nulipara yang berusia
< 18 tahun ( Nulipara : wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali, atau
wanita yang belum pernah melahirkan bayi hidup). Risiko terjadinya retardasi
pertumbuhan intrauterin, kematian janin, dan gawat janin yang terdapat pada
golongan ibu hamil yang sangat muda. Risiko ini terutama pada kehamilan
pertama. Mortalitas neonatus yang rendah justru ditemukan pada ibu golongan
umur 20 30 tahun.27
Umur perkawinan pertama ibu merupakan salah satu faktor kematian bayi
dan anak. Penelitian yang dilakukan di Jakarta dan Indonesia tentang deferensial
kematian bayi dan anak menemukan bahwa bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menikah muda memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.27 Semakin muda usia
seorang ibu dalam perkawinan, maka ibu akan mengalami masa reproduksi yang
panjang karena semakin lama rentang antara usia subur dengan usia tidak subur
yang dapat menghasilkan kehamilan, sehingga memungkinkan untuk melahirkan
lebih dari satu anak.28
Kehamilan pada ibu yang berusia > 40 tahun memiliki risiko lebih tinggi
terhadap kematian neonatus, maupun komplikasi obstetrik, dan risiko ini di
pengaruhi oleh paritas. Sebuah studi yang dilakukan di Turki menemukan insiden
Pre-eklamsia, DM Gestasional, Plasenta Previa, kematian janin, Abruptio

18
Placentae, kelahiran prematur, dan IUGR lebih tinggi terjadi pada ibu yang
berusia > 40 tahun dibanding ibu yang berusia 20 30 Tahun.28
Ibu hamil dengan usia > 35 tahun meningkatkan risiko kelahiran prematur.
Kelahiran prematur dapat dikaitkan terhadap insiden kelainan kromosom atau
kelainan kongenital yang lebih tinggi. Selain masalah sosial ekonomi, di negara
berkembang ibu-ibu yang sudah berumur lebih dari 35 tahun umumnya
mempunyai anak yang lebih banyak.27
Ibu yang melahirkan dengan umur di atas 35 tahun sering dijumpai faktor
penyulit dalam persalinan dan mempunyai risiko komplikasi kehamilan terutama
disebabkan karena adanya proses menua jaringan reproduksi dan jalan lahir.
Pertambahan usia juga ikut mempengaruhi organ vital seperti sistem
kardiovaskular dan ginjal. Ibu yang melahirkan pertama kali di atas usia 35 tahun
terdapat penyulit karena kekakuan jaringan panggul yang belum pernah
dipengaruhi oleh kehamilan dan persalinan.27

II. 4.2.2 Paritas


Paritas merupakan jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup, yaitu
kondisi yang menggambarkan kelahiran sekelompok atau beberapa kelompok
wanita selama masa reproduksi.29
Paritas telah terbukti memiliki hubungan terhadap gangguan kesehatan ibu
baik saat hamil maupun bersalin, di mana faktor tersebut akan turut berpengaruh
pula pada kesehatan bayi yang dilahirkan (neonatus).29
Ditinjau dari tingkatannya, paritas dikelompokkan menjadi 3, yaitu ;
paritas rendah meliputi nulipara yaitu wanita yang belum pernah melahirkan sama
sekali, atau wanita yang belum pernah melahirkan bayi hidup, dan primara yaitu
wanita yang pernah melahirkan hanya sekali. Paritas sedang meliputi multipara
yang digolongkan pada wanita hamil dan bersalin dua sampai empat kali. Paritas
tinggi atau grande multipara adalah ibu hamil dan melahirkan 5 kali atau lebih.29
Sebuah penelitian menunjukkan ibu yang merupakan Nulipara ( Nulipara :
wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali, atau wanita yang belum
pernah melahirkan bayi hidup) dan berusia < 18 tahun serta ibu yang memiliki

19
paritas > 3 dan berusia > 35 tahun meningkatkan risiko kematian neonatus. Hal ini
sejalan dengan SKRT 2001 yang menyatakan bahwa kematian neonatus banyak
terjadi pada ibu dengan paritas > 3.29
Nulipara juga berhubungan terhadap risiko komplikasi selama kelahiran,
seperti partus macet, sedangkan paritas tinggi juga meningkatkan risiko
Hipertensi, Placenta Previa, dan Uterine Rupture.27
Grande multipara merupakan faktor risiko dimana komplikasi kehamilan
dan persalinan lebih sering terjadi setelah ibu mengalami kelahiran di atas empat
kali dan bayi yang dilahirkan setelah mempunyai risiko lebih tinggi untuk
dilahirkan prematur atau mati perinatal.28
Kondisi kesehatan ibu karena melahirkan lebih dari empat kali akan
mempengaruhi kondisi kehamilan selanjutnya dan akan memberikan risiko tidak
saja kepada ibu sendiri, tetapi juga kepada bayi yang dilahirkannya. Sedangkan
pada paritas 2 3 merupakan paritas paling aman terhadap kematian dan kesakitan
baik pada anak maupun pada ibunya, selanjutnya risiko meningkat pada setiap
kehamilan berikutnya.28

II. 4.2.1 Komplikasi Obstetrik


Risiko kematian neonatus meningkat 81% pada bayi yang dilahirkan dari
ibu yang memiliki riwayat komplikasi selama persalinan, seperti pendarahan,
demam, dan kejang. Pada bayi dengan ukuran lebih kecil dibanding ukuran
normal, risiko meninggal berkisar 2,8 kali dibanding bayi yang lahir dengan
ukuran normal.30
Dalam sebuah studi di perkotaan Pakistan menemukan bahwa komplikasi
obstetrik yang paling sering menyebabkan kematian neonatus yaitu, persalinan
prematur (34%), asfiksia intrapartum (21%), dan pendarahan antepartum (9%).30
Penelitian di pedesaan Kenya melaporkan bahwa komplikasi persalinan
sebagai risiko utama untuk kematian bayi. Komplikasi seperti pendarahan
antepartum, partus lama/macet, eklamsia, persalinan prematur dan ketuban pecah
dini meningkatkan risiko kematian perinatal 6-62 kali, dan 53% kematian
perinatal dikaitkan pada komplikasi persalinan. Kematian perinatal 60 kali

20
berisiko pada wanita dengan pendarahan antepartum dibanding wanita tanpa
pendarahan (OR = 61,9; CI 95% = 13,9 274,2) dan kematian perinatal 8 kali
berisiko pada wanita dengan partus lama/ malpresentasi ( OR= 7,9; CI 95% = 39,2
15,94) serta kematian perinatal 13 kali berisiko pada wanita yang pecah ketuban
dini / persalinan prematur (OR= 13,6; CI 95% = 5,2 35,7).30
Menurut Depkes RI, riwayat obstetrik dikatakan buruk bila gravid > 4,
pernah abortus, pernah mengalami persalinan dengan tindakan (forceps, vacuum
extractcy, section caesaria), status bayi yang dilahirkan ( lahir mati, bayi besar,
BBLR, dan prematur) dan riwayat kehamilan ganda.28

21
BAB III
METODE

III.1 Jenis dan subjek penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Rawasari tahun 2016.

III.2 Analisis data


Analisis data menggunakan analisis deskriptif, data disajikan dalam bentuk grafik.

III.3 Kerangka konsep

Jumlah kasus

NEONATUS
Cakupan Penanganan
Puskesmas RISIKO TINGGI

Karakteristik Neonatus

Gambar 3.1 Kerangka konsep

III.4 Definisi variabel operasional


Tabel 3.1 Definisi variabel operasional
Variabel Definisi
Neonatus risiko tinggi Bayi usia 0-28 hari yang mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk menderita sakit atau kematian daripada bayi
lain.
Jumlah kasus Keseluruhan bayi usia 0-28 hari yang memerlukan
pengawasan dan perawatan.
Karakteristik Gambaran karakteristik pada bayi usia 0-28 hari yang
neonatus memerlukan pengawasan dan perawatan.
Cakupan Jangkauan pelayanan kesehatan melalui puskesmas.

22
BAB IV
HASIL
IV.1 Profil komunitas umum
Puskesmas Rawasari pada awalnya berdiri sebagai Puskesmas Pembantu
dari Puskesmas induk Pal V berdiri pada tahun 1980. Kemudian pada tahun 1994
dikembangkan menjadi Puskesmas Induk dengan nama Puskesmas Rawasari,
pengembangan Puskesmas ini merupakan tuntutan dari pelayanan kesehatan yang
semangkin dibutuhkan masyarakat, terutama bagi penduduk yang sulit
menjangkau Puskesmas induk. Disamping itu pertambahan penduduk yang
semangkin tinggi dan padat serta kunjungan Puskesmas semakin meningkat, maka
sangat dibutuhkan pengembangan tersebut. Puskesmas Rawasari membawahi 3
Unit Puskesmas Pembantu yaitu Puskesmas Pembantu Simpang III Sipin,
Puskesmas Pembantu Villa Kenali Permai dan Puskesmas Pembantu Kampung
Hidayat. Tanah tempat berdirinya Gedung Puskesmas Rawasari merupakan hibah
warga Kelurahan Rawasari.
Gambar 4.1 Peta kota Jambi

23
IV.1.1 Visi dan misi
1. Visi
Menjadikan Puskesmas Rawasari sebagai pusat pelayanan Kesehatan
masyarakat yang terpadu dan bermutu menuju layanan prima.
2. Misi
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Rawasari
mempunyai misi mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional.
Misi tersebut adalah:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan.
2. Meningkatkan mutu sumber daya puskesmas.
3. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral.
4. Melaksanakan sistem informasi kesehatan yang cepat dan tepat.

IV.1.2 Geografi dan demografi


Puskesmas Rawasari terletak di Kelurahan Beliung Kecamatan Kota Baru
Kota Jambi. Pada tahun 2016 terjadi pemekaran wilayah kecamatan Kota Baru,
Puskesmas Rawasari berada di kecamatan pemekaran yaitu kecamatan Alam
Barajo. Dengan pemekaran wilayah kecamatan wilayah kerja puskesmas Rawasari
berkurang menjadi 3 kelurahan yaitu kelurahan mayang mengurai, kelurahan
Rawasari dan kelurahan Beliung yang terletak dikecamatan Alam Barajo.
Puskesmas Rawasari membawahi 3 Puskesmas Pembantu (Pustu) yaitu,
Pustu Villa Kenali Permai, Pustu Simpang 3 Sipin dan Pustu Kampung Hidayat.
Adapun batasbatas wilayah Puskesmas Rawasari adalah :
1. Sebelah Timur berbatas dengan Kelurahan Selamat
2. Sebelah Barat berbatas dengan Kelurahan Kenali Besar dan Bagan Pete
3. Sebelah Utara berbatas dengan Kelurahan Simpang IV Sipin
4. Sebelah Selatan berbatas dengan Kelurahan Suka Karya dan Kenali Asam
Bawah.

24
Gambar 4.2 Peta wilayah kerja Puskesmas Rawasari

Jumlah Penduduk Pada Kelurahan Tahun 2016

Jumlah Penduduk Jumlah Kepala Keluarga


Kel. Rawasari 19.961Jiwa 3.565
Kel. Beliung 9.379 Jiwa 1.722
Kel. Mayang mangurai 25.636 Jiwa 5.654
Jumlah 54..976 jiwa 10.941

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Kelurahan Tahun 2016

Jumlah Penduduk L P
Kel. Rawasari 19.961Jiwa 9.777 10.184
Kel. Beliung 9.379 Jiwa 4.813 4.566
Kel. Mayang mangurai 25.636 Jiwa 13.190 12.446
Jumlah 54.976 Jiwa 27.780 27.196

25
IV.1.3 Sosial budaya, agama, politik dan ekonomi
Mayoritas penduduk beragama Islam (82,1%), Kristen(13%),
Budha/Hindhu (3,4%) dan lain lain (1,6%). Perilaku Masyarakat berobat ke
Puskesmas Rawasari dan 3 Puskesmas Pembantu , yaitu Pustu Simpang III Sipin,
Pustu Villa Kenali Permai dan Pustu Kampung Hidayat. Dan sebagian ke
Puskesmas sekitar atau praktek swasta.
Otonomi daerah dengan dukungan Pemerintah Daerah cukup baik, mata
pencarian penduduk mayoritas petani dan pegawai negeri, dan yang lainnya
pedagang, buruh dan pensiunan pegawai negeri.

IV.1.4 Pendidikan
Sebagian besar pendidikan SD sederajat, SMP sederajat, SMA sederajat
dan Perguruan Tinggi. Fasilitas pendidikan yang ada diwilayah kerja Puskesmas
Rawasari adalah: TK= 26 , SD/MI= 17/3, SLTP/MTS= 2/3, SLTA/MA= 6/1 dan
PT= 1.

IV.1.5 Fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas rawasari


Puskesmas Rawasari mempunyai fasilitas pelayanan kesehatan dalam
gedung berupa: pelayanan Gawat Darurat sederhana, Poli umum, Poli gigi, Poli
Anak, Poli Imunisasi, Poli KIA, Poli KB, Kesehatan Anak, Pojok Kesling, Pojok
Gizi, Pojok laktasi, Klinik IMS, Pemeriksaan Labor dan Pelayanan Apotik. Pada
tahun 2015 ini ditambah dengan pelayanan 24 Jam.

IV.1.6 Ketenagaan
Tabel 4.2 Tenaga kerja Puskesmas Rawasari
No. TENAGA JUMLAH
1 Puskesmas Pembantu (Pustu) 3 buah
2 Poskesdes 0 buah
3 Polindes 0 buah
4 Posyandu 23 buah
5 Dokter umum 3 orang
6 Dokter gigi 2 orang
7 Dokter spesialis 0 orang

26
8 Sarjana kesehatan 1 orang
9 Bidan 19 orang
10 Perawat 16 orang
11 Sarjana keperawatan 6 orang
12 Perawat gigi 4 orang
13 Analis 3 orang
14 Sanitarian 4 orang
15 Nutrisionis 1 orang
16 Farmasi 4 orang
17 Crash program (PCPPM) 1 orang
18 LCPK 3 orang

IV.1.7 Kelembagaan
Puskesmas Rawasari merupakan salah satu Puskesmas di Kota Jambi yang
dibawahi langsung Dinas kesehatan Kota Jambi. Puskesmas ini diklasifikasikan
Puskesmas Rawat Jalan dengan Pelayanan 24 Jam sejak Februari 2015, dengan
membawahi 4 Puskesmas Pembantu. dikepalai seorang Kepala Puskesmas dan di
bantu oleh Tata Usaha serta beberapa Koordinator Program di Puskesmas. Dalam
struktur organisasinya dibagi beberapa unit program yang masing masing unit
pelayanan akan dipegang oleh seorang koordinator, yang dibantu beberapa
anggotanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada struktur Puskesmas.

IV.1.8 Program pelayanan kesehatan


Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan berupa program pokok, program
tambahan. Program-program pokok meliputi Promkes, KIA, MTBS, P2M, Gizi,
Kesling, Pengobatan dasar. Program-program tambahan meliputi KB, Usila,
Perkesmas, Laboratorium, Kesehatan Mata, Kesehatan telinga, Kesehatan Jiwa,
UKS / UKGS, Kesehatan Gigi dan Mulut, Klinik IMS dan SP2TP (SIK)
Puskesmas Rawasari mulai tahun 2008 sudah menerapkan KAWASAN
BEBAS ROKOK dilingkungan Puskesmas, sehingga Puskesmas sudah terasa
lebih sehat dan pengunjung selalu diingatkankan untuk tidak merokok di
lingkungan Puskesmas.

27
IV.2 Data sampel
Sampel pada mini project ini adalah seluruh neonatus risti yang lahir
periode Januari Desember tahun 2016.

Tabel 4.3 Data jumlah kasus neonatus risti periode Januari-Desember 2016
No. Kelurahan Jumlah kasus neonatus risti
1. Mayang Mangurai 39 bayi
2. Rawasari 44 bayi
3. Beliung 15 bayi
4. Simpang 3 Sipin 10 bayi
Jumlah 108 bayi

28
BAB V
DISKUSI

V.1 Hasil
Data yang disajikan pada mini project ini adalah mengenai gambaran
kasus neonatus risiko tinggi di Puskesmas Rawasari periode Januari hingga
Desember 2016 yang berjumlah 108 bayi. Adapun hasil pengolahan data secara
lengkap yang diperoleh dari penelitian ini disajikan dalam tabel dan grafik,
sebagai berikut:
Tabel 5.1 Data jumlah kasus neonatus risti periode Januari-Desember 2016
No. Kelurahan Jumlah kasus neonatus risti
1. Mayang Mangurai 39 bayi
2. Rawasari 44 bayi
3. Beliung 15 bayi
4. Simpang 3 Sipin 10 bayi
Jumlah 108 bayi

Jumlah Neonatus Risti


44
50
40,7%
45 39
36,1 %
40
35
30
25
15
20
13,9% 10
15
9,3%
10
5
0
Mayang Rawasari Beliung Simpang 3 Sipin

Gambar 5.1 Grafik jumlah kasus neonatus risiko tinggi di wilayah kerja
puskesmas rawasari tahun 2016

29
Dari tabel dan grafik di atas didapatkan perbedaan jumlah kasus neonatus
risiko tinggi di setiap wilayah kerja Puskesmas Rawasari. Jumlah kasus neonatus
risiko tinggi terbanyak yaitu di kelurahan Rawasari berjumlah 44 bayi dengan
persentase 40,7%. Sedangkan Jumlah kasus neonatus risiko tinggi paling sedikit
yaitu di kelurahan simpang 3 sipin berjumlah 10 orang dengan persentase 9,3%.

V.1.2 Karakteristik kasus neonatus risiko tinggi berdasarkan jenis kelamin

Jumlah Neonatus Risiko Tinggi


70
59
60 54,6% 49
45,4%
50

40

30

20

10

0
Laki-laki Perempuan

Gambar 5.2 Grafik kasus neonatus risiko tinggi berdasarkan jenis kelamin
di Puskesmas Rawasari Kota Jambi tahun 2016

Dari grafik di atas menunjukan bahwa jumlah kasus neonatus risiko tinggi
di Puskesmas Rawasari pada tahun 2016 lebih didominasi bayi laki-laki yaitu 59
bayi (54,6%), sedangkan bayi perempuan yaitu 49 bayi (45,4%) dari total
keseluruhan kasus neonatus risiko tinggi yaitu 108 bayi.

V.1.3 Gambaran pencapaian cakupan penanganan neonatus risiko tinggi di


Puskesmas Rawasari tahun 2016
Untuk menggambarkan pencapaian cakupan penanganan neonatus risiko
tinggi dipuskesmas Rawasari, peneliti dalam hal ini hanya menyajikan 3 wilayah

30
yakni Rawasari, Mayang mangurai dan Beliung yang mempunyai data lengkap
imunisasi dasar selama tahun 2016, dikarenakan terjadi pemecahan wilayah yaitu
simpang 3 sipin sehingga tidak mempunyai data yang lengkap di tahun 2016.
Untuk lebih jelasnya pencapaian penanganan neonatus risiko tinggi bisa dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.2 Jumlah sasaran pencapaian neonatus risiko tinggi dan cakupan
pencapaian penanganan neonatus risiko tinggi di wilayah puskesmas
Rawasari tahun 2016.

Kelurahan Neonatus risti Cakupan penanganan


(15% sasaran bayi) neonatus risti
L P L P
ABS % ABS %
RAWASARI 21 22 22 104,8 18 81,8
MAYANG 29 26 22 78,6 21 80,8
BELIUNG 10 10 6 60,0 9 90,0
JUMLAH 60 58 50 83,3 48 82,8

Cakupan pencapaian penanganan neonatus risti


(Laki-laki)
35

30
22
25
104,8 %
20 22
SASARAN
78,6%
15
CAKUPAN
10

5 6
60,0%
0
RAWASARI MAYANG BELIUNG

Gambar 5.3 Grafik pencapaian penanganan neonatus risiko tinggi


(Laki-laki) di Puskesmas Rawasari tahun 2016

31
Cakupan pencapaian penanganan neonatus risti
(Perempuan)
30

25

20
21
18 80,8% SASARAN
15
81,8%
CAKUPAN
10
9
5 90,0%

0
RAWASARI MAYANG BELIUNG

Gambar 5.4 Grafik pencapaian penanganan neonatus risiko tinggi


(Perempuan) di Puskesmas Rawasari tahun 2016

Dari tabel dan grafik diatas menunjukkan bahwa persentase cakupan


penanganan neonatus risiko tinggi di puskesmas Rawasari yaitu 83,3% untuk bayi
laki-laki dan 82,8% untuk bayi perempuan. Kelurahan dengan persentase
pencapaian paling banyak yaitu kelurahan Rawasari dengan persentase
pencapaian 104,8% dari total sasaran.

V.1.4 Gambaran penyakit terbanyak pada kasus neonatus risiko tinggi di


wilayah kerja Puskesmas Rawasari Kota Jambi Tahun 2016
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, untuk mengetahui gambaran
penyakit terbanyak pada kasus neonatus risiko tinggi dalam hal ini peneliti juga
menampilkan 3 wilayah yakni Rawasari, Mayang mangurai dan Beliung
dikarenakan terjadi pemecahan wilayah yaitu simpang 3 sipin. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut :

32
25 23

20
17

15 13

10 9
8
6
5
5 4
3 3 3
2
1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0

RAWASARI MAYANG BELIUNG

Gambar 5.5 Grafik distribusi kasus neonaus risiko tinggi di wilayah kerja
puskesmas rawasari tahun 2016

Dari grafik di atas terlihat bahwa distribusi kasus neonatus risiko tinggi di
wilayah puskesmas Rawasari sangat bervariasi. Berdasarkan grafik tersebut dapat
dilihat bahwa di kelurahan Rawasari tahun 2016 terdapat 3 kasus BBLR, 6 kasus
asfiksia, 9 kasus ikterus, 3 kasus trauma pada persalinan dan 23 kasus lainnya
seperti ISPA, diare dan infeksi kulit lokal. Di kelurahan Mayang mangurai pada
tahun 2016 terdapat 4 kasus BBLR, 3 kasus asfiksia, 13 kasus ikterus, 1 kasus
trauma pada persalinan dan 17 kasus lainnya. Sedangkan di kelurahan Beliung
pada tahun 2016 ditemukan 2 kasus BBLR, 1 kasus asfiksia, 5 kasus ikterus, 1
kasus trauma pada persalinan dan 8 kasus lainnya. Untuk kasus tetanus neonatus,
sepsis neonatorum dan penyakit kongenital tidak ditemukan di semua kelurahan
wilayah puskesmas Rawasari pada tahun 2016.
Dilihat dari temuan di atas, bahwa dari 3 kelurahan tersebut kasus
neonatus risiko tinggi terbanyak terdapat di kelurahan Rawasari yaitu 44 kasus,
kedua yaitu kelurahan Mayang mangurai yaitu 39 kasus. Sedangkan kelurahan
dengan temuan kasus neonatus risiko tinggi paling sedikit adalah kelurahan
Beliung.

33
V.2 Pembahasan
Angka kematian bayi (AKB) adalah salah satu indikator kesehatan
masyarakat. AKB digunakan sebagai representasi dari status kesehatan bayi baru
lahir dan bayi, serta sebagai ukuran sintesis dari status kesehatan penduduk. AKB
diinterpretasikan sebagai ukuran dari dampak faktor lingkungan, sosial, ekonomi,
dan budaya, kualitas perawatan terhadap ibu dan anak.2
WHO (World Health Organization) pada tahun 2012 memperkirakan
sebanyak 4,8 juta bayi meninggal, dimana 59,4% merupakan proporsi kematian
bayi baru lahir.3 Bayi baru lahir atau yang lebih dikenal dengan neonatus
merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan
dan merupakan periode yang paling rawan bagi kelangsungan hidup anak.1,4
WHO pada tahun 2012 memperkirakan lebih dari 2,8 juta bayi meninggal
pada 28 hari kehidupan pertama (periode neonatal) dimana 75% kematian
neonatus terjadi pada minggu pertama kehidupan, dan sekitar 25 45% terjadi
pada 24 jam pertama kehidupan.4
Menurut Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa sebagian besar kematian
neonatus(78,5%) terjadi pada minggu pertama kehidupan (0 7 hari). Penyebab
kematian pada kelompok bayi usia 0 6 hari adalah gangguan/ kelainan
pernafasan (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%). Sedangkan penyebab
kematian bayi usia 7 28 hari yaitu sepsis (20,5%), malformasi kongenital
(18,1%) dan pneumonia (15,4%). Dilain pihak, faktor ibu yang berkontribusi
terhadap lahir mati dan kematian bayi 0 6 hari adalah hipertensi maternal
(23,6%) komplikasi kehamilan dan kelahiran (17,5%), ketuban pecah dini dan
pendarahan antepartum masing-masing 12,7 %.6
Jumlah kasus neonatus risiko tinggi di Puskesmas Rawasari pada tahun
2016 lebih didominasi bayi laki-laki yaitu 59 bayi (54,6%), sedangkan bayi
perempuan yaitu 49 bayi (45,4%) dari total keseluruhan kasus neonatus risiko
tinggi yaitu 108 bayi. Untuk distribusi kasus neonatus risiko tinggi di wilayah
puskesmas Rawasari pada tahun 2016 sangat bervariasi. Mulai dari BBLR,
asfiksia, ikterus, trauma pada persalinan dan kasus lainnya seperti ISPA, diare dan
infeksi kulit lokal.

34
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan
1. Jumlah kasus neonatus risiko tinggi di Puskesmas Rawasari periode
Januari hingga Desember 2016 adalah 108 bayi.
2. Jumlah kasus neonatus risiko tinggi terbanyak yaitu di kelurahan Rawasari
berjumlah 44 bayi dengan persentase 40,7%. Sedangkan Jumlah kasus
neonatus risiko tinggi paling sedikit yaitu di kelurahan simpang 3 sipin
berjumlah 10 orang dengan persentase 9,3%.
3. Jumlah kasus neonatus risiko tinggi di Puskesmas Rawasari pada tahun
2016 lebih didominasi bayi laki-laki yaitu 59 bayi (54,6%), sedangkan
bayi perempuan yaitu 49 bayi (45,4%) dari total keseluruhan kasus
neonatus risiko tinggi yaitu 108 bayi.
4. Cakupan penanganan neonatus risiko tinggi di puskesmas Rawasari yaitu
83,3% untuk bayi laki-laki dan 82,8% untuk bayi perempuan.
5. Kelurahan dengan persentase pencapaian paling banyak yaitu kelurahan
Rawasari dengan persentase pencapaian 104,8% dari total sasaran.
6. Kasus neonatus risiko tinggi di wilayah puskesmas Rawasari sangat
bervariasi yang dapat dilihat melalui data bahwa di kelurahan Rawasari
tahun 2016 terdapat 3 kasus BBLR, 6 kasus asfiksia, 9 kasus ikterus, 3
kasus trauma pada persalinan dan 23 kasus lainnya seperti ISPA, diare dan
infeksi kulit lokal. Di kelurahan Mayang mangurai pada tahun 2016
terdapat 4 kasus BBLR, 3 kasus asfiksia, 13 kasus ikterus, 1 kasus trauma
pada persalinan dan 17 kasus lainnya. Sedangkan di kelurahan Beliung
pada tahun 2016 ditemukan 2 kasus BBLR, 1 kasus asfiksia, 5 kasus
ikterus, 1 kasus trauma pada persalinan dan 8 kasus lainnya.
7. Untuk kasus tetanus neonatus, sepsis neonatorum dan penyakit kongenital
tidak ditemukan di semua kelurahan wilayah puskesmas Rawasari pada
tahun 2016.

35
VI.2 Saran
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kunjungan neonatus
terhadap bayi baru lahir dengan memanfaatkan media-media informasi
seperti poster, leaflet dan pamflet untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang neonatus risiko tinggi.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat agar selalu melakukan kunjungan
neonatus secara rutin setelah bayi dilahirkan di pusat kesehatan seperti
rumah sakit, puskesmas dan posyandu berdasarkan jadwal kunjungan yang
telah ditentukan.

36

Anda mungkin juga menyukai