Anda di halaman 1dari 5

Laporan Analisis

Menurunnya Bisnis Ritel


di Indonesia

Kelompok 10 :
Anggraeni Nur S (17013010198)
Fabiola Dinda E (17013010199)
Puspanagari P R (17013010200)
RUMUSAN MASALAH

Bagaimana bisnis ritel di Indonesia bisa mengalami banyak kemunduran bahkan banyak
yang ditutup, sedangkan pendapatan nasional Indonesia tetap? Apakah ada hubungannya dengan
maraknya penjualan online?
KASUS

Penutupan gerai toserba Lotus pada akhir Oktober 2017 dan Debenhams pada akhir tahun 2017
oleh perusahaan induk PT Mitra Adiperkasa menimbulkan spekulasi meredupnya industri ritel
offline dan menandakan munculnya era baru - era ritel online - di Indonesia. Namun bagaimana
sebenarnya kondisi ritel Indonesia saat ini?

Gerai Lotus di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, sesak dijejali pengunjung, setelah tersebar luas
bahwa mereka mengadakan diskon besar-besaran hingga 80% menjelang penutupan toserba itu
di akhir bulan.

Sebagian pengunjung bahkan datang lebih dari satu kali. Hesty Junita, misalnya, mengatakan
bahwa dia mengantri hingga tiga jam pada hari Kamis (26/10) setelah hari sebelumnya juga telah
datang untuk berbelanja.

Gara-gara berjubelnya orang yang datang, memang pengunjung sampai harus mengantri, padahal
hari-hai sebelumnya toko itu sering tampak lengang.

"Kemarin malam habis maghrib baca di berita di ponsel, pas lihat, langsung saja ke sini, eh
sudah tutup. Tadi sama kakak ke sini lagi. Dari Grogol sengaja ke sini," kata Tessa Wenti
Hutami.

Ada juga yang tertarik karena melihat promosi diskon seperti Robby Prayuda, "Tadi habis makan
di sebelah, ada diskon begini, ya sudah langsung ke sini. Tadi ramai-ramai, kebetulan yang lain
sudah pada duluan, saya coba lihat-lihat ke atas," katanya sambil terkekeh.
ANALISIS

Dalam usaha bisnis ritel, buka tutup toko itu menjadi hal yang biasa. Ada beberapa faktor
yang menyebabkan bisnis ritel itu ditutup. Contohnya saja bila kinerjanya kurang baik, sudah
ditinjau dan diperbaiki dengan semua strategi yang terbaik tetapi masih tidak sesuai harapan dan
tidak bisa berlanjut, maka mau tidak mau bisnis ritel itu ditutup.

Apabila tutupnya bisnis ritel itu dikaitkan dengan daya beli konsumen yang memilih belanja
online, kami rasa tidak semuanya karena hal itu. Bisnis online memang setidaknya sedikit
berpengaruh terhadap tutupnya bisnis ritel yang terjadi saat ini. Karena dapat dilihat juga saat ini
kita memasuki era generasi milenial dimana para konsumen menginginkan hal yang praktis,
cepat dan tidak mau repot. Mereka pasti lebih banyak memilih belanja di online dari pada di
bisnis ritel.

Namun berdasarkan data yang dikutip Ketua Asosiasi Peritel Indonesia (APRINDO) Roy
Nicholas Mandey, proporsi ritel online hanya sebesar AS$4,89 juta atau hanya 1,4% dari total
kapitalisasi pasar ritel offline yang sebesar $320 milyar.

Berdasarkan hal itu, menurut kami, perubahan perilaku konsumen yang menjadi penyebab
melesunya belanja ritel bukan karena ritel online, melainkan perubahan prioritas.

Mereka yang tergolong kelas menengah keatas, mereka yang dulunya suka berbelanja sekarang
menahan belanja dan mereka lebih menggunakan ke kenyamanan dan gaya hidup dan ada
kecenderungan mereka sudah cerdas dan memasukkan ke deposito berjangka. Hal itu terlihat
sekali di Bank Indonesia selama satu tahun terakhir, khususnya semester satu, ada peningkatan
2,3% dana pihak ketiga di time deposit.

Kalaupun memang ada perpindahan konsumen ke online, Priyanto Lim, Head of Commercial
Zalora - salah satu ritel online terkemuka - mengatakan sejauh ini tidak ada pertumbuhan drastis
di sektor ritel online. "Kita melihat kurva pertumbuhannya, secara grafik memang tidak
sekencang tahun-tahun sebelumnya. Dari sana kita menganalisa memang lebih pada peralihan
permintaan. Kalau secara pola hidup dan kebiasaan konsumen yang bisa kita lihat, customer kan
sekarang senang sekali dengan experience (pengalaman). Contohnya mereka bepergian, belanja
makan dan minum. Jadi mereka sering posting (di internet). Itu memang agak bergeser dari
sebelumnya mereka lebih didorong produk, mereka berbelanja, beli barang. Sekarang mereka
lebih mencari experience," jelas Priyanto.

Hal itu pun disetujui oleh para konsumen yang ditemui di gerai Lotus. Contohnya berikut ini :

"Saya tidak pernah (belanja online). Kalau pernah pun mungkin alat rumah tangga, tapi kalau
untuk fesyen saya tidak pernah. Lebih enak belanja langsung, lihat langsung kan daripada
online," aku Hesty Junita

"Takut kecewa kalau (belanja) online. Belum terlalu (percaya) ke online. Paling baru unduh
aplikasi saja," kata Tessa Wenti Hutami.

"Saya lebih suka offline dibandingkan online. Sambil bawa keluarga, sambil rekreasi. Walaupun
memang ada beberapa yang barangnya sudah tahu secara offline dan online, itu lebih mudah
online. Tergantung situasi kondisinya seperti apa," kata Robby Prayuda.
KESIMPULAN

Menurut kelompok kami, melesunya bisnis ritel di Indonesia bukan semata-mata karena
adanya bisnis online, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi ; internal & eksternal.
Faktor internalnya yaitu, dari perusahaan bisnis itu sendiri sudah tidak bisa mengembangkan
bisnisnya dan menarik daya beli konsumen. Faktor eksternalnya yaitu adanya perubahan prioritas
yang awalnya suka berbelanja menjadi suka mendepositkan uangnya. Mereka juga mengalami
perubahan minat menjadi lebih suka mencari pengalaman dengan cara berkuliner dan berwisata.

Anda mungkin juga menyukai