Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia, terjadi akibat kelainan


1
sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Berdasarkan data

International Diabetes Federation (IDF), Indonesia merupakan negara ke-

4 terbesar untuk prevalensi diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari

total penduduk. Prevalensi DM di dunia pada tahun 2000 menunjukkan

angka 171 juta orang dan pada tahun 20030 diperkirakan akan

meningkat menjadi 366 juta orang. Secara epidemiologi, diperkirakan

bahwa pada tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia


2
mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Badan Litbangkes

Departemen Kesehatan RI, DM menjadi penyebab kematian terbanyak ke-

6 (5,7%) di Indonesia. Sementara itu, prevalensi DM tertinggi terdapat di

Kalimantan Barat dan Maluku (masing-masing 11,1%), diikuti Riau

(10,4%) dan Aceh (8,5%) dan terendah di NTT (1,8%), diikuti Papua

(1,7%). Temuan tersebut membuktikan bahwa penyakit diabetes melitus

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dan


3,4
dibutuhkan penanganan yang tepat bagi penderitanya.

1
Salah satu tujuan utama terapi medis bagi pasien diabetes

meliputi pengontrolan kadar glukosa darah dengan pemberian obat

hipoglikemik oral/agen antihiperglikemik dan insulin. Namun,

penatalaksanaan tersebut memiliki efikasi yang terbatas dan memiliki efek

samping yang tidak diinginkan. Alasan inilah yang menyebabkan

meningkatnya ketertarikan pada penggunaan sumber alami yang berasal

dari tumbuhan sebagai salah satu menejemen alternatif dalam menangani

pasien diabetes melitus khususnya dalam mengatasi kondisi hiperglikemia.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan Bawang

Merah (Allium ascalonicum) memiliki kandungan quercetin dalam kadar


5
yang cukup tinggi. Quercetin adalah salah satu senyawa jenis flavonoid,

bagian dari kelompok polifenol yang kandungannya terdapat pada

berbagai tumbuhan dan diketahui memiliki berbagai potensi yang

berguna bagi kesehatan. Penelitian yang telah ada menunjukkan potensi


6,7
quercetin sebagai agen hipoglikemik. Quercetin merupakan inhibitor

enzim -amilase yang berfungsi dalam pemecahan karbohidrat. Diantara

jenis flavonol, subkelas dari flavonoid, quercetin memiliki potensi inhibisi

enzim paling kuat. Dengan adanya inhibisi pada enzim ini, proses

pemecahan dan absorbsi karbohidrat akan terganggu, sehingga kadar


8,9,10,11
glukosa darah pada hiperglikemia dapat diturunkan.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

khasiat Bawang Merah (Allium ascalonicum) dalam menurunkan kadar

2
glukosa darah serta menentukan dosis efektif bawang merah dalam

menurunkan kadar glukosa darah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pengaruh ekstrak bawang merah (Allium ascalonicum)

terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

Mengetahui pengaruh ekstrak bawang merah (Allium ascalonicum)

terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui kadar glukosa darah sebelum dan sesudah pemberian diet

standar pada mencit hiperglikemia (Kelompok Kontrol)

2. Mengetahui kadar glukosa darah mencit sebelum dan sesudah

pemberian diet standar dan diberi ekstrak bawang merah (Allium

ascalonicum) dengan dosis 25 mg/kgBB pada mencit hiperglikemia.

3. Mengetahui kadar glukosa darah mencit sebelum dan sesudah

pemberian diet standar dan diberi ekstrak bawang merah (Allium

ascalonicum) dengan dosis 50 mg/kgBB pada mencit hiperglikemia.

4. Mengetahui kadar glukosa darah mencit sebelum dan sesudah

pemberian diet standar dan diberi ekstrak bawang merah (Allium

ascalonicum) dengan dosis 100 mg/kgBB pada mencit hiperglikemia.

3
5. Membandingkan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol dan

kelompok ekstrak bawang merah (Allium ascalonicum) masing-

masing dengan kadar 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB.

6. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bawang merah (Allium

ascalonicum) terhadap kadar glukosa darah pada mencit hiperglikemia

dengan menganalisis data yang didapatkan dari percobaan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitiaan ini bermanfaat bagi peneliti sehingga pengetahuan

mengenai penelitian ini dapat menjadi tambahan pengetahuan tentang

manfaat menggunakan ekstrak bawang merah (Allium ascalonicum)

terhadar kadar glukosa darah penderita Diabetes Melitus.

1.4.2 Manfaat Aplikatif

Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengolah bawang

merah (Allium ascalonicum) menjadi fitofarmaka yang mudah

diambil manfaatnya guna menurunkan tingginya kadar glukosa darah

yang menjadi faktor risiko penyakit Diabetes Melitus.

1.4.3 Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber data atau

bahan penelitian berikutnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

2.1.1 Diabetes Melitus

A. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.12

B. Klasifikasi dan Etiologi

Klasikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.12

Tabel Klasifikasi dan Etiologi DM

(dikuti dari kepustakaan 12)

5
C. Epidemiologi

Di Indonesia, masuk kedalam peringkat 6 angka kejadian Diabetes

Melitus terbanyak di dunia. Dalam Diabetes Atlas 2000 International

Diabetes Federation tercantum penduduk perkiraan Indonesia diatas 20

tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Melitus

4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Temuan kasus

Diabetes Melitus lebih banyak di daerah perkotaan daripada di desa.13

D. Patomekanisme DM

1) Diabetes Melitus Tipe 1

Secara umum, Diabetes Melitus tipe 1 merupakan penyakit

autoimun, dimana terdapat pengaruh lingkungan (mikroba, bahan

kimia, atau pola makan) yang memicu reaksi autoimun pada

individu yang rentan. Penghancuran sel beta pulau langerhans

didominasi mediasi sel (mononuklear; terutama makrofag dan

limfosit T CD8+) dan memiliki hubungan dengan beberapa

autoantibodi terhadap komponen pulau langerhans. Proses

autoimun destruksi sel beta dapat berlangsung selama beberapa

tahun sebelum menimbulkan gejala klinik Diabetes Melitus karena

berkompetisi dengan proses regenerasi sel beta.

Apabila massa sel beta pankreas yang tersisa hanya 10-20%,

pankreas tidak mampu mensekresi insulin yang cukup untuk

mengkompensasi dan mempertahankan kadar glukosa normal.

Meski pemberian terapi insulin dosis rendah dapat membantu

6
pemulihan fungsi sel beta, sekresi insulin sel beta pada akhirnya

akan sepenuhnya gagal sehingga pasien menjadi bergantung pada

insulin (insulin dependent) dan dapat mengalami ketoasidosis

diabetik tanpa insulin eksogen.14

2) Diabetes Melitus Tipe 2

Elemen penting yang merupakan karakteristik patofisiologi

Diabetes Melitus tipe 2 yaitu; (1) resistensi insulin, (2) disfungsi sel

Beta pankreas, (3) disregulasi produksi glukosa hepatik, (4)

gangguan absorbsi glukosa pada saluran pencernaan, dan (5)

obesitas.

Resistensi insulin disebabkan gangguan penghantaran sinyal

intraselular setelah insulin terikat dengan reseptornya. Gangguan ini

menyebabkan penurunan aktivitas transport glukosa intraseluler.

Pada masa preklinik, sel beta pankreas akan berusaha

mengkompensasi keadaan resistensi insulin dengan cara

memproduksi lebih banyak insulin (hiperinsulnemia) untuk

mempertahankan kadar glukosa darah normal. Tapi lama-kelamaan

sel beta pankreas akan gagal mengkompensasi dengan peningkatan

resistensi insulin yang progresif dan pada akhirnya hiperglikemia

menjadi manifestasi klinik Diabetes Melitus.

Disfungsi sel Beta pankreas meliputi pulsasi disritmik sekresi

insulin, peningkatan rasio proinsulin-insulin (akibat gangguan

aktivitas protease), akumulasi amyloid polipeptida pada pulau

7
langerhans, peningkatan sekresi glukagon dari sel alpha pankreas,

dan glukotoksisitas.

Produksi glukosa hepatik berlebih (25% hingga 50% lebih

tinggi dari normal) dihasilkan dari proses glukoneogenesis yang

tidak adekuat, resistensi insulin hepatik, dan penurunan sekresi

insulin dari sel beta yang rusak. Produksi glukosa hepatik post-

prandial secara jelas meningkat. Selain itu, terjadi penurunan

sintesis glikogen dan peningkatan sintesis lemak.

Hiperglikemia dengan atau tanpa keterlibatan saraf otonom

juga dapat dikaitkan dengan dismotilitas gaster dan gangguan pada

laju dan waktu absorbsi glukosa pada saluran pencernaan

(biasanya meningkat).14

E. Diagnosis dan Penunjang DM tipe 2

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang

dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan

darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena,

ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh

WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler

dengan glucometer.

8
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat kelu- han

klasik DM seperti di bawah ini:

- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata

kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegak- kan diagnosis

DM.

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya

keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban

75 g glukosa lebih sensitif dan spesik dibanding dengan

pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini

memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan

berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena

membutuhkan persiapan khusus.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

dapat dilihat pada bagan1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak

hamil dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pe- meriksaan tidak

memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang

9
diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi

glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO

didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199

mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan

glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6

6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO glukosa darah 2 jam < 140

mg/dL.12

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL

(11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil

pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan

waktu makan terakhir

Atau

2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126

mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat

kalori tambahan sedikitnya 8 jam

Atau

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1

10
mmol/L) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g

glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Tabel Kriteria Diagnosis DM

(dikutip dari kepustakaan 12)

*Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan

menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana

laboratorium yang telah terstandardisasi dengan. 12

2.1.2 Bawang Merah (Allium ascalonecum)

A. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Lilialaes (Liliaflorae)

Familia : Liliales

Genus : Allium

Spesies : Allium ascalonecum L.17

B. Habitat dan Penyebaran

Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 provinsi di indonesia.

Provinsi penghasil utama bawang merah diantaranya adalah

11
Sumatera Utara, Sumatara Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY,

Jawa Timur, bali, NTB, dan Sulawesi selatan. 17

C. Kandungan Kimia dan Kegunaannya

Kandungan zat yang terdapat di dalam bawang merah

menunjukkan banyak fungsi, contohnya sebagai antibakteri dan

antioksidan. Komposisi utama bawang merah adalah air (85-

90/100gr) dan komponen lainnya merupakan perifenol, dengan kadar

flavonoid, quercetin, kaemfenol, dan jenis polifenol lainnya. Pada

jaringan bawang merah, kadar total polifenol, quercetin merupakan

yang paling banyak dijumpai, biasanya pada bagian kulit bawang

merah.16

Quercetin memiliki potensi sebagai agen hipoglikemik.

Quercetin merupakan agen inhibitor enzim alpha-amilae yang

berfungsi dalam pemecahan karbohidrat. Di antara semua jenis

flavonol, quercetin memiliki potensi inhibisi enzim paling kuat.

Dengan adanya inhibisi enzim tersebut, proses pemecahan dan

absorpsi karbohidrat akan terganggu, sehingga peningkatan kadar

glukosa darah (hiperglikemia) dapat diturunkan. 18

Hasil penelitian pada mekanisme penghambatan flavonoid secara

umum disepakati memiliki kesamaan aksi mekanisme seperti

akarbose yang selama ini digunakan sebagai obat untuk penanganan

diabetes mellitus. Hal ini disebabkan karena flavonoid bereaksi pada

alpha-amilase yang ligan aktifnya secara efektif subsite -1 dan

12
berinteraksi dengan rantai dari Asp 197, Glu233, dan Asp300. Flavonoid

juga memiliki efek penghambatan terhadap enzim alpha-glukosidase

melalui ikatan hidroksilasi dan subtitusi pada cincin beta. Prinsip

penghambatan ini serupa dengan akarbose, yaitu dengan

menghasilkan penundaan hidrolisis karbohidrat dan disakarida,

menghambat absopsi glukosa dan menghambat metabolisme sukrosa

menjadi glukoa dan fruktosa.19

2.1.3 Induksi Aloksan

Keadaan diabetes dapat diinduksi pada hewan percobaan dengan cara

pankreaktomi dan juga secara kimia. Zat-zat kimia juga sebagai inductor (=

diabetogen) dapat digunakan zat-zat kimia seperti aloksan yang pada

umumnya diberikan secara parenteral. Aloksan mampu menginduksi

diabetes secara permanen dimana terjadi gejala hiperglikemia dan sebagai

diabetogen yang lazim digunakan, karena obat ini cepat menimbulkan

hiperglikemia yang permanen dalam waktu 2-3 hari.20

Aloksan adalah suatu derivat urea yang dapat menyebabkan nekrosis

selektif pada sel-sel beta pancreas. Pada pH netral dan suhu 37C, aloksan

memiliki waktu paruh sebesar 1,5 menit. Pada suhu yang lebih rendah,

waktu paruh aloksan dapat diperpanjang dan bila digunakan dosis

diabetogenik, waktu dekomposisi aloksan tersebut cukup untuk mencapai

pancreas dalam jumlah yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek

diabetogenik.20

13
Aloksan bekerja pada sel-sel beta pancreas dalam 4 tahap. Tahap

pertama, yaitu 30 menit setelah injeksi aloksan, adalah terjadi peningkatan

sekresi insulin dalam waktu singkat. Tahap kedua, yaitu 1 jam setelah

injeksi aloksan adalah fase hiperglikemik pertama yang ditunjukkan dengan

terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang disertai dengan penurunan

kadar insulin dalam darah selama 2-4 jam. Tahap ketiga, yaitu 4-8 jam

setelah injeksi aloksan adalah penurunan kadar glukosa darah kembali yang

berlangsung selama beberapa jam sebagai akibat peningkatan kadar insulin

dalam darah yang disebabkan oleh sekresi insulin yang diinduksi aloksan

dan hancurnya membran sel-sel beta pancreas. Tahap keempat, adalah

terjadinya hiperglikemik permanen.20

Mekanisme kerja aloksan adalah sebagai berikut :

a. Aloksan masuk kedalam sel-sel beta pancreas secara cepat melalui

transporter glukosa GLUT

b. Didalam sel-sel beta pancreas, aloksan akan bereaksi dengan

glukokinase yang mengakibatkan inaktivasi dari enzim tersebut

(menyebabkan penghambatan sekresi insulin yang diinduksi oleh

glukosa) dan tereduksinya aloksan. Asam dialurat akan terbentuk

sebagai hasil hasil dari reduksi aloksan dan asam dialurat akan

direoksidasi kembali menjadi aloksan disertai dengan pembentukan

radikal superoksida yang dapat menyebabkan kerusakan DNA sel-sel

beta pancreas.20

2.1.4 Mencit (Mus musculus)

14
A. Taksonomi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Myoimorphia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

Mencit biasanya dipilih sebagai hewan uji karena ukurannya yang

kecil, masa hidup relativ pendek, mudah didapat, dan ketersediaan

data pada penelitian sebelumnya. Selain itu, mencit memiliki masa

hidup relativ singkat dan secara fisiologi diperkirakan sesuai atau

identik dengan manusia. Mencit mudah ditangani, bersifat penakut,

fotopobik, cenderung berkumpul sesamanya. Lebih aktif pada malam

hari, suhu tubuh normal 37,4 derajat celcius.21

B. Mencit dengan hiperglikemia

Kadar glukosa normal dalam darah mencit berkisar antara 62-175

mg/dl. Kadar glukosa darah adalah suatu indikator klinis dari kurang

atau tidaknya asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang

menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah

glukosa yang masuk dan glukosa yang keluar melalui aliran darah. Hal

15
ini dipengaruhi oleh masuknya makanan, kecepatan masuk ke dalam

sel otot, jaringan lemak dan organ lain serta aktivitas sintesis glikogen

dari glukosa oleh hati.22,23

2.2 KERANGKA TEORI

Diabetes Melitus Patogenesis


Diabetes Melitus

Defisiensi Insulin
Hiperglikemik

Kerusakan sel
Pankreas

Glukosa Resistensi Insulin


Darah

Bawang Merah
(Allium
ascalonecum)

Penurunan Kadar
Glukosa Darah Quertecin

Flavonoid

Keterangan :

: Menyebabkan

16
: Terdiri dari

: Menghambat

2.3 KERANGKA KONSEP

Mencit (Mus Kadar Glukosa


Induksi aloksan
musculus) Darah Mencit
hiperglikemik

Ekstrak Bawang
Merah (Allium
ascalonecum)

Keterangan :

: Variabel tergantung

: Variabel bebas

2.4 HIPOTESIS

17
H0 : Terjadi penurunan kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) yang

diinduksi aloksan setelah pemberian ekstrak bawang merah (Allium

ascalonecum)

H1 : Tidak terjadi penurunan kadar glukosa darah mencit (Mus musculus)

yang diinduksi aloksan seteah pemberian ekstrak bawang merah

(Allium ascalonecum)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental pre and post

control dengan menggunakan hewan coba. Hewan coba yang digunakan

adalah mencit (Mus musculus) untuk mengetahui efek pemberian ekstrak

bawang merah (Allium ascalonecum) terhadap kadar glukosa darah mencit

(Mus musculus) yang diinduksi aloksan.

3.2 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas

Muslim Indonesia dengan waktu yang disesuaikan.

18
3.3 SUBJEK PENELITIAN

Mencit jantan, sehat dan mempunyai aktivitas normal, berumur

antara 2-3 bulan dengan berat kira-kira 20-30 gram dan belum pernah

digunakan untuk percobaan lain.

3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Mencit bergerak aktif.

2. Secara makroskopis tidak ada kelainan morfologi.

3. Mencit yang kadar glukosa darahnya 175 mg/dl setelah diinduksi

aloksan.

3.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Mencit yang mati selama penelitian.

2. Mencit yang kadar glukosa darahnya <175 mg/dl setelah diinduksi

aloksan.

3.4 TEKNIK SAMPLING

Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara purposive

sampling, setelah dilakukan induksi aloksan dan pengukuran kadar GDS

dan mencit dengan kadar GDS < 175 mg/dl dieksklusi kemudian

dilanjutkan simple random sampling untuk membagi subyek menjadi lima

kelompok, yaitu :

1. Kelompok 1 diberi diet standar dan diinduksi aloksan (kontrol).

19
2. Kelompok 2 diberi diet standar, diinduksi aloksan dan diberi ekstrak

bawang merah (Allium ascalonicum) dengan dosis 25 mg/kgBB

mencit personde setiap hari.

3. Kelompok 3 diberi diet standar, diinduksi aloksan dan diberi ekstrak

bawang merah (Allium ascalonicum) dengan dosis 50 mg/kgBB

mencit personde setiap hari.

4. Kelompok 4 diberi diet standar, diinduksi aloksan dan diberi ekstrak

bawang merah (Allium ascalonicum) dengan dosis 100 mg/kgBB

mencit personde setiap hari.

3.5 PERHITUNGAN JUMLAH SAMPEL

Seluruh sampel dibagi menjadi 4 kelompok. Sampel penelitian ini

ditentukan menurut rumus Federer untuk uji eksperimental, yaitu:

(t-1) (n-1) 15

Keterangan :

t = kelompok perlakuan

n = jumlah sampel perkelompok

Perhitungan besar sampel tiap kelompok menggunakan rumus Federer :

(t-1) (n-1) 15

(4-1) (n-1) 15

3n-3 15

20
3n 18

n6

Jadi, 4 kelompok sampel masing-masing membutuhkan 6 ekor

mencit, maka dibutuhkan sampel sebanyak 24 ekor mencit.

3.6 HEWAN UJI INDUKSI ALOKSAN

Mencit diadaptasikan selama 1 minggu untuk menginduksi

peningkatan glukosa darah. Mencit dipuasakan 12-24 jam kemudian

diinjeksi aloksan. Aloksan berbentuk serbuk sehingga harus dilarutkan

dengan NaCl 0,9%. Mencit diinjeksi aloksan sebanyak 70 mg/KgBB

secara intramuscular pada kelompok 2,3, dan 4. Tiga hari setelah diinjeksi

aloksan, kadar glukosa mencit diukur menggunakan glucometer. Apabila

kadar glukosa masih normal, mencit kembali diinjeksi aloksan dan diukur

kembali tiga hari kemudian. Perlakuan ini dilakukan hingga mencit dalam

keadaan hiperglikemik.

3.7 PENENTUAN DOSIS ALOKSAN

Penentuan dosis berdasarkan volume cairan maksimal yang dapat

diberikan per oral pada mencit adalah 1 ml/20 grBB. Jika setiap mencit

memiliki berat 20 gr, maka perhitungan dosis beserta volume pemberian

setiap kelompok perlakuan sebagai berikut

Dosis aloksan setiap mencit = 20 x 70 = 1,4 mg

100

21
Jadi larutan aloksan yang diberikan kepada tiap kelompok 2,3 dan 4

adalah sebanyak 0,2 ml.

3.8 VARIABEL PENELITIAN

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak bawang merah

(Allium ascalonecum).

b. Variabel Terikat

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar glukosa darah

mencit jantan (Mus musculus).

3.9 DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF

3.9.1 Definisi Operasional

a. Ektrak bawang merah (Allium ascalonecum) : ekstrak yang diperoleh

dengan mengekstraksi bawang merah dengan menggunakan etanol

70%.

b. Diabetes mellitus tipe 2 : penyakit dimana terjadi peningkatan kadar

glukosa darah akibat berkurangnya sensitivitas sel pancreas dalam

menghasilkan insulin.

c. Kadar glukosa darah : kadar hasil pemeriksaan glukosa darah mencit

dengan menggunakan glukometer. Darah didapat dari pengambilan

darah di pembuluh darah ekor mencit.

22
3.9.2 Kriteria Objektif

Pengukuran kadar glukosa darah mencit berdasarkan The Biology and

Medicine of Rabbit and Rodents yaitu normalnya berkisar antara 62-175

mg/dl, sehingga dikatakan mencit hiperglikemik jika kadar glukosa > 175

mg/dl.

3.10 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

a. Alat-alat yang digunakan

1. Kandang mencit beserta kelengkapan pemberian pakan dan

minum

2. Gelas dan labun ukur

3. Spuit injeksi tuberculin 1 cc

4. Sonde lambung mencit

5. Alat timbang mencit

6. Glukometer

7. Strip uji glukosa

b. Bahan-bahan yang digunakan

1. Ekstrak bawang merah (Allium ascalonecum)

2. Aquadest

3. Aloksan

4. NaCl 0,9%

3.11 CARA KERJA

23
1. Kandang mencit disiapkan

2. Mencit diadaptasikan dengan lingkungan selama 1 minggu.

3. Dilakukan pemeriksaan kadar GDS sebelum diberi perlakuan.

4. Kemudian dilakukan induksi aloksan dosis 70 mg/kgBB yang

dilakukan sekali. Kemudian diukur GDS 3 hari setelah induksi

aloksan. Mencit dengan kadar GDS > 175 mg/dl diinklusi

selanjutnya dikelompokkan menjadi 4 kelompok, masing-masing

kelompok 6 ekor mencit. Sedangkan mencit dengan kadar GDS <

175 mg/dl dieksklusi.

a. Kelompok 1 diberi diet standar (kontrol).

b. Kelompok 2 diberi diet standar dan diberi ekstrak bawang merah

(Allium ascalonicum) dengan dosis 25 mg/kgBB mencit

personde setiap hari.

c. Kelompok 3 diberi diet standar dan diberi ekstrak bawang merah

(Allium ascalonicum) dengan dosis 50 mg/kgBB mencit

personde setiap hari.

d. Kelompok 4 diberi diet standar dan diberi ekstrak bawang merah

(Allium ascalonicum) dengan dosis 100 mg/kgBB mencit

personde setiap hari.

5. Perlakuan pemberian ekstraksi bawang merah (Allium ascalonicum)

selama 14 hari.

24
6. Pemeriksaan glukosa darah untuk menilai penurunan kadar GDS

mencit dilakukan pada hari kelima belas, 1 hari setelah akhir

penelitian yang dilakukan sekitar 14 hari.

3.12 ALUR PENELITIAN

Mencit

Hari
1-7

Hari 8

Hari
11

25
Adaptasi
Hari
11-25

Pengukuran KGD I

Injeksi aloksan dosis 70 mg/KgBB intramuskular


Hari
26

Pengukuran KGD II (Kadar GDS 200 mg/dL)

Klp II Klp III Klp IV


Klp I ekstrak ekstrak ekstrak
bawang bawang bawang
Kontrol merah 50
merah 25 merah 100
mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB

Pengukuran KGD III

Hasil Data

Analisis Data

Kesimpulan
3.13 TEKNIK ANALISIS DATA

26
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan

program Statistical Products and Service Solutions (SPSS) for Windows

Release 23.0.

Dilakukan uji homogenitas Shapiro-Wilk untuk melihat normalitas

distribusi data. Bila dijumpai nilai p > 0,05 maka distribusi normal,

sehingga teknik analisis data yang digunakan adalah uji one-way Anova

untuk melihat secara umum beda rerata kadar glukosa darah mencit semua

kelompok. Jika hasil uji Anova signifikan maka dilanjutkan dengan post

hoc test (Tukey) untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda bila

terdapat perbedaan bermakna dengan nilai p < 0,05 pada uji one-way

Anova.

Apabila dijumpai p < 0,05 pada uji homogenitas Shapiro-Wilk, maka

distribusi tidak normal. Dilakukan uji Kruskal-Wallis untuk melihat beda

rerata kadar glukosa darah mencit antar kelompok. Terdapat perbedaan

yang bermakna apabila nilai p < 0,05.

3.13 ETIKA PENELITIAN

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian ini adalah :

1. Menyertakan surat izin penelitian kepada pihak Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia

2. Menyertakan surat izin dari Fakultas Kedokteran dan dosen

pembimbing kepada laboratorium yang akan digunakan untuk

meneliti.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Di

dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editor.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Hal 1879 1881.

2. International Diabetes Federation. 2007. Panduan Untuk Manajemen

Glukosa Pasca- Makan. http://www.idf.org/ [5 April 2016].

3. Departemen Kesehatan Indonesia. 2 0 0 6 . Diabetes Melitus Masalah

Kesehatan Masyarakat yang Serius. http://www.depkes.go.id/index [5 April

2016].

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2 0 0 9 . Prevalensi Diabetes

Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang Tahun 2030.

http://www.depkes.go.id/index [5 April 2016].

5. Shallot. 2009. Available from: http://www.wikipedia.com [5 April 2016].

6. Gastelu, D. 2004. All About Bioflavonoids. http://www.supplementfac [5

April 2016].

7. Grapes in diabetes fight. 2008. http://www.scientistlive.com [5 April 2016].

8. Jalal R, Bagheri S, Moghimi A, Rasuli M. 2007. Hypoglycemic Effect of

Aqueous Shallot and Garlic Extracts in Rats with Fructose-Induced Insulin

Resistance. J Clin Biochem Nutr. H a l 41: 218-223. PubMed Central [5

April 2016]

28
9. Piparo E, Scheib H, Frei N, Williamson G, Grigorov M, Nestle C. 2008.

Flavonoids for Controlling Starch Digestion: Structural Requirements for

Inhibiting Human -Amylase. J Med Chem. Vol. 51, No. 12.

10. Ann J. Grape skin compound fights the complications of diabetes. 2008.

http://www.medicineworld.org [5 April 2016]

11. Patel J. 2008. A Review of Potential Health Benefits of Flavonoids.

LURJ. http://www.lurj.org/ [5 April 2016]

12. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus

Tipe 2 di Indonesia. Jakarta, PERKENI. Hal 4,6,7,8.

13. Betteng, R., Pangemanan, D. & Mayulu, N. 2014. Analisis Faktor Resiko

Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif di

Puskesmas Wawonasa. Jurnal e-Biomedik (eBM), 2, p.405.

14. Andreoli, T.E. 2010. Diabetes Mellitus, in Andreoli and Carpenters Cecil

Essentials Of Medicine.

15. Garvey WT, Maianu L, Zhu JH, Brechtel-Hook G, Wallace P, Baron AD.

1998. Evidence for Defects in the Trafficking and Translocation of GLUT4

Glucose Transporters in Skeletal Muscle as a Cause of Human Insulin

Resistance. The Journal of Clinical Investigation. Volume 101, Number 11,

23772386. http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/resistensi-insulin-dr-

risma.pdf [25 Juni 2016]

16. Benkeblia, N. 2007. Phenolic Compounds of Onion (Allium cepa L.) and

Garlic (Allium sativum L.). Indian J. Exp Biol, 34 : 634-640.

29
17. Pitojo, S. 2003. Penangkaran Benih Bawang Merah. Yogyakarta : Kanisius.

Hal 14.

18. Jalal, R; Bagheri, S.M; Moghimi, A dan Rasuli, M.B. 2007. Hypoglycemic

Effect of Aqueous Shallot and Garlic Extracts in Rats with Fructose-Induced

Insulin Resistance. J. Clin. Biochem. Nutr., 41 : 218-223.

19. Tadera, K; Minami, Y; Takamatsu, K dan Matsuoka, T. 2006. Inhibition of

Glucosidase and Alfa Amilase by Flavonoids. Journal Nutrient Science

Vitaminol, 52 : 149-153.

20. Octarini, R., 2010. Pengaruh Ekstrak Herba Antimg-Anting (Acalypha

australis L.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Balb/C Induksi Aloksan.

pp.24-25.

21. Lenzen, S. 2008. The mechanisms of alloxan and aloksan-induced diabetes.

Diabetologia. Hal 216-226.

22. Harkness, J. E., and J.E. Wagner. 1989. The Biology and Medicine of Rabbit

and Rodents. 2nd Edition. Lea & Febiger. Philadelpia.

23. Ganong, W. F. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi ke-4. Jonathan Oswari.

Terjemahan: Petrus Andrianto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran E.G.C.

30

Anda mungkin juga menyukai