TIYA YULIA
1006823583
TIYA YULIA
1006823583
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
kasih karunia-NYA, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini, guna
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah
akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Ibu Dewi Irawati, MA, Ph.D., selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
(2) Ibu Riri Maria, SKp., MANP selaku koordiantor profesi keperawatan
(3) Ibu Ns. Dwi Nurviyandari K.W., S.Kep., MN. selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini
(4) Pihak manajemen Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur yang telah
banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan
(5) Orang tua dan keluarga saya, yang selalu mendoakan dan meridhoi setiap
langkah saya dalam mencapai cita dan harapan saya yang tinggi
(6) Suami dan anak-anak saya tercinta yang telah memberikan dukungan moril
dan materil sehingga saya bisa tetap melanjutkan program profesi
keperawatan ini hingga akhir.
(7) Teman-teman kelompok gerontik program profesi 2012 khususnya Wisma
Cempaka STW KB (Kak Evi, Ruby, Sherly, Asty, Leli, Nindy, Dani, Betty)
Cibubur yang telah memberikan bantuan dan pengertiannya sehingga saya
bisa menyelesaikan karya ilmiah akhir ini tepat pada waktunya.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
Pada lansia terjadi perubahan semua sistem tubuh, diantaranya adalah sistem
muskuloskeletal yang melibatkan otot, tulang, dan sendi yang sangat
mempengaruhi mobilitas pada lansia itu sendiri. Dengan adanya proses penuaan
maka mobilitas pada lansia mengalami hambatan. Latihan rentang gerak (ROM)
merupakan salah satu latihan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan
mobilitas fisik pada lansia. Tujuan penulisan ini untuk memberikan gambaran
analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan dengan
masalah hambatan mobilitas fisik pada lansia di Sasana Tresna Werdha Karya
Bhakti Cibubur. Pihak pemberi layanan kesehatan lansia harus terus
meningkatkan pelayanan berupa latihan rentang gerak secara teratur dan bertahap
disertai dengan evaluasi yang berkelanjutan.
vi
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
ABSTRACT
vii
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Perubahan ini terjadi pada semua orang tetapi pada kecepatan yang berbeda dan
tergantung keadaan dalam kehidupan. Pada usia 90-an, 32% wanita dan 17% laki-
laki mengalami patah tulang panggul dan 12-20% meninggal karena komplikasi.
Massa tulang menurun 10% dari massa puncak tulang pada usia 65 tahun dan
20% pada usia 80 tahun. Pada wanita, kehilangan massa tulang lebih tinggi, kira-
kira 15-20% pada usia 65 tahun dan 30% pada usia 80 tahun. Laki-laki kehilangan
massa tulang sekitar 1% pertahun sesudah usia 50 tahun, sedangkan wanita mulai
kehilangan massa tulang pada usia 30-an tahun, dengan laju penurunan 2-3%
pertahun sesudah menopouse (Karim, 2002).
Kehilangan massa tulang ini juga bervariasi terutama ditentukan oleh domisili
lansia, dimana dari segi fisik, psikososial dan sosioekonomi keadaan lansia di kota
tidak lebih baik dibandingkan lansia di desa. Lansia dengan banyak beraktifitas
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
2
fisik dan teratur berolah raga yang kebanyakan lansia tinggal di desa terbukti lebih
sehat, kekuatan otot lebih terjaga. Dari segi penerimaan kehidupan dan
penerimaan sosial terhadap lansia, kehidupan di desa masih bertahan pola-pola
kehidupan kekerabatan yang menekankan pada keluarga luas maupun interaksi
sosial yang intensif sehingga tidak terjadi pemisahan dan alienasi orang lanjut usia
secara mencolok. Lansia menempati kedudukan sosial dalam menjalankan
sejumlah peranan, serta mempunyai fungsi sosial tertentu dalam kehidupan
masyarakat. Lansia yang sudah tidak mampu bekerja dan mengurus dirinya
sendiri tetap diterima di lingkungan keluarga dan tidak diserahkan pada perawatan
RS atau panti wreda secara penuh (Indriana, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
3
ada keluhan rasa lelah. Namun, kegiatan yang dilakukan tidak lama sehingga tetap
diperlukan suatu latihan fisik yang harus dilakukan lansia diluar jam kegiatan
sasana seperti waktu sore hari atau malam hari sebelum tidur.
Salah satu penghuni sasana, Ibu S.M. (87 tahun) mengeluh tidak bisa berdiri
secara mandiri dan harus berpegangan pada handrail sejak dilakukan operasi
tulang femur dextra sekitar tahun 1998 dan 2008-an, dan selama di STW, dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari, residen dibantu oleh caregiver begitupun
dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan STW, residen sangat
tergantung kepada caregiver. Selama ini, residen melakukan mobilitas dengan
menggunakan kursi roda, walaupun sebenarnya residen mampu untuk melakukan
aktifitas fisik seperti berjalan secara perlahan dan berdiri dengan berpegangan.
Untuk itu diperlukan suatu arahan dan motivasi bagi residen dalam meningkatkan
dan mempertahankan kekuatan fisik terutama otot yang residen miliki agar tidak
adanya penurunan sehingga residen menjadi lebih mandiri dan berkualitas dalam
menjalani kehidupan di sasana.
Partisipasi lansia dalam aktivitas fisik yang teratur atau program latihan fisik yang
terstruktur sangat disarankan dan mempunyai banyak manfaat. Perbaikan cara
berjalan, keseimbangan, kapasitas fungsional tubuh secara umum, dan kesehatan
tulang dapat diperoleh melalui latihan. Tulang, sendi dan otot saling terkait. Jika
sendi tidak dapat digerakkan sesuai dengan ROM-nya maka gerakan menjadi
terbatas sehingga fleksibilitas menjadi komponen esesnsial dari program latihan
bagi lansia. Jika suatu sendi tidak digunakan, maka otot yang melintasi sendi akan
memendek dan mengurangi ROM. Latihan fleksibilitas dapat meningkatkan
kekuatan tendon dan ligamen, mempertahanakan kekuatan otot yang melintasi
sendi, mengurangi nyeri pada kasus osteoartritis sehingga ROM bisa
dipertahankan. Rentang sendi (ROM) yang memadai pada semua bagian tubuh
sangat penting untuk mempertahankan fungsi muskuloskeletal, keseimbangan dan
kelincahan pada lansia. Latihan fleksibilitas dirancang dengan melibatkan setiap
sendi-sendi utama (panggul, punggung, bahu, lutut dan leher). Latihan
fleksibilitas adalah aktivitas untuk membantu mempertahankan rentang gerak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
4
sendi (ROM), yang diperlukan untuk mempertahankan aktivitas fisik dan tugas
sehari-hari secara teratur (Depkes, 1995).
Berdasarkan gambaran latar belakang di atas, dalam laporan ini penulis akan
menggambarkan pengelolaan kasus Residen S.M. dengan masalah hambatan
mobilitas fisik yang dilakukan selama 7 minggu dengan menerapkan konsep dan
teori keperawatan gerontik melalui penerapan latihan fleksibilitas (ROM) secara
rutin di Sasana Tresna Werdha YKB Ria Pembangunan, Cibubur.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
6
pada akhirnya bertujuan pada peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup lansia
tanpa adanya ketergantungan yang tinggi pada orang lain.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu teori menua yaitu teori biologis, yang mencoba untuk menjelaskan
proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan,
panjang usia dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk
perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan
tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Teori biologis juga
mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara
yang berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur
panjang, perlawanan terhadap organisme, dan kematian atau perubahan seluler
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
8
(Stanley & Beare 2007). Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi
tingkat struktural sel/organ tubuh, termasuk di dalamnya adalah pengaruh agen
patologis. Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang
menghambat proses penurunan fungsi organisme yang dalam konteks sistemik
dapat mempengaruhi atau memberikan dampak terhadap organ/sistem tubuh
lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis (Hayflick,
1997 dalam Mujahidullah, 2012). Diantara perubahan itu terdapat perubahan
pada muskuloskeletal dimana pada lansia terjadi penurunan tinggi badan,
redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi
otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekakuan sendi-sendi
(Stanley & Beare, 2007). Perubahan sistem muskuloskeletal merupakan hal yang
wajar dan dialami oleh setiap lansia yang menyebabkan berbagai kondisi seperti
perubahan penampilan, kelemahan, dan melambatnya pergerakan.
Sistem dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi sistem lain dan erat kaitannya
dengan sistem muskuloskeletal karena tulang, sendi dan otot merupakan unsur
pembentuk sistem mobilisasi (Miller, 2012). Mobilisasi mempunyai banyak
tujuan, seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan
diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan
rekreasi. Dalam mempertahankan mobilitas fisik secara optimal maka sistem
saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi dengan baik (Potter & Pery,
2005).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
9
Pada lansia, hambatan mobilitas fisik sering terjadi berawal karena adanya suatu
gejala atau penyakit pada tulang seperti osteoporosis hingga menyebabkan lansia
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
11
2.5.1. Tulang
Tulang menyediakan kerangka kerja untuk sistem muskuloskeletal dan bekerja
sama dengan sistem otot untuk membuat suatu pergerakan (Exton-Smith, 1985,
Riggs and Melton, 1986 dalam Miller 2012). Fungsi lain dari tulang adalah
sebagai tempat penyimpanan kalsium, produksi sel-sel darah serta melindungi
jaringan dan organ tubuh. Pertumbuhan tulang mencapai kematangan di masa
dewasa awal. Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk mempertahankan
kalsium darah yang stabil dan penyimpanan kembali kalsium untuk membentuk
tulang baru dikenal sebagai remodelling dan terjadi sepanjang rentang kehidupan
manusia (Stanley & Beare, 2007).
Perubahan yang berkaitan dengan proses menua yang mempengaruhi renovasi ini
meliputi: peningkatan resorpsi tulang, penyerapan kalsium berkurang,
peningkatan hormon paratiroid serum, gangguan regulasi aktivitas osteoblas,
gangguan pembentukan tulang sekunder untuk mengurangi produksi osteoblas
dari matrix tulang, dan penurunan jumlah sel sumsum karena untuk penggantian
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
12
sumsum dengan isi lemak, serta penurunan estrogen pada perempuan dan
testosteron pada laki-laki. Faktor yang dapat mempengaruhi remodelling tulang
dan biasa terjadi pada dewasa tua adalah hipertiroid, penurunan tingkat aktivitas,
COPD, defisiensi kalsium dan vitamin D dan terapi medis seperti glukokortiroid
dan anticonvulsant. (Exton-Smith, 1985, Riggs and Melton, 1986 dalam Miller
2012).
2.5.2. Otot
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah massa otot tubuh mengalami
penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk mempertajam
kontur tubuh dan memperdalam cekungan di sekitar kelopak mata, aksila, bahu
dan tulang rusuk. Tonjolan tulang (vertebrae, krista iliaka, tulang rusuk, skapula)
menjadi bertambah. (Stanley & Beare, 2007).
Perubahan terkait penuaan yang berefek pada otot meliputi berkurangnya serabut
otot (jumlah dan ukuran) yang menyebabkan laju metabolik basal dan laju
konsumsi oksigen maksimal berkurang sehingga Otot menjadi lebih mudah capek
dan tidak mampu mempertahankan aktivitas serta kecepatan kontraksi akan
melambat, tergantinya serabut otot dengan jaringan ikat atau lemak, dan rusaknya
membran sel otot karena berkurangnya komponen cairan dan potassium di
dalamnya. Semua aktivitas sehari-hari dipengaruhi oleh fungsi otot skeletal
dimana dikontrol oleh neuron. Perubahan otot karena proses menua diantarnya
adalah akibat pemecahan protein, lansia mengalami kehilangan massa tubuh yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
13
2.5.3. Sendi
Fungsi muskuloskeletal secara keseluruhan tergantung pada tulang, otot dan
sendi, namun sendi adalah satu-satunya komponen yang jika digunakan secara
terus menerus akan menunujukkan efek dan keausan bahkan pada massa dewasa
awal. Namun, pada kenyataannya proses degeneratif yang mempengaruhi efisiensi
fungsional sendi mulai terjadi sebelum skeletal matur Beberapa perubahan pada
persendian seiring penuaan adalah berkurangnya viskositas cairan sinovial,
degenerasi kolagen dan selelastin, pecahnya struktur fibrosa dalam jaringan
penghubung, perubahan seluler kartilago karena selalu digunakan secara terus
menerus, pembentukan jaringan scar dan kalsifikasi di persendian dan jaringan
penghubung. serta adanya perubahan degenartif pada arteri kartilago menjadi
retak, robek, dan permukaannya menipis. Akibat dari perubahan itu diantaranya
adalah gangguan gerakan fleksi dan ekstensi, penurunan fleksibilitas struktur
fibrosa, berkurangnya gerakan, adanya erosi tulang dan berkurangnya kemampuan
jaringan ikat (Whitbourne, 1985 dalam Miller, 2012).
Lansia yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi purin yang terlalu banyak juga
akan menyebabkan hasil metabolisme asam urat menumpuk di persendian hingga
bengkak dan terasa nyeri. Asam urat ini seharusnya dikeluarkan bersama urin dan
feses namun ketika ginjal sudah mengalami penurunan fungsi, maka penumpukan
asam urat akan bertambah parah (Mujahidullah, 2012).
Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada
sendi-sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang dipermukaan sendi.
Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada
jaringan penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak dipakai lagi,
mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi dan
deformitas (Stanley & Beare, 2012).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
15
Istilah gaya berjalan digunakan untuk menggambarkan cara utama atau gaya
ketika berjalan Siklus gaya berjalan dimulai dengan tumit mengangkat satu
tungkai dan berlanjut dengan tumit mengangkat tungkai yang sama. Interval ini
sama dengan 100% siklus gaya berjalan dan berlangsung 1 detik untuk
kenyamanan berjalan. (Fish & Nielsen, 1993 dalam Potter & Pery, 2005).
Gaya berjalan yang normal adalah menggerakkan ekstremitas atas dan bawah
(kaki dan tangan) secara spontan dan rileks secara menyilang, yaitu langkah kaki
dan tangan bergantian antara kanan dan kiri yang diikuti dengan kepala, leher dan
badan yang tegak mengarah ke depan. Lansia sering kali mengalami perubahan
gaya berjalan dari kondisi normal. Latihan berjalan juga dapat dilakukan pada
area yang kecil terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan area yang lebih luas,
dilakukan selama 10 hingga sampai 60 menit sebanyak 3-5 kali seminggu
(Nurviyandari, 2011). Sedangkan menurut Perry & Potter (2005), menyebutkan
bahwa postur jalan dengan kepala tegak; vertebrae servikal, thorakal, lumbal
sejajar; pinggul dan lutut berada dalam keadaan fleksi yang sesuai dan lengan
bebas mengayun bersama dengan kaki. penyakit atau trauma dapat mengurangi
toleransi aktivitas, sehingga memerlukan bantuan dalam berjalan. Selain itu,
kerusakan temporer dan permanen pada sistem muskuloskeletal dan saraf
memerlukan penggunaan alat bantu untuk berjalan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
16
Kelainan postur yang lain, knok-knee yaitu kurva kaki yang masuk ke dalam
sehingga lutut rapat jika seseorang berjalan, bowlegs yaitu satu atau dua kaki
bengkok keluar pada lutut, clubfoot yaitu deviasi medial dan plantar-fleksi kaki
(95%) dan deviasi lateral dan dorsofleksi (5%), footdrop yaitu plantarfleksi ;
ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan saraf peroneal dan pigeon-toes
yaitu rotasi dalam kaki depan (Potter & Perry, 2005).
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1. Rencana Asuhan Keperawatan pada Residen dengan gangguan sistem
Muskuloskeletal
Pengkajian mobilisasi lansia berfokus pada rentang gerak, gaya berjalan, latihan
fisik, dan toleransi aktivitas serta kesejajaran tubuh. Sedangkan intervensi
keperawatan yang dilakukan berfokus kepada upaya untuk memperbaiki fungsi
tubuh dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Perencanaan intervensi terapeutik
terhadap lansia yang bermasalah dengan mobilisasi sesuai dengan derajat risiko
lansia, dan perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangan residen,
tingkat kesehatan dan gaya hidup. Perencanaan perawatan juga termasuk
pemahaman kebutuhan lansia untuk mempertahankan fungsi motorik dan
kemandirian. Perawat dan residen bekerja sama membuat cara-cara untuk
mempertahankan keterlibatan residen dalam asuhan keperawatan dan mencapai
mobilisasi yang optimal dimana residen berada (Perry & Poter, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
17
Lansia dengan riwayat penggunaan obat relaksan otot, agen antireumatik dapat
menimbulkan kerusakan pada sistem muskuloskeletal ; kombinasi kemampuan,
kekuatan dan keseimbangan menentukan kemampuan fungsional residen tersebut;
cedera masa lalu (misalnya fraktur tulang pinggul) dapat mengindikasikan adanya
suatu kondisi osteoporosis. Riwayat nyeri sendi, dan kekakuan dan kelemahan
atau keletihan sering dihubungkan dengan adanya osteoartritis.
Intervensi yang dilakukan kepada residen berupa pengkajian kekuatan otot secara
berkala untuk dapat mengetahui intervensi apa yang akan dilakukan. Latihan
rentang gerak bertujuan agar tercapai rentang gerak normal. Latihan rentang gerak
yang dilakukan berupa rentang gerak aktif pada ekstremitas atas dan bawah. Hasil
yang diharapkan dari tindakan rentang gerak adalah residen dapat
mempertahankan rentang gerak pada sendi ekstremitas atas, residen dapat
menunjukkan aktivitas perawatan diri secara mandiri atau minimal
ketergantungan (Perry & Poter, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
18
Rencana asuhan keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan, yaitu :
mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, mencapai kembali kesejajaran
tubuh yang tepat ataupun pada tingkat yang optimal, mengurangi ceddera pada
sistem kulit dan muskuloskeletal dari ketidaktepatan mekanika atau kesejajaran,
mencapai ROM penuh dan optimal, mencegah kontraktur, mempertahankan
kepatenan jalan napas, mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal,
memobilisasi sekresi jalan napas, mempertahankan fungsi kardioveskuler,
meningkatkan toleransi aktivitas, mencapai pola eliminasi normal,
mempertahankan pola tidur normal, mencapai sosialisasi, mencapai kemandirian
penuh dalam aktivitas perawatan diri dan mencapai stimulasi fisik dan mental
Perry& Poter, 2005).
Untuk menjamin residen mendapatkan latihan yang rutin, perawat harus membuat
jadwal pada waktu tertentu, mungkin bersamaan dengan aktivitas keperawatan
lain, seperti saat memandikan residen. Hal ini memungkinkan perawat untuk
mengkaji secara sistematik dan meningkatkan rentang gerak residen. Kecuali
kontraindikasi, rencana keperawatan harus meliputi menggerakkan ekstremitas
residen dengan rentang gerak penuh. Pergerakan dilakukan dengan lembut dan
tidak menyebabkan nyeri. Perawat tidak memaksakan seni melebihi
kemampuannya. Setiap gerakan diulang 5 kali setiap bagian (Perry & Poter,
2005).
Evaluasi hasil dan respon dari asuhan keperawatan, perawat mengukur efektifitas
semua intervensinya. Tujuan dan kriteria hasil adalah kemampuan residen
mempertahankan atau meningkatkan kesejajaran tubuh dan mpbilisasi sendi.
Perawat mengevaluasi intervensi khusus yang diciptakan untuk mendukung
kesejajaran tubuh, meningkatkan mobilisasi dan melindungi residen dari bahaya
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
19
Dalam dekade terakhir, penelitian telah menemukan bahwa terapi oral atau
transdermal estrogen efektif dalam mencegah kehilangan tulang dan mengurangi
insiden fraktur pada wanita postmenopouse. Wanita post menopouse yang
mengkonsumsi estrogen secara oral selama 5 tahun atau lebih dapat mengurangi
resiko fraktur 50% (National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin
Disease, 1991 dalam Miller 2012). Estrogen sangat efektif untuk mencegah lebih
lanjut kehilangan tulang pada pengoabatan lansia, namun akan lebih efektif jika
digunakan pada awal periode menopouse. (Lindsay, 1987 dalam Miller 2012).
Calcitonin telah disetujui oleh Food and Drug Administration tahun 1984 sebagai
pengobatan osteoporosis, namun mengenai keefektifan penggunaan dalam jangka
waktu yang lama masih belum diteliti lebih lanjut.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
20
antasida, merupakan sumber yang efektif dan murah dari kalsium elemental.
Untuk vitamin yang lainnya seperti vitamin D, orang dewasa harus
mengkonsumsi 400 IU vitamin D perhari, sedangkan ada batasan dalam
mengkonsumsi vitamin A yakni, jika lebih dari 5000 IU perhari dapat
mengganggu proses remodeling tulang (Miller, 2012).
Manfaat olahraga pada lansia antara lain dapat memperpanjang usia, menyehatkan
jantung, otot, dan tulang, membuat lansia lebih mandiri, mencegah obesitas,
mengurangi kecemasan dan depresi, dan memperoleh kepercayaan diri yang lebih
tinggi. Adapun prinsip dari latihan fisik yang dilakukan pada lansia adalah
membantu agar tubuh tetap bergerak, meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah
cedera, dan memberi kontak psikologis. Penelitian yang dilakukan oleh Alan
Gow, dari University of Edinburgh di Skotlandia menjelaskan bahwa orang yang
berusia tujuh-puluhan dan ikut dalam banyak olah raga fisik termasuk berjalan
kaki beberapa kali dalam satu pekan, memiliki sedikit penyusutan otak dan tanda
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
21
lain penuaan pada otak ketimbang mereka yang kurang aktif secara fisik. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah (2011) yang menjelaskan
bahwa adanya pengaruh latihan rentang gerak terhadap lingkup gerak sendi pada
pasien pasca fraktur femur di RSU Muhammad Hoesin, Palembang.
Latihan fisik pada lansia yang dapat dilakukan adalah Range of Motion (ROM)
yaitu jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu
dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, tranversal, dan frontal. Potongan sagital
adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh
menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi
dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang. Potongan tranversal
adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.
Selain untuk menatasi keterbatasan gerak sendi, ROM juga dapat meningkatkan
kekuatan otot, yang berarti bahwa latihan gerakan sendi yang memungkinkan
terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-
masing persendiaannya sesuai gerakan normal baik secara aktif maupun pasif atau
latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Pery, 2005). Penelitian
yang dilakukan oleh Utami (2003) menjelaskan bahwa adanya pengaruh latihan
ROM aktif terhadap kemampuan mobilisasi pada lansia dengan gangguan
muskuloskeletal lebih baik dari sebelum dilakukan latihan ROM aktif.
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan konstruksi
sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan. Pada
potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku)
dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi
dan adduksi (lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan
tranversal, gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan
eksternal (lutut), dan dorsofleksi dan plantarfleksi (kaki) (Perry & Poter, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
22
Jenis ROM terdiri dari dua jenis, ROM aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh
pasien dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan
membimbing pasien dalam melaksanakan gerakan sendiri secara mandiri dengan
rentang gerak normal. Kekuatan otot pasien 75%, hal ini untuk melatih
kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya
secara aktif. Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh
dari kepala sampai ujung kaki oleh klien sendiri secaraaktif.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
23
ROM pasif adalah energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain
(perawat) atau mekanik. Kekuatan otot 50%. Indikasi latihan ROM pasif adalah
pasien dengan keterbatasan mobilisasi , pasien tidak mampu melakukan beberapa
atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total dan
pasien dengan paralisis ekstremitas total (Suratun dkk, 2008), rentang ini berguna
untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot
pasien secara pasif. Sendi yang digerakkan pada ROM secara pasif ini adalah
seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien
tidak mampu melaksanakannya secara mandiri (Pujiastuti, dkk, 2003).
Nursing Home adalah pelayanan yang ditujukan bagi residen yang mengalami
penurunan fisiologis sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannaya (Wagner, 2008). Nursing home dapat diklasifikasikan dalam 2
kelompok berdasarkan kesehatan : partial care dan total care, dimana residen
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi sebagian atau secara
keseluruhan semua kebutuhannya. Pertumbuhan industri perawatan subakut dan
managed care merupakan kekuatan pasar yang mengubah penampilan populasi
rumah perawatan tradisional, meningkatkan jumlah residen jangka pendek. Secara
khusus residen dengan total care bertempat tinggal di nursing home untuk periode
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
24
lebih dari 6 bulan dan menetap disana sampai meninggal. Mereka juga cenderung
menua dan mengalami defisit kognitif serta kerusakan fungsi yang lebih besar
(Potter & Perry, 2005).
Sesuai dengan perawatan jangka panjang, maka di STW ini, dilakukan kegiatan-
kegiatan yang melibatkan semua residen baik mengenai penggunaan fisik seperti
senam relaksasi, senam bugar lansia ataupaun kegiatan yang melibatkan kognitif
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
26
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Diri
Ibu S.M. (87 tahun), berjenis kelamin perempuan, agama Islam, pernah bekerja
sebagai guru privat Bahasa Perancis, anak pertama dari tiga bersaudara ini datang
ke panti tahun 1998 karena merasa bingung akan tinggal bersama siapa karena
saudara laki-lakinya sudah meninggal dan ingin tinggal bersama teman-teman
sebayanya sehingga bisa berinteraksi dengan bebas. Saat ini residen menempati
kamar C20 wisma Cempaka dengan ditemani oleh 2 caregiver yang saling
bergantian siang dan malam.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
27
Residen mempunyai kebiasaan tidur secara teratur mulai pukul 20/21 dan bangun
pukul 04, dan tidur siang selama 2 atau 3 jam setiap hari, residen tidur dengan
menggunakan pampers. Residen mengaku kebutuhan tidurnya tercukupi dan tidak
tampak mengantuk. Mandi dengan bantuan caregiver secara total meskipun
residen mampu untuk melakukan gerak dan berpindah posisi. Residen tidak
mempunyai keluhan terkait pola BAK, 3-4 x sehari dengan menggunakan
pampers, dan BAB lancar 2 kali sehari, saat ini tidak ada keluhan konstipasi.
Ibu S.M. termasuk orang yang senang keluar dengan penampilan yang sangat
rapih dari kepala hingga ujung kaki, ia selalu main dibagian luar panti untuk
sekedar berjemur atau melihat lalu lalang orang di jalan. Pemenuhan kebutuhan
sehari-hari residen dibantu oleh caregiver yang bergantian antara siang dan
malam. Residen selalu mengikuti semua kegiatan sasana dengan dibantu oleh
caregiver. Selama 7 minggu penulis bersama residen, tidak terlihat ia keluar
sasana untuk jalan-jalan sendiri ataupun dikunjungi dan diajak oleh keluarga
residen untuk jalan-jalan ke suatu tempat, dan menurutnya bahwa berkumpul dan
mengikuti semua kegiatan sasana merupakan suatu hiburan yang sangat
membahagiakan sehingga tidak jenuh dan waktu yang terasa cepat berlalu.
Dalam hal kondisi psikososial residen, dari hasil observasi dan wawancara
menunjukkan bahwa residen tampak sehat dan selalu tersenyum jika disapa,
mudah menjawab hampir semua pertanyaan yang diajukan penulis. Dari
pengkajian MMSE (Mini Mental State Examination) didapatkan nilai 27 dengan
interpretasi normal.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
28
Pada pemeriksaan mulut : posisi simetris, mukosa tidak kering dan tidak ada
stomatitis. Pada pemeriksaan telinga : posisi simetris antara kanan dan kiri, tidak
ada keluhan nyeri pada telinga luar maupun dalam, tidak ada pengeluaran sekret,
fungsi pendengaran baik, masih mampu mendengar semua pembicaraan dengan
penulis. Pada leher, tidak ada pembesaran Kelenjar Getah Bening, tidak ada
peningkatan vena jugularis, tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan dada : bentuk
dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan paru, residen tidak tampak sesak napas, didapatkan tactil
fremitus antara toraks posterior dan anterior sama, terdengar bunyi resonance,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
29
terdengar vesikuler, tidak terdengan wheezing ataupun ronchi. Pada jantung, tidak
tampak adanya denyutan iktus kordis, didapatkan BJ I-II normla, gallop tidak
ada,murmur tidak ada. Pada pemeriksaan abdomen bentuk simetris tidak ada
kelainan, teraba supel tidak ada nyeri tekan. Pada sistem muskuloskeletal didapat
data kekuatan otot kurang dibandingkan dengan bagian lain dan bernilai 4 pada
semua ekstremitas, otot lengan teraba lembek, dan residen selalu duduk di kursi
roda.
Residen mengeluh tidak bisa berdiri lama dan jika berdiri harus berpegangan pada
handrail dan tidak bisa berjalan dengan cepat. Residen mengatakan semua
kebutuhannya dibantu oleh care giver, jika tidak maka residen tidak bisa
melakukan apa-apa kecuali duduk di kursi roda atau tiduran di tempat tidur.
Keluhan itu muncul setelah operasi tulang femur kedua kalinya pada tahun 2008-
an dan sebelumnya pada tahun 1998 karena terjatuh dari kursi.
Pada pengkajian tingkat kemandirian Indeks Katz didapatkan data bahwa pada
aktivitas mandi, residen memerlukan bantuan lebih dari satu bagian tubuh, yaitu
kepala bagian belakang jika dikeramas, bahu, pungung atas dan bawah, kaki serta
telapak kaki dan jari kaki, tangan sebelah kanan perlu bantuan total oleh caregiver
Pada aktivitas berpakaian perlu bantuan lebih dimana residen memerlukan
bantuan ketika memasukkan lengan kanan dan kiri ke dalam baju dan
meresletingkan bajunya. Pada aktivitas ke toilet perlu bantuan dalam eliminasi,
baik dalam jalan menuju ke kamar mandi nya ataupun membuka pampers atau
pakaian dalam tetap dibantu oleh caregiver. Pada aktivitas berpindah dari tempat
tidur ke kursi roda atau sebaliknya memerlukan bantuan caregiver karena
kekuatan kaki tidak maksimal sehingga memerlukan penopang untuk berjalan.
Residen bisa mengontrol eliminasi baik urin maupun fekal walaupun
menggunakan pampers namun jika akan BAK atau BAB residen memberi tahukan
terlebih dahulu kepada caregiver, dan dalam hal kegiatan makan, residen bisa
melakukan makan sendiri, dan makanan dan minuman telah dipersapkan terlebih
dahulu oleh residen. Dari keadaan diatas dapat dihitung skor untuk tingkat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
30
Pengkajian Resiko Jatuh : Morse Fall Scale (MFS) didapatkan nilai 40 dengan
interpretasi hasil risiko jatuh rendah, dari Berg Balance Test (BBT) didapatkan
nilai 16 dengan interpretasi hasil : Lansia memiliki resiko jatuh tinggi dan perlu
menggunakan alat bantu jalan berupa kursi roda.
Pada data objektif tampak bahwa : kekuatan otot kurang bila dibandingkan
dengan bagian lain, otot lengan teraba lembek, residen tampak selalu
menggunakan kursi roda dalam posisi dan semua pemenuhan kebutuhan sehari-
hari dibantu oleh caregiver, residen selalu mengikuti kegiatan STW terutama
senam bugar lansia dan senam relaksasi. Kegiatan lain yang sering dilakukan oleh
residen adalah berjemur atau hanya jalan-jalan tapi tetap dengan menggunakan
kursi roda dan dibantu oleh caregiver, kurangnya keinginan yang tinggi dari
residen untuk melakukan latihan atau melakukan gerak tanpa kursi roda,
walaupun sebenarnya residen mempunyai kekuatan untuk berjalan dengan
bantuan. Residen juga mempunyai caregiver 2 orang yang bergantian antara siang
dan malam sehingga semua kebutuhan residen terpenuhi, tampak melambatnya
pergerakan residen.
Pada masalah gaya hidup kurang gerak, data subyektif didapatkan data dari hasil
wawancara yang dilakukan dengan salah satu caregiver mengatakan bahwa
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
31
residen termasuk orang yang malas untuk bergerak, seperti dia akan lebih memilih
untuk duduk di kursi roda daripada latihan jalan, atau meminta tolong untuk
mengambil barang-barang kecil yang diperlukan kepada caregiver daripada
mengambilnya sendiri, menyatakan lebih menyukai aktifitas fisik rendah. Data
objektif yang terlihat dari residen adalah selalu terlihatnya residen di kursi roda
yang menunujukka ketidakbugaran fisik
Masalah lain yang timbul adalah risiko jatuh dengan data subyektif meliputi :
residen dengan usia 87 tahun mengatakan pernah mengalami jatuh beberapa tahun
yang lalu serta dilakukan operasi femur, dan saat ini menggunakan kursi roda, jika
berdiri harus berpegangan pada handrail serta tidak bisa berjalan dengan cepat.
Hasil BBT mempunyai nila 16 dengan interpretasi hasil risiko jatuh tinggi dan
perlu menggunakan alat bantu jalan berua kursi roda.
Rencana tindakan pada residen yaitu kaji tingkat kekuatan otot residen secara
berkala, lakukan evaluasi dan validasi keadaan residen saat ini, untuk menentukan
intervensi yang sesuai untuk residen, dokumentasikan tingkat kekuatan otot
residen untuk melihat perkembangan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
32
Diskusikan dengan residen tentang masalah kekakuan pada sendi dan otot yang
dialami residen, untuk mengetahui secara jelas penyebab kekakuan pada pada
sendi dan otot yang dialami. Diskusikan dengan residen aktivitas yang masih
dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi residen dalam melakukan
aktivitas. Diskusikan dengan residen mengenai perawatan yang telah dilakukan
untuk mengurangi nyeri sendi, rasionalnya untuk mengetahui sejauh mana usaha
residen menyelesaikan masalah. Anjurkan residen untuk berjemur pada pagi hari
untuk mendapatkan penyinaran langsung dari matahari sebagai sumber vitamin D
yang dapat meningkatkan kekuatan tulang dan sendi.
Intervensi selanjutnya adalah ajarkan residen latihan rentang gerak pada semua
ekstremitas yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan residen dalam
mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot dan sendi serta meningkatkan
sirkulasi. Anjurkan residen berlatih dengan menggunakan peralatan yang tersedia
seperti latihan jongkok dan berdiri dengan menggunakan kursi serta meremas
koran menjadi bola kertas. Tindakan ini bertujuan untuk meningktakan dan
mempertahankan kekuatan otot dan sendi serta meningkatkan sirkulasi secara
mandiri. Latih residen untuk melakukan perubahan posisi dari berbaring keduduk
dan dari duduk keberdiri, untuk meningkatkan kemampuan residen melakukan
aktivitas sehari-hari. Motivasi residen untuk berkonsultasi dengan medis jika
kekakuan pada sendi dan otot semakin meningkat, dengan rasional bahwa terapi
farmakologis untuk menguarangi kekakuan sendi dan otot.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
33
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa gaya hidup kurang gerak antara lain :
buat program dan memberi bantuan untuk aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan
spiritual tertentu untuk meningkatkan rentang, frekuensi atau durasi aktivitas
individu, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada residen untuk
melakukan aktivitas gerak secara teratur. Fasilitasi aktivitas fisik tertentu untuk
mempertahankan atau mencapai tingkat kebugaran dana kesehatan yang lebih
tinggi, fasilitasi pelatihan otot sensitif secara teratur untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan otot serta persiapkan residen untuk mencapai dan
mempertahankan tingkat aktivitas yang diprogramkan yang bertujuan agar semua
kegiatan yang sudah terprogram dapat dilaksanakan dan mempunyai hasil yang
positif. Pada intervensi kolaborasi dapat dilakukan rujukan kepada ahli terapi fisik
untuk latihan kondisi khusus, jika diperlukan.
Diskusikan dengan residen pemilihan alas kaki yang tidak menyebabkan resiko
jatuh, dengan rasional untuk melibatkan residen dalam memutuskan suatu pilihan
meningkatkan hubungan saling percaya, demonstrasikan cara pengguanaan alat
bantu jalan dan cara berpegangan pada handrail untuk mencegah jatuh dengan
rasional untuk meningkatkan keterampilan residen dalam menggunakan alat bantu
jalan. Motivasi residen untuk mengikuti senam di STW untuk meningkatkan
kekuatan otot, motivasi residen untuk melakukan latihan ROM di kamar baik
dalam keadaan berbaring atau duduk. Bekerjasama dengan caregiver dalam
menciptakan lingkungan yang aman termasuk lantai kamar mandi yang tidak
licin, bekerjasama dengan caregiver dalam merapikan kamar tidur, motivasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
34
residen untuk selalu menggunakan alas kaki untuk mencegah jatuh. Berkolaborasi
dengan anggota tim kesehatan lain untuk meminimalkan efek samping obat yang
dapat menyebabkan jatuh, rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan cara berjalan dan
latihan fisik untuk memperbaiki mobilitas, keseimbangan dan kekuatan jika
diperlukan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
35
aktivitas apa saja yang masih bisa dilakukan oleh residen, dalam hal ini penulis
juga menanyakan langsung dengan caregiver yang menangani residen. Penulis
juga menanyakan kepada residen dan caregiver tentang usaha yang telah
dilakukan untuk mengurangi nyeri baik usaha secara mandiri maupun konsultasi
ke dokter STW ataupun dokter yang biasa residen kunjungi.
Latihan gerak sendi selanjutnya yaitu sirkumduksi dan evaluasi dari gerakan bahu
sebelumnya. Pertemuan selanjutnya, penulis menanyakan tentang latihan rentang
gerak yang telah diajarkan apakah sudah diulangi di dalam kamar sebelum tidur
atau setelah bangun pada hari hari serta mengulangi semua gerakan yang telah
diajarkan dari awal hingga gerakan yang terakhir. Gerakan ditambah dengan
sirkumduksi pada bahu, serta fleksi dan ekstensi pada siku. Semua latihan dan
gerakan yang diajarkan pada residen, dilakukan dengan duduk di kursi roda,
sehingga tidak terlihat bagaimana keseimbangan tubuh residen itu sendiri.
Pertemuan selanjutnya adalah dengan gerakan supinasi dan pronasi pada lengan
bawah, selanjutnya pergelangan tangan meliputi fleksi, ekstensi dan hiperekstensi,
abduksi dan adduksi dan tetap dilakukan sambil duduk di kursi roda. Penulis tetap
memeprhatikan keadaan residen, dan jika residen terlihat capai, latihan segera
dihentikan dan melakukan untuk kontrak selanjutnya serta menganjurkan residen
untuk intirahat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
36
Latihan rentang gerak sendi selanjutnya adalah gerakan pada jari-jari tangan
seperti ekstensi, hiperekstensi, abduksi dan adduksi serta ibu jari tangan residen.
Pertemuan selanjutnya adalah gerakan pinggul, dimana pada gerakan ini, baik
residen maupun penulis mengalami kesulitan karena residen tidak kuat untuk
berdiri lama sehingga gerakan ini dilakukan tidak maksimal. Gerakan meliputi
fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi, rotasi dalam dan rotasi luar serta
sirkumduksi.
Penulis juga memberikan motivasi kepada residen untuk melakukan ROM secara
mandiri dengan diawasi oleh caregiver pada waktu malam sebelum tidur dan
pagi-pagi setelah bangun dengan rutin meskipun hanya sebentar, tak kalah
pentingnya penulis juga melibatkan caregiver dalam melatih ROM dan latihan
berjalan dalam hal intensitas latihan, lamanya latihan serta respon yang
ditunjukkan oleh residen selama latihan. Setiap selesai melakukan latihan gerak
sendi, penulis memberikan reinforcement positif atas usaha yang dilakukan
residen.
ROM dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan observasi vital sign dan
menanyakan keluhan yang dirasakan residen saat itu. Intervensi terhadap masalah
keperawatan lainnya dilakukan diantara intervensi yang dilakukan pada masalah
keperawatan pertama. Untuk meningkatkan latihan fisik, penulis juga
mengajarkan tentang latihan jalan kepada residen dimulai dengan area yang dekat
yaitu di depan kamar antara pintu kamar residen ke pintu kamar berikutnya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
37
Latihan berjalan ditingkatkan sedikit demi sedikit dan jarak latihan meningkat
menjadi melewati beberapa kamar hingga ujung.
3.5. Evaluasi
Pada evaluasi Subjektif namun residen mengatakan bisa berdiri dengan
berpegangan pada dinding dan berjalan pelan-pelan dan mengatakan bisa
melakukannya. Residen mengatakan bahwa ia mulai menggunakan kursi roda
sejak beberapa tahun yang lalu ketika ia mengalami jatuh dan dilakukan operasi
femur sebelah kanan. Sebelumnya residen menggunakan alat batu jalan walker,
namun setelah dilakukan operasi yang kedua kalinya residen baru menggunakan
kursi roda. Caregiver mengatakan bahwa residen melakukan gerakan hanya
sebentar dengan alasan sudah lelah.
Ketika diajarkan latihan ROM, residen tampak mengikuti gerakan yang diajarkan
walaupun terlihat tidak maksimal terutama pada gerakan ekstremitas bawah.
Residen mencoba mengulangi latihan rentang gerak yang telah diajarkan namun
hanya sebentar karena mengeluh sudah merasa cape sehingga gerakan yang
diajarkan tidak terlalu banyak. Pada gerakan sendi pinggul, residen mengalami
kesulitan karena tidak dapat berdiri tanpa berpegangan dalam waktu yang lama,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
38
Pada latihan ROM minggu pertama, gerakan kepala bisa dilakukan sesuai dengan
petunjuk yang diberikan, gerakan bahu dan leher belum maksimal dan residen
mengeluh cepat lelah sehingga latihan ROM dilakukan hanya sebentar. Pada
minggu kedua gerakan tangan bisa dilakukan namun tidak bisa lama, sedangkan
pada ekstremitas bawah hanya sedikit yang bisa dilakukan dan tidak bisa lama.
Pada jari kaki juga tidak bisa maksimal namun tampak adanya penggunaan otot
yang menunjukkan adanya usaha untuk bergerak
Latihan jalan pada minggu kelima residen tampak ketakutan ketika pegangan
tangan penulis dilepaskan, namun dengan semangat yang tinggi residen tetap
meneruskan usaha untuk berjalan dan jarak yang bisa ditempuh dari minggu
pertama latihan adalah dari pintu kamar satu ke pintu kamar lainnya. Residen
tampak semangat untuk melanjutkan latihan jalan namun waktu makan sore sudah
tiba sehingga latihan dapat dilanjutkan esok harinya.
Pada latihan jalan selanjutnya, residen tampak bisa berjalan lebih jauh lagi dengan
kecepatan yang lebih dari sebelumnya dan jarak kian bertambah seiring dengan
seringnya latihan jalan yang dilakukan residen. Setelah dilakukan ROM dan
latihan jalan dalam waktu 7 minggu, hambatan mobilitas fisik masih tampak pada
residen Residen S.M. sehingga latihan baik ROM maupun latihan jalan harus
selalu dilakukan agar kekuatan otot tetap bertahan bahkan meningkat dengan
melibatkan caregiver.
Pada evaluasi analisis residen tampak terlihat antusias ketika diajarkan teknik
latihan ROM dan tampak semangat ketika diajak untuk latihan berjalan. Selama
penulis melakukan praktik di Wisma Cempaka, residen tidak mangalami jatuh
dan tetap tercipta lingkungan yang aman dan tidak beresiko menimbulkan jatuh,
serta residen selalu menggunakan alas kaki sebagai perlindungan dirinya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
39
Rencana tindak lanjut yang dilakukan adalah motivasi residen untuk melakukan
latihan gerak sendi dan mencoba menganjurkan dengan melibatkan caregiver
untuk mengingatkn residen agar latihan gerak sendi secara bertahap namun
dilakukan secara terus menerus.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
40
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Sarana yang ada di STW Karya Bhakti berupa akomodasi meliputi fasilitas-
fasilitas yang berfungsi untuk mendukung semua kegiatan residen di sasana, staf
yang siap membantu semua kebutuhan residen, mempunyai tenaga perawat yang
menrima perawatan residen yang memerlukanpengawasan khusus. Pelayanan juga
meliputi pelayanan kesehatan berupa konsultasi ahli, asuhan keperawatan,
fisioterapi, farmasi, rawat jalan, rawat inap, rujukan RS dan kegawatdaruratan;
pelayanan sosial berupa pembinaan mental spiritual sesuai keyakinan, senam, seni
tradisional (angklung), bernyanyi, kegiatan keterampilan membuat anyaman atau
menyulam, berkebun, dan kegitan bincang-bincang dengan beberapa tokoh atau
instansi. Selain itu, di sasana tresna werdha ini lansia dapat memanfaatkan hobi
yang dapat dilakukan dan ada rekreasi bersama; pelayanan harian lanjut usia
melalui pemeriksaan kesehatan harian berupa pemeriksaan tanda-tanda vital;
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
41
pelayanan individu dan pelayanan kelompok sesuai kebutuhan lansia. Lansia yang
ingin tinggal di sasana harus memiliki syarat khusus.
Persyaratan bagi lansia yang ingin menetap di STW Karya Bhakti, antara lain:
berusia di atas 60 tahun, sehat jasmani maupun rohani, mandiri, ingin tinggal di
STW atas keinginan sendiri, memiliki penanggung jawab keluarga, dan yang
terpenting adalah tidak ada paksaan. STW Karya Bhakti dilengkapi oleh sarana
dan prasarana, antara lain fasilitas hunian, klinik werdha, fasilitas penunjang
kesehatan lansia, dan fasilitas lain yang mendukung.
Fasilitas hunian meliputi wisma Aster kapasitas 18 kamar VIP, Wisma Bungur
kapasitas 25 kamar, Wisma Cempaka kapasitas 26 kamar, dan Wisma Dahlia
kapasitas 8 kamar. Fasilitas klinik werdha antara lain Wisma Wijaya Kusuma
kapasitas 3 kamar VIP, bangsal rawat inap 15 tempat tidur, pelayanan 24 jam.
Fasilitas penunjang pelayanan lansia antara lain Wisma Soka, Wisma Mawar,
Wisma Kamboja, dan Wisma Kenanga. Fasilitas lain pendukung bagi kehidupan
lansia antara lain dapur, ruang cuci, ruang serba guna, perpustakaan, pendopo,
ruang pemeriksaan kesehatan.
Salah satu wisma yang ada di STW adalah Wisma Cempaka yang dihuni oleh 19
residen dengan kondisi kesehatan residen yang sebagian besar bisa mandiri dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Wisma Cempaka berada di bagian kiri
belakang STW yang berdekatan dengan mushola dan taman yang dijadikan
tempat menanam bunga dan sayuran oleh residen. Terdapat ruang tamu dan ruang
TV yang selalu dijadikan tempat untuk berkumpul residen dalam melakukan
kegiatan wisma ataupun acara keagamaan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
42
Pelayanan yang diberikan STW sebagai bagian dari nursing home secara umum
sudah sangat layak terhadap pelayanan residen di perkotaan. Pada pelayanan
nursing home, perawat harus menemani residen 6 jam sehari untuk melakukan
semua aspek perawatan (Burger, et al, 2009 dalam Miller 2012). Di STW,
pelayanan yang diberikan secara umum pada semua residen terutama pada residen
yang membutuhkan perawatan dan observasi khusus dan tidak terfokus pada satu
residen saja.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
43
menjalani profesinya dengan lebih banyak duduk sehingga aktifitas fisik kurang,
selain itu kebudayaan yang residen ikuti juga menunjukkan bahwa residen
merupakan tipe orang yang tidak mau mengambil resiko dalam arti dalam semua
hal selalu melihat keefektifan seperti menggunakan kendaraan kemanapun residen
pergi sehingga penggunaan tulang, sendi dan otot pada waktu muda kurang.
4.3. Analisis Inovasi ROM bagi Lansia dengan Hambatan Mobilitas Fisik
Pelaksanaan asuhan keparawatan yang diberikan kepada Ibu S.M. terhadap
masalah utama hambatan mobilitas fisik adalah latihan rentang gerak sendi
(ROM) yang dilakukan secara aktif dimana residen dapat melakukan sendri tanpa
tergantung kepada penulis dan latihan ini mempunyai tujuan utama yaitu
mengaktifkan kembali fungsi otot sehingga kekuatan otot meningkat dan
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dapat dilakukan secara mandiri dan
meminimalkan bantuan dari orang lain sehingga kehidupan residen lebih
berkualitas. Stanley & Beare (2007) menyebutkan bahwa perawat dapat memberi
dampak yang berarti pada kualitas hidup dan disabilitas yang berhubungan dengan
penyakit kronis pada sistem muskuloskeletal dengan cara memberi dorongan dan
mengajarkan suatu program kebugaran dan latihan yang efekif serta aman.
Disebutkan juga bahwa olahraga telah terbukti dapat menunda perubahan
fisiologis yang biasanya terjadi pada proses penuaan muskuloskeletal : penurunan
kekuatan dan fleksibilitas, peningkatan kerentanan terhadap cedera, peningkatan
lemak tubuh, penurunan kelenturan struktur sendi, dan osteoporosis. Hal serupa
dikatakan oleh ahli epidemiologi, Helmrich bahwa semua hal yang bertambah
pada saat Anda bertambah tua akan membaik dengan berolahraga.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
44
maupun untuk mereka yang mengalami maalah fisik atau mental yang kronis.
Latihan dan aktivitas fisik secara teratur dapat menunda proses penuaan, dan
dihubungkan dengan perasaan sejahtera, memperpanjang usia, dan peningkatan
fungsi kardiopulmonal (Stanley & Beare 2007).
Salah satu latihan yang dianjurkan adalah latihan rentang gerak (ROM) baik aktif
maupun pasif. Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan
kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif. Sebaliknya, gerakan pasif,
yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui latihan ROM hanya membantu
mempertahankan fleksibilitas. Untuk mempertahankan rentang gerak, sendi-sendi
harus dilatih delapan kali pengulangan dan dua sampai tiga kali pengulangan
perhari. Jika nyeri atau inflamasi sendi terjadi, gerakan yang perlahan atau rujukan
pada ahli fisioterapi diindikasikan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dawe, D, and Moore-Orr pada tahun 1995
menyebutkan bahwa rentang gerak dan aktivitas lain yang tidak berlebihan
bermanfaat bagi lansia dan dapat dimasukkan ke dalam asuhan keperawatan rutin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
45
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
46
Prohaska et al, (2009) dalam Miller 2012 menjelaskan bahwa usia lebih dari 65
tahun yang melakukan latihan jalan dapat menimbulkan efek positif pada
kesehatan, termasuk juga pencegahan penurunan kognitif. Dengan memberikan
arahan gaya berjalan pada residen memungkinkan perawat untuk membuat
kesimpulan tentang keseimbangan, postur, keamanan dan kemampuan berjalan
tanpa bantuan yang dapat meningkatkan mobilitas pada residen (Fish dan Nielsen,
1993 dalam Potter & Perry, 2005). Pemeriksaaan Indeks Kartz secara berkala
dapat dilakukan untuk mengetahui kemajuan yang dialami residen, serta
pemeriksaan lain juga dapat dilakukan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
47
BAB 5
5.1. Kesimpulan
STW Karya Bhakti Cibubur merupakan tempat pilihan residen untuk menikmati
hari tuanya dengan peningkatan kualitas kesehatan yang optimal, dimana di STW
ini terdapat sarana dan prasarana untuk mendukung semua kegiatan residen, serta
pelayanan kesehatan berupa rawat inap, rawat jalan serta rujukan, dan dari semua
itu kehidupan STW layak menjadi pilihan hunian bagi residen.
Residen yang tinggal di STW mempunyai masalah yang beragam, salah satunya
adalah masalah hambatan mobilitas fisik dimana untuk membantu dalam
mengatasinya ada berbagai cara yaitu latihan gerak sendi (ROM) yaitu latihan
gerak sendi bertujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan
kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah
kekakuan pada sendi, perangsang sirkulasi darah, dan mencegah kelainan bentuk,
kekakuan dan kontraktur. Mobilitas dan aktivitas adalah hal yang vital bagi
kesehatan total residen. Penyakit muskuloskeletal bukan merupakan suatu
konsekuensi penuaan yang tidak adapat dihindari dan karenanya harus dianggap
sebagai suatu proses penyakit spesifik, tidak hanya sebagai akibat dari penuaan.
Walaupun jenis aktivitas berubah sepanjang kehidupan manusia, mobilitas adalah
pusat untuk berpartisipasi dalam menikmati kehidupan. Mempertahankan
mobilitas optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua residen.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
48
Masalah yang muncul dari pengkajian diatas selain hambatan mobilitas fisik juga
muncul gaya hidup kurang gerak, dan resiko jatuh. Adapun intervensi yang
dilakukan kepada residen bertujuan untuk meningktakn kekuatan otot sehingga
tercapai kemandirian residen, sedangkan implementasi yang telah dilakukan
adalah latihan rentang gerak sendi (RPS) yang dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan, juga dilakukan latihan jalan serta memodifikasi lingkungan
untuk mencegah resiko jatuh.
5.2. Saran
Dengan adanya tulisan ini, diharapkan adanya tindak lanjut dan latihan khusus
yang berkesinambungan dengan pengawasan dari pihak pemberi pelayanan, serta
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
49
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Tiya Yulia, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, R.B, & Martono, H.H. (2004). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Keluarga
Doenges, Marilynn E, Mary F.M. & Alice C.G. ( 2001). Rencana Asuhan
Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ebersole, Priscilia, Petricia hess & Theris Touhy (2010) Gerontological Nursing
Healthy aging. Second Edition. St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby.
Irwansyah, Fadli (2011) Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Lingkup Gerak Sendi
Pada Pasien Fraktur post Operasi Orif di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Muhammad Hoesin palembang
Miller, C.A. (20012). Nursing Care of Older Adult: Theory and Practice.
Philadelphia: JB. Lippincott
Miller, Carol A. (2010). Nursing for wellness in older adults (6th ed.).
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Potter, Patricia A. & Anne Griffin Perry (2005). Buku ajar Fundamental
Keperawatan. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Stanley, Mickey & Patricia Gaunlett Beare (2007). Buku ajar Keperawatan
Gerontik. Edisi Kedua. Jakarta: EGC
Stanley Mickey & Patricia Gautlett Bare. (2006). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Jakarta: EGC.
Strimpakos, Nikolaos (2011). The Assessment of the Cervical Spine Part 1: Range
of Motion and Proprioception
Ting Ji, Wen, Kai Tao, Cheng Tao. (2012). A Three Dimensional parameteried
and Visually Kinematic Simulation Module for The Theoritical Range Of
Moion Of Total Hip Arthroplasty
Beri tanda ceklist () antara jawaban ya atau tidak pada tiap pertanyaan.
Panduan penilaian
Interpretasi Hasil
Max Score
Orientation
5 ( 5 ) Sebutkan (tahun) (bulan) (tanggal) (hari) (musim/ jam)?
5 ( 5 ) Dimanakah kita sekarang (kamar) (wisma) (kota)
(provinsi) (negara)?
Registration
3 ( 2 ) Sebutkan 3 ojek benda.: 1 detik utuk menyebutkan masing-
masing.
Kemudian tanyakan kepada lansia setelah kita
menyebutkan 3 benda tersebut. Beri nilai 1 untuk masing-
masing jawaban yang benar. Ulangi sampai lansia dapat
menyebutkan semuanya. HItung berapa kali lansia mencoba
menyebutkan. Mencoba _______
Recall
3 ( 3 ) Sebutkan kembali 3 benda yang disebutkan di awal. Beri 1
poin untuk jawaban yg benar
Language
2 ( 2 ) Menyebutkan 2 benda yang ada di meja/sekitar
1 ( 1 ) Buat/Ulangi satu kalimat tidak boleh ada penghubung
(jangan lebih dari 5 kata).Contoh matahari terbit dari timur
3 ( 3 ) Ikuti 3 Perintah Ambil kertas di tangan mu, lipat menjadi
dua dan letakan diatas lantai
1 ( 1 ) Baca dan ikuti perintah: Tutup matamu
1 ( 1 ) Tulis kalimat
1 ( 1 ) Gambarkan kembali gambar berikut. (yang dinilai jumlah
sisi dan ada yang beririsan)
Interpretasi Hasil
Nilai maksimal 30
Nilai < 23 : gangguan kognitif
Nilai 23-30 : Normal
Hasil yang diperoleh terhadap tes yang dilakukan kepada ibu SM berjumlah 27
dengan interpretasi hasil : Normal
Interpretasi Hasil
Nilai 6 : Kemandirian penuh
Nilai 4: Gangguan fungsional sebagian (kemandirian sebagian)
Nilai 0-2 : Gangguan fungsional berat (Ketergantungan tinggi)
D. Pengkajian Resiko Jatuh: Morse Fall Scale (MFS) Skala Jatuh dari Morse
Interpretasi Hasil
Nilai 0-24 : Tidak memiliki risiko jatuh
Nilai 25-50: Risiko jatuh rendah
Nilai 51 : Risiko jatuh tinggi
Jumlah nilai yang di dapat Ibu SM adalah 40 dengan interpretasi hasil: Risiko
jatuh rendah
( ) 1 duduk mandiri tapi tidak mampu mengontrol pada saat dari berdiri
ke duduk
( ) 0 membutuhkan bantuan untuk duduk
5. Berpindah
Instruksi: buatlah kursi bersebelahan. Minta klien untuk berpindah ke kursi
yang memiliki penyagga tangan kemudian ke arah kursi yang tidak
memiliki penyangga tangan
( ) 4 mampu berpindah dengan sedikit penggunaan tangan
( ) 3 mampu berpindah dengan bantuan tangan
( ) 2 mampu berpindah dengan isyarat verbal atau pengawasan
( ) 1 membutuhkan seseorang untuk membantu
( ) 0 membutuhkan dua orang untuk membantu atau mengawasi
6. Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup
Instruksi: tutup mata Anda dan berdiri selama 10 detik
( ) 4 mampu berdiri selama 10 detik dengan aman
( ) 3 mampu berdiri selama 10 detik dengan pengawasan
( ) 2 mampu berdiri selama 3 detik
( ) 1 tidak mampu menahan mata agar tetap tertutup tetapi tetap berdiri
dengan aman
( ) 0 membutuhkan bantuan agar tidak jatuh
7. Berdiri tanpa bantuan dengan dua kaki rapat
Instruksi: rapatkan kaki Anda dan berdirilah tanpa berpegangan
( ) 4 mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit
( ) 3 mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit dengan
pengawasan
( ) 2 mampu merapatkan kaki tetapi tidak dapat bertahan selama 30
detik
( ) 1 membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi yang diperintahkan
tetapi mampu berdiri selama 15 detik
( ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat
bertahan selama 15 detik
Total Skor:___16_______
Interpretasi Hasil
Nilai 0-20 : Lansia memiliki risiko jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat antu
jalan berupa kursi roda
Nilai 21-40 : Lansia memiliki risiko jatuh sedang dan perlu menggunakan alat
bantu jalan seperti tongkat, kruk dan walker
Nilai 41-56 : Lansia memiliki risiko jatuh rendah dan tidak memerlukan alat bantu
Pada Ibu SM didapatkan nilai 16 dengan interpretasi hasil : Lansia memiliki risiko
jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat bantu jalan berupa kursi roda.
Abduksi Gerakkan lengan ke arah samping dari posisi Angkat tangan klien ke atas hingga mencapai
istirahat di sisi tubuh ke posisi di samping bagian kepala tempat tidur, kembalikan ke
kepala posisi semula
Adduksi anterior a) Gerakkan lengan dari posisi di samping Gerakkan tangan klien melewati tubuh
dan posterior kepala, menurun, hingga hingga mencapai tangan klien yang lain,
menyilang di depan tubuh kembali ke posisi semula.
sejauh mungkin
Supinasi - Pronasi Putar tangan bagian bawah sehingga telapak Putar lengan bawah ke arah luar sehingga
tangan menghadap ke atas telapak tangan menghadap ke atas
Putar tangan bagian bawah sehingga telapak Putar lengan bawah kearah sebaliknya
tangan menghadap ke bawah sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah
Adduksi/ fleksi Bengkokkan telapak tangan Bengkokkan telapak tangan ke arah samping
ulnar/ deviasi ulnar kearah samping kelingking kelingking dan luruskan kembali
Abduksi- adduksi Kembangkan jari-jari tangan dan kemudian Kembangkan jari-jari tangan dan kemudian
dekatkan kembali rapatkan kembali
Oposisi Sentuh ujung jari-jari lainnya Sentuh ujung jari-jari lainnya secara
secara bergantian bergantian
Panggul Fleksi ekstensi Gerakkan salah satu kaki depan Angkat kaki, tekuk lutut. Gerakkan lutut ke
ke atas. Posisi lutut dalam arah dada sejauh mungkin. Turunkan kaki,
keadaan ditekuk, luruskan dan luruskan lutut, kembali ke posisi semula
turunkan kembali
Rotasi internal Putar kaki kearah garis tengah tubuh Putar kaki kearah dalam
Rotasi eksternal Putar kaki kearah samping menjauhi garis Putar kaki kearah samping tubuh
tengah tubuh
Pergelangan Dorsi fleksi Gerakkan telapak kaki ke atas sehingga jari-jari Dorong telapak kaki
kaki mengarah ke atas kearah kaki dan
kembalikan ke posisi
semula
Plantar fleksi Gerakkan telapak kaki ke bawah sehingga jari- Dorong telapak kaki ke arah
jari menghadap ke bawah bawah dan kembalikan ke
posisi semula
Eversi Balikkan telapak ke arah Putar telapak kaki kearah luar
lateral
10
Abduksi -Adduksi Rentangkan jari-jari kaki Lebarkan jari-jari kaki dan dekatkan jari kaki
dan kemudian rapatkan bersama-sama
kembali
11