Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH SKABIES TERHADAP PRESTASI BELAJAR SANTRI

DI SEBUAH PESANTREN DI KOTA MEDAN

Sudarsono, Chairiyah Tanjung, Salia Lakswinar, Elvi Andriani Yusuf*


Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
*Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar belakang: Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat terutama

pada malam hari. Pada anak sekolah, hal ini akan menyebabkan gangguan tidur sehingga

pada pagi harinya anak tampak lelah dan lesu. Selain itu, rasa gatal menyebabkan keinginan

untuk menggaruk yang akan menganggu konsentrasi belajar. Semua ini tentunya akan

berdampak terhadap prestasi belajar anak. Tujuan: Mengetahui pengaruh skabies terhadap

prestasi belajar santri di sebuah pesantren di kota Medan. Metode: Penelitian bersifat

analitik dengan rancangan potong lintang yang dilaksanakan pada bulan Januari Februari

2011, melibatkan 50 santri penderita skabies. Terhadap subjek penelitian ditelusuri nilai

raport saat menderita skabies yaitu nilai raport semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 dan

nilai raport sebelum menderita skabies yaitu nilai raport semester ganjil tahun ajaran

2009/2010 dan dilakukan analisis statistik dengan uji t dependent. Hasil: Prestasi belajar

santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita skabies.

Kesimpulan: Skabies dapat menyebabkan prestasi belajar anak menurun.

Kata kunci : skabies, prestasi belajar

1
ABSTRACT

Background: The main clinical symptom of scabies is a severe itchy especially at night. In

the students, this will disturb their sleep that the next morning they will look tired and

weak. In addition, the feeling of itchy causes their desire to scratch that it will disturb their

learning concentration. All of these will of course bring an impact on the students learning

achievement. Objective: To examine the influence of scabies on the learning achievement

of the santri in a pesantren in the city of Medan. Method: This is an analytical study with

cross-sectional design conducted from January to February 2011 involving 50 santries

developing scabies. The mark of the reports of the santries developing scabies in odd

semester of 2010/2011 was compared with those of 2009/2010 before they developed the

scabies. Then the mark of both odd semesters was statistically analyzed through t

dependent test. Result: The learning achievement of the santries before developing scabies

was higher than that after developing scabies. Conclusion: Scabies can make the learning

achievement of the santries decrease.

Keywords: scabies, learning achievement

PENDAHULUAN

Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan

Sarcoptes scabiei varietas hominis (S. scabiei).1-3 Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan

diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan S. scabiei.1,4,5 Di

beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan berkisar antara 6 - 27% dari

populasi umum.6,7 Skabies menyerang semua ras dan kelompok umur dan yang tersering

adalah kelompok anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja).1,6,7

2
Pada penelitian yang dilakukan Inair I dkk pada tahun 2002 terhadap 785 anak

sekolah dasar di Turki, diperoleh 17 anak (2,2%) menderita skabies. 8 Penelitian potong

lintang yang dilakukan oleh Ogunbiyi AO dkk pada tahun 2005 terhadap 1066 anak sekolah

dasar di Ibadan, Nigeria, diperoleh 50 anak (4,7%) menderita skabies.9

Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia

(KSDAI) tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak

892 penderita skabies dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah (5-14 tahun)

sebesar 54,6%.6

Data dari pesantren Oemar Diyan tahun 2005, menunjukkan sebanyak 287 (38,5%)

penderita skabies dari 745 santri. Di pesantren Al-Falah tahun 2006, 108 (17,3%) santri

menderita skabies dari 625 santri sedangkan di pesantren Ulumul Quran, 125 (19,2%)

santri menderita skabies dari 650 santri.10

Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan, berdasarkan data

yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari Desember 2008, dari total 4.731

pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 139 (2,94%)

diantaranya di diagnosis dengan skabies, dan 57 (41%) diantaranya berumur 6-18 tahun

(usia sekolah). Pada periode Januari Desember 2009, dari total 5369 pasien, 153 (2,85%)

merupakan pasien dengan diagnosis skabies, dan 54 (35,3%) diantaranya berumur 6-18

tahun (usia sekolah).

Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat. 11-13 Pada awalnya

gatal bersifat lokalisata dan ringan yang kemudian seiring bertambahnya penyebaran

tungau melalui migrasi atau akibat garukan, rasa gatal menjadi generalisata. 14,15 Gatal

biasanya semakin hebat pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur sehingga pada

3
pagi harinya anak tampak lelah dan lesu.6,7,13,16,17 Pada siang hari, rasa gatal biasanya

menetap namun dapat ditoleransi.18 Rasa lelah dan lesu akibat gangguan tidur akan

berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan anak seperti proses belajar di sekolah. 19 Semua

ini pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap prestasi belajar anak. Pada penelitian

yang dilakukan Jackson A dkk pada tahun 2007 di Alagoas, Brazil, diperoleh 196 (9,8%)

penderita skabies dari 2005 orang. Seratus empat puluh dua (72,4%) dari 196 penderita

mengalami gangguan tidur, terutama disebabkan rasa gatal.20

Rasa gatal disebabkan oleh aktivitas tungau yang menimbulkan iritasi dan skibala

tungau yang bersifat antigenik.6,11 Reaksi alergi terhadap tungau atau produknya berperan

penting dalam perkembangan lesi dan timbulnya rasa gatal. Bukti yang ada mendukung

keterlibatan hipersensitivitas tipe segera dan tipe lambat. Pada uji kulit dengan ekstrak

tungau, memberikan hasil samar, namun pada uji intradermal timbul reaksi hipersensitivitas

tipe segera yang sering dijumpai pada penderita skabies beberapa bulan setelah infeksi.13

Keterlibatan hipersensitivitas tipe lambat didukung oleh adanya perubahan histologi pada

papul dan nodul yang meradang dimana sel infiltrat yang dominan adalah limfosit T.6,11,13

Tingginya angka kejadian skabies di pesantren mungkin menyebabkan merasa

terganggunya santri dalam proses belajar, sehingga dapat mengakibatkan prestasi

belajarnya menurun. Berdasarkan data dari tiga pesantren yaitu pesantren Oemar Diyan, Al-

Falah, dan Ulumul Quran di kabupaten Aceh Besar pada tahun 2006, dari 520 santri yang

menderita skabies, diperoleh 15,5% santri yang nilai raportnya menurun bahkan

diantaranya tinggal kelas dan tidak lulus ujian akhir.10

Dari pemaparan di atas, tampaknya ada pengaruh skabies terhadap prestasi belajar.

Namun sampai saat ini belum ada penelitian mengenai pengaruh skabies terhadap prestasi

4
belajar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh skabies terhadap

prestasi belajar.

METODE

Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang bersifat analitik yang

dilaksanakan di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan mulai bulan Januari - Februari

2011. Jenjang pendidikan di pesantren tersebut adalah Tsanawiyah (SLTP) dan Aliyah

(SMU).

Sampel penelitian adalah santri yang menderita skabies yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yakni menderita skabies minimal 3 bulan sebelum

ujian semester dan mendapat persetujuan orang tua atau wali. Kriteria eksklusi yakni santri

yang duduk di kelas I SLTP, menderita anemia, dermatitis atopik, psoriasis, prurigo

nodularis, atau liken simpleks kronik serta ada orang tua (ayah atau ibu) atau saudara

kandung yang meninggal dunia dalam 6 bulan terakhir saat ujian semester. Jumlah sampel

dalam penelitian ini sebanyak 50 orang.

Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan dermatologis,

dan pemeriksaan penunjang dengan metode kerokan kulit untuk menemukan tungau

S. scabiei dalam berbagai stadium atau skibala. Intensitas gatal dinilai berdasarkan beratnya

rasa gatal yang ditimbulkan skabies. Dikatakan intensitas ringan jika gatal kadang-kadang

menganggu tidur malam hari ( 3 hari/minggu). Intensitas sedang jika gatal sering

menganggu tidur malam hari (4-6 hari/minggu). Intensitas berat jika gatal menganggu tidur

sepanjang malam (terus menerus).

5
Nilai raport diperoleh dari guru. Nilai yang digunakan dalam penelitian ini adalah

nilai raport semester ganjil tahun ajaran 2009/2010 sebelum menderita skabies dan nilai

raport semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 saat menderita skabies. Pengolahan data

menggunakan program Statistical programme for socials sciences (SPSS) versi 15.0. Untuk

menilai perbedaan prestasi belajar santri sebelum dan saat menderita skabies dilakukan uji

t dependent dengan batas kemaknaan sebesar 5%.

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini, peneliti tidak menemukan tungau S. scabiei dalam berbagai

stadium atau skibala pada pemeriksaan kerokan kulit. Hal ini karena sedikitnya jumlah

tungau yang terdapat pada skabies klasik yakni hanya sekitar 12 tungau.21,22

Sampel penelitian seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dan yang terbanyak pada

kelompok umur 12-15 tahun dengan rerata usia adalah 14,64 1,64 tahun. Kebanyakan

sampel penelitian duduk di kelas II SLTP (48%). Rerata lama sampel penelitian menderita

skabies adalah 8,96 3,01 bulan. (Tabel 1)

Rerata nilai raport sampel penelitian sebelum menderita skabies adalah 5,88,

sedangkan rerata nilai raport saat menderita skabies adalah 5,40. (Tabel 2)

6
Tabel 1. Sebaran karakteristik sampel penelitian

No Variabel Jumlah Persen


1 Jenis kelamin
Laki-laki 50 100
Perempuan 0 0
2 Umur (tahun)
12-15 35 70
16-19 15 30
3 Kelas
II SLTP 24 48
III SLTP 11 22
III Intensif (I SMU) 15 30
4 Lama sakit (bulan)
0-6 15 30
7-12 35 70

Tabel 2. Nilai raport sampel penelitian

Sebelum menderita skabies Saat menderita skabies


Mean SD Maksimum Minimum Mean SD Maksimum Minimum
Nilai 5,88 1,24 8,22 3,83 5,40 1,24 8,43 3,50
raport

Hasil analisis statistik dengan uji t dependent menunjukkan bahwa baik pada

kelompok santri yang sudah menderita skabies selama 0-6 bulan dan kelompok santri yang

sudah menderita skabies selama 7-12 bulan terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan

sebelum menderita skabies, dimana prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih

tinggi dibandingkan saat menderita skabies. (Tabel 3)

Tabel 3. Pengaruh lamanya menderita skabies terhadap prestasi belajar

7
Lamanya menderita n Nilai raport sebelum Nilai raport saat p-value*
skabies menderita skabies menderita skabies
0-6 bulan 15 6,361,33 5,681,14 0,002
7-12 bulan 35 5,681,16 5,281,28 0,0001
*
Uji t dependent

Hasil analisis statistik dengan uji Spearman menunjukkan bahwa tidak ada korelasi

antara lamanya menderita skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum

menderita skabies. (p=0,505; r=0,097). (Tabel 4)

Tabel 4. Korelasi lamanya menderita skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan

sebelum menderita skabies.

Korelasi n r p-value*
Lamanya menderita skabies 50 0,097 0,505
dengan prestasi belajar
*Uji Spearman

Hasil analisis statistik dengan uji t dependent menunjukkan bahwa pada kelompok

santri dengan intensitas gatal ringan dan sedang terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan

sebelum menderita skabies, dimana prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih

tinggi dibandingkan saat menderita skabies. Sedangkan pada kelompok santri dengan

intensitas gatal berat, prestasi belajar lebih tinggi sebelum menderita skabies dibandingkan

saat menderita skabies walaupun perbedaan tersebut tidak signifikan. (Tabel 5)

Tabel 5. Pengaruh intensitas gatal akibat skabies terhadap prestasi belajar

Intensitas gatal n Nilai raport sebelum Nilai raport saat p-value*

8
akibat skabies menderita skabies menderita skabies
Ringan 26 5,981,31 5,521,14 0,0001
Sedang 18 5,661,20 5,121,37 0,0001
Berat 6 6,131,14 5,771,31 0,31
*Uji t dependent

Hasil analisis statistik dengan uji t dependent menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan prestasi belajar santri saat dan sebelum menderita skabies dimana prestasi

belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita skabies

(p=0,0001). (Tabel 6)

Tabel 6. Perbandingan prestasi belajar santri saat dan sebelum menderita skabies

Sebelum menderita Saat menderita p-value*


skabies skabies
Nilai raport 5,881,24 5,401,24 0,0001
*Uji t dependent

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan bahwa seluruh sampel penelitian berjenis kelamin

laki-laki. Berdasarkan pengumpulan data KSDAI tahun 2001, dari 892 penderita skabies,

566 orang (63,45%) adalah laki-laki dan 326 orang (36,55%) adalah perempuan.6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muzakir di tiga pesantren di kabupaten Aceh

Besar tahun 2007, dari 77 penderita skabies, 28 orang (36,36%) adalah laki-laki dan 49

orang (63,64%) adalah perempuan.10 Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan dari

KSDAI dan penelitian yang dilakukan oleh Muzakir, dikarenakan keterbatasan peneliti

yang hanya mendapat izin dari pimpinan pesantren untuk melakukan penelitian terhadap

santri laki-laki.

9
Umur subjek penelitian berkisar dari 12 tahun sampai 18 tahun dan yang terbanyak

adalah umur 13 tahun dan 14 tahun yaitu masing-masing 16 orang (32%) dan 10 orang

(20%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil KSDAI pada tahun 2001. Dari 892

penderita skabies, kelompok umur 5-14 tahun menduduki jumlah terbanyak yaitu 487

orang (54,60%).6 Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Muzakir,

dimana umur 16 tahun dan 18 tahun menduduki jumlah terbanyak yaitu masing-masing

16 orang (20,78%).10

Pada penelitian ini, sampel penelitian duduk di kelas II SLTP, III SLTP, dan III

Intensif (I SMU) dan yang terbanyak duduk di kelas II SLTP yaitu 24 orang (48%). Hasil

penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Muzakir, dimana penderita skabies yang

terbanyak duduk di kelas III SMU yaitu 23 orang (29,87%).10 Perbedaan ini mungkin

disebabkan karena adanya perasaan malu santri senior di pesantren Ar-Raudhatul Medan

untuk berobat karena penyakit kulit. Selama ini ada anggapan bahwa santri yang menderita

penyakit kulit biasanya kurang menjaga kebersihan diri.

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa baik pada kelompok santri yang sudah menderita

skabies selama 0-6 bulan dan kelompok santri yang sudah menderita skabies selama 7-12

bulan terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies, dimana

prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita

skabies. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa tidak ada korelasi antara lamanya menderita

skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies. (p=0,505;

r=0,097). Hal ini mungkin berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas akibat skabies.

Walaupun pada awalnya lesi hanya sedikit, namun karena reaksi hipersensitivitas, timbul

gatal baik pada area lesi maupun area lainnya. Hal ini ditandai oleh adanya bekas garukan

10
pada kulit sehat yang tidak terinfeksi.20 Hal ini berarti bahwa lamanya menderita skabies

tidak berhubungan dengan rasa gatal yang ditimbulkan.

Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa pada kelompok santri dengan intensitas gatal

ringan dan sedang terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies,

dimana prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat

menderita skabies. Sedangkan pada kelompok santri dengan intensitas gatal berat, prestasi

belajar lebih tinggi sebelum menderita skabies dibandingkan saat menderita skabies

walaupun perbedaan tersebut tidak signifikan.

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar santri saat dan

sebelum menderita skabies dimana prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih

tinggi dibandingkan saat menderita skabies (p=0,0001). Hal ini karena kondisi fisiologis

pada umumnya berpengaruh terhadap proses belajar. 23 Kondisi fisiologis pada santri yang

menderita skabies terganggu karena rasa gatal terutama malam hari yang ditimbulkan oleh

skabies. Rasa gatal ini akan menyebabkan gangguan tidur sehingga pada pagi harinya anak

tampak lelah dan lesu.6,7,13,16,17

KESIMPULAN

Skabies dapat menyebabkan prestasi belajar anak menurun. Untuk itu diperlukan

pengobatan yang tepat dan yang lebih penting adalah tindakan pencegahan terutama bagi

anak-anak yang berada di lingkungan padat seperti pesantren.

DAFTAR PUSTAKA

11
1. Gunawan H. Infestasi parasit pada kulit yang sering terjadi. Disampaikan pada

simposium skin and sexually transmitted infection updates in daily practice,

Bandung, 15 November, 2008.

2. Carder KR. Fungal infections, infestations and parasitic infections in neonates.

Dalam : Eichenfield LF, Frieden IJ, EsterlyNB. Neonatal dermatology. Edisi ke-2.

China: Elseiver Inc.; 2008. h. 213-27.

3. Soedarto M. Skabies. Dalam : Daili SJ, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J, editor.

Penyakit menular seksual. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003. h.

162-8.

4. Stone SP, Goldfard JN, Bacelien RE. Scabies, other mites, and pediculosis. Dalam :

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor.

Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGrawHill

Incoorporate; 2008. h. 2029-37.

5. Chosidow O. Scabies. N Engl J Med 2006; 354: 1718-27.

6. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati

DD, Elandari, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI; 2003. h. 62-80.

7. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia; 1995.

h. 4-9.

8. Inair I, Sahin MT, Gunduz K, Dinc G, Turel A, Ozturkcan S. Prevalence of skin

conditions in primary school children in Turkey: Differences based on

sosioeconomic factors. Pediatric Dermatology 2002; 19(4): 307-11.

12
9. Ogunbiyi AO, Owoaje E, Ndahi A. Prevalence of skin disorders in school children

in Ibadan, Nigeria. Pediatric Dermatology 2005; 22(1): 6-10.

10. Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada

pesantren di Kabupaten Aceh Besar tahun 2007. Tesis. Medan: Universitas

Sumatera Utara, 2008.

11. Walton SF, Currie BJ. Problems in diagnosing scabies, a global disease in human

and animal populations. Clinical Microbiology Reviews 2007; 20: 268-79.

12. Wooltorton E. Concerns over lindane treatment for scabies and lice. CAMJ 2003;

168(11): 1447-8

13. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. Dalam :

Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, editor. Textbook of

dermatology. Edisi ke-2. Volume 2. Italia: Rotolito Lombarda; 1998. h. 1423-81.

14. Habif TP. Clinical dermatology. Edisi ke-3. Missouri: Mosby-Year Book; 1996. h.

445-53.

15. Leone PA. Pubic lice and scabies. Dalam : Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE,

Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk, editor. Sexually transmitted diseases. Edisi

ke-4. Volume 1. China: McGrawHill; 2008. h. 839-51.

16. Pardo RJ, Kerdel FA. Parasites, arthropods, and hazardous animals of dermatologic

significance. Dalam : Moschella SL, Hurley HJ. Dermatology. United States of

America: WB Saunders Company. 1992. h. 1923-2003.

17. McLeod J, Embil JM, Plourde P, Gates N. Scratching out the problem: scabies. The

Canadian Journal of CME 2003; 139-44.

13
18. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews diseases of the skin clinical

dermatology. Edisi ke-10. Kanada: Elseiver Inc.; 2006. h. 452-3.

19. Rahmawati N. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penyakit skabies terhadap

perubahan sikap penderita dalam pencegahan penularan penyakit skabies pada

santri di pondok pesantren Al-Amin Palur Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah, 2009.

20. Jackson A, Heukelbach J, Filho AFS, Junior EBC, Feldmeier H. Clinical features

and associated morbidity of scabies in a rural community in Alagoas, Brazil.

Tropical Medicine and International Health 2007; 12(4): 493-502.

21. Johnston G, Sladden M. Scabies: diagnosis and treatment. BMJ 2005; 331: 619-22.

22. Vorou R, Remoudaki HD, Maltezou HC. Nosocomial scabies. Journal of Hospital

Infection 2007; 65: 9-14.

23. Farokah, Suprihati, Suyitno S. Hubungan tonsilitis kronik dengan prestasi belajar

pada siswa kelas II Sekolah Dasar di kota Semarang. Cermin Dunia Kedokteran

2007; 155: 87-92.

14

Anda mungkin juga menyukai