ABSTRAK
Latar belakang: Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat terutama
pada malam hari. Pada anak sekolah, hal ini akan menyebabkan gangguan tidur sehingga
pada pagi harinya anak tampak lelah dan lesu. Selain itu, rasa gatal menyebabkan keinginan
untuk menggaruk yang akan menganggu konsentrasi belajar. Semua ini tentunya akan
berdampak terhadap prestasi belajar anak. Tujuan: Mengetahui pengaruh skabies terhadap
prestasi belajar santri di sebuah pesantren di kota Medan. Metode: Penelitian bersifat
analitik dengan rancangan potong lintang yang dilaksanakan pada bulan Januari Februari
2011, melibatkan 50 santri penderita skabies. Terhadap subjek penelitian ditelusuri nilai
raport saat menderita skabies yaitu nilai raport semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 dan
nilai raport sebelum menderita skabies yaitu nilai raport semester ganjil tahun ajaran
2009/2010 dan dilakukan analisis statistik dengan uji t dependent. Hasil: Prestasi belajar
santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita skabies.
1
ABSTRACT
Background: The main clinical symptom of scabies is a severe itchy especially at night. In
the students, this will disturb their sleep that the next morning they will look tired and
weak. In addition, the feeling of itchy causes their desire to scratch that it will disturb their
learning concentration. All of these will of course bring an impact on the students learning
of the santri in a pesantren in the city of Medan. Method: This is an analytical study with
developing scabies. The mark of the reports of the santries developing scabies in odd
semester of 2010/2011 was compared with those of 2009/2010 before they developed the
scabies. Then the mark of both odd semesters was statistically analyzed through t
dependent test. Result: The learning achievement of the santries before developing scabies
was higher than that after developing scabies. Conclusion: Scabies can make the learning
PENDAHULUAN
Sarcoptes scabiei varietas hominis (S. scabiei).1-3 Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan
diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan S. scabiei.1,4,5 Di
populasi umum.6,7 Skabies menyerang semua ras dan kelompok umur dan yang tersering
2
Pada penelitian yang dilakukan Inair I dkk pada tahun 2002 terhadap 785 anak
sekolah dasar di Turki, diperoleh 17 anak (2,2%) menderita skabies. 8 Penelitian potong
lintang yang dilakukan oleh Ogunbiyi AO dkk pada tahun 2005 terhadap 1066 anak sekolah
(KSDAI) tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak
892 penderita skabies dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah (5-14 tahun)
sebesar 54,6%.6
Data dari pesantren Oemar Diyan tahun 2005, menunjukkan sebanyak 287 (38,5%)
penderita skabies dari 745 santri. Di pesantren Al-Falah tahun 2006, 108 (17,3%) santri
menderita skabies dari 625 santri sedangkan di pesantren Ulumul Quran, 125 (19,2%)
Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan, berdasarkan data
yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari Desember 2008, dari total 4.731
pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 139 (2,94%)
diantaranya di diagnosis dengan skabies, dan 57 (41%) diantaranya berumur 6-18 tahun
(usia sekolah). Pada periode Januari Desember 2009, dari total 5369 pasien, 153 (2,85%)
merupakan pasien dengan diagnosis skabies, dan 54 (35,3%) diantaranya berumur 6-18
Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat. 11-13 Pada awalnya
gatal bersifat lokalisata dan ringan yang kemudian seiring bertambahnya penyebaran
tungau melalui migrasi atau akibat garukan, rasa gatal menjadi generalisata. 14,15 Gatal
biasanya semakin hebat pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur sehingga pada
3
pagi harinya anak tampak lelah dan lesu.6,7,13,16,17 Pada siang hari, rasa gatal biasanya
menetap namun dapat ditoleransi.18 Rasa lelah dan lesu akibat gangguan tidur akan
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan anak seperti proses belajar di sekolah. 19 Semua
ini pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap prestasi belajar anak. Pada penelitian
yang dilakukan Jackson A dkk pada tahun 2007 di Alagoas, Brazil, diperoleh 196 (9,8%)
penderita skabies dari 2005 orang. Seratus empat puluh dua (72,4%) dari 196 penderita
Rasa gatal disebabkan oleh aktivitas tungau yang menimbulkan iritasi dan skibala
tungau yang bersifat antigenik.6,11 Reaksi alergi terhadap tungau atau produknya berperan
penting dalam perkembangan lesi dan timbulnya rasa gatal. Bukti yang ada mendukung
keterlibatan hipersensitivitas tipe segera dan tipe lambat. Pada uji kulit dengan ekstrak
tungau, memberikan hasil samar, namun pada uji intradermal timbul reaksi hipersensitivitas
tipe segera yang sering dijumpai pada penderita skabies beberapa bulan setelah infeksi.13
Keterlibatan hipersensitivitas tipe lambat didukung oleh adanya perubahan histologi pada
papul dan nodul yang meradang dimana sel infiltrat yang dominan adalah limfosit T.6,11,13
belajarnya menurun. Berdasarkan data dari tiga pesantren yaitu pesantren Oemar Diyan, Al-
Falah, dan Ulumul Quran di kabupaten Aceh Besar pada tahun 2006, dari 520 santri yang
menderita skabies, diperoleh 15,5% santri yang nilai raportnya menurun bahkan
Dari pemaparan di atas, tampaknya ada pengaruh skabies terhadap prestasi belajar.
Namun sampai saat ini belum ada penelitian mengenai pengaruh skabies terhadap prestasi
4
belajar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh skabies terhadap
prestasi belajar.
METODE
Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang bersifat analitik yang
2011. Jenjang pendidikan di pesantren tersebut adalah Tsanawiyah (SLTP) dan Aliyah
(SMU).
Sampel penelitian adalah santri yang menderita skabies yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yakni menderita skabies minimal 3 bulan sebelum
ujian semester dan mendapat persetujuan orang tua atau wali. Kriteria eksklusi yakni santri
yang duduk di kelas I SLTP, menderita anemia, dermatitis atopik, psoriasis, prurigo
nodularis, atau liken simpleks kronik serta ada orang tua (ayah atau ibu) atau saudara
kandung yang meninggal dunia dalam 6 bulan terakhir saat ujian semester. Jumlah sampel
dan pemeriksaan penunjang dengan metode kerokan kulit untuk menemukan tungau
S. scabiei dalam berbagai stadium atau skibala. Intensitas gatal dinilai berdasarkan beratnya
rasa gatal yang ditimbulkan skabies. Dikatakan intensitas ringan jika gatal kadang-kadang
menganggu tidur malam hari ( 3 hari/minggu). Intensitas sedang jika gatal sering
menganggu tidur malam hari (4-6 hari/minggu). Intensitas berat jika gatal menganggu tidur
5
Nilai raport diperoleh dari guru. Nilai yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nilai raport semester ganjil tahun ajaran 2009/2010 sebelum menderita skabies dan nilai
raport semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 saat menderita skabies. Pengolahan data
menggunakan program Statistical programme for socials sciences (SPSS) versi 15.0. Untuk
menilai perbedaan prestasi belajar santri sebelum dan saat menderita skabies dilakukan uji
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti tidak menemukan tungau S. scabiei dalam berbagai
stadium atau skibala pada pemeriksaan kerokan kulit. Hal ini karena sedikitnya jumlah
tungau yang terdapat pada skabies klasik yakni hanya sekitar 12 tungau.21,22
Sampel penelitian seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dan yang terbanyak pada
kelompok umur 12-15 tahun dengan rerata usia adalah 14,64 1,64 tahun. Kebanyakan
sampel penelitian duduk di kelas II SLTP (48%). Rerata lama sampel penelitian menderita
Rerata nilai raport sampel penelitian sebelum menderita skabies adalah 5,88,
sedangkan rerata nilai raport saat menderita skabies adalah 5,40. (Tabel 2)
6
Tabel 1. Sebaran karakteristik sampel penelitian
Hasil analisis statistik dengan uji t dependent menunjukkan bahwa baik pada
kelompok santri yang sudah menderita skabies selama 0-6 bulan dan kelompok santri yang
sudah menderita skabies selama 7-12 bulan terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan
sebelum menderita skabies, dimana prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih
7
Lamanya menderita n Nilai raport sebelum Nilai raport saat p-value*
skabies menderita skabies menderita skabies
0-6 bulan 15 6,361,33 5,681,14 0,002
7-12 bulan 35 5,681,16 5,281,28 0,0001
*
Uji t dependent
Hasil analisis statistik dengan uji Spearman menunjukkan bahwa tidak ada korelasi
antara lamanya menderita skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum
Tabel 4. Korelasi lamanya menderita skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan
Korelasi n r p-value*
Lamanya menderita skabies 50 0,097 0,505
dengan prestasi belajar
*Uji Spearman
Hasil analisis statistik dengan uji t dependent menunjukkan bahwa pada kelompok
santri dengan intensitas gatal ringan dan sedang terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan
sebelum menderita skabies, dimana prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih
tinggi dibandingkan saat menderita skabies. Sedangkan pada kelompok santri dengan
intensitas gatal berat, prestasi belajar lebih tinggi sebelum menderita skabies dibandingkan
8
akibat skabies menderita skabies menderita skabies
Ringan 26 5,981,31 5,521,14 0,0001
Sedang 18 5,661,20 5,121,37 0,0001
Berat 6 6,131,14 5,771,31 0,31
*Uji t dependent
perbedaan prestasi belajar santri saat dan sebelum menderita skabies dimana prestasi
belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita skabies
(p=0,0001). (Tabel 6)
Tabel 6. Perbandingan prestasi belajar santri saat dan sebelum menderita skabies
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan bahwa seluruh sampel penelitian berjenis kelamin
laki-laki. Berdasarkan pengumpulan data KSDAI tahun 2001, dari 892 penderita skabies,
566 orang (63,45%) adalah laki-laki dan 326 orang (36,55%) adalah perempuan.6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muzakir di tiga pesantren di kabupaten Aceh
Besar tahun 2007, dari 77 penderita skabies, 28 orang (36,36%) adalah laki-laki dan 49
orang (63,64%) adalah perempuan.10 Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan dari
KSDAI dan penelitian yang dilakukan oleh Muzakir, dikarenakan keterbatasan peneliti
yang hanya mendapat izin dari pimpinan pesantren untuk melakukan penelitian terhadap
santri laki-laki.
9
Umur subjek penelitian berkisar dari 12 tahun sampai 18 tahun dan yang terbanyak
adalah umur 13 tahun dan 14 tahun yaitu masing-masing 16 orang (32%) dan 10 orang
(20%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil KSDAI pada tahun 2001. Dari 892
penderita skabies, kelompok umur 5-14 tahun menduduki jumlah terbanyak yaitu 487
orang (54,60%).6 Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Muzakir,
dimana umur 16 tahun dan 18 tahun menduduki jumlah terbanyak yaitu masing-masing
16 orang (20,78%).10
Pada penelitian ini, sampel penelitian duduk di kelas II SLTP, III SLTP, dan III
Intensif (I SMU) dan yang terbanyak duduk di kelas II SLTP yaitu 24 orang (48%). Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Muzakir, dimana penderita skabies yang
terbanyak duduk di kelas III SMU yaitu 23 orang (29,87%).10 Perbedaan ini mungkin
disebabkan karena adanya perasaan malu santri senior di pesantren Ar-Raudhatul Medan
untuk berobat karena penyakit kulit. Selama ini ada anggapan bahwa santri yang menderita
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa baik pada kelompok santri yang sudah menderita
skabies selama 0-6 bulan dan kelompok santri yang sudah menderita skabies selama 7-12
bulan terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies, dimana
prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita
skabies. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa tidak ada korelasi antara lamanya menderita
skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies. (p=0,505;
r=0,097). Hal ini mungkin berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas akibat skabies.
Walaupun pada awalnya lesi hanya sedikit, namun karena reaksi hipersensitivitas, timbul
gatal baik pada area lesi maupun area lainnya. Hal ini ditandai oleh adanya bekas garukan
10
pada kulit sehat yang tidak terinfeksi.20 Hal ini berarti bahwa lamanya menderita skabies
Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa pada kelompok santri dengan intensitas gatal
ringan dan sedang terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies,
dimana prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat
menderita skabies. Sedangkan pada kelompok santri dengan intensitas gatal berat, prestasi
belajar lebih tinggi sebelum menderita skabies dibandingkan saat menderita skabies
Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar santri saat dan
sebelum menderita skabies dimana prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih
tinggi dibandingkan saat menderita skabies (p=0,0001). Hal ini karena kondisi fisiologis
pada umumnya berpengaruh terhadap proses belajar. 23 Kondisi fisiologis pada santri yang
menderita skabies terganggu karena rasa gatal terutama malam hari yang ditimbulkan oleh
skabies. Rasa gatal ini akan menyebabkan gangguan tidur sehingga pada pagi harinya anak
KESIMPULAN
Skabies dapat menyebabkan prestasi belajar anak menurun. Untuk itu diperlukan
pengobatan yang tepat dan yang lebih penting adalah tindakan pencegahan terutama bagi
DAFTAR PUSTAKA
11
1. Gunawan H. Infestasi parasit pada kulit yang sering terjadi. Disampaikan pada
Dalam : Eichenfield LF, Frieden IJ, EsterlyNB. Neonatal dermatology. Edisi ke-2.
3. Soedarto M. Skabies. Dalam : Daili SJ, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J, editor.
Penyakit menular seksual. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003. h.
162-8.
4. Stone SP, Goldfard JN, Bacelien RE. Scabies, other mites, and pediculosis. Dalam :
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor.
6. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati
DD, Elandari, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FK
h. 4-9.
12
9. Ogunbiyi AO, Owoaje E, Ndahi A. Prevalence of skin disorders in school children
10. Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada
11. Walton SF, Currie BJ. Problems in diagnosing scabies, a global disease in human
12. Wooltorton E. Concerns over lindane treatment for scabies and lice. CAMJ 2003;
168(11): 1447-8
13. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. Dalam :
Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, editor. Textbook of
14. Habif TP. Clinical dermatology. Edisi ke-3. Missouri: Mosby-Year Book; 1996. h.
445-53.
15. Leone PA. Pubic lice and scabies. Dalam : Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE,
Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk, editor. Sexually transmitted diseases. Edisi
16. Pardo RJ, Kerdel FA. Parasites, arthropods, and hazardous animals of dermatologic
17. McLeod J, Embil JM, Plourde P, Gates N. Scratching out the problem: scabies. The
13
18. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews diseases of the skin clinical
20. Jackson A, Heukelbach J, Filho AFS, Junior EBC, Feldmeier H. Clinical features
21. Johnston G, Sladden M. Scabies: diagnosis and treatment. BMJ 2005; 331: 619-22.
22. Vorou R, Remoudaki HD, Maltezou HC. Nosocomial scabies. Journal of Hospital
23. Farokah, Suprihati, Suyitno S. Hubungan tonsilitis kronik dengan prestasi belajar
pada siswa kelas II Sekolah Dasar di kota Semarang. Cermin Dunia Kedokteran
14