Anda di halaman 1dari 15

Efek Tiga Jenis Anestesi dalam

Kontrol Perdarahan Selama


Operasi Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional
Ralph Lukas S
S
Pendahuluan
• Perdarahan yang banyak selama bedah sinus paranasal
dengan endoskoskopi dapat aman dan efisien bergantung
pada prosedur operasi
• Lapangan operasi yang dapat dilihat dengan baik syarat
dasar untuk operasi otorinolaringologi yang aman dan
tepat.
• Tekanan darah arteri, heart rate dan penyakit koagulasi
pengaruh besar pada perdarahan selama operasi upaya
dilakukan untuk mengatasi segala parameter kardiovaskular
pada level yang rendah.
• Satu dari metode utama untuk mengurangi perdarahan
selama operasi bedah endoskopi sinus fungsional adalah
mengontrol hipotensi tetapi kontrol hipotensi yang buruk
 jeleknya perfusi ke organ.
• Obat anestesi yang tepat dengan posisi pasien yang
tepat membantu kontrol hemodinamik & hipotensi
selama pembedahan.
• Anestesi intravena (TIVA) sangat popular saat ini.
• Manfaat penelitian ini bandingkan pemberian TIVA
dengan dua jenis anestesi konvensional dalam hal
mengontrol perdarahan selama operasi & menilai tekanan
darah dan heart rate pasien sebelum, selama dan sesudah
operasi bedah sinus endoskopik fungsional.
Alat dan Bahan
• 2008 – 2010 502 pasien (209 ♀& 293 ♂18–85 thn)
• Kriteria inklusi: skala American Society of Anesthesiologists
(ASA) & sama dengan semua prosedur analgesia.
• Kelompok I & II anestesi inhalasi (sevoflurane untuk
sedasi) & anestesi IV. Perbedaan kelompok I & II pada obat
anestesi IV yang digunakan (fentanyl pada kelompok I dan
remifentanil pada kelompok II). Kelompok III anestesi
intravena (TIVA) menggunakan propofol sebagai sedasi &
remifentanil sebagai analgesia.
• Target-controlled infusion (TCI) untuk memasukkan
anestesi pada kelompok III, dengan infusion pump yang
sudah di program
• Muscle relaxant sama pada ketiga kelompok
• Kontrol hipotensi pertahankan TD sistolik <100 mmHg
setelah diberikan analgesia & sedatif
• Parameter yang diukur durasi pemakaian obat anestesi,
durasi pembedahan, total jumlah kehilangan darah &
kecepatan hilangnya darah selama operasi (ml/min)
• Kriteria inklusi TD ≤140/90 mmHg & risiko general
anestesi ≤ ASA 2.
• Premedikasi (benzodiazepine) untuk minimalisir efek
simpatis pada sistem saraf di sistem kardiovaskular. TD arteri
dan heart rate diukur secara terus menerus selama operasi.
Kemudian pasien dirawat setelah operasi. Sistem
kardiovaskular dipantau setiap 15 menit selama 4 jam post
operasi. Kemudian dihitung nilai rata rata tekanan darah
(MAP) dan Heart rate (HR). dan standard deviasinya.
Analisa Statistik
• Uji chi-suared  nilai signifikan p < 0.05. Uji Student’s 
bandingkan antar kelompok. Uji Tukeys’s HSD post hoc 
bandingkan lebih dari 1 kelompok.

Hasil
• 30 ♀, 60 ♂ kelompok I: 8 ♀, 22 ♂; kelompok II: 9 ♀, 21 ♂;
kelompok III: 13♀, 17♂.
• Tidak ada perbedaan yang signifikan antara ♀ & ♂ dari
total kehilangan darah
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis anestesi& durasi anestesi

Hubungan yang
signifikan antara jenis
anestesi & durasi
pembedahan, waktu
pembedahan secara
signifikan lebih sedikit
pada kelompok III
dibandingkan
kelompok I & II
Rata rata kehilangan darah
secara signifikan pada
kelompok II dibandingkan
dengan kelompok I dan II;

Hilangnya darah per menit secara


signifikan lebih rendah pada
kelompok III dibandingkan
kelompok I dan II ( p< 0.005)
MAP setelah operasi lebih tinggi dibandingkan nilai awal sebelum operasi;
namun, perbedaan ini tidak signifikan.

Perbedaan yang paling besat pada nilai MAP berlaku pada pasien dengan
hipertensi terkontrol dan tak terkontrol.
Diskusi

• Seluruh variable yang dinilai pada penelitian ini lebih rendah


pada kelompok yang mendapatkan anestesi TIVA teknik
anestesi konvensional yang paling baik mengontrol
perdarahan selama operasi bedah sinus endoskopi fungsional.
•Pembedahan inflamasi mukosa hidung & sinus paranasal
yang masif terutama dengan polip direkomendasikan
melakukan operasi dua tahap.
• Perdarahan yang banyak salah satu alasan operasi
berhenti penting bagi tim anestesi tetap memperhatikan
parameter hemodinamik dari sistem kardiovaskular
• US National Library of Medicine kontrol hipotensi:
menurunkan TD sistolik dengan obat sampai tekanan 80–90
mmHg, menurunkan MAP ke 50–65 mmHG atau 30% dari
MAP awal obat vasoaktif, clonidine & ACE inhibitors telah
dibuktikan yang paling efektif.

• Kombinasi remifentanil & propofol / remifentanil & anestesi


inhalasi (isofluranem desflurane, atau sevoflurane) lebih ideal
dan lebih aman tidak terakumulasi di tubuh dan tidak ada
dampaknya setelah operasi, kesadaran dan fungsi
psikomotornya pun cepat pulih.

• TIVA Target-controlled infusion memungkinkan anestesi


untuk mengontrol pemberian obat anestesi intravena dengan
mudah.
• TD arterial meningkat pasca operasi terkait dengan rasa sakit 
pengobatan analgesik harus dilakukan di unit perawatan intensif (ICU)
berdasarkan VAS intensitas nyeri postoperatif dibagi menjadi empat
kategori I-ringan (VAS < 4); II-sedang (VAS 4-6, nyeri < 3 hari); III-
berat (VAS 4-6, nyeri > 3 hari); Dan nyeri IV- sangat berat (VAS >6)
• Bergantung pada riwayat medis pasien (gagal hati, insufisiensi ginjal,
asma, gangguan saluran cerna dan penggumpalan darah), pertama-
tama kita berikan obat non-opioid, diikuti oleh opioid jika rasa sakit
tetap berlangsung.
Kesimpulan
Penggunaan teknik mengukuran dosis (TCI) selama anestesi
umum intravena secara keseluruhan pada kelompok III
memberikan kontrol hipotensi yang lebih baik, yang
menyebabkan berkurangnya perdarahan di lapangan
operasi, dan waktu operasi menjadi lebih singkat. Tekanan
darah pada pasien dengan hipertensi (yang diobati atau
tidak) harus secara farmakologis dianggapnormal oleh
seorang ahli anestesi selama operasi berlangsung. Namun,
ini sering tidak mungkin dan dalam kasus seperti adanya
pendarahan masif kemungkinan akan menghambat operasi.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai