Anda di halaman 1dari 12

Sabtu, 08 Januari 2011

Sradha(Kepercayaan)
WIDHI SRADDHA DALAM KONSEP AJARAN PANCA
SRADHHA

Oleh,
Dodek Isa Siawan
09.01.03.557
II.C Pagi

PENDIDIKAN AGAMA HINDU


FAKULTAS ILMU AGAMA
UNIVERSITAS HINDU INDONESIA
2010

KATA PENGANTAR
Om, Swastyastu

Puji dan syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waca karena atas
rahmat-Nya lah paper ini dapat terselesaikan dalam rangka memenuhi tugas yang
diberikan oleh Bapak I Made Yudabakti, S.Sp, M.Si selaku dosen mata kuliah
Sraddha, Fakultas Ilmu Agama, Universitas Hindu Indonesia,Denpasar.
Penulis membuat paper ini yang berjudul Widhi Sraddha dalam Konsep
Ajaran Panca Sraddha. Supaya para pembaca sadar tau tentang Panca Sraddha
dan bagian-bagiannya dan juga konsep Monotheisme.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian paper ini, tidak lupa pula
bapak selaku dosen yang telah mendidik dan mengajar penulis. Dan juga kepada
teman teman yang telah membantu lancarnya dalam pembuatan paper ini.
Namun demikian penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki
sehingga kemungkinan adanya kekurangan kekurangan dalam paper ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca guna
menyempurnakan paper ini untuk sebagai pedoman dalam penulisa dan
penyusunan paper selanjutnya. Sebagai akhir kata dengan harapan semoga paper
ini ada manfaatnya bagi kita semua.

Om, Santhi, Santhi, Santhi, Om


P
enulis,

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sraddha merupakan suatu keyakinan tentang tujuan hidupsebagai manusia,


yaitu suatu disiplin yang harus dipraktekkan untuk mencapainya, kemudian ajaran
yang melandasi tujuan hidup itu sendiri serta disiplin yang harus dilakukan.
Ketiga hal ini diringkas dalam tiga kata, yaitu :Sadya-Sadhana-Sastra.
Agama merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagaimana diketahui jika ajaran agama dapat dimengerti secara
baikdan benar akan dapat menuntun seseorang untuk mencapai kebahagiaan lahir
dan bahin. Agar agama dapat dijadikan kemudi dalam kehidupan sehari-hari perlu
diawali dengan pengertian dan pemahaman terhadap ajaran agama itu sendiri.
Sudah seyogyanya pengajar agama diselenggarakan secara efektif bagi seluruh
lapisan masyarakat terlebih-lebih lagi terhadap para intelektual agar jangan
sampai para sarjana atau kaum intelektual tidak mengamalkan ajaran agama
dalam kehidupannya.
Ajaran agama bertolak dari keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha
Kuasa , yang Kuasa atas segala yang ada. Sesungguhnya banyak hal yang
menyebabkan kita percaya kepada Tuhan. Adanya alam semesta beserta isinya,
seperti adanya matahari, bulan, bintang, dan makhluk-makhluk hidup yang
menempati dunia ini, yang semuanya itu ada dalam keadaan teratur. Siapa yang
sesungguhnya yang menjadikan semuanya itu dalam keadaan teratur. Siapa yang
sesungguhnya yang menjadikan semua ini, demikian yang muncul dari pertanyaan
kita. Menurut ajaran agama Tuhanlah yang menjadikan semua Tuhanlah yang
menjadikan semua yang ada dialam semesta ini, demikian pula semua ini akan
kembali kepada-Nya.
Karena agama itu kepercayaan, maka dengan agama kita akan terasa tenang
dalam hidup ini dank arena memiliki rasa tenang itu kita akan memiliki ketetapan
hati dalam menghadapi sesuatu. Dengan memeluk suatu agama orang akan merasa
mempunyai suatu pegangan iman tertentu sebagai pedoman hidupnya yang kokoh.
Tempat itu tiada lain dari pada Tuhan, sumber dari semua ketentraman dan
semangat hidup yang mengalir terus menerus. kepadaNyalah kita memasrahkan
diri, karena tiada tempat lain dari padaNta tempat kita kembali. Percaya kepada
Tuhan itulah merupakan dasar agama Hindu. Tujuan agama Hindu ialah
menuntun orang untuk mendapatkan kesejahteraan lahir bathin (Jagadhita dan
Moksa). Untuk mendapatkan itu semua seseorang harus melaksanakan dharma
daalam hidupnya, karena dharma itulah yang mendukung manusia untuk
mendapatkan kerahayuan. Dalam kenyataannya, dharma itu adalah kebajikan dan
peraturan-peraturan yang membawa seseorang kepada kebahagiaan. Karena
dharma itu kebajikan seseorang yang hidupnya berdasarkan dharma akan lepas
pula dari noda dan papa. Demikian dharma memegang peranan penting dalam
hidup ini, yang perlu selalu dipedomani dan dilaksanakan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan yang diangkat penulis dalam paper ini adalah :
1. Apa itu Sraddha dan bagian-bagiannya?
2. Bagaimana konsep monotheisme dalam Veda?
3. Bagaimana pandangan Tuhan Yang Maha Esa dalam filsafat ketuhanan?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan penulis dalam penulisan paper ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian sraddha dan bagian-bagiannya.
2. Untuk mengetahui konsep monotheisme dalam Veda.
3. Untuk mengetahui pandanga Tuhan Yang Maha Esa dalam filsafat ketuhanan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SRADDHA DAN BAGIAN-BAGIANNYA


A. PENGERTIAN SRADDHA
Sebelum secara khusus membahas pendalaman sradhha terlebih dahulu
dikaji pengertian istilah sradhha ini secara sematik dan aplikatif. Ada 2 jenis kata
yang sangat dekat dengan bunyi kata ini, namun maknanya berbeda, yakni
kata sradhha, yang berarti upacara terakhir bagi seseorangsetelah upacara
pembakaran jenasah yang disebut antyesti atau mrtyusamskara dan penyucian roh
yang disebut pitrapinda atau sapindikarana (Klostermeier, 1990:180).
Upacara sraddha ini berdasarkan uraian kitab Nagarakrtagama dilaksanakan pula
pada jaman kemasan Majapahit, saat itu Raja Hayam Wuruk melakukan
upacara sraddha untuk neneknya yang bernama Dyah Gayatri.
Upacara Sraddha dilaksanakan pula di Bali yang kini disebut nuntun atau
ngalinggihang Dewahyang atau upacara atmasiddhadewata.
Kata sraddha yang merupakan topik tulisan ini mengandung makna yang
sangat luas, yakni keyakinan atau keamanan. Untuk itu, dalam rangka memperluas
wawasan kita tentang istilah ini, maka dikutipkan beberapa pengertian tentang
kata sraddha seperti diungkapkan Yaska dalam bukunyaNighantu (III.10), sebagai
berikut : Kata Sradhha dari akar kata srat yang berarti kebenaran (satyanamani),
sedang Sayana memberikan interprestasi dalam pengertian berikut :
a) Adaratisaya atau bahumana, penghargaan yang tertinggi (dalam Rg.Veda
I.107;V.3).
b) Visvasa, keyakinan atau kepercayaan (Rg.Veda II.12.5).
c) Purusagatobhilasa-visesah, satu bentuk yangistimewa dari keinginan
manusia (Rg.Veda X.151).
d) Sraddhadhanah sebagai karmanustannatatparah. Ia yang memiliki keyakinan di
dalam dan semangat untuk mempersembahkan upacara pemujaan (Atharvaveda
VI.122.3).

Kata sraddha sering dikaitkan dengan Panca yang artinya lima. Panca sraddha
dapat diartikan dengan lima dasar keperrcayaan agama Hindu.

B. BAGIAN-BAGIAN SRADHA
Bagian-bagian dari Panca Sraddha ada lima, yaitu :
1. Widhi Tatwa atau Widhi Sraddha, keimanan terhadap Tuhan yang maha
esa dengan berbagai manifestasi-Nya.
Tujuan agama Hindu adalah mencapai kesejahteraan dunuawi dan kebahagiaan
rohani. Untuk mencapai tujuan itu dapat ditempuh melalui empat jalan yang
disebut Catur Marga. Iantara keempat jalan itu, bhakti marga atau bhakti yoga
yaitu sujud kepada Tuhan adalah jalan yang termudah. Dengan jalan bhakti tidak
memerlukan kebijaksanaan yang tinggi atau jnana. Oleh sebab itu sebagian besar
umat manusia dapat melakukannya.
Untuk menimbulkan rasa bhakti kepada tuhan yang berwujud suksma maka
perluyakin dahulu dengan ada-Nya. Seseorang tidak mungkin akan dapat sujud
bhakti kepada Tuhan apabila ia tidak percaya akan adanya Tuhan. Oleh karena
ituterlebih dahulu perlu adanya Sraddha atau keyakinan.
Kitab suci Yayur Veda XIX.30 menyebutkan sebagai berikut:
raddhaya satyam apnoti
raddham satye prajapati
Artinya:
Dengan sraddha orang akan mencapai Tuhan.
Tuhan menetapkan, dengan craddha menuju saya.
Adapun kemahakuasaan dan kemaha-sempurnaan-Nya/Hyang Sadaiwa antara
lain meliputi : Guna, Sakti, dan Swabhawa. Guna tersebut meliputi tiga sifat
yang mulia; akti meliputi empat kekuatan yang disebut adhu akti dan
Swabhawa tersebut meliputi delapan kemaha-kuasaan yang disebut Astaiwrya.

a. Guna dari Tuhan (sadaiwa)


Guna atau sifat mulia dari Tuhan (sadaiwa) ada tiga macam, antara lain:
1. Durasrawana artinya berpendengaran serba jauh.
2. Durasarwajna artinya berpengetahuan serba sempurna.
3. Duradarsaana artinya berpandangan serba luas.

b. akti dari Tuhan (sadaiwa)


akti dari Tuhan (sadaiwa)ada empat yang disebut adhu-akti yang terdiri
dari:
1. Wibhu akti artinya Tuhan bersifat maha-ada
2. Prabu akti artinya tuhan bersifat maha-kuasa
3. Jnana akti artinya Tuhan bersifat maha-tahu
4. Kriya akti artinya Tuhan bersifat maha-karya

c. Swabhawa dari Tuhan (sadaiwa)


Ada delapan swabhawa (kewibawaan/kemaha-adaan atau kemaha-muliaan) Tuhan
(sadaiwa) yang disebut dengan Astaiswarya yang terdiri dari:
1. Anima berarti sekecil-sekecilnya (lebih kecil dari atom)
2. Laghima berarti ringan seringan-ringannya (lebih ringan dari udara)
3. Mahima berarti maha besar (dapat memenuhi ruangan)
4. Prapti berarti serba sukses (dapat mencapai segala sesuatu yang dikehendaki)
5. Prakamya berarti segala keinginannya dapat tercapai
6. Isitwa berarti maha raja atau Raja diraja
7. Wasitwa berrti Maha Kuasa dengan mengatasi segala-galanya
8. Yatrakamawasayitwa berarti segala kehendak tak ada dapat menentang.

Demikian delapan sifat keagungan Hyang Widhi / Tuhan (sadaiwa)


sebagai maha pengasih dan penyayang alam semesta beserta dengan isinya.

2. Atma tatwa atau Atma Sraddha, keimanan terhadap Atma yang


menghidupkan semua makhluk
Atma adalah hidupnya hidup dari manusia, asalnya adalah dari Sang Hyang
Widhi Waa / Tuhan Yang Maha Esa. Atma yang bersemayam dalam tubuh
manusia disebut jiwatman. Dalam filsafat bagian yang menguraikan tentang
atma disebut atma Tattwa.
Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan Yang
Maha Esa dan prabhawabawanya sebagai Brahma (Dewa Pencipta). Tuhan
Yang Maha Esa bersifat Maha Ada, Maha Kekal, tanpa awal dan akhir disebut
Wiyapaka Nirwikara. Wiyapaka berarti meresap, mengatasi, berada disegala
tempat, pada semua makhluk, juga pada manusia. Sedangkan nirwikara berarti
mengatasi sifat yang berubah-ubah. Ini menunjukkan, bahwa ia (Tuhan) berada
dimana-mana berada dan meresapi semua makhluk termasuk manusia. Alam
semesta ciptaan-Nya disebut dengan nama Bhuwana Agung (makrokosmos) dan
jasmani manusia disebut Bhuwana Alit (mikrokosmos).
Adapun sifat-sifat atma itu adalah sebagai berikut:
1. Acchedya berarti tak terlukai oleh senjata
2. Adahya berarti tak terbakar oleh api
3. Akledya berarti tak terkeringkan oleh angin
4. Asesya berarti tak terbasahkan oleh air
5. Nitya berarti abadi
6. Sarwagatah berarti ada dimana-mana
7. Sthanu berarti tak berpindah-pindah
8. Acala berarti tak bergerak
9. Sanatana berarti selalu sama
10. Awyakta berarti tak dilahirkan
11. Acintya berarti tak terpikirkan
12. Awikara berarti tak berobah

Itulah sifat-sifat atma yang ada dalam diri kita, dengan sifat-sifat tertentu sesuai
dengan fungsinya.

3. Karmaphala tatwa aatau karmaphala Sraddha, keimanan terhadap


kebenaran hukum sebab akibat atau buah dari perbuatan.
Tiada sebab tanpa akibat dan tiada karma tanpa phala. Setiap
perbuatan pasti ada phalanya, perbuatan baik pasti berakibat baik dan perbuatan
buruk pasti berakibat buruk. Hasil dari pada perbuatan pasti seimbang dengan
perbuatan tiap-tiap manusia itu sendiri.
Kata karma berasal dari bahasa sansekerta, dari kata kri yang artinya
berbuat, bekerja ; sehingga segala kegiatan kerja adalah karma. Kata phala berarti
buah, jadi karmaphala dapat diartikan hasil daari perbuatan. Hukum rantai sebab
kibat perbuatan (karma) dan phala perbuatan (karmaphala) ini disebut dengan
Hukum Karma.
Akaranam kathakaryam
Samsaretha bhavisyasti (Dewi Bhagawadgita 1,5,74)
Artinya :
Mungkinkah (suatu) perbuatan tiada sebab (dan akibatnya) di
dalam (lingkaran) samsara (lahir dan mati) disini.
Hukum Karma yang mempengaruhi seseorang bukan saja akan
diterimanya sendiri, akan tetapi juga akan diwarisi oleh anak cucu atau
keturunannya juga. Adapun segala bekas-bekas atau kesan-kesan dari segala gerak
atau perbuatan yangtercatat atau melekat pada suksma sarira disebut dengan
karma wasana. Karma berarti perbuatandan wasana berarti bekas-bekas atau sisa-
sisa yang masih melekat. Karma wasana artinya bekas-bekas atau sisa-sisa
perbuatan yang masih melekat.
(Karma wasana) itulah yang menyebabkan adanya penjelmaan yang berbeda-
beda ada penjelmaan Dewa (roh suci), ada penjelmaan Widyadhara (roh yang
bijaksana), ada penjelmaan Raksasa (roh angkara murka), ada penjelmaan
Daitya (roh yang keras hati), ada pula penjelmaan naga (roh yang mempunyai
watak berbelit-belit, seperti ular), dan ada banyak lagi macamnya yoni (benih-
benih penjelmaan atau karma waasana) itu, yang merupakan sumber penjelmaan,
oleh karena itu, (maka) masing-masing (makhluk) berbeda-beda sifatnya.
(Wrhaspati tatwa 3,35)
Berdasarkan cepat lambatnya untuk menikmati hasil dari karmanya, maka
karmaphala dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Sancita Karmaphala adalah phala perbuatan yang terdahulu yang belum habis
dinikmati dan masih merupakan benih untuk menentukan kehidupan sekarang.
Jadi orang lahir kedunia ini sudah membawa phala dari karmanya yang lampau.
b. Prarabda Karmaphala adalah karma yang dilakukan pada saat hidup sekarang
ini dan hasilnya telah habis pula dinikmati dalam masa penjelmaan hidup ini.
c. Kryaman Karmaphala adalah karma yang hasilnya belum sempat dinikmati
dalam waktu berbuat dan akan dinikmati kelak dalam penjelmaan yang akan
datang.

Dengan adanya 3 jenis karmaphala tersebut maka seseorang dalam hidupnya


itu selalu berbuat baik, walaupun hasilnya tidak dapat dinikmati pada saat berbuat.
Tegasnya cepat atau lambat dalam kehidupan kini atau kemudian, segala sesuatu
hasil perbuatan, pasti akan diterima, karena hal ini sudah merupakan hukum sebab
akibat.

4. Samsara tatwa atau samsara sraddha, keimanan terhadap kelahiran


kembali
Kelahiran berulang-ulang ke dunia ini membawa akibat suka dan duka.
Punarbhawa atau samsara ini terjadi karena jiwatman masih dipengaruhi oleh
karma wasana. Bekas-bekas perbuatan (karma wasana) itu ada bermacam-macam.
Jika bekas-bekasitu hanya bekas-bekas keduniawian, maka jiwatman itu lahir
kembali. Kelahiran dan hidup ini adalah samsara yang digambarkan sebagai
hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan atau karma di masa kelahiran lampau.
Jangka waktu dari samsara tergantung dari perbuataan baik buruk kita pada
masa lampau (atita), yang akan dating (nagata), dan yang sekarang (wartamana).
Selama kita terikat pada unsur-unsur keduniawian dan jiwa masih terikat oleh
unsur-unsur duniawi, maka jiwaa akan terus menerus menjelma dari suatu tubuh
ketubuh yang lainnya.

5. Moksa tatwa atau moksa sraddha, keimanan terhadap kebebasan yang


tertinggi bersatunya Atma dengan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa.
Moksa adalah suatu istilah untuk menyebutkan atma manusia telah kembali
dan menjadi satu dengan Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa, dimana ia tidak
mengalami kelahiran kembali, bebas dari punarbhawa atau samsara, serta
mencapai kebahagiaan tertinggi.
Moksa adalah tujuan akhir bagi penganut agama Hindu. Umat Hindu
menghendaki agar bisa hidup hanya sekali saja didunia ini, demikian ia dapat
mengenyam kehidupan yang abadi dengan kebahagiaan yang langgeng. Didalam
Bhagawadgita disebutkan sebagai berikut:
Apuryamanam acala pratkstham
Samudram apah prawisanti yadwat
Tadwat kania yanm prawsyanti sarve
Sa santun apnoti na kama kami (BG.II.70)
Artinya :
Ibarat air masuk ke samudra, walau terus menerus, namun tetap tenang tidak
bergerak, demikian juga orang yanag berjiwa tenang mencapai kedamaian
walaupun semua ketenangan yang masuk pada dirinya, tetapi bukan orang yang
melepas hawa nafsu.

2.2 KONSEP MONOTHEISME DALAM VEDA


Paham Ketuhanan dala Agama Hindu sampai sekarang masih belum
dimengerti benar-benar oleh orang yang bukan agama Hindu. Agama hindu sejak
lama selalu menjadi bulan-bulanan, yang dituduhkan sebaga agama yang
Polytheisme yang artinya agama menyembah banyak Tuhan (poly = banyak , theo
= Tuhan) walaupun agama Hindu sesungguhnya bukan meruoakan agama
polytheis. Agama hindu sebagaimana halnya dengan agama lain, adalah yang
Monotheisme, artinya mono = satu, theo = Tuhan. Tuduhan yang salah itu
disebabkan karena penggambaran yang salah oleh para peneliti agama serta tidak
secara menyeluruh. Sebenarnya kesalahan itu dapat dihindari kalau mereka-
mereka itu menyadari bahwa melihat system ketuhanan Hindu harus dilihat secara
konseptual dan menyeluruh, dengan melihat keseluruhan sumber informasi yang
dipergunakan.
Agama Hindu adalah agama yang Monotheisme atau percaya akan adanya
satu Tuhan. Konsepsi tentang pengertian Keesaan Tuhan telah ada dalam Pustaka
Suci Veda. Semua orang beragama mufakat dalam mengartikan Tuhan sebagai
Yang Maha Tertinggi, tetapi arti dari Yang Maha Tinggi itu berbeda-beda
menurut keyakinan agama masing-masing.
Namun yang jelas menurut Konsepsi Monotheisme, Tuhan tidak boleh
dicampurkan dengan hal-hal dunia, karena Tuhan itu satu adanya, dan tidak dapat
dibagi-bagi kemuliaannya.
Menurut Veda, Tuhan adalah Esa, Maha Kuasa, Maha ada, dan menjadi
sumber dari segala yang ada dan tiada. Kepercayaan akan Keesaaan Tuhan dalam
Veda dapat dilihat dari rumusan-rumusan ayat atau mantera yang terdapat di
dalam Rg.Veda. dalam mantera-mantera tersebut sifat-sifat keesaan Tuhan
digambarkan dengan berbagai sebutan mula-mula Purusha (tak terbatas),
kemudian Hiranyagarbha (pencipta semua makhluk), Prajapati (asal mula semua
makhluk), Pita ( ayah dari semua yang ada).
Pemberian nama terhadap sifat-sifat Tuhan ini adalah suatu hal yang dapat
dielakkan, namun tidak mempengaruhi hakikat-Nya yang hakiki. Karena menurut
Veda yang absolute (Tuhan) itu adalah satu, hanya orang-orang bijaksana yang
menyebutnya dengan banyak nama. Hal ini tercantum dalam syair mantera Veda,
yaitu Rg.Veda mandala I.164-46 yang berbunyi :
Ekam sat wipra bahuda wadanti
Ini jelaasnya menunjukkan bahwa Tuhan itu adalah satu. Ia yang absolut, Ia
yang tunggal, Ia satu-satunya, hanya sifat-sifat-Nyalah yang digambarkan
berbeda-beda oleh orang-orang yang bijaksana. Hal ini disebabkan keterbatasan
jangkauan pikiran manusia. Ini menunjukkaan bahwa Konsepsi Keesaan Tuhan
jelas tercantumdalam Veda.
Sebagai bulti lain, yang menyatakan Keesaan Tuhan telah tercantum dalam
dalam ayat-ayat Rg.Veda mandaala 10. Dengan kemahakuasan-Nya yang tak
terbatas yang sukar dijangkau pikiran, maka pertama kali dalam Veda Tuhan
disebut purusa yang artinya tak terbatas. Hal ini jelas disebutkan dalam Purusa-
Sukta, Rg.Veda 10.90.1-2 yang berbunyi :
Saharsa sirsa purusah
Sahasraksah sahasrapat,
Sa bhumim vis vato vrtva,
Tyatisthad das angulam
Purusa evedam sarvam,
Yabbbhutam yacca bhavyam.
Artinya :
Purusha mempunyai kepala, seribu mata dan seribu kaki (Purusa tak terbatas),
beliau meliputi alam semesta ini dari semua arah, tetapi diri_Nya sendiri
(Purusa) lebih dari alam semesta itu dengan ukuran 10 jari. Semua ini, semua
yang sudah jadi adalah sama dengan purusa atau Purusa sama dengan semua
ini, yaitu semua yang sudah jadi dan semua yang akan jadi.
Dalam syair Veda diatas Tuhan dikatakan Purusa atau sifat Tuhan tidak
terbatas. Karena Tuhan menurut Veda adalah absolute, tidak ada yang keduanya.
Hanya Tuhanlah yang penguasa alam semesta, karena kuasa Tuhan lebih dari
dunia ini, yang berarti Tuhan adalah Tunggal ada-Nya.

2.3 PANDANGAN TUHAN YANG MAHA ESA MENURUT FILSAFAT


AGAMA
Perkembanhan pemahaman umat manusia terhadap-Nya,lebih jauh bila dalam
usaha memantapkan pemahaman kita tentang Tuhan Yang Maha Esa, kiranya
perlu kami ketengahkan pandangan filsafat tentang ketuhanan. Pandangan filsafat
tentang Tuhan Yang Maha Esa dengan pandangan agama tentang yang sama
tentunya berbeda. Pandangan agama terhadap Tuhan Ynag Maha Esa atau ajaran
ketuhanan menurut ajaran agama disebut teologi, dab sifatnya adalah sebagai
keimanan dan imani atau diyakini oleh pemeluknya. Filsafat Ketuhanan
berdasarkan pendekatan piker (rasional) sesuai dengan filsafat. Di dalam filsafat
ketuhanan, pandangan tentang TuhanYang Maha Esa dapat di jumpai beraneka
macam, sebagai berikut:
1. Animisme: keyakinan akan adanya roh bahwa segala sesuatu di
alam semesta ini dialami dan dikuasai oleh roh yang berbeda-beda pula.

2. Dinamisme: keyakinan terhadap adanya kekuatan-kekuatan alam.


Kekuatan ala mini dapat berupa makhluk (personal) ataupun tanpa
wujud. Tuhan yang disebut sebagai Super Natural Power (kekuatan
alam yang tertinggi).

3. Totemisme: keyakinan tentang adanya binatang keramat, yang


sangat dihormati. Binatang tersebut diyakini memiliki kesaktian.
Umumnya adalah binatang mitos, juga binatang tertentu di ala mini
yang di anggap keramat.

4. Polytheisme: keyakinan terhadap adanya banyak Tuhan. Wujud


Tuhan berbeda beda sesuai dengan keyakinan manusia.

5. Natural Pillytheisme: keyakinan terhadap adanya banyak Tuhan


sebagai penguasa berbagai aspek alam, misalnya: Tuhan, matahari,
angina, bulan dan sebagainya.
6. Henotheisme atau Khathenoisme: keyakinan atau teori
kepercayaan ini di ungkapkan oleh F.Max Muller ketika iya
mempelajari kitab sucii Veda. Sebelumnya, ia mengajukan teori Natural
Polytheisme seperti tersebut diatas. Yang dimaksud Henotheisme dan
Kathenoisme adalah keyakinan terhadap adanya Deva tertinggi yang
pada suatu masa akan digantikan oleh Deva yang lain sebagai Deva
tertinggi. Hal ini dijumpai dalam Rg.Veda pada suatu masa Deva Agni
menempati kedudukan tertinggi, tetapi pada masa berikutnya, deva itu
digantikan oleh Deva Indra, Vayu atau Surya. Dalam perkembangan
selanjutnya, terutama pada kitab-kitab Purana deva-deva tersebut
diambilah fungsinya dan digantikan oleh deva-deva Tri Mu.
Deva Agni digantikan oleh Brahma, Indra-Vayu digantikan oleh Visnu dan Surya
digantikan oleh Siva. Demikian pula Devi Sarasvati adalah Devi Kebijaksanaan
dan Devi Sungai dalam Veda kemudian menjadi sakti Deva Brahma dalam kitab-
kitab Itihasa danPurana. Juga Deva Visnu yang sangat besar dalam kitab-kitab
Purana (Srimad Bhagavatam atau Bhagavata Purana, Visnu Purana), dan lain-lain
7. Phanteisme: keyakinan bahwa dimana0mana serba Tuhan atau
setiap aspek alam digambarkan di kuasai oleh Tuhan. Menurut
sejarawan Arnold Toynbee dan Daisaku Ikeda, sikap sikap bangsa India
dan Asia Timur adalah: Phanteisme yang berbeda dengan monotheisme
Yahudi. Dalam pandangan Phanteisme, ihwal, ketuhanan
termaktub(immanent) di alam semesta. Dalam pandangan Monotheisme,
ihwal Ketuhanan direnggut dari alam semesta dan dibuat berada di luar
pengertian dan pengalaman manusia (transcendent).

8. Monotheisme: keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Tuhan


Yang Satu). Keyakinan ini dibedakan atas:
a). Monotheisme Transcendent: keyakinan yang memandang Tuhan Ynag Maha Esa
berada jauh diluar Ciptaan-Nya. Tuhan Yang Maha Esa Maha Luhur, tidak
terjangkau oleh akal dan pikiran manusia.
b). Monotheisme Immanent: keyakinan yang memandang bahwa Tuhan Yang Maha
Esa sebagai pencipta alam semesta beserta isinya, tetapi Tuhan Yang Maha Esa
itu berada diluar dan sekaligus didalam Ciptaan-Nya. Hal ini dapat diibaratkan
dengan sebuah gelas yang penuh berisi air, kemudian sebagian air tumpah,
ternyata keadaan air didalam gelas tidak berubah.
9. Monisme: keyakinan terhadap Keesaan Tuhan Yang Maha Esa merupakan
hakekat alam semesta. Sebuah kalimat Brhadaranyaka
Upanisad menyatakan:Sarvam Khalvidam Brahman (segalanya adalah Tuhan
Yang Maha Esa).
Demikian berbagai pandangan tentang Tuhan (ketuhanan) yang dikaji
melalui pendekatan filsafat (filsafat ketuhanan). Kajian ini menunjukkan bahwa
keyakinan ini masih diperlukan baik oleh masyarakat, primitive maupun modern.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik penulis adalah : Agama Hindu adalah
agama yang Monotheisme yaitu percaya dengan adanya satu Tuhan (tunggal ada-
Nya). Agama Hindu memiliki lima dasar kepercayaan yang disebut dengan Panca
Sraddha. Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Waa memiliki
berbagai macam manifestasi dengan berbagai macam sebutan, tetapi bukan berarti
agama Hindu adalah agama yang Polytheisme.
3.2 SARAN
1. Kepada semua umat Hindu, agama Hindu adalah agama yang monotheisme dan
bukan Polytheisme.

Anda mungkin juga menyukai