Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Foot drop, atau juga disebut drop foot, adalah ketidakmampuan untuk
mengangkat bagian depan kaki. Hal ini menyebabkan jari kaki menyeret di
tanah saat berjalan. Untuk menghindari menyeret jari-jari kaki, orang dengan
foot drop akan mengangkat lutut lebih tinggi. Atau mereka mungkin
mengayunkan kaki mereka dengan lebih lebar. Foot drop dapat terjadi pada
satu kaki atau kedua kaki pada waktu yang sama. Hal ini dapat menyerang
pada usia berapa pun. Secara umum, foot drop berasal dari kelemahan atau
kelumpuhan dari otot-otot untuk mengangkat kaki. Hal ini bisa disebabkan
oleh faktor yang berbeda-beda. Penatalaksanaan untuk foot drop bervariasi
sesuai dengan penyebabnya.1
Drop foot bukanlah penyakit, melainkan gejala dari masalah yang
mendasari. Tergantung pada penyebabnya, drop foot bisa bersifat sementara
atau permanen. Kebanyakan drop foot disebabkan oleh cedera pada saraf
peroneal dalam lumbal tulang belakang dan sakral. Saraf peroneal adalah
sebuah divisi dari saraf sciatic. Saraf peroneal berjalan di sepanjang bagian
luar kaki bagian bawah (di bawah lutut) dan bercabang ke masing-masing
pergelangan kaki, kaki, dan jari pertama dan kedua. Saraf ini berinervasi atau
mentransmisikan sinyal ke kelompok otot yang bertanggung jawab untuk
pergelangan kaki, kaki, dan gerakan jari kaki dan sensasi jari kaki.2
Drop foot merupakan gejala dari suatu masalah yang mendasari, bisa
disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda-beda, penatalaksanaan untuk
drop foot juga bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Dari uraian diatas
penulis tertarik untuk mengetahui penyebab, cara mendiagnosis serta
penatalaksanaan pada drop foot.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
a) Nervus Ischiadicus

Gambar 2.1. Nerves of the thigh (posterior view)

N. Ischiadicus (L4 dan 5, S1, 2, dan 3) melengkung ke lateral dan


turun kebawah melalui regio glutea, mula-mula terletak di pertengahan
antara spina iliaca posterior superior dan tuber ischiadicum. Saraf ini
kemudian berjalan kebawah pada garis tengah di aspek posterior
tungkai atas dan terbagi menjadi n. peroneus communis dan tibialis
pada tempat yang bervariasi di atas fossa poplitea.4

b) Nervus Peroneus Communis


Nervus peroneus communis yang merupakan cabang terminal n.
ischiadicus yang lebih kecil, mulai di sepertiga bagian bawah tungkai
atas. Saraf ini berjalan turun melalui fossa poplitea, dekat dengan
pinggir medial m. biceps. Nervus peroneus communis meninggalkan

2
fossa dengan menyilang secara superfisial terhadap caput laterale dari
m. gastrocnemius. Kemudian saraf berjalan posterior terhadap caput
fibulae, melengkung ke lateral di sekeliling collum, menembus m.
peroneus longus, dan bercabang menjadi 2 cabang terminal, yaitu (1)
n. peroneus superficialis dan (2) n. peroneus profundus. Pada saat saraf
terletak pada aspek lateral dari collum fibulae, saraf ini terletak
subkutan dan dapat dengan mudah bergerak terhadap tulang.4

Gambar 2.2. Common and superficial peroneal nerves, branches,


and cutaneous innervation.

c) Nervus Peroneus Superficialis


N. peroneus superficialis adalah salah satu cabang terminal n. peroneus
communis. Saraf ini dipercabangkan di dalam massa m. peroneus
longus pada sisi lateral pada sisi lateral collum fibulae. Saraf ini turun
kebawah diantara m. peroneus longus dan brevis, serta di bagian distal
saraf ini menembus fascia profunda dan menjadi saraf kulit4.
Cabang-cabang untuk m. peroneus superficialis mempunyai cabang-
cabang4 :
1. Rami musculares untuk m. proneus longus dan m. proneus
brevis.

3
2. Rami cutanei. Ramus cutaneus medialis dan lateral
didistribusikan ke kulit bagian bawah depan tungkai bawah dan
dorsum pedis. Disamping itu, mempersarafi facies dorsalis dan
kulit semua jari-jari kaki, kecuali sisi-sisi yang berdampingan
antara jari pertama dan kedua dan sisi lateral jari kelingking.

d) Nervus Peroneus Profunda


N. peroneus profunda adalah salah satu cabang terminal n. peroneus
communis. Saraf ini dipercabangkan di dalam massa m. peroneus
longus pada sisi lateral pada sisi lateral collum fibulae. Saraf ini masuk
ke ruang anterior dengan menembus septum facialis anterior,
kemudian berjalan ke bawah profunda dari m. ekstensor digitorum
longus, mula-mula terletak lateral, kemudian anterior, dan akhirnya
lateral terhadap a. tibialis anterior. Saraf berjalan dibelakang
retinaculum ekstensorum4.

Gambar 2.3. Deep peroneal nerve, branches, and cutaneous


innervation.

Cabang-cabang untuk m. peroneus superficialis mempunyai cabang-


cabang :

4
1. Rami musculares untuk m. tibialis anterior, m. extensor
digitorum longus, m. peroneus tertius, dan m. extensor hallucis
longus.
2. Rami articulare untuk sendi pergelangan kaki.

2.2. Definisi Drop Foot


Drop foot adalah keterbatasan atau ketidakmampuan untuk mengangkat
bagian depan kaki yang mengacu kepada kelemahan otot-otot yang
memungkinkan seseorang untuk melenturkan pergelangan kaki dan jari
kaki.3

2.3. Gejala dari Drop Foot


Gejala cedera saraf peroneal (foot drop) dapat meliputi5 :
Ketidakmampuan untuk menunjukkan jari-jari kaki ke arah tubuh
(dorsofleksi)
Nyeri
Kelemahan
Mati rasa (pada shin atau atas kaki)
Hilangnya fungsi kaki
High-stepping walk (disebut steppage gait atau footdrop gait)3.
Gejala yang paling umum dari penurunan kaki, gaya berjalan
steppage tinggi sering ditandai dengan menaikkan paha dalam mode
berlebihan sambil berjalan, seolah-olah menaiki tangga.

5
Gambar 2.4. Compensating step for foot drop.

Steppage gait tinggi dikaitkan dengan salah satu dari berikut :


Menyeret kaki dan jari kaki
Menyeret jari kaki di tanah
Jari kaki menapak dengan tidak terkontrol.

2.4. Etiologi
Drop Foot adalah gejala dari masalah yang mendasari, dari penyakit
itu sendiri. Hal ini dapat bersifat sementara atau permanen. Penyebab
drop foot meliputi6 :
Cedera saraf. Merupakan penyebab yang paling sering terjadi,
drop foot disebabkan oleh cedera pada saraf peroneal. Saraf
peroneal merupakan cabang dari saraf sciatic yang membungkus
dari belakang lutut ke depan tulang kering. Karena itu duduk
sangat dekat dengan permukaan, dapat menyebabkan cedera
dengan mudah.
Cedera pada saraf peroneal juga dapat dikaitkan dengan rasa
sakit atau mati rasa di sepanjang tulang kering atau bagian atas
kaki.

6
Beberapa cara umum saraf peroneal rusak atau dikompresi
meliputi :
Cedera olahraga
Diabtes Melitus
Hip or knee replacement surgery
Duduk bersila atau jongkok dalam waktu yang lama
Persalinan
Kehilangan sejumlah besar berat badan
Cedera pada akar saraf di tulang belakang juga dapat
menyebabkan drop foot.

Gangguan otak atau tulang belakang. Kondisi neurologis yang


dapat berkontribusi untuk drop foot :
Stroke
Multiple sclerosis ( MS )
Cerebral palsy
Charcot - Marie - Tooth disease

Gangguan otot. Kondisi yang menyebabkan otot-otot lemah


secara progresif atau memburuk yang dapat menyebabkan drop
foot.
Muscular dystrophy
Amyotrophic lateral sclerosis (penyakit Lou Gehrig)
Polio

2.4. Diagnosis
a) Anamnesis
Anamnesis pada penderita drop foot mencakup gejala yang menyertai
seperti ketidakmampuan mengangkat kaki bagian depan, nyeri,
kelemahan pada kaki, kelemahan hanya pada satu sisi saja atau kedua
sisi, mati rasa, dan perubahan cara berjalan. Sangat diperlukan riwayat

7
penyakit yang pernah diderita yang berhubungan dengan kelemahan
kakinya. Riwayat trauma pada lutut atau pinggul. Riwayat kebiasaan
seperti duduk bersila, serta riwayat operasi pinggul atau lutut.

b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah dimulai ketika penderita
datang ke dokter dengan mengamati penampakan umum penderita,
raut muka, cara berjalan, cara duduk dan cara tidur, proporsi tinggi
badan terhadap anggota tubuh lainnya, keadaan simetris bagian tubuh
kiri dan kanan, cara berjalan dan tingkah laku, ekspresi wajah,
kecemasan serta reaksi emosional lainnya untuk melihat aspek-aspek
emosional dan somatis dari penderita.
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang paling penting dalam
memperkuat penemuan-penemuan yang berhasil kita dapatkan dari
riwayat dan anamnesis yang telah kita buat dan menambah atau
mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita lakukan .
Cara berjalan (gait)
Pengamatan gait merupakan aspek penting dari diagnosis yang
dapat memberikan informasi mengenai beberapa kondisi
muskuloskeletal dan saraf. Secara khusus, ada delapan gaits
patologis dasar yang dapat dikaitkan dengan kondisi neurologis :
hemiplegia, diplegic kejang, neuropati, miopati, Parkinsonian,
choreiform, ataxic (serebelum) dan sensorik.
Hemiplegia Gait
Pasien berdiri dengan kelemahan unilateral pada sisi yang
terkena, lengan tertekuk, adduksi dan diputar secara
internal. Kaki pada sisi yang sama dalam ekstensi dengan
fleksi plantar kaki dan jari kaki. Saat berjalan, pasien
akan terus memegang lengannya atau ke satu sisi dan
menyeret kaki yang terkena di setengah lingkaran
(circumduction) karena kelemahan otot distal (foot drop)

8
dan ekstensor hypertonia di tungkai bawah. Hal ini paling
sering terlihat pada stroke. Dengan hemiparesis ringan,
kehilangan lengan ayun normal dan sedikit circumduction
mungkin satu-satunya kelainan .
Diplegic Gait
Pasien memiliki keterlibatan di kedua sisi dengan
kelenturan di ekstremitas bawah lebih buruk daripada
ekstremitas atas. Pasien berjalan dengan basis normal
sempit, menyeret kedua kaki dan gesekan jari-jari kaki.
Cara berjalan ini terlihat pada lesi periventrikular
bilateral, seperti yang terlihat pada cerebral palsy. Ada
juga karakteristik ekstrim adductors pinggul yang dapat
menyebabkan kaki untuk menyeberangi garis tengah
disebut sebagai gaya berjalan gunting. Di negara-negara
dengan perawatan medis yang memadai, pasien dengan
cerebral palsy mungkin memiliki operasi rilis adduktor
hip untuk meminimalkan scissoring.
Neuropathy Gait (steppage gait, Equine gait)
Terlihat pada pasien dengan drop foot (kelemahan kaki
dorsofleksi), penyebab gait ini adalah karena upaya untuk
angkat kaki cukup tinggi selama berjalan sehingga kaki
menyeret di lantai. Jika unilateral, penyebab termasuk
peroneal kelumpuhan saraf dan L5 radiculopathy. Jika
bilateral, penyebab termasuk amyotrophic lateral
sclerosis, penyakit Charcot - Marie - Tooth dan neuropati
perifer lainnya termasuk yang berhubungan dengan
diabetes yang tidak terkontrol.
Miopati Gait (Waddling Gait)
Otot panggul bertanggung jawab untuk menjaga tingkat
panggul saat berjalan. Jika Anda memiliki kelemahan
pada satu sisi, hal ini akan menyebabkan penurunan

9
panggul di sisi kontralateral panggul sambil berjalan
(Trendelenburg tanda). Dengan kelemahan bilateral,
Anda akan menjatuhkan panggul di kedua sisi selama
berjalan. Cara berjalan ini terlihat pada pasien dengan
miopati, seperti distrofi otot .
Gait Parkinsonian
Dalam gait ini, pasien akan memiliki kekakuan dan
bradikinesia. Dia akan membungkuk dengan kepala dan
leher ke depan, dengan fleksi pada lutut. Seluruh
ekstremitas atas juga fleksi dengan jari biasanya ekstensi.
Pasien berjalan dengan langkah-langkah agak lambat
diketahui pada marche a petits pas (berjalan dari
langkah-langkah kecil). Pasien juga mungkin mengalami
kesulitan memulai langkah. Pasien mungkin
menunjukkan kecenderungan tak sadar untuk mengambil
langkah-langkah percepatan, yang dikenal sebagai
festinasi. Kiprah ini terlihat pada penyakit Parkinson atau
kondisi yang menyebabkan lain parkinsonisme, seperti
efek samping dari obat-obatan .
Choreiform Gait (hiperkinetik Gait)
Cara berjalan ini ini terlihat dengan gangguan ganglia
basal tertentu termasuk Sydenham 's chorea, Penyakit
Huntington dan bentuk lain dari chorea, athetosis atau
dystonia. Pasien akan menampilkan gerakan tidak teratur,
gerakan involunter di semua ekstremitas. Berjalan dapat
menonjolkan gangguan gerakan dasar mereka .
Ataxic Gait ( serebelum )
Paling sering terlihat pada penyakit serebelar, cara
berjalan ini digambarkan sebagai kikuk, gerakan
mengejutkan dengan kiprah berbasis lebar. Sambil berdiri
diam, tubuh pasien akan bolak-balik dan dari sisi ke sisi,

10
yang dikenal sebagai titubasi. Pasien tidak akan mampu
berjalan dari tumit sampai ujung kaki atau dalam garis
lurus. Kiprah keracunan alkohol akut akan menyerupai
kiprah penyakit cerebellar. Pasien dengan ketidakstabilan
yang lebih truncal lebih mungkin untuk memiliki
penyakit cerebellar garis tengah pada vermis .
Gait sensorik
Saat kaki kita menyentuh tanah, kita menerima informasi
propioreceptive untuk memberitahu kita lokasi mereka.
Cara berjalan ataxic sensorik terjadi ketika kehilangan
masukan propioreceptive ini. Dalam upaya untuk
mengetahui kapan kaki menapak dan lokasi mereka,
pasien akan membanting kaki keras ke tanah untuk
merasakannya. Kunci cara berjalan ini melibatkan
eksaserbasi ketika pasien tidak dapat melihat kaki mereka
(yaitu dalam gelap). Cara berjalan ini juga kadang-
kadang disebut sebagai gait menghentak karena pasien
dapat mengangkat kaki mereka sangat tinggi untuk
memukul tanah keras. Gait ini dapat dilihat pada
gangguan kolom dorsal (defisiensi B12 atau tabes
dorsalis) atau penyakit yang mempengaruhi saraf perifer
(diabetes yang tidak terkontrol). Dalam bentuk yang
berat, gaya berjalan ini dapat menyebabkan ataksia yang
menyerupai gaya berjalan ataksia cerebellar.

c) Pemeriksaan Lokalis
Pemeriksaan dilakukan secara sitematis dengan urutan-urutan sebagai
berikut:
Inspeksi (Look)
Inspeksi dilakukan secara sistematik dan perhatian terutama
ditujukan pada :

11
a. Kulit, meliputi warna kulit dan tekstur kulit.
b. Jaringan lunak yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo,
ligamen, jaringan lemak, fasia, kelenjar limfe.
c. Tulang dan Sendi
d. Sinus dan jaringan parut
Palpasi (Feel)
Yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah:
a. Suhu kulit, apakah lebih panas/dingin dari biasanya,
apakah denyutan arteri dapat diraba atau tidak.
b. Jaringan lunak; palpasi jaringan lunak dilakukan untuk
mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot, keadaan
membran sinovial, penebalan membran jaringan
sinovial, adanya tumor dan sifatnya, adanya cairan di
dalam/ di luar sendi atau adanya pembengkakan.
c. Nyeri tekan; perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari
nyeri, apakah nyeri setempat atau nyeri yang bersifat
kiriman dari tempat lain (referred pain).
d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan,
penonjolan dari tulang atau adanya gangguan di dalam
hubungan yang normal antara tulang yang satu dengan
lainnya.
e. Pengukuran panjang anggota gerak; terutama untuk
anggota gerak bawah dimana adanya perbedaan panjang
merupakan suatu hal yang penting untuk dicermati.
Pengukuran juga berguna untuk mengetahui adanya
atrofi/pembengkakan otot dengan membandingkan
dengan anggota gerak yang sehat.
Penilaian deformitas yang menetap;pemeriksaan ini
dilakukan apabila sendi tidak dapat diletakkan pada posisi
anatomis yang normal.
Kekuatan otot (Power)

12
Pemeriksaan kekuatan otot penting artinya untuk diagnosis,
tindakan, prognosis serta hasil terapi. Penilaian dilakukan
menurut Medical Research Council dimana kekuatan otot
dibagi dalam grade 0-5, yaitu:
Grade 0
Tidak ditemukan adanya kontraksi otot.
Grade 1
Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari
tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak
dapat menggerakkan sendi.
Grade 2
Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi.
Grade 3
Disamping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat
melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap
tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.
Grade 4
Kekuatan otot seperti pada grade 3 disertai dengan
kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan.
Grade 5
Kekuatan otot normal.
Penilaian gerakan sendi baik pergerakan aktif maupun pasif
(Move)
Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah pergerakan yang
aktif merupakan pergerakan sendi yang dilakukan oleh
penderita sendiri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan
sendi dengan bantuan pemeriksa.
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai:
a) Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit

13
Apakah gerakan ini disertai dengan adanya
krepitasi
b) Stabilitas sendi
Terutama ditentukan oleh integritas kedua
permukaan sendi dan keadaan ligamen yang
mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi
dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada
ligamen dan gerakan sendi diamati.
c) Pemeriksaan ROM (Range of Join Movement)
Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada
setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas
gerakan aktif dan batas gerakan pasif.
Setiap sendi mempunyai nilai batas gerakan normal
yang merupakan patokan untuk gerakan abnormal
dari sendi. Dikenal beberapa macam gerakan pada
sendi, yaitu : abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi,
rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi, supinasi,
fleksi lateral, dorso fleksi, plantar fleksi, inversi dan
eversi.

Pemeriksaan Sensoris
Pemeriksaan sistem sensori sangat bergantung pada kemampuan
dan keinginan pasien untuk bekerja sama. Sensasi dirasakan oleh
pasien (sifat subjektif) dan oleh karena itu pemeriksa sangat
bergantung pada tingkat kepercayaan kita terhadap pasien.
Pemeriksaan ini tidak perlu untuk memeriksa semua wilayah
di permukaan kulit.
Sebuah pemeriksaan cepat pada wajah, leher, lengan, badan, dan
kaki dengan jarum hanya membutuhkan beberapa
detik. Biasanya salah satu tujuannya adalah mencari perbedaan
antara kedua sisi tubuh. Lebih baik untuk bertanya

14
apakah rangsangan pada sisi berlawanan dari tubuh terasa sama
daripada menanyakan apakah terasa berbeda. Pemeriksaan
sensorik terdiri dari:
Sentuhan ringan
Sensasi nyeri
Sensasi getaran
Propriosepsi
Lokalisasi taktil
Pada pasien tanpa tanda atau gejala penyakit neurologis,
pemeriksaan fungsi sensorik dapat dilakukan dengan cepat,
dengan memeriksa adanya sensasi normal pada ujung jari tangan
dan kaki. Pemeriksa dapat memilih apakah ia mau memeriksa
sentuhan ringan, nyeri dan sensasi getaran. Jika semuanya
normal, pemeriksaan sensorik lainnya tidak diperlukan. Jika ada
gejala atau tanda yang menunjukkan gangguan neurologi, harus
dilakuka pemeriksaan lengkap.
a) Pemeriksaan Sentuhan Ringan
Sentuhan ringan diperiksa dengan menyentuh
pasien secara ringan dengan sepotong kecil kain
kasa. Mintalah pasien untuk menutup mata dan
memberitahu anda jika anda sedang menyentuhnya.
Diusahakan menyentuh jari kaki dan tangan pasien.
Jika sensasinya normal, lanjutkan dengna
pemeriksaan yang lain. Jika sensasinya abnormal,
lakukanlah pemeriksaan di bagian proksimal sampai
batas ketinggian gangguan sensorik dapat
ditentukan.
b) Pemeriksaan Sensasi Nyeri
Rasa nyeri dapat dibangkitkan dengan berbagai
cara, misalnya dengan menusuk, memukul,
merangsang dengan api atau sesuatu yang sangat

15
dingin dan juga dengan berbagai larutan kimia.
Sensasi nyeri diperiksa dengan menggunakan peniti
dan menanyakan kepada pasien apakah ia
merasakannya. Mintalah kepada pasien untuk
menutup matanya. Bukalah peniti dan sentuhlah
pasien dengan ujungnya. Sebelumnya perlu
diberitahukan kepaa pasien bahwa yang diperiksa
ialah rasa nyeri dan bukan rasa raba. Kita periksa
seluruh tubuh, dan bagian-bagian yang simetris
dibandingkan. Bila bagian yang simetris
dibandingkan, tusukan harus sama kuat. Bila kita
memeriksa sensibilitas pada pasien yang gelisah
atau yang agak menurun kesadarannya, maka
pemeriksaan rasa tusuk masih dapat dilakukan,
sedang yang lainnya perlu ditangguhkan.
c) Pemeriksaan Sensasi Getar
Sensasi getaran diperiksa dengan menggunakan
garpu tala 128 hz. Ketuklah garpu tala dengan tumit
tangan anda dan letakkanlah di suatu tonjolan tulang
di bagian distal tubuh pasien. Minta pasien untuk
memberitahukan anda kalau ia sudah tidak dapat
merasakan getaran itu lagi. Minta kepada pasien
untuk menutup matanya. Letakkan garpu tala yang
sedang bergetar pada falangs distal jari tangan
pasien dan jari tangan anda sendiri. Dengan cara ini
anda akan dapat mersakan getaran melalui jari
pasien untuk menentukan ketepatan respon pasien.
Setelah jari tangan periksa juga jari kaki. Jika tidak
ada gangguan lakukan pemeriksaan berikutnya. Jika
ada gangguan, tentukanlah batas gangguannya.
d) Pemeriksaan Propiosepsi

16
Sensasi posisi, atau propriosepsi, diperiksa dengan
menggerakkan falangs distal. Pemeriksa memegang
falangs distal pada sisi lateralnya dan menggerakkan
ke atas sambil memberitahukan pasien. Pemeriksa
kemudian menggerakkan falangs distal pasien ke
bawah dan memberitahukannya. Dengan mata
pasien tertutup, pemeriksa menggerakkan falangs
distal naik turun dan akhirnya berhenti, setelah itu
tanyakan pada pasien apakah falangs distal terletak
di atas atau di bawah. Secara rutin lakukanlah
pemeriksaan pada falang terminal sebuah jari pada
tiap tangan dan falang terminal jari kaki. Jika tidak
ada gangguan sensasi posisi, pemeriksa harus
melanjutkan sisa pemeriksaan berikutnya.
e) Pemeriksaan Lokalisasi Taktil
Lokalisasi taktil, yang dikenal pula sebagai
perangsangan simultan ganda, diperiksa dengan
meminta pasien menutup matanya sambil
menanyakan kepadanya bagian tubuh mana yang
disentuh. Pemeriksa dapat menyentuh pasien pada
pipi kanannya dan lengan kiri. Pasien kemudian
ditanyakan dimana jari pemeriksa berada. Biasanya
pasien tidak menemukan kesulitan dalam
menentukan kedua daerah ini. Pasien dengan lesi
lobus parietalis mungkin merasakan kedua sentuhan
ini, tetapi mungkin memadamkan sensasi pada sisi
kontralateral dengan sisi lesi. Perasaan ini
merupakan fenomena yang disebut ekstingsi.

Studi Laboratorium

17
Penegakan diagnosis drop foot dengan menggunakan studi
laboratorium sampai saat ini belum menunjukan hasil yang
bermakna. Penurunan kaki unilateral spontan secara tiba tiba
dengan keadaan awal yang sehat, memerlukan investigasi lebih
lanjut kedalam penyebab seperti penyebab metabolik, termasuk
diabetes, penyalahgunaan alkohol, dan paparan racun.
Tes tes laboratorium yang sering digunakan adalah sebagai
berikut.

Gula darah puasa

Hemoglobin A1C

Tingkat sedimentasi eritrosit

C reaktif protein

Elektroforesis protein serum atau immunoelectro


osmophoresis

BUN

Kreatinin

Tingkat Vitamin B-12

Studi Pencitraan
Studi pencitraan dalam penegakan drop foot, pencitraan yang
dapat dilakukan adalah plain foto polos, ultrasonografi, magnetic
renonance neurography. Adapun penjelasnya adalah sebagai
berikut.
Plain Foto Polos
Plain foto polos pada drop foot dilakukan dengan indikasi
yakni, pasca trauma dan non trauma. Plain foto pasca trauma
dilakukan dengan plain foto tibia dan fibula serta

18
pergelangan kaki untuk melihat cedera tulang. Plain foto
polos non trauma dilakukan dengan indikasi kecurigaan
adanya disfungsi anatomi misalnya charot. Plain foto yang
dilakukan dalam kasus disfungsi anatomi adalah plain foto
polos kaki dan pergelangan kaki, dimana dari hasilnya nanti
dapat memberikan informasi yang berguna. Selain itu plain
foto polos tulang belakang juga diperlukan untuk menilai
jarak intravertebralis dan pedicle untuk mengindikasikan
adanya lesi pada saraf yang disebabkan oleh proses
metastase.
Ultrasonografi
Ultrasonografi dilakukan dalam kasus drop foot dengan
kecurigaan terjadi pendarahan pada pasien dengan pinggul
atau lutut prosthesis.
Magnetic Resonance Imanging
Magnetic Resonance Imanging (MRI) dilakukan dengan
indikasi kecurigaan terhadap tumor atau massa tekan ke saraf
peroneal, dimana dilakukan dengan sistem standar 1,5 Tesla
MRI. Magnetic Resonance Imanging digunakan untuk
menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi dari saraf
perifer, serta intraneural dan ekstraneural terkait lesi yang
terjadi.
Magnetic Resonance Imanging memnungkinkan akusisi
cepat gambar anatomi lebih rinci, bidang pandang yang lebih
kecl, resolusi yanglebiih tinggi, dan dengan bagian potongan
yang lebih tipis. Keunggulan pada MRI ini dapat
memberikan gambar yang mampu menunjukan organisasi
fasciculus saraf perifer normal, sehingga membuat saraf lebih
jelas daat dibedakan dari jaringan lain (misalnya, tumor atau
pembuluh darah)

19
Selain itu, gambar pada MRI dapat diproses lebih lanjut
untuk memungkinkan susunan bagian aksial dan memotong
data di bagian lain. Hal ini bermanfaat dalam mengetahui
batas longitudinal keterlibatan saraf tersebut.
Elektromyelogram
Gangguan metabolisme sering dijadikan diagnosis banding
drop foot seperti yang diuraikan sebelumnya. Drop foot biasanya
juga di diagnosis banding dengan beberapa keadaan seperti,
spastisitas, distonia, penyakit motor neuron, L5 radikulopati,
plexopathy lumbosakral, kelumpuhan saraf siatik, tekan peroneal
neuropati, neuropati ferifer dan beberapa miopati.
Elektromyelogram (EMG) berguna dalam membedakan
diagnosa ini. Pemeriksaan ini dapat mengkonfirmasi jenis
neuropati, menetapkan lokasi lesi, memperkirakan luasnya
cedera, dan memberikan prognosis. Selain itu EMG juga berguna
sebagai studi sekuensial yang bertujuan untuk memantau
pemulihan lesi akut. Elektromyelogram (EMG) sangat baik
digunakan untuk melokalisasi kepala fibula. Elektromyelogram
juga digunakan untuk mengetahui perlambatan atau penurunan
amplitudo ekstensor digitorum brevis di daerah kompresi pada
lesi myelin. Pada perlambatan akann terlihat demyelinasi
segmental dan penurunan amplitudo terlihat dalam blok
konduksi.
Elektromyelogram (EMG) juga baik digunakan untuk
menentukan prognosis dari drop foot.

Pada lesi mielin murni ( konduksi blok), pemulihan dapat


terjadi setelah tiga minggu sampai satu bulan.

Pada lesi aksonal yang berat, pemulihan dapat berlangsung


dari enam bulan sampai satu tahun.

20
Pada lesi campuran, pemulihan dapat berlangsung dari tiga
minggu sampai satu tahun.

Diagnosis banding drop foot dan gambaran pemeriksaan elektrofisiologi,


dan protocol pemeriksaan EMG pada lesi nervus peroneus terlihat pada tabel 01.

Tabel 1. Gambaran elektrofisiologi pada drop foot2

KHS n. peroneus
Lesi CMAP SNAP* Kelainan EMG jarum
Neuropati n. peroneus Blok-konduksi Normal/menurun m. tibialis anterior
setinggi kaput fibula setinggi kaput fibula m.peroneus
Neuropati n. iskiadikus Normal/menurun Normal/menurun m. tibialis anterior
m.peroneus
m. bisep femoris
Radikulopati L5-S1 Normal/menurun Normal/menurun m. tibialis anterior
m.peroneus
m. bisep femoris
m. gluteus medius
m. gluteus maksimus
m. paraspinal L5-S1

2.5 Penatalaksanaan Drop Foot


Penatalaksanaan foot drop meliputi fisioterapi, alat orthotik, terapi medik
dengan obat-obatan, stimulasi saraf tepi, dan pembedahan. Modalitas terapi
tersebut dapat digunakan sebagai modalitas tunggal atau kombinasi dua atau
lebih modalitas. Penatalaksanaan lini pertama yang biasa dilakukan adalah
fisioterapi atau ankle-foot orthosis (AFO). Terapi medis meliputi obat-obat
oral seperti baclofen, dantrolene, atau tizanidine. Tindakan pembedahan untuk
penatalaksanaan drop foot meliputi selective tendon release, selective dorsal
rhizotomy, dan intrathecal baclofen pump.1

21
Gambar 5. Siklus gaya jalan (gait) normal6

Gambar 6. Gaya jalan drop foot6

2.6 Penatalaksanaan di Bidang Medis


Penatalaksanaan foot drop diarahkan berdasarkan penyebabnya. Apabila
keadaan foot drop tidak dapat diperbaiki dengan pembedahan maka dapat
dianjurkan penggunaan ankle-foot orthosis (AFO). AFO juga dapat
digunakan pada masa penyembuhan neurologis atau penyembuhan setelah
operasi. Penggunaan AFO secara spesifik bertujuan untuk memberikan
dorsofleksi jari-jari kaki pada saat fase mengayunkan kaki, stabilitas lateral

22
dan medial pada saat fase stasis, dan jika perlu juga dapat membantu stimulasi
mendorong ke atas pada saat fase stasis akhir.2 AFO hanya efektif digunakan
apabila kaki dapat mencapai posisi plantigrade ketika berdiri. Keberhasilan
penggunaan AFO sebagai alat bantu jalan akan berkurang apabila terdapat
kontraktur equinus.2
AFO yang paling sering digunakan terbuat dari bahan polipropilene dan
dimasukkan ke dalam sepatu. Jika AFO dibuat sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan bagian kaki di anterior maleoli maka akan menghasilkan suatu
imobilisasi yang rigid.3 Penyesuaian seperti ini digunakan apabila terdapat
masalah instabilitas atau spastisitas pada pergelangan kaki, misalnya pada
pasien dengan lesi upper motor neuron atau stroke.3 AFO yang dibuat sesuai
dengan bagian kaki posterior terhadap maleoli (tipe posterior leaf-spring)
memungkinkan pergerakan plantar fleksi pada tumit dan gerakan mendorong
keatas mengembalikan posisi kaki ke netral untuk fase mengayun berikutnya.
Alat ini membantu gerakan dorsifleksi pada drop foot dengan deformitas
equinovarus spastic ringan atau flaksid.ada juga orthosis yang dapat langsung
digunakan pada bagian tumit sepatu disebut shoe-clasp orthosis.2
Peroneal nerve stimulation atau disebut juga Functional Electrical
Stimulation (FES) dapat dipertimbangkan pada foot drop yang disebabkan
oleh hemiplegia. Tipe stimulasi ini diperkenalkan pertama kali pada tahun
1961.4 Nerve stimulation memberikan efektifitas yang lebih apabila digunakan
bersamaan dengan AFO karena nerve stimulation memberikan koreksi gaya
jalan (gait) aktif dan dapat disesuaikan dengan masing masing pasien secara
individual. Peroneal nerve stimulation dilakukan dengan memberikan
stimulasi elektrik durasi pendek pada nervus peronealis diantara fossa poplitea
dan kepala fibula. Sebuah saklar yang dipasang di tumit kaki yang menderita
kelemahan akan mengontrol aliran stimulasi elektrik.5 Stimulator akan
diaktivasi pada saat kaki diangkat dan berhenti pada saat kaki menyentuh
lantai. Dengan demikian maka tercapai dorsofleksi dan eversi selama fase
mengayun pada gait.5,6

23
Nerve stimulator dapat berupa stimulator eksternal, stimulator internal
atau stimulator dengan aktivasi radiofrekuensi.6 Penggunaan stimulasi elektrik
pada pasien stroke dengan hemiplegic spastic dilaporkan dapat berguna pada
2% kasus. Metode ini meningkatkan kecepatan dan kualitas berjalan, serta
dapat berkontribusi terhadap relearning motorik.6
Drop foot merupakan keadaan kronis yang sering mengakibatkan stres
psikis pada penderitanya, oleh karena itu penatalaksanaan foot drop harus
memperhatikan kebutuhan psikologis penderitanya.7 Parestesia yang disertai
nyeri kronis pada pasien dengan foot drop dapat ditangani dengan blok saraf
simpatis atau sinovektomi laparoskopi.7,8 Alternatif lain yang dapat
dipertimbangkan adalah amitriptilin, nortriptilin, pregabalin dan gabapentin.
Anesthesia lokal seperti capsaisin transdermal atau diclofenac dapat
mengurangi nyeri. Penggunaan obat-obat opioid harus diminimalkan
walaupun pada keadaan nyeri yang signifikan. Penatalaksanaan foot drop pada
pasien-pasien dengan diabetes mellitus harus mengutamakan kontrol glukosa
yang optimal dan tambahan suplemen vitamin B1, B6 atau B12 untuk
defisiensi vitamin karena dapat membantu mengurangi gejala nyeri kronis.8

Tabel 2. Ankle Foot Orthosis vs Functional Electrical Stimulation9

Ankle Foot Orthosis Functional Electrical Stimulation


alat besar dan berat alat kecil dan ringan
harus menggunakan sepatu khusus yang tidak perlu sepatu khusus
disesuaikan dengan AFO
mengoreksi gaya jalan secara pasif melibatkan kontraksi otot secara aktif
tidak dapat merekonstruksi jalur neuronal dapat merekonstruksi jalur neuronal
secara kosmetik dapat mengganggu tidak efektif digunakan pada foot drop karena
penampilan kerusakan saraf tepi
memfiksasi kaki pada posisi 90 terhadap betis cara jalan lebih terlihat normal
harga lebih murah daripada FES harga lebih mahal

24
Ankle foot orthosis
Ankle foot orthosis (AFO) merupakan modalitas terapi yang
paling sering digunakan untuk unilateral foot drop. Saat ini AFO
tersedia dipasaran dalam berbagai material, plastik, metal serta
kulit hewan. AFO yang terbuat dari plastik lebih ringan dari pada
metal namun hanya digunakan untuk jangka pendek. Model AFO
dari plastik yang dibuat secara custom (yaitu sesuai dengan
bentuk kaki individu) dapat dipakai untuk jangka waktu yang
lebih lama karena risiko mengiritasi kulit lebih kecil dari pada
tipe standar. AFO yang terbuat dari metal dan kulit hewan lebih
berat dari pada AFO plastik. Kontak dengan kulit harus minimal
dengan menggunakan kaos kaki khusus. AFO metal dan kulit
hewan baik dipakai untuk pasien yang sering mengalami edema
dan fluktuasi di kaki10.

Gambar 7. AFO berbahan dasar plastik6

25
Gambar 8. AFO berbahan dasar metal dan kulit6

Gambar 9. AFO berbentuk sepatu6

Peroneal nerve stimulation/ Functional Electrical Stimulation


Peroneal nerve stimulation atau dikenal juga dengan
Functional Electrical Stimulation (FES) pertama kali digunakan
sebagai terapi foot drop pada tahun 1961. FES memberikan
impuls listrik untuk menstimulasi respon saraf yang diperlukan
untuk melakukan suatu dorsofleksi. FES dapat diprogram secara
khusus menyesuaikan kebutuhan individual. FES memberikan
suatu range of movement yang normal kepada kaki dan
pergelangan kaki selama fase berjalan. FES telah terbukti
berhasil memperbaiki gaya jalan pada pasien-pasien stroke dan

26
multiple sclerosis dengan foot drop. FES dikontraindikasikan
pada pasien yang menggunakan pacemaker, pasien dengan
epilepsi tidak terkontrol, pasien dengan kehamilan dan luka pada
area penggunaan FES8.

Gambar 10. FES eksternal untuk koreksi gaya jalan drop foot9

FES untuk koreksi gaya jalan drop foot


Nervus peroneal mudah distimulasi karena karena terletak
tepat dibawah kulit dan otot-otot kaki bagian bawah umumnya
merespon cukup untuk dapat mengangkat kaki pada titik
pergelangan kaki. Daya listrik FES dihasilkan dari alat elektrik
kecil bertenaga baterai. Terdapat dua cara mengirimkan daya
listrik ke saraf peroneal:10

Gambar 11. Siklus gaya jalan drop foot dengan koreksi FES eksternal7

27
Surface (eksternal) FES
Cara ini merupakan cara yang paling sering digunakan.
Elektroda diletakkan diatas kulit tepat diatas saraf peroneal. FES
harus diletakkan diposisi yang benar setiap kali digunakan untuk
menghasilkan gerakan yang tepat. Pasien harus memasang
elektroda sendiri secara akurat atau dapat juga pasien dibantu
dengan sebuah gelang karet yang dipasangkan dibawah lutut
sehingga pasien dapat memasang elekroda pada tempat yang
akurat setiap saat. FES akan memberikan sensasi seperti ditusuk
jarum saat digunakan namun penggunanya akan segera terbiasa
dengan sensasi tersebut.
Implanted FES
FES tipe implant memerlukan tindakan pembedahan untuk
dipasang, dimana elektroda diletakkan tepat pada saraf dan
dikontrol dengan implant kecil yang diletakkan dibawah kulit.
FES akan mengaktifasi implant melalui antenna nirkabel yang
digunakan diluar tubuh. Keuntungan penggunaan implant FES
yaitu pasien tidak perlu melepas dan memasang kembali pada
posisi yang akurat setiap kali akan dipakai. Implant FES juga
dapat mengurangi atau menghilangkan sama sekali sensasi
stimulasi elektrik (seperti tertusuk jarum) secara signifikan.
Calon pengguna implant FES harus diuji terlebih dahulu dengan
eksternal FES apakah stimulasi elektrik menghasilkan perbaikan
gaya jalan yang signifikan atau tidak.
Untuk dapat meghasilkan gaya jalan yang normal, otot
harus distimulasi pada waktu yang tepat selama proses berjalan.
Pemicu stimulasi (stimulation trigger) harus diberikan ketika
beban berat tubuh diangkat dari kaki sampai saatsetelah berat
tubuh kembali dibebankan kepada kaki. Proses ini akan
menghasilkan gerakan dorsofleksi pada fase mengayun dan
stabilitas pergelangan kaki saat kaki menginjak lantai. Terdapat

28
dua sistem trigger yang umum digunakan. Sistem trigger yang
pertama berupa saklar kaki yang sensitif terhadap tekanan,
diletakkan pada bagian tumit didalam sepatu. Saklar kaki dan
alat FES dapat dihubungkan dengan kaber ataupun dihubungkan
secara nirkabel. Sistem kedua adalah dari gerakan kaki pengguna
yang dideteksi dengan sensor gerakan. Sensor diletakkan
didalam alat FES yang dipasang dengan gelang karet kaki (leg
cuff)9.

Tabel 3. Laporan perbandingan penggunaan FES dan AFO untuk drop foot
berdasarkan pengalaman pengguna dan terapis10:

Pengalaman Positif Pengalaman Negatif


FES (eksternal) dapat melatih pergelangan kaki, tidak reliable (susah didapat,
mampu meningkatkan tonus otot/ tidak tersedia secara luas, mahal)
masa otot tidak dapat digunakan pada
kecepatan berjalan lebih cepat, kondisi tertentu, misalnya dekat
mampu mengangkat kaki lebih air, jalan becek, hujan, dll
tinggi, jarang tersandung beberapa pengguna mengalami
gaya jalan yang terlihat lebih kesulitan dalam memasang
normal alatnya sendiri
lebih mudah memilih sepatu sulit memanipulasi bagian
mudah dipakai bagian sambungan
dapat dimatikan apabila sedang reaksi alergi terhadap elektrode
tidak digunakan berjalan
AFO mudah digunakan untuk keperluan tidak nyaman, risih, tidak
sehari-hari fleksibel
menggunakan AFO merupakan susah mendapatkan sepatu
suatu rutinitas yang sesuai dengan orthosis
mudah memakainya tetap harus dipakai ketika
reliable duduk atau sedang tidak berjalan

29
sangat berguna untuk kondisi (tidak dibutuhkan)
darurat
dapat digunakan selama perjalanan
udara (tidak menggunakan kabel)
lebih mudah dipasang sendiri
dapat digunakan dalam kondisi
dekat air

Terapi Operatif
Jika kelemahan yang terjadi disebabkan oleh kompresi
saraf peroneal, suatu operasi yang mudah biasanya dilakukan
untuk memperbaiki keadaan tersebut. Saraf peroneal berjalan
mengelilingi leher dari tulang fibula, persis dibawah lutut. Saraf
peroneal kemudian berjalan dibawah otot yang sering memiliki
tepi fasia yang erat (peroneus logus). Tempat dimana saraf ini
melewati dibawah otot ini, area sempit ini dapat dilepaskan dan
tekanan dieleminasi. Sering kali dengan metode operatif ini bisa
mengembalikan fungsi kaki.11
Selain itu kelemahan ini dapat disebabkan oleh kompresi
saraf ditulang belakang yakni lumbar. Metode operatif sering kali
dilakukan untuk membuka ruangan dimana saraf tersebut
meninggalkan tulang belakang (foramina spinal) dengan
mengalihkan diskus yang mengalami herniasi
(microdiscectomy), membuka foramen (foraminotomy) atau
pada kasus yang lebih kompleks, dilakukan kombinasi dari dua
tindakan ini, dimana tulang akan di perbaiki bersama untuk
menghilangkan pergerakan yang bermasalah.10,9
Suatu saat tindakan ini tidak cukup untuk mengembalikan
fungsi kaki. Pada kasus seperti ini, pemindahan saraf kadang
dilakukan. Tindakan ini meliputi pengambilan saraf donor yang

30
memiliki fungsi yang kurang bermanfaat ke saraf yang
mengalami kerusakan pada kasus drop foot. Metode ini
dilakukan untuk mengembalikan fungsi saraf yang rusak agar
dapat berfungsi kembali.11
Pemindahan saraf untuk memperbaiki drop foot bisa
melibatkan cabang dari saraf tibial, yang mana mempersarafi otot
yang bertanggung jawab menarik kaki ke atas. Kedua cabang
saraf tibia yang menginervasi otot flexor ibu jari atau saraf yang
berkontribusi dalam memfleksikan otot paha bisa digunakan
sebagai saraf donor.9
Setelah tindakan ini, pasien dapat mengaktivasi otot donor
mereka, yaitu mereka masih bisa menggerakan kaki kebawah,
tetapi saat mereka memperoleh fungsi dari saraf yang
dipindahkan, mereka juga perlu dilatih untuk menggunakan otot
ini untuk menarik kaki keatas. Otak akan mempelajari trik ini
dan pasien akan bisa menggangkat kaki keats dengan hanya
memikirkan tentang mengangkat kaki keatas. Untuk melatih hal
tersebut biasanya di lakukan oleh ahli fisikal.11
Proses penyembuhan fungsi dari saraf yang dipindahkan
sangatlah lama. Pasien biasanya akan mulai melihat proses
penyembuhan dalam tiga hingga enam bulan setelah operasi,
tetapi tidak jarang kebanyakan kasus dalam mengembalikan
pergerakan memakan waktu yanglebih lama yakni enam sampai
12 bulan.8

BAB III

31
KESIMPULAN

Drop foot merupakan istilah yang sederhana untuk suatu masalah yang
kompleks. Drop foot dapat dihubungkan dengan berbagai keadaan seperti cedera
dorsiflexor, cedera saraf perifer, stroke, neuropati, keracunan obat dan diabetes.
Penyebab dari drop foot dapat dibagi menjadi 3 kategori umum yaitu : neurologi,
otot dan anatomi. Penyebab ini dapat saling tumpang tindih. Drop foot dapat
didefinisikan sebagai kelemahan yang signifikan pada pergelangan kaki dan
dorsofleksi dari ibu jari kaki. Kaki dan ankle dorsoflexors meliputi tibialis
anterior, extensor hallucis longus dan extensor digitorum longus. Otot-otot ini
membantu tubuh untuk mengontrol plantar fleksi dari kaki. Kelemahan pada
kelompok otot ini menyebabkan deformitas equinovarus. Hal ini terkadang
menyebabkan gangguan pada gaya jalan, karena pasien cenderung untuk berjalan
dengan exaggerated fleksi dari pinggul dan lutut untuk mencegah ibu jari.
Diagnosis yang tepat drop foot sangat dipengaruhi oleh kecermatan dan
perhatian ahli saraf yang berpengalaman. Penegakan diagnosis drop foot harus
mencakup hal hal seperti riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan klinis yang
komprehensif termasuk uji neurologis, pengujian listrik dan studi pencitraan,
seperti sinar X atau MRI (Magnetic Resonance Imaging. Pemeriksaan dan
Pengkajian yang komprehensif tersebut, dibutuhkan untuk mendiagnosis
penyebab atau etiologi dari terjadinya drop foot. Diagnosis drop foot yang tepat
akan sangat berengaruh terhadap rencana perawatan dan pilihan terapi
pembedahan.
Penatalaksanaan foot drop meliputi fisioterapi, alat orthotik, terapi medik
dengan obat-obatan, stimulasi saraf tepi, dan pembedahan. Modalitas terapi
tersebut dapat digunakan sebagai modalitas tunggal atau kombinasi dua atau lebih
modalitas. Penatalaksanaan lini pertama yang biasa dilakukan adalah fisioterapi
atau ankle-foot orthosis (AFO). Terapi medis meliputi obat-obat oral seperti
baclofen, dantrolene, atau tizanidine. Tindakan pembedahan untuk
penatalaksanaan drop foot meliputi selective tendon release, selective dorsal
rhizotomy, dan intrathecal baclofen pump.

32
DAFTAR PUSTAKA

33
1. Drop Foot, 2014. http://www.nhs.uk/Conditions/foot-
drop/Pages/Introduction.aspx. diakses tanggal 26 Desember 2014.

2. Jean-Jacques, Abitbol MD, 2014. Exam and Tests for Sciatica.


http://www.spineuniverse.com/conditions/sciatica/exams-tests-sciatica.
Diakses tanggal 26 Desember 2014.

3. Cooper, Grant MD, 2009. Foot Drop Diagnosis. http://www.spine-


health.com/conditions/leg-pain/foot-drop-diagnosis. Diakses tanggal 27
Desember 2014.

4. Snell, S. Richard, 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.


Edisi 6.

5. Hopkins, John, 2012. Peroneal Nerve Injury (Foot Drop).


http://www.hopkinsmedicine.org/neurology_neurosurgery/centers_clinics/
peripheral_nerve_surgery/conditions/foot_drop_injury.html. Diakses pada
tanggal 27 Desember 2014

6. Ratini, Melinda, 2014. Foot Drop. http://www.webmd.com/a-to-z-


guides/foot-drop-causes-symptoms-treatments. Diakses tanggal 27
Desember 2014.

7. Stanford School of Medicine, 2014.


http://stanfordmedicine25.stanford.edu/the25/gait.html. Diakses tanggal 27
Desember 2014.

8. Park Y. 2013. Drop Foot and Treatments. Avaliable at


http://www.mccc.edu/~behrensb/documents/DropFootTreatmentsYPark.p
df Diakses tanggal 27 Desember 2014

9. CNIP. 2014. Foot drop. Avaliable at


http://nerve.wustl.edu/nd_transfers_foot.php Diakses tanggal 28 Desember
2014

10. Anon.2011. Modul Neuromuskular. Avaliable at


http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Course-952-MODULNeuro.pdf
Diakses tanggal 28 Desember 2014
11. Saanin J. 2012. Kelainan Saraf Tepi (Ilmu Bedah saraf). Ka. SMF Bedah
Saraf RSUP Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang. Avaliable at
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Bawah.html Diakses tanggal
28 Desember 2014

34
35

Anda mungkin juga menyukai