Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular merupakan kelompok terbesar penyakit penyebab


kematian di indonesia. Salah satu penyakit tidak menular yang menyebabkan
kematian tinggi di Indonesia adalah diabetes mellitus. Diabetes melitus utamanya
diakibatkan karena pola hidup yang tidak sehat (Eko, 2012). Federasi Diabetes
Internasional dalam Hartono (2011), menyatakan bahwa Tiap 10 detik satu orang
meninggal dunia karena diabetes dan World Health Organisation (WHO)
menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar di dunia dalam
jumlah penderita diabetes, tahun 2000 terdapat 5,6 juta penderita & 2006 menjadi
14 juta & 21 juta jiwa tahun 2025.

Diantara provinsi yang ada di Indonesia, Jawa Tengah memiliki


prevalensi diabetes yang cukup tinggi. prevalensi diabetes melitus tergantung
insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 0,09%, mengalami
peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun 2010 sebesar 0,08%. Jumlah
penderita hipoglikemia sebesar 11 pasien dari 1169 pasien penderita diabetes tipe
II di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi tahun 2012 dari bulan
Januari sampai dengan bulan Juni. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes)
Provinsi Bali tercatat pada tahun 2011 penyandang DM berjumlah 2907 orang,
dengan jumlah penderita DM tipe 2 sebanyak 1300 orang. Pada tahun 2012,
penyandang DM tercatat sekitar 3004 orang dengan jumlah penderita DM tipe 2
sebanyak 1569 orang. Dinkes Kota Denpasar mencatat penderita DM pada tahun
2012 sebanyak 1416 orang, dengan empat peringkat DM tebanyak di kota
Denpasar yaitu : Puskesmas III Denpasar Utara, Puskesmas I Denpasar Timur,
Puskesmas II Denpasar Timur dan Puskesmas II Denpasar Barat.

1
Diabetes banyak menimbulkan komplikasi, baik komplikasi akut maupun
kronis meliputi komplikasi makrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati.
Komplikasi mikrovaskuler yang sering ditemui pada penderita diabetes adalah
gangguan sirkulasi perifer yang ditandai dengan penurunan kerusakan pada
pembuluh-pembuluh darah kecil di mata (retinopati) dan pada ginjal
(nefropati).Sedangkan neoropati dapat menyebabkan terjadinya penurunan sensasi
kaki yang menyebabkan tidak dapat merasakan terhadap rangsangan panas dan
dingin. Oleh karena itu, maka kelompok akan membahas tentang konsep asuhan
keperawatan ulkus diabetikum.

1.2 Tujuan Penulisan Makalah


1.2.1 Tujuan umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dasar
asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus deabetikum
1.2.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui Definisi dari ulkus deabetikum
2. Untuk mengetahui klasifikasi ulkus deabetikum
3. Untuk mengetahui etiologi ulkus deabetikum
4. Untuk mengetahui patifisiologi ulkus deabetikum
5. Untuk mengetahui pathway ulkus deabetikum
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis ulkus deabetikum
7. Untuk mengetahui pemerikasaan diagnostik ulkus deabetikum
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan ulkus deabetikum
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus
deabetikum

1.3 Manfaat Penulisan Makalah


Adapun manfaat yang diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui mengenai konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus
deabetikum

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Ulkus Diabetikum


2.1.1 Definisi

Luka diabetic adalah luka yang terjadi pada pasien diabetic yang
melibatkan gangguan pada sistem saraf peripheral dan autonomic (Suryadi, 2004
dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M., 2013).

Luka diabetikum adalah luka yang terjadi karena kelainan pada saraf,
kalainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi
dengan baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat diamputasi.

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invansif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut mnyebabkan ulkus bebau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinin dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer (Andyagreeni, 2010 dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M., 2013).

Ulkus diabetic dikenal dengan istilah gangrene didefinisikan sebagai


jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli
pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti.
Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit
serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses degeneratif (arteriosklerosis)
atau gangguan metabolic diabetes mellitus (Gitarja, W, 1999 dalam Wijaya, A.S.
dan Putri, Y.M., 2013).

Gangren diabetic adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat
penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangrene tersebut terjadi pada daerah
tungkai. Keadaan ini ditandai dengan pertkaran sekulitis dan timbulnya vesikula

3
atau bula yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangrene diabetic
adalah streptococcus (Soetmaji, 1999 dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M., 2013).

2.1.2 Klasifikasi

Gangrene kaki diabetik dibagi menjadi enam tingkatan yaitu:

1. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan


kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw, callus
2. Derajat I : Ulkus superficial terbatas pada kulit
3. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis
6. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

(Wragner, 1983 dikutip oleh Waspadji S dalam Wijaya, A.S. dan Putri,
Y.M., 2013)

Gangrene kaki dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)

Disebabkan penurunan aliran darah ketungkai akibat adanya


makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar tungkai,
terutama didaerah betis.

Gambaran klinis KDI :

a. Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat


b. Pada perabaan terasa dingin
c. Pulsasi pembuluh darah kurang kuat
d. Didapatkan ulkus sampai gangrene

4
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati

Terjadi kerusakan saraf somatic dan otonomik, tidak ada gangguan


dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati
rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

(Brand, 1987 dan Ward, 1987 dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M., 2013)

2.1.3 Etiologi

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi


menjadi faktor endogen dan eksogen :

1. Faktor Endrogen
Genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati diabetik.
2. Faktor Eksogen

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah


angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita
akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang
sukar sembuh (Levin, 2001 dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M., 2013).

5
2.1.4 Patofisiologi

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang


DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit otot yang kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infesi menyebabkan
infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang
kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes
(Askandar, 2001 dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M., 2013).

Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar


disbanding pintu masuknya, dikelilingi kelus keras dan tebal. Awal proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap
saraf perifer, kolagen, keratin, dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan
mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban
terbesar.Neurpati sensori erifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan area kalus. Selanjutnya terbentuk
kavitas yang membesar danakhirnya rupture sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
menghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi
didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection.
Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bacteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar kejaringan sekitarnya.

Penyakit neuropati dan vakuler adalah faktor utama yang


mengkontribusikan terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan
diabetic terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan
biasanya dikenal sebagai neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering
kali mengalami gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang
berhubungan dengan pheripheral vascular diseases. Efek sirkulasi inilah yang

6
menyebabkan kerusakan pada saraf.Hal ini terkait dengan otot-otot halus, kelenjar
dan organ viseral.

Dengan adanya gangguan pada saraf autonom pengaruhnya adalah


terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah.
Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian
antibiotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak
memenuhi kebutuhan metabolism pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi
neuropati ini akan menyebabkan kulit menjadi kering, antihidrosis; yang
memudahkan kulit menjadi rusak mengkontribusi untuk terjadinya gangren.
Dampak lain karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi kepada saraf
sensori dan sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan
perubahan temperature (Suryadi, 2004 dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M.,
2013).

2.1.5 Pathway
Terlampir

2.1.6 Manifestasi Klinis

Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga gangrene panas


karena walaupun nekrosis, daerah akral tampak merah dan tersa hangat oleh
peradangan, dan biasanya teraba pulpasi arteri dibagian distal. Biasanya terdapat
ulkus diabetic pada telapak kaki. Proses mikroangiopati menyebabkan sumbatan
pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P
yaitu :

1. Pain (Nyeri)
2. Paleness (Kepucatan)
3. Paresthesia (Parestesia dan kesemutan)
4. Puselessness (Denyut nadi hilang)
5. Paralysis (Lumpuh)

7
Bila terjadi sumbatan kronik akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:

1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)


2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
3. Stadium III : Timbul nyerisaat istirahat
4. Stadium IV : Terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus)

2.1.7 Pemerikasaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah:
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi

Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun,


sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki/jari (-), kalus, claw toe

b. Palpasi
1) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
2) Klusi arteri dingin, pulsasi (-)
3) Ulkus : kalus tebal dan keras
2. Pemeriksaan vaskuler

Tes vaskuler noninvansive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle


brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik
betis dengan tekanan sistolik lengan.

keterangan:

a. Grade 1
1) Arteri dorsalis pedis dan arteri
tibialis posterior masih teraba
kuatABI > 0,9

8
2) Tidak ada keluhan atau gejala
periferal arterial disease (PAD)
b. Grade 2
1) ABI = 0,9 dengan tekanan darah
sistolik pada arteri dorsalis pedis
>50 mmHg
c. Grade 3
1) Tekanan sistolik arteri dorsalis
pedis<50 mmHg

Cara memeriksa ABI:

a. Alat yang dibutuhkan

1) Dopler vaskuler
2) Jelly
3) Kassa/tissue
4) Shygmomanometer
5) Bengkok
6) Sampiran
7) Alat tulis

1. PENGKAJIAN

1. Kaji adanya riwayat DM, lama menderita DM


2. Kaji adanya keluhan kaki diabetik

2. PERSIAPAN
Persiapan Alat : kelengkapan sesuai kebutuhan pemeriksaan
1. Dopler vaskuler
2. Jelly
3. Kassa/tissue

9
4. Sphygmomanometer
5. Bengko
6. Sampiran
7. Alat tulis

3. ORIENTASI
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
3. Menjelaskan prosedur pemeriksaan dan kerjasama yang
dibutuhkan

4. PELAKSANAAN
1. Menjaga privasi klien
2. Memposisikan klien senyaman mungkin
3. Lingkungan yang tenang akan memudahkan pemeriksa
mendengar bunyi sistolik
4. Penerangan lampu yang cukup
5. Pasang manset sphygmomanometer pada pergelangan kaki
dengan tepat

10
6. Cek arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior/anterior

7. Dengan menggunakan 2 atau 3 jari, lakukan iklusi pada jari


paling distal pemeriksa, kemudian rasakan kekuatan denyut nadi
pasien.

8. Berikan jelly secukupnya pada area yang teraba denyut arteri


9. Pasang dopler dan dengarkan denyut arteri
10. Pompa sphygmomanometer sampai suara menghilang
11. Tambahkan tekanan 20 mmHg
12. Turunkan perlahan-lahan tekanan sphygmomanometer sambil
dengarkan bunyi denyutan yang pertama sebagai tekanan
systolic ankle
13. Lakukan pemeriksaan systolic arteri brachial seperti
pemeriksaan arteri dorsalis pedis sebelumnya

11
14. Hitung ABI
Angka sistolik di angkle sebagai pembilang dan angka sistolik
sebagai penyebut
15. Rapikan alat-alat dan klien

5. EVALUASI
1. Respon klien selama dan setelah tindakan

6. DOKUMENTASI
1. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon klien
selama tindakan dan kondisi setelah tindakan

3. Pemeriksaan radiologis
Gas subkutan, benda asing, osteomielitis
4. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial >200 mg/dl

12
b. Urin
Pemeriksaan didapat adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihan
melalui perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++),
merah (+++), dan merah bata (++++).
c. Kultus pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic
yang sesuai dengan jenis kuman.

2.1.8 Penatalaksanaan
1. Pengobatan

Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan


dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan
pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar
kecilnya debridement yang akan dilakukan. Dari penatalaksanaan
perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara
lain:

a Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab


b Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab
c Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol diabetes
mellitus dan kontrol faktor penyerta)
d Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
2. Perawatan luka diabetic
a. Mencuci luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari
kemungkinan terjadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan
untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa
balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan
luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah

13
yang non toksik pada proses penyembuhan luka ( misalnya NaCl
0,9%). Penggunaannya hidrogenperoxsida, hypoclorite solution dan
beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan
pada jaringan nekrosis atau slough dan tidak digunakan pada jaringan
granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya
digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaaan penurunan
imunitas , yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan
saline (Gitarja w,1999 dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M., 2013).
b. Debridement

Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough


pada luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya
infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan
dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement,
jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan
kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam
keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau
slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis
adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh
leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem autolysis
dengan dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara
teraman dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk
menghindari resiko infeksi (Gitarja w, 1999 dalam Wijaya, A.S. dan
Putri, Y.M., 2013).

c. Terapi anti biotika

Pemberian anti biotika biasanya diberikan peroral yang bersifat


menghambat kuman gram positif dan gram negatif.Apabila tidak
dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi anti biotika dapat
diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman
(Sutjahyo, A. 1998 dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M., 2013).

14
d. Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan


dalam penyembuhan luka. Penderita dengan gangren diabetik
biasanya diberikan diet B1 dengan nilai gizi: yaitu 60% kalori
karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein (Tjokroprawiro A,
2001 dalam Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M., 2013).

e. Pemilihan jenis balutan

Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang


dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan
lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi
eksudat atau cairan luka yang keluar berlebihan, membuang jaringan
nekrosis atau slough (support autolysis), kontrol terhadap infeksi atau
terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dalam menurunkan
rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan
waktu perawatan (cost effective). Jenis balutan yaitu absorbent
dressing, hydroactive gel, hydrocoloi (Gitarja W, 1999 dalam Wijaya,
A.S. dan Putri, Y.M., 2013).

Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan


Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia
dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka.
Diusahakan agar Hb lebih 12g/dl dan albumin darah dipertahankan
lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara
ketat, karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit
dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi
yang ada sehingga luka sukar sembuh.

Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja


sama antara dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan
pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa
dilaksanakan dengan haraan biaya yang besar, morbiditas penderita

15
gangren dapat ditekan serendah-rendahnya. Upaya untuk pencegahan
dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimana masing-masing
profesi mempunyai peranan yang saling menunjang.

Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada beberapa


petunjuk perawatan kaki diabetik (Sutjahyo, A. 1998 dalam Wijaya,
A.S. dan Putri, Y.M., 2013):

f. Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat
berjalan jangan bertelanjang kaki bila berjalan
1) Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta
memberikan perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki.
2) Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan
kaki atau jamur pada kuku kaki.
3) Suhu air yang digunakan untuk mencuci kaki antara 29,5-30
derajat celcius dan diukur dulu dengan thermometer.
4) Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air
panas.
5) Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada
ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu: hindari
kebiasaan merokok, hindari bertumpang kaki duduk, lindungi
kaki dari kedinginan, hindari merendam kaki dalam air dingin,
gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan
tekanan pada tungkai atau daerah tertentu, periksalah kaki
setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan
atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan
awal dan jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau kream.

16
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Ulkus
Diabetikum
2.1.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses


keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu:

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam


menentuksn status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya.

a Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,


pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.

b Keluhan utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.

c Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka


serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk megatasinya

d Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang


ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,

17
tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.

e Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota


keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi dan
jantung.

f Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenal prilaku, perasaan dan emosi yang


dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.

2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan


,berat badan dan tanda-tanda vital.

b. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada


leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mulai goyah, gusi mulai bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur atau ganda, diplopia, lensa mata keruh.

c. Sistem integument

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas


luka, kelembaban dan suhu kulit didaerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

18
d. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderitaDM


mudah terjadi infeksi.

e. Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,


takikardi atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.

f. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,


dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.

g. Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit


saat berkemih.

h. Sistem musculoskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,


cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

i. Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, paresthesia, anastesia, letargi,


mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

j. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:

19
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaaan darah meliputi : GDS > 200mg/dl, gula darah
puasa > 120mg/dl dan dua jam post prandial > 200mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine: Hijau(+),
kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic
yang sesuai dengan jenis kuman.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
melemahnya atau menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat
adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangrene
pada ekstremitas.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya gangrene pada
ekstremitas
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan adanya
luka pada ekstremitas.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Gangguan (mis, untuk tujuan
terapeutik, pemantauan, pemeriksaan laboratorium)
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
7. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan

20
2.1.3 Intervensi
Perencanaan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Rencana
Keperawatan
1 Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan 1. Circulation status Peripheral Sensation
perifer 2. Tissue Perfusion : Management
Definisi: cerebral (Manajemen sensasi
Penurunan sirkulasi perifer)
darah ke perifer yang Kreteria Hasil : 1. Monitor adanya
dapat mengganggu Mendemonstrasikan daerah tertentu yang
kesehatan. status sirkulasi yang hanya peka terhadap
ditandai dengan : panas/ dingin/
Batasan Karateristik : 1. Tekanan sytole dan tajam/tumpul
1. Tidak ada nadi diastole dalam 2. Monitor adanya
2. Perubahan fungsi rentang yang paretese
motorik diharapkan 3. Instruksikan
3. Perubahan 2. Tidak ada ortostatik keluarga untuk
karateristik kulit hipertensi mengobservasi kulit
(warna, elastisitas, 3. Tidak ada tanda- jika ada isi atau
rambut, tanda peningkatan laserasi
kelembapan, kuku, tekanan intracranial 4. Gunakan sarung
sensassi, suhu ) (tidak lebih dari 15 tangan untuk
4. Indek ankle- mmHg) proteksi
brakhial <0, 90 5. Batasi gerakan padaa
5. Perubahan tekanan Mendemonstrasikan kepala, leher, dan
darah diekstremitas kemampuan kognitif punggung
6. Waktu pengisian yang ditandai dengan : 6. Monitor kemampuan
kapiler >3 detik 1. Berkomunikasi BAB
7. Klaudikasi dengan jelas dan 7. Kolaborasi dalam
8. Warna tidak sesuai dengan pemberian analgetik

21
kembali ketungkai kemampuan 8. Monitor adanya
saat tungkai 2. Menunjukkan tromboplebitis
diturunkan perhatian, Diskusikan mengenai
9. Kelambatan konsentrasi dan penyebab perubahan
penyembuhan luka orientasi sensasi.
perifer 3. Memproses
10. Penurunan nadi informasi
11. Edema 4. Membuat keputusan
12. Nyeri ekstermitas dengan benar
13. Bruit femoral
14. Pemendekan jarak Menunjukkan fungsi
total yang ditempuh sensori motori cranial
dalam uji berjalan 6 yang utuh: tingkat
menit kesadaran membaik,
15. Pemendekan jarak tidak ada gerakan
bebas nyeri yang gerakan involunter
ditempuh dalam uji
berjalan 6 menit
16. Prestesia
17. Warna kulit pucat
saat elevasi

Factor yang
berhubungan :
1. Kurang
pengetahuan tentng
factor pemberat
(mis. Merokok,
gaya hidup
menoton, trauma,
obesitas, asupan

22
garam, imobilitas)
2. Kurang
pengetahuan
tentang proses
penyakit (mis.
Diabetes,
hyperlipidemia)
3. Diabetes mellitus
4. Hipertensi
5. Gaya hidup
monoton
6. Merokok

2 Kerusakan integritas NOC NIC


jaringan. 1. Tissue integrity : skin Pressure ulcer
Definisi : Kerusakan and mucous prevention wound care
jaringan membrane 2. Wound healing : 1. Anjurkan pasien
mukosa, kornea, primary and untuk menggunakan
integument, atau secondary intention pakaian yang
subkutan longgar
Batas Karakteristik Kriteria hasil : 2. Jaga kulit
1. Kerusukan jaringan 1. Perfusi jaringan 4menggunakan
(mis.,kornea, normal pakaian yang
membrane mukosa, 2. Tidak ada tanda- longgar
kornea integument, tanda infeksi 3. Jaga kulit agar tetap
atau subkutan) 3. Ketebalan dan tekstur bersih dan kering
2. Kerusakan jaringan jaringan normal 4. Mobilisasi pasien
4. Menunjukkan (ubah posisi pasien)
Faktor yang pemahaman dalam setiap dua jam sekali
berhubungan proses perbaikan 5. Monitor kulit akan
1. Gangguan sirkulasi kulit dan mencegah adanya kemerahan

23
2. Iritan zat kimia terjadinya cidera 6. Oleskan lotion atau
3. Defisit cairan berulang. minyak/baby oil
4. Kelebihan cairan 5. Menunjukkan pada daerah yang
5. Hambatan mobilitas terjadinya proses tertekan
fisik penyembuhan luka. 7. Monitor aktivitas
6. Kurang dan mobilisasi
pengetahuan pasien
7. Faktor mekanik 8. Monitor status
(mis., tekanan, nutrisi pasien
koyakan/robekan, 9. Memandikan pasien
friksal) dengan sabun dan air
8. Faktor nutrisi (mis., hangat
kekurangan atau 10. Observasi luka :
kelebihan) lokasi, dimensi
9. Radiasi kedalam luka,
10. Suhu ekstrem jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi
lokal, formasi
traktus
11. Ajarkan keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
12. Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet
TKTP (tinggi kalori
tinggi protein)
13. Cegah kontiminasi
feses dan urin
14. Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril

24
15. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
16. Hindari kerutan pada
tempat tidur.
3 Gangguan rasa NOC NIC
nyaman 1. Ansiety Anxiety Reduction
Definisi : merasa 2. Fear leavel (penurunan
kurang senang, lega,, 3. Sleep deprivation kecemasan)
dan sempurna dalam 4. Comfort, readines 1. Gunakan
dimensi fisik, for enchanced pendekatan yang
psikospiritual, Kriteria hasil : menenangkan
lingkungan, dan sosial 1. Mampu mengontrol 2. Nyatakan dengan
Batas Karakteristik kecemasan jelas harapan
1. Ansietas 2. Status lingkungan terhadap pelaku
2. Menangis yang nyaman pasien
3. Gangguan pola 3. Mengontrol nyeri 3. Jelaskan semua
tidur 4. Kualitas tidur dan prosedur dan apa
4. Takut istirahat adekuat yang diraskan
5. Ketidakmampuan 5. Agresif selama prosedur
untuk rileks pengendalian diri 4. Pahami prespektif
6. Iritabilitas 6. Respon terhadap pasien terhadap
7. Merintih pengobatan situasi stres
8. Melaporka merasa 7. Control gejala 5. Temani pasien
dingin 8. Status kenyamanan untuk memberikan
9. Melaporkan meningkat keamanaan dan
merasa panas 9. Dapat mengontrol mengurangi takut
10. Melaporkan ketakutan 6. Dorong keluar
perasaan tidak 10. Support social untuk menemani
nyaman Keinginan untuk hidup anak
11. Melaporkan gejala 7. Lakukan back /

25
distress neck up
12. Melaporkan rasa 8. Dengarkan dengan
lapar penuh perhatian
13. Melaporkan rasa 9. Identifikasi tingkat
gatal kecemasan
14. Melaporkan 10. Bantu pasien
kurang puas mengenal situasi
dengan keadaan yang menimbulkan
15. Melaporkan kecemasan
kurang senang 11. Dorong pasien
dengan keadaan untuk
tersebut mengungkapkan
16. Gelisah perasaan,
17. Berkeluh kesah ketakutan, persepsi
Faktor yang 12. Intruksikan pasien
berhubungan menggunakan
1. Gejala terkait teknik relaksasi
penyakit 13. Berikan obat untuk
2. Sumber yang tidak mengurangi
adekuat kecemasan
3. Kurang
pengendalian
lingkungan
4. Kurang privasi
5. Kurang kontrol
situasional
6. Stimulasi
lingkungan yang
mengganggu
7. Efek samping
terkait terapi (mis,

26
medikasi, radiasi)
4 Hambatan mobilitas NOC NIC
fisik 1. Joint Movement : Exercise therapy :
Definisi : keterbatasan Active ambulation
pada pergerakan fisik 2. Mobility Level 1. Monitoring vital
tubuh atau satu atau 3. Self care : Adls sign sebelum/
lebih ektremitas secara 4. Transfer sesudah latihan dan
mandiri atau terarah. performance lihat respon pasien
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : saat latihan
1. Penurunan waktu 1. Klien meningkat 2. Konsultasikan
reaksi dalam aktivitas fisik dengan terapi fisik
2. Kesulitan 2. Mengerti tujuan dari tentag rencana
membolak-balik peningkatan ambulasi sesuai
posisi mobilitas dengan kebutuhan
3. Melakukan 3. Memverbalisasikan 3. Bantu klien untuk
aktivitas lain perasaan dalam menggunakan
sebagai pengganti meningkatkan tongkat saat
pergerakan (mis., kekuatan dan berjalan dab cegah
meningkatkan kemampuan terhadap cedera
perhatian pada berpindah 4. Ajarkan pasien atau
aktivitas orang 4. Memperagakan tenaga kesehatan
lain, penggunaan alat lain tentang teknik
mengendalikan 5. Bantu untuk ambulasi
perilaku, focus mobilisasi (walker) 5. Kaji kemampuan
pada pasien dalam
ketunadayaan/ mobilisasi
aktivitas sebelum 6. Latih pasien dalam
sakit) pemenuhan
4. Dispnea setalah kebutuhan ADLs
beraktivitas secara mandiri
5. Perubahan cara sesuai kemampuan

27
berjalan 7. Dampingi dan
6. Gerakan bergetar bantu pasien saat
7. Keterbatasan mobilisasi dan
kemampuan bantu penuhi
melakukan kebutuhan ADLs ps
ketarampilan 8. Berikan alat bantu
motorik halus jika klien
8. Keterbatasan memerlukan
kemampuan 9. Ajarkan pasien
melakukan bagaimana
keterampilan merubah posisi dan
motorik kasar berikan bantuan
9. Keterbatasan jika diperlukan
rentang
pergerakan sendi
10. Tremor akibat
pergerakan
11. Ketidakstabilan
postur
12. Pergerakan lambat
13. Pergerakan tidak
terkoordinasi
Faktor yang
berhubungan
1. Defisit visual
parsial
2. Pelo
3. Sulit bicara
4. Gagap
5. Defidit penglihatan
total

28
6. Bicara dengan
kesulitan
7. Menolak bicara
Faktor yang
berhubungan
1. Ketiadaan orang
terdekat
2. Perubahan konsep
diri
3. Perubahan sistem
saraf pusat
4. Defek anatomi
(mis: celah
palatum, perubahan
neuromuskular
pada sistem
penglihatan,
pendengaran, dan
aparatus fonatori)
5. Tumor otak
6. Harga diri rendah
kronik
7. Perubahan harga
diri
8. Perbedaan budaya
9. Penurunan sirkulasi
ke otak
10. Perbedaan yang
berhubungan
dengan usia
perkembangan

29
11. Gangguan emosi
12. Kendala
lingkungan
13. Kurang informasi
14. Hambatan fisik
(mis: trakeostomi,
intubasi)
15. Kondisi psikologi
(ms: psikosis,
kurang stimulus)
16. Harga diri rendah
situasional
17. Stress
18. Gaya hidup
monoton
19. Gangguan sensori
perseptual
5 Gangguan pola tidur NOC NIC
Definisi : gangguan 1. Anxiety Sleep Enhancement
kualitas dan kuantitas reduction 1. Determinasi
waktu tidur akibat 2. Comfort level efek-efek
faktor eksternal 3. Pain level medikasi
Batasan karakteristik 4. Rest : extent and terhadap pola
1. Perubahan pola pattern tidur
tidur normal 5. Sleep : extent and 2. Jelaskan
2. Penurunan pattern pentingnya tidur
kemampuan Kriteria hasil : yang adekuat
berfungsi 1. Jumlah jam tidur 3. Fasilitas untuk
3. Ketidakpuasan dalam batas mempertahankan
tidur normal 6-8 n aktivitas
4. Menyatakan sering jam/hari sebelum tidur

30
terjaga 2. Pola tidur, (membaca)
5. Menyatakan tidak kualitas dalam 4. Ciptakan
mengalami batas normal lingkungan yang
kesulitan tidur 3. Perasaan segar nyaman
6. Menyatakan tidak sesudah tidur 5. Kolaborasi
merasa cukup atau istirahat pemberian obat
istirahat 4. Mampu tidur
Faktor yang mengidentifikasi 6. Diskusikan
berhubungan kan hal-hal yang dengan pasien
1. Kelembaban meningkatkan dan keluarga
lingkungan sekitar tidur tentang teknik
2. Suhu lingkungan tidur pasien
sekitar 7. Instruksikan
3. Tanggung jawab untuk memonitor
member asuhan tidur pasien
4. Perubahan pejanan 8. Monitor waktu
terhadap cahaya- makan dan
gelap minum dengan
5. Gangguan (mis, waktu tidur
untuk tujuan 9. Monitor/catat
terapeutik, kebutuhan tidur
pemantauan, pasien setiap hari
pemeriksaan dan jam
laboratorium)
6. Kurang control
tidur
7. Kurang privasi,
pencahayaan
8. Bising, bau gas
9. Restrain fisik,
teman tidur

31
10. Tidak familier
dengan prabot
tidur
6 Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari 1. Nutritional status : Nutrion management
kebutuhan tubuh 2. Nutritional status : 1. Kaji adanya alergi
Definisi : asupan food and fluid intake makanan
nutrisi tidak cukup 3. Nutritional status : 2. Kolaborasi dengan
untuk memenuhi nutrient intake ahli gizi untuk
kebutuhan metabolic 4. Weight control menentukan jumlah
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : kalori dan nutrisi
1. Kram abdomen 1. Adanya peningkatan yang dibutuhkan
2. Nyeri abdomen berat badan sesuai pasien
3. Menghindari dengan tujuan 3. Anjurkan pasien
makanan 2. Berat badan ideal untuk meningkatkan
4. Berat badan 20% sesuai dengan tinggi intake Fe
atau lebih dibawah badan 4. Anjurkan pasien
berat badan ideal 3. Mampu untuk meningkatkan
5. Kerapuhan kapiler mengidentifikasi protein dan vitamin
6. Diare kebutuhan nutrisi C
7. Kehilangan rambut 4. Tidak ada tanda- 5. Berikan substansi
berlebihan tanda malnutrisi gula
8. Bising usus 5. Menunjukkan 6. Yakinkan diet yang
hiperaktif peningkatan fungsi dimakan
9. Kurang makanan pengecapan dari mengandung tinggi
10. Kurang informasi menelan serat untuk
11. Kurang minat pada 6. Tidak terjadi mencegah konstipasi
makanan adekuat penurunan berat 7. Berikan makanan
12. Kesalahan konsepsi badan yang berarti yang terpilih (sudah
13. Kesalahan dikonsultasikan
informasi dengan ahli gizi)

32
14. Membran mukosa 8. Ajarkan pasien
pucat bagaimana membuat
15. Ketidakmampuan catatan makanan
memakan makanan harian
16. Tonus otot menurun 9. Monitor jumlah
17. Mengeluh nutrisi dan
gangguan sensasi kandungan kalori
rasa 10. Berikan informasi
18. Mengeluh asupan tentang kebutuhan
makanan kurang nutrisi
dari RDA 11. Kaji kemampuan
(recomemended pasien untuk
daily allowance) mendapatkan nutrisi
19. Cepat kenyang yang dibutuhkan
setelah makan Nutrion monitoring
20. Sariawan rongga 1. BB pasien dalam
mulut batas normal
21. Steatorea 2. Monitor adanya
22. Kelemahan otot penurunan berat
pengunyah badan monitor tipe
23. Kelemahan otot dan jumlah aktivitas
untuk menelan yang biasa dilakukan
Faktor-faktor yang 3. Monitor interaksi
berhubungan : anak atau orang tua
1. Faktor biologis selama makan
2. Faktor ekonomi monitor lingkungan
3. Ketidak mampuan selama makan
untuk mengapsorbsi 4. Jadwalkan
nutrient pengobatan dan
4. Ketidak mampuan tindakan tidak
untuk mencerna selama jam makan

33
makanan 5. Monitor kulit kering
5. Ketidak mampuan dan perubahan
menelan makanan pigmentasi
Faktor psikologis 6. Monitor turgor kulit

7 Resiko infeksi NOC NIC


Definisi : Mengalami Immune status Infection control
peningkatan resiko Knowledge : (kontrol infeksi)
terserang organisme infaction control 1. Bersihkan
patogenik Risk control lingkungan setelah
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil dipakai pasien lain
1. Penyakit kronis 1. Klien bebas dari 2. Pertahankan teknik
a. Diabetes mellitus tanda dan gejala isolasi
b. Obesitas infeksi 3. Batasi pengunjung
2. Pengetahuan yang 2. Mengidentifikasi bila perlu
tidak cukup untuk proses penularan 4. Intruksikan pada
menghindari penyakit, faktor pengunjung untuk
pemanjanan yang mempengaruhi mencuci tangan saat
pathogen penularan serta meninggalkan
3. Pertahankan tubuh penatalaksanaanya, pasien
primer yang tidak 3. Menunjukakan 5. Gunakan sabut
adekuat kemampuan untuk antimikrobia untuk
a. Gangguan mencegah timbulnya cuci tangan
peristalsis infeksi 6. Cuci tangan setiap
b. Kerusakan 4. Jumlah leukosit sebelum dan
integritas kulit dalam batas normal sesudah tindakan
(pemasangan 5. Menun jukan keperawatan
kateter perilaku hidup sehat 7. Gunakan baju,
intravena,prosed sarung tangan
ur invasif) sebagai alat
c. Perubahan pelindung

34
sekresi ph 8. Pertahankan
d. Penurunan kerja lingkungan aseptik
siliaris selama pemasangan
e. Pecah ketuban alat
dini 9. Ganti letak IV
f. Pecah ketuban perifer dan line
lama central dan dressing
g. Merokok sesuai dengan
h. Stasis cairan petunjuk umum
tubuh 10. Gunakan kateter
i. Trauma jaringan intramiten untuk
(mis,trauma menurunkan infeksi
destruksi kandung kencing
jaringan) 11. Tingkatkan intake
4. Ketidak adekuat nutrisi
pertahanan sekunder 12. Berikan terapi
a. Penurunan antibiotik bila perlu
hemoglobin infection protection
b. Imunosupresi (proteksi terhadap
(mis,imunitas infeksi)
didapat tidak 13. Monitor hitung
adekuat, agen granulosit, WBC
farmaseutikal 14. Monitor kerentanan
termasuk terhadap infeksi
imunosupresan, 15. Batasi pengunjung
steroid, antibodi 16. Sering pengunjung
monoklonal, terhadap penyakit
imunomudulator) menular
c. Supresi respon 17. Pertahankan teknik
inflamasi asepsis pada pasien
5. Vaksinasi tidak yang beresiko

35
adekuat 18. Pertahankann
6. Pemajanan terhadap teknik asepsis pada
pathogen pasien yang
7. Lingkungan beresiko
meningkat 19. Pertahankan teknik
a. Wabah isolasi k/p
8. Prosedur invasif 20. Berikan perawatan
9. Malnutrisi kulit pada area
epidema
21. Inpeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase
22. Inpeksi kondisi
luka/ insisi bedah
23. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan
cairan
25. Dorong istirahat
26. Intruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
27. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
28. Ajarkan cara
menghindari infeksi
29. Laporkan

36
kecurigaan infeksi
30. Laporkan kultur
positif

2.1.4 Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat


terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.

2.1.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana


evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.Tujuan dari evaluasi ini adalah
untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik
atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien.

37
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Ulkus diabetic dikenal dengan istilah gangrene didefinisikan sebagai jaringan


nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah
besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi
sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit serangga,
kecelakaan kerja atau terbakar), proses degeneratif (arteriosklerosis) atau
gangguan metabolic diabetes mellitus (Gitarja, W, 1999).

3.2 Saran

Dengan di selesaikannya makalah ini, penulis mengetahui bahwa masih


banyak kekurangan untuk itu penulis berharap mendapatkan kritik dan saran yang
membangun agar dalam pembuatan makalah yang akan datang bisa lebih baik dari
yang sekarang, dan semoga dengan membaca makalah ini dapat menambah
pengetahuan tentang konsep dasar asuhan keperawatan tentang ulkus diabetikum.

38

Anda mungkin juga menyukai