Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tatanan dunia sekarang ini sepertinya sedang berubah sangat cepat. Dapat kita lihat
bahwa dunia telah berada dalam perkembangannya. Perubahan ini disebabkan oleh
bertambahnya faktor pengubah jalannya hubungan internasional. Jika dipandang dari sisi
teknologi, tingkat serta daya komunikasi yang sudah semakin terintegritas kini juga
mendorong perubahan dalam tatanan dunia. Segala sesuatu sekarang lebih dominan
bergantung pada teknologi. Jika dipandang berdasarkan kemajuan kemanusian, maka hal ini
membicarakan terkait kesejahteraan dan kemajuan ekonomi. Berdasarkan perkembangan
ekonomi dunia, maka tatanan internasional juga berubah akibat dari peningkatan
perekonomian dunia. Semua ini berujung terhadap homogenitas gaya hidup, atau yang lebih
dikenal dengan globalisasi.

Saat ini Negara tidak lagi memamerkan kekuatan militernya untuk mempengaruhi
negara lain guna mencapai national interest nya. Diakibatkan dengan banyaknya perubahan
dalam hampir seluruh bidang, dunia sepertinya sudah jenuh dengan model pendekatan kuno
tersebut. Selain jenuh, pendekatan kuno tersebut juga berpotensi menimbulkan perang. Kini
muncul system pendekatan baru, yakni soft diplomacy.

Berdasarkan pendekatan soft diplomacy, di dalam hard diplomacy terjadi


perbaharuan. Hard diplomacy merupakan cara suatu Negara untuk mencapai kepentingan
nasionalnya melalui pendekatan hard power, seperti kekuatan militer. Dalam hard diplomacy
mampu menggambarkan kekuatan suatu Negara dalam bidang politik dengan insentif
ekonomi maupun dalam kekuatan militer.

Pada hard diplomacy ini memiliki sebuah strategi, yang kita tau strategi ialah cara
atau suatu aturan agar dapat melakukan suatu sistem yang di jalankan dengan kemampuan
yang dimiliki agar mencapai tujuan yang di inginkan. Dan dalam hard diplomacy strateginya
mencakup dalam berbagai ukuran yang di tujukan untuk memaksa ataupun mengancam
entitas lain dengan tujuan agar sesuai dengan keinginannya. Dalam hard diplomacy pengguna
mampu membuat negara yang mendapat ancaman menjadi patuh.
1|Hard Diplomacy
Politik Internasional
Dalam penelitian ini makalah akan memaparkan hard diplomacy dalam
pembaharuannya yang sudah menjadi pengaruh dalam kancah dunia internasional. Dalam
beberapa aspek yang di rancangkan pada hard diplomacy akan membuat sesuatu yang harus
di ketahui.

B. RUMUSAN MASALAH
Apa itu Hard Diplomacy ?
Bagaiama cara kerja/Praktikal dari Hard Diplomacy ?
C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun makalah ini di tulis bertujuan untuk dapat mengetahui sebuah hard diplomacy
dan pembaharuan yang terjadi dalam hard diplomacy. Dalam makalah ini akan di paparkan
bagaimana cara kerja yang di lakukan hard diplomacy dalam bidang internasional
berdasarkan praktikal yang terjadi di dalam panggung internasional itu. Adapula makalah ini
ditujukan untuk mengisi salah satu kebutuhan tugas dari mata kuliah Politik Internasional.

2|Hard Diplomacy
Politik Internasional
BAB II

ISI

Ada banyak terdapat pengertian dari diplomasi. Menurut The Oxford English
Dictionary, diplomasi adalahmenajemen hubungan internasional melalui negosiasi yang
mana hubungan ini diselaraskan dan diatur oleh duta besar atau para wakil dari bisnis atau
seni para diplomat. Sedangkan menurut Chanbers Twentieth Century Dictionary, diplomasi
adalah seni berunding khusus tentang perjanjian antara Negara-negara dan keahlian politik.

Diplomasi ada dalam dua bentuk, yaitu: Soft Diplomacy adalah menekan upaya
negosiasi dengan cara damai tanpa adanya kekerasan. Sedangkan hard diplomacy adalah
menekan adanya kekuatan (militer). Persamaan dari keduanya adalah bercirikan kepala
Negara sebagai actor utama.

Dalam berdiplomasi itu terdapat power, ada tiga macam dalam menggunakan power
tersebut diantaranya:

1. Memaksa lewat ancaman.


2. Membujuk dengan memberikan bayaran.
3. Power dalam menarik atau memikat hati.

Power yang nomor satu dan dua merupakan bentuk dari hard power.

Diplomasi tidak lagi hanya berarti suatu negosiasi yang terjadi di atas meja yang
dilakukan secara formal diantara dua wakil negara, perkembangan fenomena dalam
hubungan internasional memicu munculnya aktor-aktor lain yang mempengaruhi dinamika
hubungan internasional sehingga diplomasi tidak hanya dilakukan oleh aktor negara saja
melainkan juga oleh aktor-aktor trans-nasional lainnya.Disini yang akan dibahas hanya
terkait mengenai har diplomacy, walau mungkin nantinya akan juga sedikit menyinggung soft
diplomacy.

3|Hard Diplomacy
Politik Internasional
A. HARD DIPLOMACY

Istilah hard diplomacy menggambarkan kemampuan suatu negara dalam bidang


politik menggunakan insentif ekonomi atau kekuatan militer untuk mempengaruhi perilaku
negara lainnya. Namun ini tergantung pada ukuran seberapa kuat yang dikemukakan oleh
penganut realis dalam teori hubungan internasional. Penganut Realis mengaitkan kekuasaan
dengan kepemilikan sumber daya nyata tertentu antara lainnya seperti populasi, wilayah,
sumber daya alam, kekuatan ekonomi dan militer. Hard diplomacy ditentukan oleh
penggunaan sumber daya semacam itu untuk memacu perilaku entitas lain. Istilah "Hard
Diplomacy" memiliki sejarah panjang. Hal ini sering diukur dari segi kekuatan militer,
seperti yang dijelaskan oleh Machiavelli di dalam bukunya The Prince "Saya menilai para
pangeran dari kerajaan-kerajaan itu secara mandiri yang entah itu melalui banyak pasukan
atau uang yang mereka dapat dalam mengumpulkan tentara yang kuat, mereka dapat
berperang dengan baik melawan Siapa pun yang menyerang mereka, dan saya menganggap
mereka adalah orang yang selalu membutuhkan perlindungan orang lain untuk menjadi
orang-orang yang tidak dapat bertemu musuh di lapangan1. Hobbes memperluas langkah-
langkah kekuasaan dengan menambahkan kemampuan untuk mengendalikan bukan hanya
dalam militer, tetapi juga kekuatan ekonomi dan keuangan. Pemikir yang lebih baru dari
orang realis juga menyatakan pandangannya tentang kekuatan negara dalam hal Hard
Diplomacy. Hans Morgenthau menyatakan "khususnya dalam politik internasional, kekuatan
bersenjata sebagai ancaman atau berpotensi sebagai faktor material yang paling penting untuk
menciptakan kekuatan politik suatu bangsa2."

Kekuatan yang dinyatakan oleh para pemikir ini adalah Hard Diplomacy. Strategi
Hard Diplomcy mencakup berbagai ukuran yang diarahkan untuk memaksa atau mengancam
entitas lain agar sesuai dengan keinginannya. Langkah-langkah ini mungkin seperti ancaman
serangan militer atau penerapan embargo ekonomi; Mereka mungkin juga akan melakukan
tindakan seperti janji perlindungan militer atau pengurangan hambatan perdagangan. Namun,
kritikus keberatan bahwa ini adalah yang pertama yang sering ditekankan; Dengan kata lain,
menurut Campbell dan O'Hanlon, taktik Hard Diplomacy cenderung lebih menekankan

1 Cahn, Steven. Classics of Modern Political Theory: Machiavelli to Mill. New York: Oxford University Press, 1997. 22.
2 Morgenthau, Hans J. Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace. New York: Alfred A. Knopf: 1950.
4|Hard Diplomacy
Politik Internasional
intervensi militer, sanksi ekonomi, dan diplomasi koersif3. Salah satu yang paling jelas adalah
penggunaan intervensi militer. Contohnya fenomena ini terjadi pada abad ke-20 ketika invasi
Polandia oleh Jerman pada 1939 memicu Perang Dunia kedua, Invasi Afghanistan pada tahun
1979 oleh Uni Soviet dalam sebuah usaha untuk mendukung pemerintah Marxis di
Afghanistan4. Ini hanyalah beberapa contoh penggunaan militer yang tak terhitung
banyaknya untuk mencapai tujuan negara yang bersangkutan.

Kekuatan militer bukanlah satu-satunya tindakan pemaksaan yang bisa dilakukan,


penerapan tekanan ekonomi dapat digunakan juga untuk tujuan yang sama. Embargo
perdagangan A.S. di negara-negara seperti Kuba, Iran, dan Irak pada paruh kedua abad ke-20
memberikan contoh utama dari Hard Diplomacy semacam itu. Undang-undang Sanksi Iran
tahun 1995 diterapkan sebagai tanggapan atas program nuklir Iran dan dugaan pendanaan
organisasi seperti Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam Palestina. Sanksi tersebut dirancang
untuk membatasi investasi di ladang minyak dan infrastruktur Iran. dengan menghalangi
pengembangan sektor utama ekonomi-minyak bumi Iran-AS berharap dapat mencegah Iran
terlibat dalam aktivitas yang dapat mengancamnya5. Strategi ini seperti yang dijelaskan oleh
Alexander George, yang menyebutnya sebagai "diplomasi koersif" berarti memenuhi tuntutan
seseorang terhadap musuh "dengan ancaman hukuman karena ketidakpatuhannya dengan
fakta bahwa dia akan mempertimbangkan kredibel negaranya dan negara tersebut cukup kuat
untuk membujuknya agar mematuhi permintaan6. Dengan demikian, ancaman kekuatan
militer atau ekonomi yang dinyatakan secara eksplisit ataupun implisit diakui berfungsi
sebagai metode perilaku yang menarik. Meskipun penggunaan Hard Diplomacy dapat
membuat negara yang diancam akan takut atau patuh, namun ini juga dapat menimbulkan
beberapa kelemahan mencolok berkenaan dengan legitimasi dan kredibilitas pemegang
saham. Strategi Hard Diplomacy yang tidak memperhitungkan citra internasional suatu
negara mungkin dapat memiliki konsekuensi serius. Jika kredibilitas suatu negara

3 Wilson, Ernest J. "Hard Power, Soft Power, Smart Power." The ANNALS of the American Academy of Political and
Social Science 616 (2008): 110-124. Sage Publications. L.A. Mar. 2008. http://ann.sagepub.com/cgi/reprint/616/1/110.
4 Bush, George W. "Remarks by President Upon Return From Camp David." White House Press Release. White House,

Washington, DC. 23 Mar. 2003. Mar. 2008 http://www.state.gov/p/nea/rls/18934.htm.

5 Katzman, Kenneth. The Iran Sanctions Act (ISA). CRS Report for Congress. 2007. Feb.-Mar. 2008
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RS20871.pdf.
6 George, Alexander L. "Coercive Diplomacy." The Use of Force: Military Power and International Politics. Ed. Rpbert J.

Art and Kenneth Waltz. U.S.A.: Roman & Littlefield, Inc., 2004. 70
5|Hard Diplomacy
Politik Internasional
memburuk, sikap ketidakpercayaan akan meningkat sehingga kerjasama internasional akan
berkurang.7

Berdasarkan penjelasan diatas, seharusnya sudah dapat ditarik kesimpulan


bahwasannya sangat sempit jika mengatakan bahwa hard diplomacy hanya berputar disekitar
kekuatan militer. Memang Hard diplomacy hanya memiliki satu cara yaitu ancaman, baik itu
yang diajukan setelah mencapai tujuan atau sebelum mendapatkan tujuan tersebut. Disinlah
letak perkembangan dari hard diplomacy tersebut, yaitu tidak hanya menggunakan kekuatan
dari militer namun juga sumber kekuata lain yang tujuannya adalah mengancam dan
memastikan bahwa kepentingan negara dapat tercapai.

Disinilah letak pembagian dari perkembangan tersebut, dimana Hard diplomacy


terbagi menjadi dua, hard diplomacy yang hanya menggunakan kekuatan militer untuk
mencapai tujuannya dan juga semi-hard diplomacy yang menggunakan segala sumber power
untuk mencapai tujuannya. Disubbab berikut akan dijelaskan bagaimana potensi kedua jenis
cara diplomasi ini dapat bekerja dan dimmana perbedaannya.

1. Hard Diplomacy

Tidak banyak mungkin yang perlu dijelaskan dalam hal hard diplomacy, karena
secara garis besar diplomasi ini hanya menggunakan kekuatan militer belaka untuk mencapai
tujuannya. Melakukan tindakan koersif dengan cara mengancam, memerangi, atau menekan
pihak lawan dengan menggunakan militer. Sumber dari diplomasi jenis ini adalah hard power
yang dalam hal ini adalah memaksa lewat ancaman. Hard power sendiri sudah sejak awal
merupakan manifestasi dari kekuatan militer.

Sebagai conoth praktikalnya untuk dapat lebih mengerti mengenai hard diplomacy,
berikut adalah contoh praktek dari doktrin Bush :

Jaringan Al-Qaeda dipimpin oleh Osama Bin Laden, merupakan jaringan teroris yang
berfungsi secara operasional maupun ideologis dan beroperasi ditingkat local, nasional,
regional, dan internasional. Aksi antar kedua Negara telah dimulai sejak tahun 1998, dan
puncak konflik antar keduanya waktu serangan Al-Qaeda ke gedung WTC di AS, peristiwa
itu di kenal dengan 9/11 tahun 2001.
7Nye, Joseph S. The Decline of Americas Soft Power. Foreign Affairs. (May/June 2004). Mar. 2008.
<http://www.foreignaffairs.org/20040501facomment83303/joseph-s-nye-jr/the-decline-of-america-s-soft-power.html.
6|Hard Diplomacy
Politik Internasional
Setelah peristiwa 9/11, pada bulan September 2002 Presiden Bush mengeluarkan
kebijakan anti terror yang bersifat agresif, yang dikenal dengan pre-emptive strikes, yaitu
kebijakan AS untuk menyerang terlebih dahulu pihak yang dinilai memiliki potensi untuk
membahayakan keamanan kepentingan atau asset AS, baik dalam maupun luar negri. Dalam
perspektif Pemerintah Bush, kebijakan ini merupakan sebuah penyesuaian strategi militer
pemerintah AS dalam merespon perubahan ancaman keamanan yang muncul di tatanan
system internasional.

Pada tanggal 7 Oktober 2001, pasukan AS bekerja sama dengan pasukan Inggris,
melakukan serangan militer ke pemerintahan Taliban di afganistan. Diawali dengan tuduhan
pemerintah AS atas dukungan pemetintah Taliban terhadap al-Qaeda. Serangan militer yang
dilakukan AS, Inggris, dan beberapa Negara sekutu berhasil menggulingkan pemerintahan
Taliban. Setelah itu, rezim baru di Afganistan yang dipimpin Hamid Karzai menggusur rezim
Taliban.

Pada masa pemerintahan Bush, focus pemerintah AS dalam masalah ancaman terror
tidak hanya pada Al-Qaeda, tetapi yang termasuk dalam Axis of Evil. Pada 20 Maret 2003,
pasukan AS menyerang pemerintahan Saddam Husein di Irak. Di awali dengan serangan
udara disusul oleh invasi darat. Serangan ini dilatarbelakangi oleh tudingan AS terhadap
usaha pemerintah Saddam untuk memperkuat kemampuan Weapon of Mass Destruction
(WMD) dan menjalin kerjasama alih teknologi WMD dengan jejaring terror Al-Qaeda.

Dalam pidato State of The Union Januari 2003, Presiden Bush menyampaikan laporan
inteligen AS, menyebut bahwa pemerintah Saddam berusaha untuk membeli sebuah tabung
aluminium super dari Nigeria, yang akan digunakan untuk meningkatkan level WMD yang
dimiliki menjadi siap pakai. Presiden saddam berhasil di gulingkan dan di hokum mati.

Semenjak peristiwa 9/11, ratusan orang dicurigai oleh Pemerintah AS yag terkait
dengan jaringan Al-Qaeda, lalu di masukkan ke penjara Guantanamo di Kuba oleh aparat AS.
Rombongan tahanan pertama 20 orang pada bulan Januari 2002, tahun 2004 tahanan telah
mencapai 558 orang. Dalam penjara tersebut ada tindakan pelanggaran HAM oleh petugas
introgasi AS dengan penghinan terhadap kitab Al-Quran dan juga pelanggaran lain yang
diluar batas manusiawi.

Dalam pemerintahan Bush yang menerapkan hard diplomacy dengan menggunakan


kekuatan militer terhadap objek yang di tunjuk memilki keterkaitan dengan Al-Qaeda dan
7|Hard Diplomacy
Politik Internasional
Saddam di Irak. Pada masa pemerintahannya kebijakan terhadap terorisme di kenal dengan
Doktrin Bush, dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Preventive war.
2. Melawan peredaman senjata pemusnah massal.
3. WMD dan aksi terorisme.
4. Perubahan rezim untuk rogue state dan promosi demokrasi.

Doktrin Bush merupakan produk politik yang di pengaruhi kombinasi beberapa factor
structural di dalam politik domestic AS:

Perbedaan pendapat elit pemerintah AS terkait bagaimana seharusnya peran AS di


politik internasional paska perang dingin.
Posisi sentral di sector pemerintah AS terkait perumusan kebijakakan luar negri yang
dominan diisi oleh kader partai politik yang berhaluan non-konservatif.
Kombinasi persepsi ancaman dan kesempatan yang muncul akibat peristiwa 9/11.

Dalam serangan terhadap Afganistan, AS mengalami kegagalan karna tidak focus


terhadap Al-Qaeda, tetapi melirik pula ke Saddam di Irak. Sehingga timbul perpecahan
dukungan NATO terhadap AS. Keputusan serangan AS yang terkesan unilateral, dengan
keputusan yang mendahului PBB dan NATO sebagai aliansinya, membuat image AS turun.

Pemerintahan AS pada periode Bush hanya menjalankan sebuah perang yang bersifat
satu dimensi, hanya pada jaringan teroris Al-Qaeda di luar negri dan tidak memperhatikan
tiga sector lainnya yang juga penting. Dengan menigkatkan pertahanan dalam negri,
mengamankan senjata dan materi pembuat senjata pemusnah massal dari kemungkinan jatuh
atau di curi oleh kelompok terror, dan memenangkan peperangan ide (war of ideas).

Setelah pemerintahan Bush, yaitu Presiden Barrack Obama menegaskan bahwa


perlawanan militer AS terhadap jaringan terorisme global, pada periode Bush memiliki
prioritas yang salah. Obama menegaskan bahwa AS memerlukan sebuah strategi yang baru
dengan menggabungkan kekuatan militer dengan idea atau nilai-nilai baik ekonomi, inteligen,
dan diplomasi, yang di kenal dengan smart diplomacy.

8|Hard Diplomacy
Politik Internasional
2. Semi Hard Diplomacy

Semi-hard diplomacy merupakan diplomasi yang menggunakan hard power seperti


angkatan bersenjata untuk memfasilitasi soft diplomacy yang berupa sebuah gertakan
terhadap lawan. Semi-hard diplomacy digunakan untuk mengintimidasi lawan agar segera
memenuhi kepentingan Negara yang bersangkutan. Contohnya gunboat diplomacy, dalam
perkembangannya teknik diplomasi ini digunakan negara untuk mencapai tujuan kebijakan
luar negrinya dengan menunjukkan kekuatan dari angkatan laut yang menyimbolkan sebuah
kekuatan dan gertakan yang strategis.

Secara garis besar diplomasi ini memanfaatkan kekuatan lebih besar untuk
mendisting pikiran lawan agar menuruti keingingannya. Namun, diplomasi ini memiliki tiga
kekurangan khusus, pertama diplomasi ini secara umum hanya dilakukan oleh negara-negara
mapan yang memiliki angkatan laut yang kapabel. Kedua diplomasi ini dirasa tidak tepat
untuk menciptakan diplomasi yang bersifat win-win solution karena pihak lawan merasa
terpaksa untuk mengikuti aturan main. Terakhir diplomasi ini kurang memaksimalkan fungsi
diplomat sebagai seorang negoisator dan pemecah masalah

Untuk dapat lebih memahami penggunaan dari semi hard diplomacy berikut
merupakan contoh praktikal dari diplomasi ini pada kejadian sengketa Kepulauan Senkaku
antara Jepang dan China.

Hubungan Cina dengan Jepang semakin hari semakin memanas. Disamping faktor
historikal yang menjadi latar belakang rusaknya hubungan Cina dengan Jepang, masalah
perebutan Kepulauan Senkaku menjadi masalah yang masih berlangsung sampai dengan saat
ini. Cina dan Jepang saling mengklaim bahwa Kepulauan Senkaku ialah milik mereka.

Terdapat tiga faktor pemicu terjadinya sengketa. Pertama, perbedaan paham garis
perbatasan laut di Laut China Timur (the East China Sea) antara Jepang dan China hingga
kini belum dicapai kesepakatan bersama. Walau keduanya sama-sama meratifikasi Konvensi
PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, tetapi mereka membangun pemahaman sendiri
yang belum tuntas dibicarakan. Jepang mengusulkan pembagian wilayah berdasar garis
tengah di zona ekonomi eksklusifnya (berjarak 200 mil dari garis dasar/baseline), sedangkan
China mengacu pada kelanjutan alamiah dari landas kontinennya (berjarak di luar 200 mil).

9|Hard Diplomacy
Politik Internasional
Kedua, perbedaan persepsi sejarah kepemilikan Senkaku (Diaoyu dalam bahasa
China) di setiap pihak bermuara pada klaim berbeda. China yakin kepemilikan atas Senkaku
sejak Dinasti Ming (1368-1644), di mana namanya sudah tercantum di sebuah buku berjudul
Departure Along the Wind (terbit 1403). Selain itu, kepulauan ini beserta pulau-pulau kecil
yang mengitari kerap kali disebutkan dalam lingkup pertahanan maritim China saat itu.

Lagi pula, Kepulauan Diaoyu yang saat itu menjadi bagian dari Taiwan biasa
digunakan para nelayan China sebagai basis operasional. Pada saat kekalahan China dalam
perang Sino-Jepang (1894-1895), Taiwan (termasuk Diaoyu Islands) diserahkan ke Jepang.
Namun, akhir PD II, kepulauan ini dikembalikan oleh AS ke China berdasarkan perjanjian
Tiga Besar (AS, Inggris, China) di Kairo tahun 1943.

Jepang setelah kemenangannya dalam perang Sino-Jepang menerima penyerahan


Senkaku dari China. Ini dianggap sebagai bagian teritorial Jepang secara resmi. Sejak itu,
survei atas kepulauan ini dilakukan Jepang dan diyakini bahwa kepulauan ini tidak
berpenghuni. Survei saat itu menunjukkan tiadanya tanda- tanda bahwa kepulauan Senkaku
berada di bawah kontrol China.

Berdasarkan keputusan Kabinet 14 Januari 1895, kepulauan ini dimasukkan ke


teritorial Jepang. Sejak itu, Senkaku menjadi bagian integral dari Kepulauan Nansei Shoto, di
mana ini diyakini tidak menjadi bagian dari Taiwan ataupun lainnya, yang diserahkan ke
China setelah PD II. Lagi pula, sebuah Map 1969 buatan Pemerintah the Peoples Republic of
China berlabel confidential memasukkan Kepulauan Senkaku ke wilayah Jepang. Berarti ada
pengakuan resmi sejak itu bahwa Senkaku masuk dalam wilayah otoritas Jepang.

Ketiga, munculnya sengketa ini dipicu setelah kedua pihak menyadari adanya
sumber cadangan minyak dan gas di sekitar Kepulauan Senkaku pada pertengahan 1990-an,
yang berlanjut hingga kini. Ketika kepentingan nasional dipicu kepentingan bisnis prospektif
berupa temuan cadangan minyak dan gas, segala daya penguat dan bukti pembenaran akan
dihimpun demi basis legal untuk penguasaan sumber energi itu. Apalagi Jepang dan China
adalah dua negara yang sangat bergantung pada suplai minyak dan gas dari luar. Dan, ketika
keduanya menyadari adanya cadangan energi yang tidak jauh dari wilayah mereka, keduanya
akan mati-matian memperjuangkannya.

10 | H a r d D i p l o m a c y
Politik Internasional
Penyebab mengapa Jepang mengirimkan kapal pengintai di karenakan Jepang saat
itu mengirimkan dua aktivisnya ke kepulauan Diaoyu yang merupakan teritorial China. China
menganggap hal tersebut merupakan provokasi atas kedaulatan mereka. Kedua aktivis
dilaporkan meninggalkan perahu kecilnya di kawasan perairan dan berenang ke sebuah pulau,
berdiam beberapa waktu di sana, dan kembali ke Jepang.

Tidak hanya kapal perang, China juga pernah mengirim pesawat pengintai
dikarenakan Jepang membuntuti pesawat pengintai Jepang yang saat itu sedang berpatroli.

Hingga saat ini sengketa atas kepulauan Sensaku belum terselesaikan, karena baik
dari pihak Jepang maupun China sama-sama mengakui klaim atas kepulauan Senkaku.

11 | H a r d D i p l o m a c y
Politik Internasional
BAB III

A. KESIMPULAN

Seiring dengan perkembangan hubungan internasional saat ini yang semakin


berkembang, demikian pula cara-cara dan juga alat-alat dalam menjalin hubungan
internasional. Bersamaan dengan berkembangnya teknologi serta pengetahuan maka
berkembang pula cara-cara yang sebelumnya dilakukan dalam melakukan hubungan
internasional. Salah satunya berdiplomasi.

Dahulu, pada masa sebelum Perang Dunia keII, negara hanya melakukan paksaan
dan juga ancaman dengan kehendak militer untuk mencapai keinginannya terhadap negara
lain. Hanya dengan menggunakan militer, negara dapay melakukan opresi terhadap negara
lain dan juga memenuhi kebutuhan yang ingin dicapainya. Dengan melakukan
permbandingan kekuatan militer yang dipunya baik itu lewat perang atau menggunakan tolak
ukur lainnya negara akan dapat ditentukan kekuasaannya.

Seiring berkembangnya era, maka berkembang pula cara yang sebelumnya telah ada
menjadi lebih komplek. Kini negara tidak lagi hanya terpaku terhadap satu bidang, yaitu
militer. Banyak sudah muncul pemikiran untuk mencapai tujuannya lewat cara-cara yabg
lebih damai namun sama-sama dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya saja lewat
ekonomi, kerjasama ataupun dengan memberikan bantuan yang mengakibatkan
ketergantungan. Semua itu mulai muncul.

Demikian, seharusnya berakhirlah penggunaan militer dalam berdiplomasi, atau


yang lebih dikenal dengan dengan hard diplomacy. Apapun yang terjadi, militer dan kekuatan
tetap menjadi salah satu cara untuk bisa mengambil alih, menguasai atau menginvasi sesuatu
secara utuh. Maka dari itu, dilakukan improvisasi terhadap cara diplomasi yang lama
menggunakan cara diplomasi yang baru, atau lebih dikenal dengan soft diplomacy.

Disini, fungsi dari diplomasi menggunakan kekuatan bukanlah untuk sebagai


tekanan terhadap kondisi fisik melainkan menekan dalam kondisi mental dan emosional.
Hard diplomacy hanyalah sarana untuk dapat melancarkan proposal yang diajukan lewat soft
diplomacy. Bisa dikatakan inilah yang disebut soft diplomacy. Pada akhirnya, cara yang lama
tidak akan mati, melainkan terperbaharui.

12 | H a r d D i p l o m a c y
Politik Internasional
Pembaharuan ini menimbulkan fungsi baru bagi hard diplomacy dalam menjalankan
fungsinya. Kini bahkan penggunaan dari hard diplomacy dapat diiringi dengan soft
diplomacy. Yang artinya bahwa dunia sudah memiliki perubahan menuju cara yang lebih
efisien. Lagi pula, jika dipandang dari keuda sisi, penggunaan terbaru dari har diplomacy
akan sangat menguntungkan, karena tidak memiliki persentase yang tinggi untuk
menimbulkan konflik sehingga hal ini dapat menjadi panduan sekaligus tolak ukur dalam
menilai perkembangan yang ada.

13 | H a r d D i p l o m a c y
Politik Internasional
Daftar Pustaka

Cahn, Steven.1997.Classics of Modern Political Theory: Machiavelli to Mill. New


York: Oxford University Press.

Morgenthau, Hans J. 1950. Politics Among Nations: The Struggle for Power and
Peace. Alfred A. Knopf:New York.

Cable, James. (1971). Gunboat Diplomacy: Political Applications of Limited Naval


Force. Chatto and Windus for the Institute for Strategic Studies.

Wilson Ernest J. 2008. Hard Power, Soft Power, Smart Power.


http://ann.sagepub.com/cgi/reprint/616/1/110, 15 Mei 2017.

Katzman, Kenneth. 2007. The Iran Sanctions Act (ISA) CRS Report for Congress.
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RS20871.pdf, 15 Mei 2017.

George, Alexander L. 2004. Coercive Diplomacy:The Use of Force: Military Power


and International Politics. Roman & Littlefield, Inc: Ed. Rpbert J. Art and Kenneth Waltz.
U.S.A.

Nye, Joseph S. 2004. The Decline of Americas Soft Power:Foreign Affairs.


http://www.foreignaffairs.org/20040501facomment83303/joseph-s-nye-jr/the-decline-of-
america-s-soft-power.html, 15 Mei 2017.

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160609100547-113-136851/kapal-
perang-china-dekati-pulau-sengketa-jepang-protes/ (Diakses pada 16 May 2017, 15:05 WIB)

https://jakartagreater.com/61654-2/ (Diakses pada 16 May 2017, 15:51 WIB)

14 | H a r d D i p l o m a c y
Politik Internasional

Anda mungkin juga menyukai