Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN MIOMA UTERI
A. Definisi
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang tersetruktur utamanya adalah otot polos
rahim, mioma uteri pada 20%-25% perempuan pada usia produktif, tetapi oleh faktor yang
tidak diketahui secara pasti. Insidennya 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna
hitam dibandingkan denga ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus
mioma uteri pada ras kulit berwarna hitam (Sarwono, 2011).
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga
dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya
dominan ( Manuaba, 2007)
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal dengan istilah fibromioma,
leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007)

B. Etiologi
Penyebab terjadinya mioma uteri adalah karena adanya perangsangan hormon
estrogen terhadap sel-sel yang berada di otot rahim. Jadi, Mioma uteri ini merupakan
akibat pengaruh estrogen. Oleh karena itu, mioma ini sangat jarang ditemukan pada
anak-anak usia pubertas, bahkan nyaris tidak pernah. Anak usia pubertas belum memiliki
rangsangan estrogen. Sementara itu, pada wanita menepouse mioma biasanya mengecil
karena estrogen sudah berkurang.
Sampai saat ini, penyebab pasti mioma uteri belum diketahui dan diduga penyakit ini
merupakan penyakit multifaktoral. Mioma dipercaya merupakan sebuah tumor
monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-
sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,
disamping faktor predisposisi genetik.
1. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah manarke, seringkali pertumbuhan tumor yang cepat
selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menepouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri dapat
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim
hidroxydesidrogenasi mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron

1
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium
normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progsteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenasi dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor .
3. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu, HPL, terlihat pada periode ini
dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergitik antara HPL dan estrogen.

Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui,


namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
2. Teori Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada
cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.

Faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:


1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-
50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum
menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma
uteri ditemukan sebesar 10%.
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen

2
endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker,
2007). Otubu et al, menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma
uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada fase
proliferasi dari siklus menstruasi.
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang
mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan
ekspresi dari VEGF- (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan
penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri
(Parker, 2007).
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim
aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Hasilnya terjadi peningkatan
jumlah esterogen tubuh yang mampu meningkatkan prevalensi mioma uteri (Parker,
2007).
5. Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi
atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah
matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran
hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin,
serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
6. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat
mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua)
kali.
8. Kebiasaan merokok

3
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan
bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan
penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007)

C. WOC
D. Klasifikasi
Mioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
a. Cerivical (2,6%). Umumnya tumbuh kearah vagina dan menyebabkan infeksi.
b. Isthmica (7,2%). Lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius.
c. Corporal (91%). Merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa gejala.
2. Lapisan uterus
Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan lokasinya, mioma ini
dibagi menjadi tiga jenis.
a. Mioma uteri subserosa
Lokasi tumor disubserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja.
Dapat pula sebagai suatu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tungkai.
Pertumbuhan kearah lateral dapat berada didalamligamentum latumdan disebut
sebagai mioma intralegamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum, atau
mesenterium disekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambila alih dari
tangkai ke omentum.akibatnya, tangkai semakin mengecil dan terputus sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis paralistik.
b. Mioma uteri intramural
Mioma ini disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya, multipel
apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus. Tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, bertambah besar dan berubah bentuknya.
Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti, kecuali rasa tidak enak
karena adanya massa tumor didaerah perut sebelah bawah. Kadangkala tumor
tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa.
Didalam otot rahim, mioma ini dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), dan
lunak (jaringan otot rahim dominan).

4
c. Mioma uteri submukosa
Mioma ini terletak dibawah endometrium. Mioma ini dapat bertangkai atau
tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis dan pada
keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Mioma ini dapat memperluas
permukaan ruangan rahim.
Dari sudut klinik, Mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada Mioma uteri subserosa ataupun intra
mural, walaupun mioma yang ditemukan cukup besar, tetapi seringkali
memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa,
walaupun hanya berukuran kecil, selalu memberikan keluhan perdarahan melalui
vagina. Perdarahan sulit dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan
histerektomi.

E. Manifestasi klinis
Hampir separuh mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat
tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukosa,
subserosa), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi (Prawirohardjo,
2008).
Menurut Prawirohardjo, 2008 gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hiperminore, menoragia, dan
dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan
ini antara lain adalah:
a. Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
b. Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
c. Atrofi endometrium diatas mioma submukosa.
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.
2. Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas, tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai dengan nekrosis setempat dan

5
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan,pula
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebakan juga
disminore.
3. Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio
urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat
menyebabkan opstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe
dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

F. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan penunjang meliputi :


1. Pemeriksaan Darah Lengkap
a. Haemoglobin : turun
b. Albumin : turun
c. Leukosit : turun/meningkat
d. Eritrosit : turun
2. USG
Untuk melihat lokai, besarnya mioma, dan diagnosa banding.
3. Vaginal Toucher
Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi
Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen
Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
6. Laparaskopi
Untuk melihat lokasi dan besarnya mioma
7. Hiteroskopi
Untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai, tumor
tersebut sekaligus dapat diangkat.
8. ECG
Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.

6
G. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan,
tetapi harus diawasi perkembangannya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-
12 minggu, tumor berkembang cepat, terjadi torsi pada tungkai, perlu diambil
tindakan operasi (miomektomi dan histerektomi).
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/uterus. Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri
secara umum.
b. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)
berikut serviks uteri. Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak
menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang
simptomatik atau yang sudah bergejala

2. Terapi medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma
uteri secara menetap belum tersedia saat ini. Terapi medikamentosa masih
merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen dll (Cunningham 2005 didalam
Utami, 2015).
H. Komplikasi
Komplikasi menurut Prawirohardjo , 2008 yang dapat terjadi pada mioma uteri
secara umum yaitu :
1. Degenerasi ganas, kecurigaan keganasan pada uterus apabila mioma uteri cepat
membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai), sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi,
timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian
terjadi sindrom abdomen akut.
3. Nekrosis dan Infeksi

7
Pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung tumor kadang-kadang dapat
melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di vagina. Dalam hal ini ada ada
kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder

Akibat mioma uteri adalah


1. Infertilitas
2. terjadinya abortus
3. menghalangi kemajuan persalinan
4. pendarahan pasca persalinan.
I. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Melaksanakan pengkajian secara lengkap yang berhubungan dengan myoma uteri
submukosum kepada klien, kemudian dari hasil pengkajian tersebut dapat
disimpulkan analisa guna menentukan perawatan selanjutnya.
Pengambilan data dikelompokkan menjadi dua data, yaitu :
1. Data subjektif
Adalah data yang diperoleh dari pernyataan klien, meliputi :
1) Biodata
Adalah hal yang berkaitan dengan identitas klien untuk penderita myoma uteri
submukosum yang perlu diperhatikan dalam mengkaji adalah umur klien, karena
kasus myoma uteri banyak terjadi pada wanita dengan usia 35-45 tahun.
2) Keluhan utama
Keadaan yang dirasakan oleh klien yang paling utama. Untuk myoma uteri
submukosum yang paling banyak adalah nyeri perut bagian bawah dan perdarahan
abnormal.
3) Riwayat penyakit sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang telah
dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
4) Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga untuk kasus myoma uteri submukosum yang
perlu dikaji adalah keluarga yang pernah atau sedang menderita penyakit yang sama
(myoma), karena kasus myoma uteri submukosum dapat terjadi karena faktor
keturunan.
5) Riwayat penyakit yang lalu

8
Apakah klien sudah pernah sakit berat sampai opname di rumah sakit, serta apakah
klien pernah mengalami operasi.
6) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa hari, lama haid,
warna darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid atau tidak. Pada riwayat
haid ini perlu dikaji karena pada kasus myoma uteri, perdarahan yang terjadi
kebanyakan perdarahan diluar siklus haid. Maka dengan kita mengetahui siklus haid
klien, maka kita dapat membedakan dengan jenis perdarahan yang lain sebagai akibat
perjalanan myoma uteri.
7) Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau tidak,
penolong siapa, nifas normal atau tidak. Pada riwayat ini perlu dikaji karena myoma
uteri submukosum lebih sering terjadi pada wanita nulipara.
8) Riwayat KB
Untuk mengetahui jenis KB yang dipakai oleh klien apakah menggunakan KB
hormonal. Jika memakai KB jenis hormonal khususnya estrogen mempengaruhi
perkembangan myoma tersebut menjadi lebih berbahaya.
9) Keadaan psikologis
Untuk mengetahui keadaan psikologis klien pada penyakitnya, karena myoma uteri
submukosum penerima dan keadaan psikologi klien yang baik akan sangat membantu
pemberian terapi.
10) Pengetahuan klien tentang penyakitnya
Untuk mengatahui sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita.
Pada kasus myoma uteri submukosum perlu sekali mengetahui tentang penyakitnya,
serta pengobatan apa saja yang diterima, sehingga klien menjadi siap fisik dan mental
dalam melaksanakan program terapi yang diberikan.
11) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Pola makan sehari-hari sebelum sakit dan setelah sakit apakah ada perbedaan,
bagaimana nafsu makannya ada perubahan atau tidak, sehari berapa kali jumlahnya,
jenis makanan yang dimakan tidak untuk kebutuhan tubuh. Begitu juga dengan
kebiasaan setiap harinya berapa banyak jumlahnya, jenis air yang diminum karena
pada kasus myoma uteri jika mendapat terapi kemoterapi kebanyakan nafsu makan

9
akan menurun dan terjadi mual dan muntah sebagai efek samping dari pengobatan
tersebut.
b) Pola eliminasi
BAK dan BAB apakah ada kelainan sebelum dan sesudah, dihubungkan dengan kasus
myoma uteri, pengkajian ini untuk mengetahui sejauh mana kelainan pada system
eliminasi ini kebanyakan terganggu.
c) Pola istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur sebelum dan setelah sakit apakah ada, berapa jam waktu istirahat
pada malam hari, kalau ada gangguan yang dirasakan.
d) Pola seksual
Bagaimana pola seksual selama ini, frekwensi setiap minggu berapa kali, ada tidaknya
keluhan yang terjadi setelah melakukan hubungan seksual yang sesuai dengan gejala
myoma uteri, yaitu perdarahan post coital.
e) Pola aktifitas pekerjaan
Bagaimana aktifitas pekerjaan sebelum sakit dan sesudah apakah ada gangguan saat
melakukan pekerjaan, apakah beban penyakit yang dirasakan.
f) Pola kebersihan diri dan lingkungan
Bagaimana uaha klien dalam menjaga kebersihan, bagaimana keadaan lingkungan
klien tinggal.
g) Peran pola hubungan
Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan sekitarnya, termasuk juga hubungan
dengan dokter selama berada di rumah sakit. Pola ini perlu dikaji untuk mengetahui
sejauh mana penerimaan klien terhadap saran yang diberikan.
h) Pola pertahanan diri
Bagaimana cara klien dalam menghadapi penyakitnya.
2. Data objektif
Yaitu data yang bisa diukur dilihat dan didengar. Pada kasus ini kondisi klien cukup
lemah dari perjalanan yang sudah cukup lama.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
a. Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan klien secara umum, lemas, kesadarannya. Pada kasus
myoma uteri, perdarahan yang menyebabkan keadaan umum penderita lemah.
b. Tanda vital

10
Tensi, suhu, respirasi, pernapasan normal atau tidak karena tanda dan gejala klien
dengan myoma uteri, yaitu klien dapat menjadi takikardi, takipneu,
hipotensi/hipertensi.
c. Status present
Kepala : apakah ada kerontokan pada rambut karena pada kasus myoma uteri
yang disertai dengan nutrisi bisa menyebabkan rambut menjadi
rontok
Mata : melihat bagaimana keadaan konjungtiva anemis tidak karena pada
kasus myoma uteri terjadi perdarahan banyak yang berakibat klien
menjadi anemia dengan ditandai konjungtiva anemis
Mulut : apakah ada stomatitis atau tidak, karena myoma uteri yang disertai
dengan kurangnya vitamin C menyebabkan timbulnya stomatitis
Gigi : keadaan gusi apakah ada caries atau tidak, gingivitis karena pada
kasus myoma uteri dengan kurangnya nutrisi bisa menyebabkan
gingivitis
Leher : apakah ada kelenjar yang membesar, karena myoma uteri terjadi
ketidakseimbangan hormone bisa juga menyebabkan pembesaran
pada kelenjar tiroid
Jantung : apakah sering terasa sakit dan berdebar-debar pada kaus myoma uteri
biasanya menyebabkan takikardi sehingga jantung berdebar
Abdomen : bagaimana keadaan perut, tegang atau lemas, ada nyeri tekan atau
tidak, teraba massa di perut bagian bawah atau tidak, karena pada
kasus myoma uteri biasanya ada nyeri tekan dan teraba massa
bagian bawah

Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder
akibat tumor
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pendarahan abnormal
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan denganpertahanan tubuh tidak adekuat akibat
penurunan hemoglobin(anemia)
4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit,prognosis,dan
kebutuhan pengobatan

11
5. Nyeri berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis
dan peradangan
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke jaringan
7. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan mioma terhadap ureter
dan kandung kemih
8. Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan penekanan pada rektum

12
DAFTAR PUSTAKAN

Utami, Sri. (2015). Asuhan Keperawatan pada pasien dengan masalah ginekologi. Unri press
Mansjoer, Arif. (2007). Kapita selekta kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
Manuaba, I.B.G. (2007). Pengantar kuliah obstretri. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, sarwono. (2011). Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

13

Anda mungkin juga menyukai