Anda di halaman 1dari 23

PORTOFOLIO

LAPORAN KASUS

SEPTIS NEONATORUM
HIPERBILIRUBINEMIA

Disusun oleh :

Yayu Nurhalimah dr

Pendamping :

M. Diana Rahim, dr

Ina Berliana, dr

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT TINGKAT IV GUNTUR

GARUT
2017

BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : Yayu Nurhalimah

Nama Wahana : RS TK IV Guntur, Garut

Topik : Hiperbilirubinemia + Sepsis Neonatorum

TanggalKasus : 23 Oktober 2017

Nama Pasien : By.S Usia: 3 hari Nomor RM : 0-10-27-


15
Tanggal Presentasi : November Pendamping : M. Diana Rahim, dr
2017 Ina Berliana, dr
Tempat Presentasi : RS TK IV Guntur, Garut

Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran TinjauanPustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Bayi, 3 Hari Kuning 1 hari SMRS

Tujuan : Mengidentifikasi penyebab, perjalanan penyakit, gejala, diagnosis, dan


tatalaksana dari Sepsis dan Hiperbilirubinemia
BahanBaha TinjauanPusta Riset Kasus Audit
san : ka
Cara Diskusi Presentasi dan Email Pos
Membahas Diskusi
:
Data Nama : By.S No. Reg: 0-10-27-15
Pasien
Nama RS : RS TK IV Guntur, Garut Telp : Terdaftarsejak :

Data Utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Sepsis neonatorum
Keadaan umum : Sakit berat Tampak seluruh tubuh kuning.
2. Riwayat Pengobatan :
-

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Pasien sudah mengalami kuning sejak usia 2 hari.

4. Riwayat keluarga :
-

5. Kondisi gaya hidup:

6. Lain-lain : -

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Sepsis Neonatorum
2. Penatalaksanaan
a. Non-farmakologi
b. Farmakologi
c. Pencegahan

SUBJEKTIF :
Keluhan Utama:
Kuning seluruh tubuh
Anamnesis Khusus:
Pasien datang ke IGD pukul 15.58 (23/10/2017) dengan keluhan utama seluruh
tubuh kuning sejak 1 hari SMRS.Keluhan kuning disertai kejang dan sesak napas.
Anamnesis Umum:
Seorang pasien dating ke IGD RS Guntur diantarkan oleh keluarga dengan keluhan
seluruh tubuh kuning sejak 1 hari SMRS, keluhan kuning dirasakan saat pasien berusia 2
hari. Awalnya kuning hanya pada wajah, mata dan leher, kemudian kuning menyebar ke
seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki, os juga tidak mau menyusu, gerakan tidak
aktif, tidak menangis dan terlihat sesak napas. Keluhan disertai dengan kejang sejak 1 jam
sebelum masuk rumah sakit. Kejang sebanyak 2 kali dengan durasi 10 menit, kejang.
Riwayat selama kehamilan ibu rutin melakukan ANC, dan saat hamil ibu
mengalami anemia. Riwayat persalinan normal ditolong bidan. Lahir cukup bulan dengan
berat badan normal. Golongan darah ibu O, riwayat ibu menderita DM, jantung dan
Hipertensi disangkal.
OBJEKTIF :
Keadaanumum : Tampak sakit berat
Kesadaran : somnolen
Heart rate : 140x/m
Nafas : 50x/m
Suhu : 36 C
Beratbadan : 2600 g
Tinggi badan : 49 cm
Status Berat badan : Normal
Kepala : deformitas (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik +/+
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : pernafasan cuping hidung (+)
Mulut : sianosis perioral (-)
Leher : tidak ada deviasi trakea, tampak ikterik
Thorax : Bentuk dan gerak simetris,
Paru :Inspeksi : simetris kiri=kanan, tampak retraksi suprasternal, tampak ikteri pada regio
thorax.
Palpasi : tidak bias di nilai os sedang sesak
Perkusi : sonor kiri=kanan
Auskultasi : VBS kiri=kanan, rh (+/+), wh (-/-)
Jantung : Bunyi jantung S1 S2 murni,reguler
Abdomen : Inspeksi :Distensi, tambak kekuningan pada regio abdomen
Palpasi: Soepel, nyeritekan (-)
hepar: tidak teraba membesar
lien : tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas :akral hangat, CRT< 2 detik, tampak kuning pada ektremitas atas dan bawah,
kecuali pada telapak tangan dan kaki.
Pemeriksaan laboratorium :
Darah Rutin :
Hemoglobin : 13,3 gr/dl
Leukosit : 19,900/mm3
Trombosit : 103,000/mm3
Hematokrit : 42,3%
Golongan darah : O +
Kimia Darah :
Bilirubin total : 15.23 mgr %
Bilirubin direk : 0,62 mgr %
SGOT : 91 U/L
SGPT : 65 U/L
ASSESMENT :
Anamnesa Sepsis:
1. Riwayat ibu mengalami infeksi intrauterin, demam dengan kecurigaan infeksi
berat dan ketuban pecah dini dalam kasus ini tidak ada riwayat tsb.
2. Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang
kurang higienis dalam kasus ini tidak di ketahui masih kemungkinan.
3. Riwayat lahir asfiksia berat,bayi kurang bulan, berat lahir rendah dalam kasus ini
tidak di temui hal tersebut.
4. Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium dalam kasus ini
tidak di ketahui hal tersebut.
5. Riwayat bayi malas minum,penyakitnya cepat memberat dalam kasus ini di
temukan pada os.
6. Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk aktivitas berkurang atau iritabel/rewel,
muntah, perutkembung, tidak sadar, kejang pada kasus ini di temukan pada os.

Temuan Fisik:
1. Keadaan Umum:
Letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang, Malas minum setelah
sebelumnya minum dengan baik, iritabel atau rewel.
2. Respiratori: Takipneu, hipoksemia (pa02 < 70 mmHg)
3. Kardiak: takikardi, CRT> 3 detik, Hipotensi
4. Temperatur: Hipotermi< 35 C<,Hipertermia> 38,5 C
5. Perfusi abnormal: Oliguria (<0,5 ml/kg/jam), asidosis laktat (peningkatan laktat
plasma dan atau ph arteri< 7,25)
6. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai
perubahan akibat infeksi, adanya leukositosis atau leukopenia, neutropenia,
peningkatan rasio netrofili matur/total (I/T) lebihdari 0,2. Pada kasus ini terjadi
leukositosis.
7. Sepsis: 2 kriteria di atas + fokal infeksi

Kesimpulan di temukan 2 kriteria dan fokal infeksi yang berarti mencukupi untuk
kriteria diagnosis sepsis

Penatalaksanaan
- beri 02 lpm
- inj. Cefotaxime 2 x 125mg iv

-inj. Amikasin 2 x 20 mg iv

- tempatkan bayi ditempat hangat

- observasi tada vital dan berat badan

- rawat tali pusat personal hygiene

Follow Uptanggal24 Oktober 2017


S: -
O : BB : 2600gr, suhu : 36 C, Bayi tampak ikterik, BAB hitam, BAK (+), nafas
cepat (+), gerak aktif (-), menangis (-)
A : sepsis neonatorum
P : - beri 02 lpm
- inj. Cefotaxime 2 x 125mg iv

-inj. Amikasin 2 x 20 mg iv

- tempatkan bayi ditempat hangat

- observasi tada vital dan berat badan

- rawat tali pusat personal hygiene

Pukul 10.12 Lapor dr. Maman Sp.A


S : bayi sesak berat, perut kembung, tidak menangis, kulit badan merah, kejang.
O : retraksi intercostal (+)
Abdomen : distensi
Suhu : 34 C
RR : 48x/menit
HR : 147x/menit
VBS ki=ka, wh -/-, rh +/+
ADVISE
Pasang monitor
OGT
Intubasi
02 2 liter/menit
Bilas lambung selanjutnya dekompresi.

Pukul 17.30
Pasien apneu, HR -, RR -, Pupil Midriasis dinyatakan +
Tinjauan Pustaka
Sepsis Neonatal
Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang
terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa
dapat menyebabkan sepsis pada neonatus. Insidensnya berkisar 1 8 di antara 1000
kelahiran hidup dan meningkat menjadi 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi
dengan berat <1500 g. Mortalitas akibat sepsis neonatal adalah sekitar 13 25 %.
Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesi264 Sepsis Neonatal
Diagnosis
Anamnesis
- Riwayat ibu mengalami infeksi intrauterin, demam dengan kecurigaan infeksi berat
atau ketuban pecah dini
- Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang kurang
higienis

- Riwayat lahir as ksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah

- Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium


- Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
- Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk aktivitas berkurang atau iritabel/rewel,
muntah, perut kembung, tidak sadar, kejang

Pemeriksaan sis

Keadaan Umum
- Suhu tubuh tidak normal (lebih sering hipotermia)
- Letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang
- Malas minum setelah sebelumnya minum dengan baik
- Iritabel atau rewel
- Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis
Gastrointestinal
- Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
- Tanda mulai muncul sesudah hari keempat
Kulit
- Perfusi kulit kurang, sianosis, petekie, ruam, sklerema, ikterik.
Kardiopulmonal
- Takipnu, distres respirasi (napas cuping hidung, merintih, retraksi) takikardi,
hipotensi.
Neurologis
- Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol, kaku kuduk sesuai
dengan meningitis.
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan
akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, neutropeni, peningkatan rasio netro

imatur/total (I/T) lebih dari 0,2.


- Peningkatan protein fase akut (C-reactive protein), peningkatan lgM. Pedoman
Pelayanan Medis 265
- Ditemukan kuman pada pemeriksaan kultur dan pengecatan Gram pada sampel
darah, urin dan cairan serebrospinal serta dilakukan uji kepekaan kuman.
- Analisis gas darah: hipoksia, asidosis metabolik, asidosis laktat.
- Pada pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkatan jumlah leukosit
terutama PMN, jumlah leukosit >20/mL (umur kurang dari 7 hari) atau >10/mL
(umur lebih 7 hari), peningkatan kadar protein, penurunan kadar glukosa serta
ditemukan kuman pada pengecatan Gram. Gambaran ini sesuai dengan meningitis
yang sering terjadi pada sepsis awitan lambat.
- Gangguan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik.
- Peningkatan kadar bilirubin.
Radiologis
Foto toraks dilakukan jika ada gejala distres pernapasan. Pada foto toraks dapat
ditemukan :
- Pneumonia kongenital berupa konsolidasi bilateral atau efusi pleura.

- Pneumonia karena infeksi intrapartum, berupa inltrasi dan destruksi jaringan

bronkopulmoner, atelektasis segmental atau lobaris, gambaran retikulogranular


difus (seperti penyakit membran hialin) dan efusi pleura.
- Pada pneumonia karena infeksi pascanatal, gambarannya sesuai dengan pola kuman
setempat.Jika ditemukan gejala neurologis, dapat dilakukan CT scan kepala,
dapat ditemukan obstruksi aliran cairan serebrospinal, infark atau abses. Pada
ultrasonografi dapat ditemukan ventrikulitis.
Pemeriksaan lain sesuai penyakit yang menyertai.
Tata Laksana
Dugaan sepsis
Dasar melakukan pengobatan adalah daftar tabel temuan (Tabel 1) yang berhubungan
dengan sepsis. Pada dugaan sepsis pengobatan ditujukan pada temuan khusus
(misalnya kejang) serta dilakukan pemantauan.
Kecurigaan besar sepsis
- Antibiotik
Antibiotik awal diberikan ampisilin dan gentamisin. Bila organisme tidak dapat
ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti
ampisilin dan beri sefotaksim, sedangkan gentamisin tetap dilanjutkan.
Pada sepsis nosokomial, pemberian antibiotik disesuaikan dengan pola kuman
setempat. Jika disertai dengan meningitis, terapi antibiotik diberikan dengan dosis
meningitis selama 14 hari untuk kuman Gram positif dan 21 hari untuk kuman
Gram negatif
Sepsis Neonatal negatif. Lanjutan terapi dilakukan berdasarkan hasil kultur dan
sensitivitas, gejala klinis, dan pemeriksaan laboratorium serial (misalnya CRP).
- Respirasi
Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia. Pada
kasus tertentu mungkin dibutuhkan ventilator mekanik.
- Kardiovaskular
Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan serta lakukan pemantauan
tekanan darah (bila tersedia fasilitas) dan perfusi jaringan untuk medeteksi dini

adanya syok. Pada gangguan perfusi dapat diberikan volume ekspander (NaCl

siologis, darah atau albumin, tergantukebutuhan) sebanyak 10 ml/kgBB dalam


waktu setengah jam, dapat diulang 1-2 kali. Jangan lupa untuk melakukan monitor
keseimbangan cairan. Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan obat-obat
inotropik seperti dopamin atau dobutamin.
- Hematologi
Transfusi komponen jika diperlukan, atasi kelainan yang mendasari.
- Tunjangan nutrisi adekuat
- Manajemen khusus
- Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi yang
terjadi (misal: kejang, gangguan metabolik, hematologi, respirasi,
gastrointestinal, kardiorespirasi, hiperbilirubin).
- Pada kasus tertentu dibutuhkan imunoterapi dengan pemberian imunoglobulin,
antibodi monoklonal atau transfusi tukar (bila fasilitas memungkinkan).
- Transfusi tukar diberikan jika tidak terdapat perbaikan klinis dan laboratorium
setelah pemberian antibiotik adekuat.
- Bedah
Pada kasus tertentu, seperti hidrosefalus dengan akumulasi progesif dan enterokolitis
nekrotikan, diperlukan tindakan bedah.
- Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll)Pengelolaan bersama
dengan sub bagian Neurologi anak, Pediatri Sosial, bagian Mata, Bedah Syaraf dan
Rehabilitasi anak.

- Tumbuh Kembang
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis, terutama jika disertai
dengan meningitis, adalah gangguan tumbuh kembang berupa gejala sisa neurologis
seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar dan kelainan
tingkah laku.
Langkah Preventif
- Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau infeksi
intrauterin.
- Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini.
- Perawatan antenatal yang baik.
- Mencegah aborsi yang berulang, cacat bawaan.
- Mencegah persalinan prematur.
- Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman.
- Melakukan resusitas dengan benar.
- Melakukan tindakan pencegahan infeksi : CUCI TANGAN!!
- Melakukan identifikasi awal terhadap faktor resiko sepsis pengelolaan
yang efektif.
Ikterus atau jaundice adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kulit dan
sklera berwarna kuning, yang disebabkan oleh akumulasi bilirubin pada kulit dan
membrana mukosa, karena kadar bilirubin pada tubuh tinggi atau disebut juga
hiperbilirubinemia. Ikterikterlihat secara kasat mata apabila konsentrasi bilirubin
dalam darah pada bayi atau anak >5 mg/L. Ikterik terjadi pada 60% bayi cukup
bulan dan 80% bayi kurang bulan pada minggu pertama kehidupan. Pada
sebagian besar bayi, kondisi ini merupakan suatu hal yang fisiologis. Bila ikterik
menetap hingga melebihi 2 minggu pada bayi cukup bulan dan 3 minggu pada
bayi kurang bulan maka disebut prolonged jaundice, yang terdiri dari
prehepatik, hepatik dan post hepatiK. Hal ini dapat terjadi pada kurang lebih
15% bayi baru lahir.
Etiologi jaundice menurut peningkatan kadar bilirubin dapat dibagi menjadi
karena peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated
hyperbilirubinemia) dan bilirubin terkonjugasi (conjugated hyperbilirubinemia).
Ditinjau dari letaknya, penyebab utama conjugated hyperbilirubinemia atau
kolestasis secara umum dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu kelainan
intrahepatik (hepatoseluler) serta kelainan ekstrahepatik (obstruktif).
PATOFISIOLOGI
Secara umum tidak ada bayi yang jaundice sejak lahir. Jaundice harus diwaspadai
sebagai tanda penyakit dan tidak secara rutin dianggap fisiologis, tetapi jaundice
fisiologis pun tetap merupakan suatu tanda gangguan metabolisme bilirubin.
Prolonged jaundice, seharusnya tidak dianggap sebagai kondisi fisiologis sampai
terbukti sebaliknya.
Ikterus dapat terjadi karena:15
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
2. Defek pengambilan bilirubin oleh sel hati
3. Defek konjugasi bilirubin
4. Penurunan ekskresi bilirubin
5. Gabungan antara peningkatan kadar bilirubin yang terjadi karena produksi yang
berlebihan dan penurunan sekresi
Gangguan berupa pembentukan bilirubin yang berlebihan, defek pengambilan, dan
konjugasi bilirubin akan menghasilkan peningkatan biliribin tidak
terkonjugasi.Penurunan ekskresi bilirubin akan meningkatkan kadar bilirubin
terkonjugasi atau disebut juga kolestasis. Bila mekanismenya bersifat
campuran, akan terjadi peningkatan bilirubin terkonjugasi maupun tidak
terkonjugasi.
Pada sepsis Perubahan pada sifat sel darah merah dapat berkontribusi pada
patofisiologi sepsis. Perubahan ini meliputi kelainan kapasitas pengangkutan
oksigen dan perubahan sifat mekanik sel eritrosit yang bisa mengubah
mikrosirkulasi. Di Selain itu, perubahan eritsit bisa mempengaruhi components dari
sistem hematologi. Misalnya, Tingkat HCT berkorelasi terbalik dengan waktu
perdarahan, sebuah tes yang merefleksikan fungsi platelet.
Kapasitas darah untuk membawa oksigen bisa jadi terganggu oleh perubahan afinitas
oksigen dan Hb. Demam dan asidosis pada pasien dengan sepsis menggeser kurva
disosiasi oksigen ke kanan. Sebagai konsekuensi dari penurunan afinitas oksigen,
Sel darah merah melepaskan oksigen ke jaringan lebih mudah. Peningkatan kadar
eritrosit 2,3-DPG juga memicu gen pelepas oksitosin. Sayangnya,apabila 2,3-DPG
habis apabila kurva disosiasi tersebut tidak dipulihkan ke tingkat normal dan 6
sampai 12 jam dengan transfusi. Sel darah merah akan gagal melepaskan oksigen
dengan mudah tingkat pO2 yang sama dengan Hb secara metabolisme utuh eritrosit
Pada penderita sepsis, terjadi perubahan mekanis sifat sel darah merah dapat
mengganggu mikrosirkulasi, yang pada gilirannya dapat menurunkan pengiriman
oksigen ke jaringan, kemampuan Sel untuk mengubah bentuknya sebagai respons
adalah penentu penting mengalir nya mikrosirkulasi darah. Berkurangnya
deformabilitas sel darah merah terjadi lebih awal pada sepsis dan memiliki potensi
untuk mengurangi aliran darah dan meningkatkan waktu yang dibutuhkan sel untuk
menjalankan mikrosirkulasi. Perubahan pada membran sel darah merah bertanggung
jawab untuk meningkatkan kekakuan seluler mungkin termasuk kerusakan protein
membran oleh c reactif protein yang dihasilkan oleh sel peradangan dan jaringan
iskemik. Jadi, selain efek negatifnya pada pengiriman oksigen, sel darah merah yang
berubah bentuk dan kemampuan dapat menyebabkan disfungsi organ di luar sistem
hematologi.Berubahnya/deformabilitas sel darah merah telah diusulkan sebagai alat
untuk mendeteksi sepsis sebelum munculnya tanda dan gejala yang lebih klasik.Secara
eksperimental, sel darah merah yang mengalami deformailitas Bisa mengganggu aliran
darah mikrosirkulasi juga telah dilaporkan dalam sepsis.deformabilitas juga
mempercepat pecahnya sel darah merah dan meningkatkan produksi dan bilirubin .
ETIOLOGI
Ekstrahepatik
- Atresia biliaris
- Hipoplasia biliaris
- Stenosis duktus biliaris
- Anomalies choledochopancreaticoductal junction
- Perforasi spontan duktus biliaris
- Massa (neoplasma, batu)
Intrahepatik
Idiopatik
a. Hepatitis neonatal idiopatik
b. Kolestasis intrahepatik persisten
- Displasia arteriohepatik (sindrom Allagile)
- Bylers disease
- Trihydroxycoprostanic academia
- Sindrom Zellweger (sindrom serebrohepatorenal)
- Nonsyndromic paucity of intrahepatic ducts
- Disfungsi mikrofilamen
c. Kolestasis intrahepatik rekurens
- Familiar benign recurrent cholestasis
- Kolestasis herediter dengan limfedema

Anatomi
a. Fibrosis hepatik kongenital/polikistik infantil pada hati dan ginjal
b. Carolis disease (dilatasi kistik duktus intrahepatik)

Gangguan Metabolisme
a. Gangguan metabolisme asam amino, tirosin dan hipermetionin
b. Gangguan metabolisme lemak
- Wolmans disease
- Niemann-Pick disease
- Gaucherss disease
c. Gangguan metabolisme karbohidrat
- Galaktosemia
- Fruktosemia
- Glikogenosis IV
d. Gangguan metabolisme asam empedu
- 3-hidroksisteroid dehidrogenase/isomerase
- 4-3 oksosteroid 5-reduktase
e. Gangguan metabolik yang tidak khas
- Defisensi alfa-1 antitripsin
- Fibrosis Kistik
- Hipopituarisme idiopatik
- Hipotiroid
- Neonatal iron storage disease
- Infantile copper overload
- Multiple acyl-coA dehydrogenation deficiency
- Familiar erytrophagocytic lymphohistiocytosis 4

Hepatitis
a. Infeksi (hepatitis pada neonatus)
- Cytomegalovirus (CMV)
- Virus hepatitis B
- Virus Rubela
- Reovirus tipe 3
- Virus herpes
- Virus varisela
- Coxsackievirus
- Echovirus
- Parvovirus B19
- Toksoplasmosis
- Sifilis
- Tuberkulosis
- Listeriosis
b. Toksik
- Kolestasis akibat nutrisi perenteral
- Sepsis
Gangguan genetik atau kromosom
a. Trisomi E
b. Sindrom Down
c. Sindrom Donahue
Lain-lain
a. Histiositosis X
b. Syok atau hiperperfusi
c. Obstruksi intestinal
d. Sindrom polisplenia
e. Lupus neonatal

DIAGNOSIS
Beberapa kondisi jaundice pada neonatus yang harus waspadai sebagai non fisiologis
jaundice, yaitu:
1. Jaundice yang terjadi sebelum usia 24 jam
2. Peningkatan bilirubin serum yang sangat tinggi sehingga memerlukan fototerapi
3. Peningkatan bilirubin serum >0,5 mg/dL/jam
4. Tanda-tanda penyakit dasar yang meyertai (muntah, letargis, malas menetek,
apnea, takipnea, kehilangan berat badan yang ekstrem, atau suhu yang tidak stabil)
PEMERIKSAAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pencitraan
Biopsi hati

Pemeriksaan laboratorium
Kadar bilirubin
Darah lengkap: jumlah trombosit dan retikulosit bila ada anemia
Fungsi hati : transaminase (SGOT, SGPT), gama glutamil transpeptidase (GT),
alkali
fosfatase (AF), Waktu protombin dan tromboplastin
Elektroforesis protein, gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, kolesterol, asam
empedu serum dan urin serta asam empedu dalam tinja.
Whitington, menyampaikan beberapa pemeriksaan laboratorium awal yang dapat
mendukung
diagnosis kolestasi ekstrahepatik atau intrahepatik.
Peningkatan SGOT dan SGPT yang lebih dari 10 kali nilai normal atau > 800 U/L
terutama yang disertai peningkatan GT yang kurang dari 5 x normal, lebih
mendukung kelainan hepatoselular (kolestasis intrahepatik). Sebaliknya bila
peningkatan SGOT atau SGPT kurang dari 5 x nilai normal dengan peningkatan
GT lebih dari 5 x normal atau > 600 U/L, lebih mengarah kepada atresia biliaris
atau obstruksi duktus biliaris lainnya.Bila AF tinggi dan GT rendah (< 100
U/L), penderita mungkin mengidap suatu kolestasis familial progesif atau
gangguan sintesis garam empedu. Dengan cara pemeriksaaan spektrometri terhadap
urin penderita.
Kelainan metabolisme asam empedu seperti defisiensi 3-- hidroksisteroid-
dehidrogenase/isomerase yang bermanifestasi sebagai penyakit hatiyang berat
dapat dideteksi pula.Pemeriksaan lain yang dilakukan pada kecurigaan
kolestasis intrahepatik adalah pemeriksaan serologis untuk mendeteksi infeksi
TORCH, petanda hepatitis B (bayi dan ibu) dan kadar a-1-antitripsin serta
fenotipenya. Sementara pemeriksaan khusus seperti hormon tiroid, asam amino
serum dan urin, kultur darah dan urin, zat reduktor dalam urin, galaktosa-1 fosfat
uridil-transferase, uji klorida keringat dan pemeriksaan kromosom dilakukan
atas indikasi, yaitu bila ada gejala klinis lainnya yang mendukung ke arah
penyakit-penyakit tersebut. .
PENATALAKSANAAN
Terapi operatif dilakukan pada kolestasis ekstrahepatik, misalnya
portoenterostomi pada atresia biliaris ekstrahepatik.
Obat-obatan untuk mengatasi etiologi
1. Obat-obatan yang sering digunakan adalah untuk infeksi toksoplasma yaitu
pirimetamin, sulfadiazin, asam folinik dan spiramisin.
a. Pirimetamin
Dosis yang diberikan 2 mg/kgbb/hari (maksimum 50 mg/hr) diberikan selama 2
hari pertama selanjutnya dosis pemeliharaan 1 mg/kgbb/hr selama 6 bulan,
kemudian 1mg/kgBB/hari diberikan selang sehari sampai 1 tahun. Efek samping
yang sering terjadi adalah anemia defisiensi asam folat.
b. Sulfadiazin
Dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 1 tahun.
Sulfadiazin diekskresikan dengan cepat melalui ginjal dan dapat menimbulkan
kristaluria sehingga pada pemberian sulfadiazine harus selalu dilakukan
pemantauan terhadap diuresis. Pemberian sulfadiazin dan pirimetamin mempunyai
efek sinergisme. 25
c. Asam Folat (Kalsium Leukovorin)
Dosis 5-10 mg/kgbb/hari, 3 x perminggu untuk mencegah toksisitas pirimetamin.
Obat yang digunakan adalah untuk infeksi sitomegalovirus adalah gansiklovir.
Gansiklovir adalah obat antiviral yang banyak mempunyai kesamaan dengan
asiklovir, hanya berbeda dengan adanya gugus hidroksimetil tambahan. Cara
pemberian terbagi menjadi terapi induksi dan pemeliharaan. Pada dosis induksi
diberikan 5mg/kgBB/hari setiap 12 jam intravena dalam 3 minggu. Dosis
pemeliharaan diberikan 5mg/kgBB/hari intravena sehari sekali.

Obat-obatan Suportif
Akhir-akhir ini obat yang sering untuk terapi suportif adalah ursodeoxycholic acid
(UDCA). Ursodeoxycholic acid (3, 7-dihidroksi-5-cholanic acid) merupakan
asam empeduang terbentuk secara alami, secara normal terdapat pada 1-2% asam
empedu manusia. Ursodeoxycholic acid merupakan asam empedu tersier endogen
yang disintesis di hepar dari 7 ketolithicolic acid, yang merupakan hasil
produk dari oksigenasi asam kenodeoksikolat (AKDK) oleh bakteri usus.
2. Proteksi hepatosit dan kolangiosit
Asam empedu toksik mempunyai efek merusak membran sel dengan cara
meningkatkan polaritas pada bagian apolar membran hepatosit dan kolangiosit.
Ursodeoxycholic acid secara kompetitif akan berikatan dengan bagian apolar
membran tersebut, sehingga efek yang ditimbulkan oleh asam empedu toksik
dapat dikurangi. Asam empedu toksik juga merusak sel dengan cara membuka
pori-pori protein pada membran mitokondria bagian dalam dan
mengakibatkan peningkatan permeabilitas mitokondria, sehingga terjadi
kerusakan membran potensial dan pembengkakan mitokondria. Ursodeoxycholic
acid akan mengubah stuktur dan komposisi miscelles yang terbentuk ini bersifat
protektif terhadap hepatosit maupun kolangiosit.
3. Efek Imunomodulator
Pada kolestasis terjadi peningkatan ekspresi major histocompability complex
(MHC) kelas I dan II yang berakibat terjadinya dekstrusi sel oleh limfosit
Sitotoksik. Ursodeoxycholic acid bekerja mengurangi ekspresi kelas I dan II
tersebut.
4. Meningkatkan Sekresi Hepatobilier
Mekanisme retensi asam empedu antara lain disebabkan oleh gangguan sekresi
bikarbonat di kolangiosit. Pemberian UDCA akan meningkatkan kalsium
intraselular yang akan mengaktifkan kanal klorida ini kemudian akan
meningkatkan sekresi bikarbonat ke saluran biliaris.

Daftar Pustaka :
1. Elias E. Jaundice and cholestasis. Dalam: Dooley JS, Lok A, Burroughs AK,
Heathcote EJ, editor. Sherlock's dissease of the liver and billiary system. Edisi ke-12:
Blackwell Publishing; 2011. hlm. 23456.
2. Gomella TC. Neonatology, Management, procedures, on-call problems, dissseases,
and drug. United states of America: The McGraw-hill Companies Inc; 2009. hlm.
28893.
3. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP,
editor. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins; 2004. hlm. 81212.
4. Subcommitte on hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the
newborn Infant 35 or more weeks of gestation. American Academy of Pediatrics.
2004;114:297316.
5. Gilmour SM. Prolong neonatal jaundice: when to worry and what to do. Pediatr Child
Health. 2004;9:7004.
6. Tyler W, Mckiernan PJ. Prolonged jaundice in the preterm infantwhat to do, when
and why. Curr Pediatr. 2006;16:4350
7. D'Agata ID, Balisteri WF. Evaluation of liver dissease in the pediatric patient.
Pediatrics in Review. 1999;20(11):37689.
8. Omer M, Khattak TA, Shah SHA. Etiological spectrum of persistent neonatal
jaundice. JMRC. 2010;14(2):879.
9. Suchy FJ. Approach to the infant with cholestasis. Dalam: Suchy F, Sokoi R, Balisteri
W, penyunting. Liver disease in children. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2001. h. 187-94
10. Moyer MS, Balistreri WF. Prolonged neonatal obstructive jaundice. Dalam: Walker
W, Durie P, Hamilton J, Walker-Smith J, Watkins J, penyunting. Pediatric
gastrointestinal disease. Philadelphia: BC Dekker Inc; 1991. h.835-48.
11. Mews C, Sinatra FR. Cholestasis in infancy. Pediatr Rev. 1994;15:233-40
12. Balistreri WF. Neonatal cholestasis. J Pediatr. 1985;106:171-84.
13. Ryckman FC, Alonso MH, Bucuvalas JC, Balistreri WF. Liver transplantation in
children. Dalam: Suchy F, Sokol R, Balistreri W, penyunting. Liver disease in
children. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins; 2001. h. 949-73.
14. Mieli G-Vergani, Portman B, Howard ER, Mowat AP. Late referral for biliary atresia-
missed oportunity for effective surgery. Lancet. 1989;25:421-3.
15. Billing BH. Bilirubin metabolism. Postgrand Med J. 1963;39:17687.
16. Mowat AP. Hepatitis and cholestasis in infancy: intrahepatic disorders. Dalam:
Mowat A, penyunting. Liver disorders in childhood. Oxford: Buttenworth-
Heinemann; 1994. h. 79-96.
17. D'Agata, balistreri WF. Evaluation of liver disease in pediatric patient. Pediatr Rev.
1999;20:376-89.
18. Whitington PF. Chronic cholestasis of infancy. Pediatr Clin North Am. 1996;43:1-26.
19. Lai MW, Chang MW, Hsu CS, Hsu CH, Su CT, Kao CL, dkk. Differential diagnosis
of extrahepatic biliary atresia from neonatal hepatitis; a prospective study. J Pediatr
Gastroenterol Nutr. 1994;18:122-6
20. Suharyono, Ghazali V, Sunoto, Adnan SW. Duodenal aspiration test as a diagnostic
tool for obstructive jaundice. Pediatr Indones. 1986;26:152-5
21. Canduro SM. Ekstra hepatic billiary atresia. Journal de Pediatricia. 2003:10714.
22. Moyer MD, Fresee D, Whitington PF, Olson AD, Brewer F, Colletti RB, et
all. Guideline for the evaluation of cholestatic jaundice in infants : recomendation of the
north american society for pediatric gastroenterology, hepatology and nutrition. J
Pediatr Gastroenterol Nutr. 2004;39(2):11528
23. Tracy JW, Webster LT. Drugs used in the chemotherapy of protozoal infections
malaria. In: Hardman J, Limbird L, Gilman A, editors. Goodman& Gilman's the
pharmacological basis of theurapeutics. New York: McGraw-Hill; 2001. h. 1080-1.
24. Petri WA. Antimicrobial agents sulfonamides, trimethoprime-sulfamethoxazole,
quinolones and agents for urinary tract infections. Dalam: Hardman J, Limbird L,
Gilman A, penyunting. Goodman & Gilman's the phamacological basis of
theurapeutics. New York: McGraw-Hill; 2001. h. 1171-6.
25. Hayden FG. Antimicrobial agents: antiviral agents (nonretroviral). In: Hardman
J, Limbird L, Gilman A, penyunting. Goodman & Gilman's the pharmacological basis of
theurapeutics. New York: McGraw-Hill; 2001. p. 1325-6
26. Schimdt GM, Horak DA, Niland JC, Duncan SR, Forman SJ. A randomized
controlled trial of prophylactic ganciclovir for cytomegalovirus pulmonary infection of
allogenic bone marrow transplant. N Eng J Med. 1991;324:1005-11.
27. Crumpcracker CS. Gansiclovir. N Eng J Med. 1996:335:721-9.
28. Fischler B, Cassawall TH, Malmborg P, Nemeth A. Ganciclovir treatment in infants
with cytomegalovirus infections and cholestasis. J Ped Gastroenterol Nutrition
2002;34:154-7.
29. Feranchak AP, Ramirez RO, Sokol RJ. medical and nutritional management of
cholestasis. In: Suchy F, Sokol R, Balisteri W, editors. Liver disease in children. Edisi ke-
2 ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h. 195-225.
30. Biro pengawasan farmaseutikal kebangsaan kementrian kesihatan malaysia.
Ursodeoxycholic acid. Petaling Jaya; 2000.
31. Kumar D, Tandon RK. Use of ursodeoxycholic in liver disease. J Gatrohepatol.
2001;16:3-14.
32. Paumgartner G, Beuers U. Ursodeoxycholic acid in cholestatic liver disease:
mechanisms of actions and teurapeutic use revisited. Hepatology. 2002;36:525-31.
33. McNamara JO. Drugs effective`in the therapy of epilepsies. Dalam: Hardman J,
Limbird L, Gilman A, penyunting. Goodman & Gilman's the pharmacologycal basis of
theurapeutics. New York: McGraw-Hill; 2001. h. 531-2.
34. Berg CL, Gollan JL. Pharmacotherapy of hepatobiliary disease. Dalam: Wolfe
M, penyunting. Gastrointestinal pharmacotherapy. Philadelphia: WB Saunders Company;
1993. h. 245-59.
35. Mohammed FMB. Sepsis. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG,
Tuttle D, penyunting. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases,
and drugs. Edisi keenam. New York: McGraw-Hill; 2004. h.665-72.
36. Puopolo KM. Bacterial and Fungal Infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwaald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. edisi keenam. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008. h.274-300.
37. Baley AV, Goldfarb J. Neonatal infections. Dalam: Klaus MH, Fanaroff AA,
penyunting. Care of The High Risk Neonate. edisi kelima. Philadelphia: WB Saunders;
2001. h. 363-92.
38. Stoll BJ. Infections of The Neonatal Infant. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Elsevier; 2007. h. 794-811.

Anda mungkin juga menyukai