Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor ganas telinga manifestasinya dapat berbagai bentuk, mulai dari lesi
kecil di kulit daun telinga, massa atau granulasi di liang telinga sampai dengan
tumor yang sudah meluas, sehingga merusak sebagian besar atau seluruh tulang
temporal. Histologinya pun bermacam macam, sebab tumor dapat berasal dari
kulit, tulang rawan, jaringan subkutis, tulang dan sebagainya.1
Tumor ganas telinga masih merupakan masalah yang sangat sulit dihadapi
oleh ahli bedah kepala dan leher. Tumor ini tumbuh berdekatan dengan a. karotis
interna, lobus temporal otak, serebellum, basis crania, sinus lateralis dan sinus
sigmoid, sinus petrosus superior dan saraf otak seperti n. fasial, n. akustikus, n.
glosofaringeus, n. vagus, n. asesorius dan n. hipoglosus. Juga sangat berdekatan
dengan sendi temporo-mandibular.1
National cancer institute di Amerika serikat, melaporkan bahwa pada
tahun1991 terdapat 6 juta penderita tumor ganas. Dari seluruh tumor ganas
tersebut, insidens karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa adalah
sebanyak 600.000 penderita. Terdapat pula jumlah penderita tumor ganas leher
dan kepala sebannyak 78.000 orang lebih dari 75% adalah karsinoma sel
skuamosa.2
Dengan demikian dapat dilihat bahwa tumor ini mengancam nyawa,
menyebabkan paresis fasial, gangguann pendengaran dan keseimbangan, serta
menyebabkan deformitas yang sangat mengganggu estetis, bukan saja dari
penyakitnya sendiri tetapi juga dari tindakan operasi yang diperlukan untuk
menanggulangi penyakitnya, sehingga diperlukan tindakan rekonstruksi luka
operasi, usaha penyambungan saraf yang terpaksa harus dipotong waktu
membuang tumor dan kalau perlu penggunaan prosthesis.1,6
Tidak ada satupun metode tunggal yang dapat mengobati kelainan yang
penuh variasi proses biologi ini, sehingga diperlukan dua atau lebih metode
pengobatan, seperti bedah maupun radioterapi.1,6

1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

2.1 ANATOMI
Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:1

Gambar 2.1 anatami telinga


2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari
tulang rawan yang diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan
elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk
huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di
sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen(modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua
pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga
bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3
cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea,
dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi
kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok
yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan

2
yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap
debu dan mencegah infeksi.1
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Tuba eustachius

Batas Bawah : Vena jugularis(bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum,kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi


sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval
window),tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars
Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian
luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh
sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar
dan sirkuler pada bagian dalam.2
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebut umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut,sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang
berupa kerucut.Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik
garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada
garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang,

3
bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membrane timpani.2
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus
maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.2
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada
lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang
berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada
maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus,
dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat
daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu
lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba
eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.3

Gambar 2.2 : Membran Timpani1,2,3

4
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran
eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan
tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan
membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika
terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang
baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba
auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama
antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.

2.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis.Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap
dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas,
skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang
membentuk organ corti.

5
Gambar2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang,
Telinga Dalam 5
1. Koklea
bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada
manusia panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali
putaran yang mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus,
yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian

6
tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini
terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman
penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung
perilimf ini dibagi menjadi: skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani
(bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini
dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan
skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan
antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat
membrane yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua
lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea

saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane


yang berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum
spiralis.disini, terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar 2.4 : Koklea 2,3


Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada
membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti.
Lebarnya membrane basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah
dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi
berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada rendah berpengaruh
dibagian atas (ujung) dari koklea.

7
Gambar 2.5 : Organ korti 2,3
Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu
membrane tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan
berhubungan dengan alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat
ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang mengandung rambut.
Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan
duktus reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial
cavum timpani menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum
timpani. Tonjolan ini dinamakan promontorium.
2. Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis
yang juga berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang
(foramen ovale) yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat
melekatnya telapak (foot plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat
gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus dan utrikulus.
Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama
lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui
duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater,
yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan
sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.3
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh
sel-sel penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat
macula sakkuli. Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.

8
3. Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang
tegak lurus satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian
membran yang terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis
horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan tampak sebagai
tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis).
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa
crania media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai
tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus
dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar
dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan
bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis
semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi
perilimf. Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimf.
Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel
persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.4
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya
pada Krista ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-
rambut dari sel persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu
organ gelatinous yang mencapai atap dari ampulla sehingga dapat
menutup seluruh ampulla.4

2.2 Vaskularisasi, inervasi dan aliran limfe Telinga


1. Vaskularisasi
arteri dari daun telinga dan liang telinga luar berasal dari cabang
temporasuperfisial dan aurikular posterior dari arteri karotis eksternal.
Permukaan anterior telinga dan bagian luar liang telinga diperdarahi oleh
cabang arteri aurikular anterior dari arteri temporalis superfisial.
Suatu cabang dari arteri aurikular posterior memperdarahi permukaan
posterior telinga. Banyak dijumpai anastomosis diantara cabang-

9
cabang dari arteri ini. Pendarahan ke bagian lebih dalam dari liang telinga
luar dan permukaan luar membrana timpani adalah oleh cabang aurikular
dalam arteri maksilaris interna. Vena telinga bagian anterior, posterior
dan bagian dalam umumnya bermuara ke vena jugularis eksterna dan
vena mastoid. Akan tetapi, beberapa vena telinga mengalir ke dalam vena
temporalis superfisial dan vena aurikularis posterior. Beberapa cabang
yang lebih kecil dari arteri-arteri dan vena-vena menembus jaringan ikat
padat yang menjembatani bagian yang kurang tulang rawannya. Sebagian
cabang lainnya melewati fisura Santorini pada dinding tulang rawan
anterior dan jaringan ikat fibrosa yang mempersatukan tulang rawan
dengan bagian tulang liang telinga. Pembuluh-
pembuluh ini kemudian bercabang dan beranastomosis pada selaput mem
brane liang telinga dan membentuk jaringan vaskular kutaneus dalam, di
bagian dalam perikondrium.
2. Innervasi
Persarafan telinga luar bervariasi berupa tumpang tindih antara
saraf-saraf kutaneus dan kranial. Cabang aurikular temporalis dari
bagian ketiga saraf trigeminus (N.V) mempersarafi permukaan
anterolateral permukaan telinga, dinding anterior dan superior liang
telinga dan segmen depan membrana timpani.Permukaan posteromedial
daun telinga dan lobulus dipersarafi oleh fleksus servikal saraf aurikularis
mayor. Cabang aurikularis dari saraf fasialis (N.VII), glossofaringeus
(N.IX)dan vagus (N.X) menyebar ke daerah konka dan cabang-cabang
saraf ini mempersarafidinding posterior dan inferior liang telinga dan
segmen posterior dan inferior membranatimpani
3. Aliran limfe
Sistim Limfatik Pembuluh-pembuluh limfe berasal dari papila
dermis dari sekeliling folikel rambut dankelenjar sebasea seperti
anyaman berbentuk bintang menghubungkan lakuna. Pengalirandari
pembuluh-pembuluh tersebut ke dalam kelenjar pre dan post aurikular.
Sistim limfeliang telinga luar berhubungan erat dengan sistim limfe

10
prosesus mastoideus dan kelenjar parotis. Pada infeksi tertentu
dari liang telinga, kelenjar-kelenjar limfe yang berdekatandengan liang
telinga menjadi membesar. Sistim limfatik dan bagian anterior dan
superior liang telinga, tragus dan kulitnya berdekatan ke daerah temporal
bermuara ke dalamkelenjar preaurikular yang terletak di atas kelenjar
parotis. Saluran eferen kelenjar parotis menuju kelenjar servikal
dalam bagian superior lalu dari lobulus, heliks dan dinding inferor liang
telinga mengalir kedalam kelenjar infra aurikular ke inferior telinga dan
posterior sudut ruang bawah

2.3 Fisiologi pendengaran 4,5


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.Energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa,sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

11
Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran 1,4

12
BAB III
KEGANASAN TELINGA
3.1.Keganasan telinga luar
Tumor ganas tersering di daun tellinga adalah karsinoma sel
skuamousa dan karsinoma sel basal. Pembentukan kedua neoplasma
tersebut dipicu oleh radiasi UV.6

a. Karsinoma sel skuamous

Gambar3.1 : karsinoma sel skuamous kanalis auditori eksternus


sinistra7
- Definisi
Karsinoma sel skuamosa kanalis auditori eksternus (KAE) merupakan
tumor ganas epitel skuamus berlapis yang berasal dari epidermis
normal kanalis auditori eksternus Keganasan ini jarang ditemukan
namun bersifat agresif sehingga memiliki prognosis yang buruk.7
- Epidemiologi
Keganasan pada KAE jarang terjadi, yaitu sebesar <0,2% dari seluruh
neoplasma kepala leher. Insiden per tahunnya di Amerika Serikat dan
Inggris sebesar 1/1.000.000 pada perempuan dan 0,8/1.000.000 pada
laki - laki, di mana 90% keganasan ini adalah karsinoma sel skuamosa.
Penelitian retrospektif oleh Madsen et al di Denmark pada tahun 1992-
2001 mendapatkan insiden keganasan pada KAE dan telinga tengah
sebesar 1,3/1.000.000 orang tahun. Chee et al melaporkan insiden
karsinoma KAE di Singapura sebesar 2,1/1.000.000 per tahun Usia

13
rata-rata diagnosis karsinoma sel skuamosa KAE ditegakkan berkisar
antara dekade kelima sampai keenam dan terdistribusi merata pada pria
dan wanita Namun diduga keganasan ini telah muncul 10-15 tahun
sebelumnya7
- Etiologi
Paparan ultraviolet merupakan faktor risiko penting terjadinya
keganasan pada pinna dan KAE sepertiga luar, sedangkan pada bagian
KAE yang lebih medial faktor risiko yang diduga adalah radang
kronik. Otitis media kronik dengan rata-rata rentang waktu dua puluh
tahun atau lebih dihubungkan dengan keganasan pada KAE pada 40-
80% kasus karsinoma sel skuamosa KAE. Kasus-kasus lain
dihubungkan dengan adanya dermatitis kronik pada KA. Radiasi yang
mengenai daerah telinga juga merupakan faktor risiko terjadinya
karsinoma sel skuamosa7
- Patofisiologi
Karsinoma sel skuamosa kanalis auditori eksternus memiliki sifat yang
agresif, menginvasi struktur sekitarnya, dan dapat menyebar melalui
jalur saraf serta vaskular dan limfe. Lesi yang berasal dari pars
kartilago cenderung lebih cepat menyebar dibandingkan dengan yang
berasal dari pars oseus. Keganasan primer pada kanalis auditori
eksternus memiliki pola penyebaran yang serupa. Penyebaran
keganasan primer pada kanalis auditori eksternus dapat dibagi melalui
beberapa jalur, yaitu 1) ke arah anterior melalui fisura Santorini
menuju kelenjar parotis, 2) melalui konka ke menuju sulkus retro
aurikuler, 3) menembus membran timpani ke dalam telinga tengah, 4)
ke arah posterior menuju mastoid, 5) menuju mesotimpanik anterior
menginvasi arteri karotis dan tuba Eustachius, 6) ke dalam telinga
tengah melalui tingkap bundar atau kapsul otik, 7) sepanjang nervus
fasialis ekstratemporal menuju fosa infratemporalis, dan 8) ke arah
inferomedial menuju fosa jugularis, arteri karotis dan nervus kranialis.7
- Diagnosis

14
Diagnosis Karsinoma Sel Skuamosa ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, di mana
diagnosis pastinya berdasarkan pemeriksaan histopathologi sediaan
biopsi massa karsinoma sel skuamos. 7
1. Anamnesis
Keluhan awal karsinoma kanalis auditori eksternus menyerupai
keluhan yang umum didapatkan pada otitis media kronik atau otitis
eksterna, yaitu keluarnya cairan dari telinga, gatal/ pruritus, nyeri,
dan gangguan pendengaran. Cairan yang keluar awalnya berupa
cairan bening yang kemudian bercampur darah. Keluhan ini dapat
bersifat intermiten maupun persisten. Nyeri yang dikeluhkan
pasien diakibatkan oleh erosi tulang. Nyeri ini bersifat terus
menerus dan dapat menjalar ke wajah serta regio temporoparietal.
Jika nyeri kepala terasa dalam, dicurigai tumor telah menyebar ke
dura. Keluhan lain yang muncul adalah rasa penuh pada telinga,
tinitus, vertigo,kelemahan/ lumpuhnya separuh wajah , kesulitan
membuka mulut/ trismus,menelan dan berbicara, benjolan di depan
telinga dan rahang. Beberapa pasien mengeluhkan massa berupa
plak atau polip yang tampak/terasa pada liang telinganya. Faktor
risiko seperti radioterapi yang melibatkan daerah telinga dan
infeksi/ radang kronik pada telinga harus ditanyakan pada pasien. 7
2. Pemeriksaan fisik
Temuan fisik yang utama adalah adanya massa pada kanalis
Auditori eksternus. Karsinoma sel skuamosa KAE seringkali
tampak sebagai massa polipoid yang berwarna merah, sehingga
sulit dibedakan dengan polip aurikula, jaringan granulasi, dan
radang akibat otitis eksterna. Massa ini rapuh dan mudah berdarah
serta dapat memenuhi liang telinga jika cukup besar. Selain itu,
otore dan debris skuamosa dapat terlihat melalui otoskopi

15
Gambar 3.2: a) insfeksi karsinoma sel skuamous pada kanalis
audiori eksterna b) otoskop 7
Kelemahan atau kelumpuhan pada wajah ditemukan jika terjadi
penyebaran tumor ke nervus fasialis. Invasi nervus kranialis pada
foramen juguler akan menimbulkan kesulitan menelan dan bicara.
Sedangkan kesulitan membuka mulut atau trismus akibat
penyebaran tumor pada sendi temporomandibular, otot pterigoid
dan mandibula menandakan tumor telah menyebar ke bagian
anterior dan berada dalam tahap lanjut. Gangguan pendengaran
terjadi akibat tertutupnya KAE oleh massa tumor. Jenis gangguan
pendengaran yang sering terjadi adalah tuli konduksi, namun jika
terjadi invasi ke kanalis auditori internus, cerebellopontine angle,
atau kapsul labirin jenis ketuliannya berupa sensorineural.
3. Pemeriksaan histopatologi
Diagnosis pasti karsinoma sel skuamosa KAE ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi pada sediaan biopsi
massa KAE

16
Gambar 3.3. Gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa
pada KAE7
Pemeriksaan histopatologi akan menunjukkan sel-sel epidermal
yang berbentuk spindel pleomorfik proliferatif dengan bulatan-
bulatan keratin dan jembatan interseluler yang menjadi ciri
karsinoma sel skuamosa.
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan wajib untuk
penilaian pre operasi dan memberikan informasi mengenai luasnya
penyebaran lokal dan regional serta destruksi struktur sekitarnya.
CT scan tidak dapat memberikan informasi mengenai luasnya
penyebaran tumor pada jaringan lunak tanpa adanya erosi tulang.
Tumor akan tampak sebagai lesi heterogen pada pemeriksaan MRI
dengan kontras. MRI juga dapat memberikan gambaran yang lebih
baik jika terjadi penyebaran tumor ke dalam labirin, keterlibatan
perineural nervus VII dan nervus VIII. Selain itu, MRI dapat
mengevaluasi kondisi neurovaskular basis cranii lebih baik jika
berdasarkan pemeriksaan CT scan didapatkan erosi pada area
tersebut. 7
- Staging
Tabel 1. Sistem Staging Universitas Pittsburgh
Status T
T1: tumor terbatas pada KAE tanpa erosi tulang dan bukti keterlibatan
jaringan lunak

17
T2: tumor dengan erosi tulang KAE yang terbatas (bukan full
thickness) atau dengan keterlibatan jaringan lunak yang terbatas (<0,5
cm)
T3: tumor mengerosai tulang KAE (full thickness) dengan keterlibatan
jaringan lunak yang terbatas (<0,5 cm) atau tumor telah menginvasi
telinga tengah dan/ atau mastoid
T4: tumor mengerosi koklea, apkes petrosus, dinding medial telinga
tengah, kanal karotis, foramen jugularis, atau dura; atau keterlibatan
jaringan lunak sendi temporomandibula atau prosesus stiloideus yang
luas; atau adanya bukti paresis wajah
Status N
Metastase kelenjar limfe menunjukkan prognosis yang buruk; setiap
keterlibatan kelenjar limfe akan langsung menempatkan pasien dalam
stadium lanjut (T1N1 = stadium III dan T2/T3/T4 N1= stadium IV)
Status M
Metastase jauh mengindikasikan prognosis yang sangat buruk dan
termasuk stadium IV Jika tidak terdapat metastase kelenjar limfe atau
metastase jauh, status T tumor menentukan stadium klinik7

- Penanganan
Penanganan karsinoma sel skuamosa KAE telah berkembang
selama beberapa tahun terakhir. Penanganan utama adalah
pembedahan secara en bloc atau piecemeal dengan atau tanpa radio
terapi paska operasi, namun kemoterapi dapat digunakan pada kondisi-
kondisi tertentu .Secara umum penanganan keganasan KAE dibagi
berdasarkan perluasan tumor, yaitu: 1) Tumor yang terlokalisir pada
KAE dapat ditangani dengan pembedahan tanpa radioterapi paska
operasi. 2) Tumor yang melibatkan ruang telinga tengah dan yang
ditemukan terdapat pada KAE serta telinga tengah saat operasi,
ditangani dengan pembedahan dan radioterapi paska operasi. 3) Tumor
pada KAE dan kavum timpanomastoid yang menunjukkan erosi tulang

18
yang signifikan ditangani dengan pembedahan dan radioterapi paska
operasi. 4) Tumor yang meluas ke luar KAE dan telinga tengah dengan
keterlibatan kelenjar parotis, sendi temporomadibular, vena jugularis,
arteri karotis, nervus fasialis, dan labirin ditangani dengan
pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. 5) Pasien yang telah
mengalami penjalaran intrakranial dengan melibatkan struktur fosa
posterior dan fosa media sebaiknya ditangani secara paliatif.
Pembedahan dan radiasi pada pasien ini ditujukan untuk meringankan
nyeri dan memperpanjang harapan hidup. 7

2. Karsinoma sel basal

Gambar : karsinoma sel basal 10


- Definisi
Menurut WHO, basalioma adalah satu kelompok tumor ganas kulit
yang dikarak-teristik oleh sel-sel basaloid (germinative cell) yang
membentuk lobulus, kolum, pita, atau tali.8
- Epidemiologi
Basalioma merupakan tumor ganas tersering di Amerika Serikat dan
daerah-daerah lain, terutama pada populasi kulit putih. Kandungan
pigmen melanin yang tinggi pada kulit hitam dapat melindungi
terhadap perkembangan tumor ini. Diperkirakan 900.000 kasus per
tahun ditemukan di Amerika Serikat. Australia mempunyai insiden
tertinggi penyakit kanker kulit; insiden basalioma >2% dan karsinoma

19
sel skuamos(KSS) 1% pada laki-laki. Insiden basalioma telah
meningkat pada dekade terakhir seperti peningkatan melanoma.8
- Etiologi
Basalioma halo berupa papula eritema 1- 2 mm, terjadi pada bagian
yang terpapar sinar matahari dan dikelilingi oleh daerah
hipopigmentasi. Menurut the American Joint Committee on Cancer,
bila ukuran basalioma >5cm disebut giant basal cell carcinoma(GBCC)
dan ditemukan 12% dari semua KSB. Jenis basalioma ini bersifat
lebih agresif dengan invasi ke jaringan yang lebih dalamdan mengenai
struktur diluar dermis seperti tulang, otot, dan tulang rawan 8
- Patofisiologi
Dalam proses karsinogenesis basalioma, terdapat mutasi yang
berakibat hilangnya fungsi PTCH1 sehingga terjadi up regulation jalur
siny al Hh, SMO diaktifkan dan selanjutnya mengaktivasi protein Gli
yang kemudian masuk ke inti sel dan meningkatkan transkripsi dari
berbagai gen target. Berdasarkan penelitian pada tikus, PTCH1 ini
berfungsi sebagai tumor supressor gen pada kulit yang berlokasi di
kromosom 9q22-q31. Aktivasi jalur signal Hh ini pada basalioma
mengakibatkan proliferasi sel yang berlebihan yang dibuktikan dengan
peningkatan ekspresi platelet derived growth factor receptor (PDGFR
). PDGFR merupakan reseptor tirosin kinase terhadap PDGF ,
suatu protein mitogen dalam regulasi pertumbuhan sel. 8
- Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan histopatologi dari salah satu lesi untuk menentukan
subtipe KSB. Biasanya penderita KSB datang dengan keluhan bercak
hitam mudah berdarah dan tidak sembuh-sembuh, atau berupa tahi
lalat yang bertambah besar dengan permukaan tidak rata, dan biasanya
terdapat riwayat trauma, serta dapat disertai dengan rasa gatal atau
nyeri.Basalioma harus dibedakan dengan melanoma nodular dengan
penyebaran superfi sial apabila berpigmen dan dengan ulkus keras

20
yang tidak nyeri seperti pada karsinoma sel skuamosa. Idealnya
dilakukan pemeriksaan histopatologi lesi. Pemeriksaan penunjang
seperti CTscan atau MRI diperlukan jika ada kecurigaan mengenai
tulang atau jaringan lainnya 9
- Penanganan
Umumnya penanganan basaliomadi lakukan dengan terapi lokal, dapat
berupa terapi bedah dan non-bedah (derajat metastasis basalioma
rendah). Terapi bedahdapat berupa kuretase dan elektrodesikasi,
cryosurgery, eksisi bedah, dan eksisi Mohs. Dengan kuretase dan
elektrodesikasi, five years survival ratemencapai 95%, sedangkan pada
eksisi bedah dan Mohs mencapai 99%. Eksisi Mohs dapat mengangkat
sekaligus 100% tumor karena secara bersamaan menggunakan
pemeriksa-an potong beku untuk melihat apakah batas-batas eksisi dan
dasar eksisi tumor masih mengandung masa tumor. Terapi non-bedah
mencakup radio-terapi, terapi topikal dan injeksi imunomodulator,serta
terapi fotodinamik. Terapi non-bedah biasanya digunakan untuk pasien
yang tidak bisa menjalani pembedahan atau lokasi tumor yang sulit
dijangkau dengan pembedahan. Saat ini banyak dikembangkan uji
klinik targetting therapy untuk basalioma yang menggunakan molekul
Hedgehog pathway inhibitor (HPI) karena jalur signal Hh berperan
penting dalam patogenesis basalioma 9

3.2. Tumor liang telinga


Neoplasma ganas di liang telinga jarang terjadi. Bila tumor
tersebut terbentuk, penyebarannya dapat terjadi ke kelenjar telinga,
khususnya bila tumor berada di bagian meatus acusticus bagian kartilago
lateral. Sebagian besar tumor adalah karsinoma yang berasal dari daun
telinga. yang termasuk dalam neoplasma tersebut adalah tumor kelenjar
serumen. Tumor dapat bersifat ganas (karsinoma kista adenoid). 6

21
Gambaran klinis
Keterlibatan kulit liang telinga secara klinis bermanifestasi sebagai
cairan telinga yang mengandung darah, nyeri telinga dan gangguan
pendengaran. Jika kedalaman invasi tumor mencapai telinga tengah nervus
fasialis dapat terkena.6
Penatalaksanaan
Bila karsinoma sel skuamosa atau basalioma kulit daun telinga
menginvasi liang telinga, eksisi saj sering kali tidak memadai. Selain daun
telinga, parotis, dan sebagian mastoid harus direseksi dan harus diberikan
radiasi. Jadi prognosisnya secara umum buruk.6

3.3.Tumor telinga tengah & Mastoid


1. Kolesteotoma
kolesteatoma adalah akumulasi abnormal keratin yang diproduksi
oleh epitelium squamous pada telinga tengah, epitympanu, mastoid
atau apex petrous. Hal ini telah dijelaskan sebagai struktur epidermoid
tiga dimensi yang bertumbuh secra independent, menggantikan
mukosa telinga tengah, dan meresorbsi tulang dibawahnya.11
cepat atau lambat kolesteatoma memerlukan penanganan karena
kolesteatoma memiliki kemampuan destruktif secra lokal. Lesi dapat
menyebabkan infeksi, otorhea, kerusakan tulang, penurunan
pendengaran (sebagian besar tuli konduktif)., kelemahan atau
kelumpuhan saraf facialis, vertigo, trombosis sinus lateral, dan
komplikasi intrakranial. Kolesteatoma dapat diinfeksi oleh bakteri,
sebagian besar disebabkan oleh pseudomonas aeruginosa dan
staphylococcus aureus.12
kolesteatoma pada meatus akustikus eksternus (MAE) merupakan
keadaan patologi yang akan sangat jarang terjadi, kebanyakanliteratur
menggambarkan kasus sekunder, dengan bebberapa laporan dari
kolesteatoma primer. Hal ini ditandai dengan erosi dari bagian tulang

22
MAE yang disebabkan proliferasi yang disebabkan proliferasi dari
jaringan squamous yang berdekatan. Deskripsi awal mengenai
kolesteatoma canalis auditoris eksterna diperkenalkan oleh Toynbee
pada tahun 1850, tetapi defini penyakit ini dipaparkan oleh
Piepergendes et al pada tahun 1980, ketika telah ditemukan perbedaan
antara kolesteatoma kanalis auditorius eksterna dengan keratosis
obturans. Kolesteatoma didefinisikan sebagai akumulasi dari keratin
yang diproduksi oleh pengelupasan kulit kanalis auditorius eksterna.
Di sisi lain kanalis auditorius eksterna ini ditandai oleh erosi tulang
sebagai dari kanalis auditorius eksterna dari jaringan skuamosa yang
berdekatan.13 (2)
EPIDEMIOLOGI
Insidensi dari kolesteatoma sangat berangam berdasararkan pada
penelitian yang telah dilakukan dibeberapa negara. Di Skotlandia
penelitian ditemukan insiden sebesar 13 per 100.000 mengalami
kolesteatoma, sedangkan di Amerika Serikat ditemukan insidensi yang
lebih rendahyaitu 7 per 100.000 pertahunnya. Di israel insidensi dari
penanganan operais yang dilakukan pada pasien dengan kolesteatoma
sebesar 66 dari 100.000 penduduk.
Insiden dari kolesteatoma ini beraneka ragam yang dimana salah
satu penyebabnya adalah prektek medis yang berbeda-beda disetiap
negara, seperti contohnya di Israel ditemukan adanya penurunan
kejadian dari kolesteatoma, ketika pada pasien yang menderita otitis
media kronik dilakukan penanganan dengan penggunaan grommets
ataupun aural ventilation tube.
Baik laki-laki ataupun perempuan dapat mengalami kolesteatoma
ini, dengan perbandingan laki-laki berbanding perempuan sebesar 3:2.
Kolesteatoma yang terjadi pada anak-anak ditemukan akan lebih
sering berdampak pada tuba eustachius, anterior mesotympanum, sel
retrolabirindan prosesus mastoid jika dibandingkan denngan orang
dewasa. Berdasarkan bukti klinis dan pemeriksaan histologi diketahui

23
bahwa kolesteatoma yang terjadi pada anak pada umumnya bersifa
lebih agresif. 14(12)
Klasifikasi kolesteatoma
1. Kolesteatoma akuisita primer
Kolesteatoma akuisita primer terjadi karena retraksi membran
timpani, retraksi ke dalam media pars flaccida kedalam
epitympanum (scutum) secra progresif. Selama proses ini
berlangsung, dinding lateral epitympanum (scutum) secra
perlahan mengalami erosi sehingga terjadi kerusakan pada
dinding lateral epitympanum yang perlahan-perhalan meluas.
Membran timpani terus mengalami retraksi kearah medial
hingga melewati kepala tulang pendengaran dan ke dalam
epitympanum. Serum terjadi kerusakan pada tulang
pendengaran. Bila kolesteatoma mengarah ke posteror ke
dalam aditus ad antrum dan mastoid, erosi dari tegmen
mastoideum dengan eksposur dari dura dan atau erosi dari
lateral kanalis semisirkularis hingga terjadi ketulian dan vertigo
dapat terjadi.15(13)
Tipe kedua dari akuisita kolesteatoma primer terjadi saat
kuadran posterior dari memran timpani retraksi kedalam telinga
telinga tengah bagian posterior. Drum akan menempel ke
bagian panjjang dari incus. Saat retraksi terus terjadi ke arah
medial dan posterior, epitel squamosa akan menutupi struktur
dari stapes dan kemudian mengalami retraksi ke dalam sinus
timpani. Kolesteatoma primer terjadi dari membran timpani
posterior akan mudah mengakibatkan eksposur ke nerves
fasialis (dapat mengakibatkan paralisis) dan kerusakan struktur
stapedial

24
2. Kolesteatoma akuisita sekunder
Kolesteatoma akuisita sekunder terjadi karena konsekuensi
langsung terhadap injuri pada membran timpani. Kerukan ini
dapat dalam bentuk perforasi yang terjadi karena otitis media
akut atau trauma, atau dapat terjadi karena manipulasi operasi
dari drum. Prosedur simple seperti tympanostomy dapat
mengakibatkan implantasi epitel skuamosa ke dalam telinga
tengah hingga menyebabkan terbentuknya kolesteatoma.
Perforasi posterior marginal paling sering menyebabkan
formasi kolesteatoma. Walaupun perforasi central juga dapat
mengakibatkan kolesteatoma. Kantong retraksi dalam bentuk
apapun dapat menyebabkan terjadinya formasi kolesteatoma
bila kantung retraksi tersebut cukup dalam untuk menjebak
epitel yang mengalami deskuamasi.15
Patogenesis
Banyak teori ditemukan oleh para ahli tentang patogenesis
kolesteatoma, antara lain adalah: teori invaginasi, teori migrasi,
teori metaplasi dan teori implamasi. Teori tersebut akan lebih
mudah dipahammi bila diperhatikan definisi kolesteatoma
menurut Gray (1994) yang mengatakan; kolesteatoma adalah
epitel kulit yang berada pada tempat yang salah.16 (5)
1. Kolesteatoma akuisita primer
Kolesteatoma terbentuk tanpa didahului oleh perforasi
membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi
proses invaginasi dari membran timpani pars flasida karena
adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan
tuba (teori invaginasi) 16
2. Kolesteatoma akuisita sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran
timpani sebgai akibat masuknya epitel kulit dari lliang
telinga tengah atau dari pinggir perforasi membran timpani

25
ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat
metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi
yang berlangsung lama.
3. Kerusakan tulang pada klesteatoma
Terdapat dua mekanisme bagaimana terjadinya osteoysis
pada kolesteatoma telinga tengah yaitu resorbsi tulang
akibat penekanan dan disolusi enzym pada tulang oleh
cytokine mediated inflamation. Nekrosis akibat penekanan
pertama kali disebutkan oleh Steinbru pada tahun 1879 dan
Walsh pada tahun 1951, sedangkan resorbsi tulang secra
langsung dideskripsikan oleh Chole dan coworkers pada
tahun 1985. Chole mengimplant silicon pada telinga tengah
tanpa kolesteatoma dan hasilnya menunjukkan adanya
resorbsi tulang di area yang mengalami penekanan. Mereka
mengestimasi bahwa tekanan bahwa tekanan 50-120 mmHg
menghasilkan resorbsi tulang oleh osteoclast.
Tidak jelas bagaimana aktivasi oleh tekanan
memicu osteoclast melakukan perusakan tulang pada
kolesteatoma. Namun perusakan tulang yang dipicu oleh
enzym dan sitokin telah dipelajari pada 2 abad terakhir.
Matrix metalloproteinase (MMP), suatu enzym dari family
zinc metalloenzymes yang mendegradasi matrix
ekstasellular telah diketahui terdapat pada kolesteatoma.
MMP-2 dan mmp-9 terdapat pada lapsan epitel suprabasal
kolesteatoma.
IL-I, dan IL-8 merpakan mediator interselullar
penting untuk aktivasi osteoclast dan berdasarkan
penelitian jumlah keduanya meningkat pada sel
kolesteatoma yang dikultur dibandingkan dengan pada sel
normal. Yang juga menemukan bahwa monosit dapat
memproduksi sel dengan aktivasi mirip osteoclast yang

26
memproduksi acid phosphatase yang dapat emmicu
deminerallisasi tulang.
Penelitian terakhir oleh Jung menunjukkan adanya
kemungkinan peran Nitric oxide sebgai modeator fungsi
asteoclast. Penemuannnya mengindikasikan peran nitric
oxide pada resorpsi tulang yang dimediasi oleh osteoclast.
Studi-studi diatas menunjukkan pentingnya osteolisis dan
mekanisme regulasinya pada perusakan tulang yang
ditemukan pada kolesteatoma telinga tengah16(14)
Gejala klinis
Kolesteatoma telinga tengah
Pasien dengan kolesteatoma akuisita umunya menunjukkan
gejala otorrhea yang rekuran atau purulen persisten dan gangguan
pendengaran. Gejala tinitus juga sering dikeluhkan. Pada beberapa
kasus, walaupun jarang terjadi, dapat di jumpai juga vertigo, yang
merupakan akibat dari proses inflamasi dari telinga tengah, atau
juga akibat dari erosi langsung labirin dari kolesteatoma. Fasial
nerve twitching, palsy atau kelumpuhan saraf fasialis dapat juga
muncul sebagai akibat dari proses inflamasi atau kompresi mekanik
pada saraf.
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorhea tanpa rasa
nyeri, baik itu terus-menerus maupun sering berulang. Apabila
kolesteatoma terinfeksi, maka infeksi tersebut akan sulit
dihillangkan. Hal inidiakrenakan kolesteatoma tidak memiliki
suplai darah sehingga antibiotiksistemik tidak dapat mencapai
pusat infeksi. Oleh karena itu, untuk kolesteatoma yang terinfeksi
dapat digunakan antibiotik topikal, namun untuk area infeksi yang
luas, kolesteatoma yangterinfeksi umumnya resisten terhadap
semua jenis antimikroba. Akibatnya, gejala othorea akan tetap atau
berulang walaupun sudah diberikan pengobatan yang agresif.15

27
Pada pemeriksaan fisik pada kolesteatoma akuisita primer
dapat dijumpai retraksi dari pars flacida di kebanyakan kasus, dan
pars tensa pada sedikit kasus. Pada kedua tipe retraksi akan berisi
matriks epitel squamosa dan debris keratintemuan lain adalah
othorea yang purulen, polip, jaringan granulasi, dan erosi ossicular.
Pada kolesteatoma akuisita sekunder, bila kolesteatoma
berkemnang dari dari perforasi yang telah menutup, maka
membran timpani akan normal.17(15)
Diagnosis
Diagnosis pasien dengan kolesteatoma dimulai dnegan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis otology lengkap
diperlukan, yang mencakup riwayat kehilangan pendengaran,
tinnitus, otorea, otalgia dan vertigo. Yang perlu ditanyakan adalah
adanya riwayat otitis media sebelumnya operasi otology mencakup
miringotomy, perforasi membran timpani, rhinitis alergi.
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan kepala dan leher
dan memfokuskan kepada pemeriksaan otology. Pada meatus
acustikus eksternal penting dinilai apakah terdapat ppolip, jaringa
granulasi, atau tulang kanalis yang erosi. Membran timpani harus
diperiksa apakah intak atau terdapat perforasi sebagai sumber
otorea. Test fistula dengan otoscopy juga dilakukan,jika positif,
erosi telinga tenngah mungkin terjadi, umumnya pada canalis
semisirkularis horizontal. Pemeriksaan garpu tala juga
direkomendasikan untuk menilai adanya tuli konduksi tersembunyi.
Pemeriksaan nervus tujuh juga perlu dilakukan.
Pencitraan dapat bermanfaat dalam evaluasi kolesteatoma kanalis
auditorius eksterna. Namun, dalam literatur dikatakan bahwapada
CT, kolesteatoma kanalis audirorius eksterna tidak dapat
digambarkan dengan jelas. Bahkan, istiklah keratosis obturans dan
kolesteatoma kanalis auditorius eksternal sering secra digunakan
bergantian. Dengan resolusi tinggi pada pemeriksaan CT ulang

28
temporal, kolesteatoma kanalis auditorius eksterna paling sering
dilihat sebagai massa jaringan lunak dengan erosi tulang dan
fragmen tulang intramural.
Tulang erosi yang berdekatan dengan massa jaringan lunak
mungkin halus, mirip dengan kolesteatoma telinga tengah. Namun,
erosi dapat menjadi sekunder tidak teratur dengan nekrotik tulang
dan periostitis. Biasanya, dinding inferior dan posterior terlibat.
Penting untuk emlihat perluasan

Neoplasma ganas tersendiri yang hanya ditelinga tengah jarang dijumpai


karena tumor tersebut sering kali sudah menyebar keliang telinga luar atau
ke telinga dalam. Asalnya tidak dapat ditentukan lagi secara pasti pada
kebanyakan kasus. Tumor tersering adalah karsinoma epitel skuamosa dan
berbagai tumor glomus.6
1. Karsinoma epitel skuamosa
Pasien biasanya datang dengan penegluaran cairan yang tidak
terlalu mencolok ddan sudah terjadi bertahun-tahun serta tampak
mencolok karenabercampur darah di waktu-waktu awal. Nyeri telinga
bertambah berat dan, pada beberapa kasus, gejala kelumpuhan nervus
facialis merupakan gejala akut klinis yang khas untuk neoplasma ganas
ditelinga tengah. Melalui penyebaran ke struktur tulang (oseosa)
sekkitar.
Penatalaksanaan
Karena tumor tersebut cepat bermetastasis, banyak pasien tidak
dapat ditangani secra kuratif pada saat diagmosis ditegakkan. Upaya
pembedahan yang sesuai adalah mastoidektomi dan pada kasus yang

29
berat, suatu reseksi yanng diperluas ke seluruh os petrosum. Operasi
tersebut disertai dengan angka komplikasi yang tinggi. Komplikasi
pertama yang harus diperhatikan adalh kerusakan saraf kranial,
meningitis paska operasi dan kerusakan sistem pengaliran cairan
serebrospinal. Terapi penunjang adalah dapat di lakukan radiasi.6

2. Tumor glomus
Tumor glomus merupakan tumor yang langka, tetapi tumor ini
merupakan kelompok neoplasma ganas tersering di daerah temporal
dan telinga tengah. Selain itu, tumor glomus menyebar ke hampir
semua struktur basis cranii lateral, bergantung pada lokasinya, dan
dapat berekspansi keruangan intracranial sehingga menimbulkan
kerusakan n.fasialis dan saraf-saraf kranial lainnya.6
Gambaran klinis
Neoplasma ini tampak mencolok terutama karena tuli konduktif
dan tinitus pulsatif yang ditimbulkannya. Pengeluaran secret berdarah
dari telinga, vertigo, dan gangguan fungsi saraf-saraf kranial
merupakan gejala selanjutnya. Dengan otoskopi sering terlihat suatu
benjolan kemerahan, biasanya dibelakang gendang teling. Dengan CT
Scan dan MRI, lokasi dan luas penyebaran dapat ditentukan secra
tepat, sedangkan angiografi memberikan informasi mengenai derajat
perfusi tumor.6
Terapi
Pengangkatan tumor melalui timpanoplasti dan mastoidektomi
dilakukan setelah embolisasi. Bila pendekatan tersebut tidak berhasil
karena pertumbuhan tumor yang terlalu luas dan lanjut, terapi radiasi
diberikan. 6

30
Daftar pustaka

1. Adams, G. L. Penyakit Telinga Luar. In: Adams, G. L., Boies, L. R., Higler,
P. A., Effendi, H. (Ed.). Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: Penerbit
EGC. 1997: 85 87

2. Soetirto, I., Hendarmin, H., Bashiruddin, J. Gangguan Pendengaran (Tuli).


In: Soepardi, E. a., et al. (Eds.). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
2012: 10-15

3. Scanlon, V.C., Sanders, T. The Senses: The Ear. Pada: Scanlon, V.C.,
Sanders, T. Essentials of Anatomy and Physiology, 5th Ed. F. A. Davis
Company, Philadelphia. 2007: 210-216

4. Junqueira, L. C., Carneiro, J. Pendengaran: Sistem Audioreseptor. Pada :


Junqueira, L. C., Carneiro, J . Alih bahasa: Tambayong, J. Editor: Dany, F.
Histologi Dasar: Teks dan Atlas. Edisi 10. Penerbit EGC. Jakarta, 2007:
464-471

5. Guyton, A.C., Hall, J. E. The Sense of Hearing. Pada: Guyton, A.C., Hall, J.
E. Textbook of Medical Physiology, 11th Ed . Pennsylvania:Elsevier Inc.
2006: 651-660

6. Nagel, Patrick., Robert, G., 2012, Dasar Dasar Ilmu THT. Edisi 2.
Penerbit EGC. Jakarta, 2012.

7. Dewi, K, Ni, 2016, Diagnosis dan penatalaksanaan Karsinoma sel skuamosa


kanalis auditori eksterna, Diperoleh dari: https://www.kankertht-

31
kepalaleher.info/wp-content/uploads/2016/05/Laporan-kasus-SCC-KAE-
pdf.pdf [Diakses pada: 29 oktober 2017].

8. Lily, L, Loho.,Meilany, F, Durry., 2015 Basalioma, diperoleh dari:


https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/viewFile/4345/3874
[Diakses pada: 29 oktober 2017].

9. Gabriela, R.,Sukmawati ,T.,2016 . Diagnosis dan tatalaksana karsinoma sel


basal, Diperoleh dari:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_235CME%E2%80%93Diagnosis%
20dan%20Tatalaksana%20Karsinoma%20Sel%20Basal.pdf [Diakses pada:
29 oktober 2017].

10. Fakhriani, R, MM., Nugraha, P, R., Samoedra, E., Karsinoma Sel Basal
Auricul, , Diperoleh dari:
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/14574/Karsinoma%
20Sel%20Basal%20Auricula%20ok.pdf?sequence=1&isAllowed=y
[Diakses pada: 29 oktober 2017].

32

Anda mungkin juga menyukai