Anda di halaman 1dari 40

COVER

KATA PENGANTAR

i
DAFTA ISI

ii
DAFTAR GAMBAR

iii
DAFTAR TABEL

iv
DAFTAR LAMPIRAN

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dodol adalah makanan olahan tradisional yang bersifat semi basah yang

terbuat dari bubur ataupun ampas buah melalui proses penghancuran buah

(Khairani dan Dalapati, 2007). Dalam pembuatan dodol ini, diperlukan

pemanasan dengan suhu 80-900C selama 2-3 jam (Ilma, 2012). Dodol kedondong

merupakan salah satu jenis dodol yang menjadi makanan khas di kota Rengat

karena memiliki aroma dan rasa yang khas. Rengat adalah salah satu Ibukota

Kabupaten Indragiri Hulu yang terletak di provinsi Riau yang memiliki julukan

sebagai kota kedondong karena memiliki makanan khas dodol kedondong (Iqbal,

2014). Dodol kedondong ini menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan

nilai tambah dari buah kedondong (Anonim, 2015).

Kedondong (Spondias dulcist Forst) berasal dari famili Anacardiaceae yang

dapat hidup dengan baik di daerah tropis (Ong, 2004). Kedondong merupakan

salah satu tanaman yang berpotensi sebagai obat. Tanaman ini mengandung

senyawa flavonoid, saponin dan tannin yang berkhasiat sebagai antihistamin,

antioksidan, antibakteri, antivirus, antiinflamasi sampai anti kanker (Hermanto,

2002). Selain itu, di dalam buah kedondong juga terdapat kandungan kalori,

protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B,

vitamin C, air dan bagian yang dapat dimakan. Dari komposisi kandungan vitamin

yang terdapat pada kedondong, vitamin C memiliki jumlah kandungan yang

paling banyak di antara vitamin lainnya (Rukmana dan Oesman, 2002). Hasil

penelitian telah melaporkan bahwa di dalam makanan olahan terdapat kandungan

1
2
vitamin C, hal ini dibuktikan dengan adanya kandungan vitamin C dalam sari

buah kedondong (Rakhmawati dan Yunianta, 2015). Penelitian lain juga

membuktikan bahwa pada proses pemanasan dapat mempengaruhi penurunan

kadar vitamin C (Barros dkk, 2011).

Vitamin C merupakan vitamin larut air yang berfugsi sebagai pembentukan

jaringan ikat dan pembentukan sel darah merah (Beck, 1993). Vitamin ini juga

berfungsi sebagai antioksidan, pembentukan kolagen, antihistamin, pembentukan

empedu hati yang membantu mendetoksifikasi alkohol dan substansi toksik lain

(Soeparno, 2011). Vitamin C diperlukan tubuh 60 mg perhari untuk kebutuhan

normal. Kebutuhan vitamin C ini harus dipenuhi oleh tubuh setiap harinya karena

vitamin C tersebut akan diekresikan melalui urin (Mutschler, 1999). Akan tetapi

vitamin C ini sangat sensitif terhadap pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan

seperti suhu, pH, oksigen, enzim dan katalisator (Andarwulan dan Koswara,

1989).

Penentuan kadar vitamin C dapat dilakukan secara spektrofotometri visibel.

Spektrofotometri visibel digunakan karena mudah, sederhana dan memiliki

akurasi yang tinggi terhadap sampel yang akan diuji. Selektifitas analisa vitamin

C secara spektrofotometri visibel ini, juga dapat ditingkatkan dengan

menggunakan pereaksi warna yang spesifik (Rustkowski dan Grzegorczyk, 2007).

Berdasarkan latar belakang tentang pembuatan dodol kedondong dan

stabilitas dari vitamin C, maka peneliti tertarik untuk melakukan analisa kadar

vitamin C dalam dodol kedondong yang beredar di kota Rengat dengan metode

spektrofotometri secara visibel.

3
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah di dalam dodol

kedondong terdapat kandungan vitamin C ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk

mengetahui kadar vitamin C dalam dodol kedondong yang diproduksi di kota

Rengat.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi

mengenai kandungan nilai gizi kandungan vitamin C yang terdapat dalam dodol

kedondong yang beredar di kota Rengat dan dapat menambah karya tulis ilmiah.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada penelitian kali ini dibatasi pada analisa kadar vitamin C

dalam dodol kedondong yang beredar di kota Rengat secara spektrofotometri

visibel.

4
BAB II

ISI

2.1 Morfologi Tumbuhan Kedondong (Spondias dulcist Forst)

2.1.1 Klasifikasi

Taksonomi tumbuhan kedondong menurut data yang diperoleh dari

Laboratorium Botani Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)

jurusan Biologi Universitas Riau, Pekanbaru, klasifikasinya adalah sebagai

berikut ini :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Sapindales

Suku : Anacardiaceae

Marga : Spondias

Spesies : Spondias dulcist Forst

Nama Daerah : Kedondong

5
2.1.2 Nama Lazim

Kedondong merupakan tumbuhan yang mempunyai nama yang berbeda-

beda di setiap daerah tempat tumbuhnya. Di Indonesia tumbuhan ini mempunyai

beragam sebutan seperti kadondong (Sunda), kedondong (Jawa), kedundung

(Madura), kacemcem (Bali), inci (Bima, NTT), karunrung (Makassar), dan dau

kaci (Bugis). Untuk wilayah di luar Indonesia tumbuhan ini dikenal dengan nama

ambarella, otaheite apple, atau great hog plum (Inggris), kedondong (Malaysia),

hevi (Filiphina), gway (Myanmar), mokah (Kamboja), kook kvaan (Laos), makak

farang (Thailand) (Putri, 2012).

2.1.3 Morfologi

Tanaman kedondong tumbuh menahun di habitat aslinya. Tanaman ini

memiliki akar tunggang dan sistem perakaran yang cukup dalam, menyebar ke

semua arah. Batang tanaman ini berkayu dan dapat mencapai ketinggian 30 m

40 m atau lebih tanpa perlakuan pemangkasan. Sistem percabangannya melebar,

tidak begitu rapat, agak lentur, dengan ranting-ranting yang mudah patah (regas).

Daunnya berbentuk bundar memanjang, berwarna hijau menggilap, dan sedikit

meruncing pada bagian ujung. Daun tersusun dalam tangkai agak panjang,

tumbuh saling berhadapan (daun majemuk), dan menyirip ganjil (imparipinnatus).

Rangkaian bunga umumnya tumbuh dari ujung tanaman dan tiap tangkai bunga

terdiri dari banyak kuntum bunga. Buah yang terbentuk dari hasil penyerbukan

tumbuh menggantung dengan tangkai agak panjang, dan terpusat pada satu

tangkai buah mirip dompolan buah. Bentuk buah kedondong bervariasi antara

bulat, bulat telur sampai bulat memanjang dengan ukuran buah kecil sampai besar

(Rukmana dan Oesman, 2002).

6
Kulit buah kedondong yang masih muda berwarna hijau muda sampai hijau

tua agak mengilap, setelah buah tua (matang) berubah menjadi hijau kekuning-

kuningan atau kuning cerah. Daging buah relatif tebal, berwarna putih atau putih

kehijau-hijauan, berstruktur agak keras, berserat halus sampai kasar, dan rasanya

manis sampai masam. Pada bagian dalam buah terdapat biji berbentuk bulat yang

dipenuhi duri-duri. Biji ini dapat digunakan sebagai perkembangbiakan tanaman

secara generatif. Dalam setiap buahnya hanya terdapat satu biji (Rukmana dan

Oesman, 2002).

2.1.4 Daerah Penyebaran

Kedondong tumbuh baik di dataran rendah yang kering sampai ketinggian

700 m di atas permukaan laut. Tanah yang disukai adalah tanah yang porous,

gembur, mengandung bahan organik, dan ber-pH 5,5 - 6,2. Tanaman ini tidak

menyukai genangan air, dan curah hujan yang diinginkan antara 1.000-1.500 mm

per tahun. Kedondong banyak tersebar di daerah Rembang, Jepara, Ujung Kulon

(Jawa Barat), Jawa Timur, Sulawesi, Ternate, Irian Jaya dan Thailand (Rukmana

dan Oesman, 2002).

2.1.5 Kegunaan Secara Tradisional

Tanaman kedondong pada bagian buahnya dapat dikonsumsi segar secara

langsung, selain itu juga dapat diolah menjadi manisan, asinan, jus, dodol dan

rujak (Rukmana dan Oesman, 2002). Daunnya dapat digunakan untuk

mempercepat proses penyembuhan luka bakar (Balqis dkk, 2014), selain itu

daunnya juga memiliki aktivitas antibakteri (Inayati, 2007).

7
2.1.6 Kandungan Kimia

Kedondong mengandung senyawa flavonoid, saponin dan tannin

(Hermanto, 2002). Buahnya juga mengandung gizi (nutrisi) cukup tinggi dan

lengkap seperti yang disajikan pada tabel 1 (Rukmana dan Oesman, 2002).

Tabel 1. Kandungan gizi buah kedondong masak setiap 100 gram bahan segar

No Kandungan Gizi Jumlah

1 Kalori 41,00 kal

2 Protein 1,00 gr

3 Lemak 1,10 gr

4 Karbohidrat 10,30 gr

5 Kalsium 15,00 mgr

6 Fosfor 22,00 mgr

7 Zat Besi 2,80 mgr

8 Vitamin A 233,00 S.I

9 Vitamin B 0,08 mgr

10 Vitamin C 30,00 mgr

11 Air 88,00 gr

12 Bagian yang dapat dimakan 58,00 gr

2.2 Dodol Kedondong

Dodol merupakan makanan semi basah yang dibuat dari bubur ataupun

ampas buah melalui proses penghancuran buah. Dodol kedondong merupakan

salah satu alternatif untuk meningkatkan nilai tambah dari buah kedondong.

Dengan adanya olahan dodol kedondong ini, akan meningkatkan harga jual dari

8
buah kedondong selain itu, masa simpan juga menjadi lebih lama (Khairani dan

Dalapati, 2007).

Dodol kedondong ini terbuat dari tepung beras ketan, gula pasir, kelapa dan

buah kedondong. Makanan ini memiliki warna coklat terang dan memiliki tekstur

yang kenyal. Dodol ini memiliki aroma yang harum serta rasanya yang tidak

terlalu manis dan juga tidak terlalu asam. Dodol kedondong ini bisa dinikmati

ketika sedang bersantai bersama keluarga ataupun sebagai cemilan pelengkap

(Wulan,2011). Pembuatan dodol kedondong ini dapat dilakukan dengan disortasi

basah dahulu buahnya, kemudian dodong dihancurkan. Setelah hancur

ditambahkan dengan santan cair secara bertahap untuk mendapatkan bubur buah

kedondong. Kemudian bubur buah tersebut ditambahkan dengan tepung beras

ketan dan gula merah sesuai dengan perlakuan kemudian diaduk secara merata.

Setelah dilakukan pencampuran maka dilakukan pemanasan 80-900C selama 2-3

jam dan pengadukan dalam wajan hingga dodol kalis (Ilma, 2012).

2.3 Vitamin C

2.3.1 Defenisi

Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan oleh

tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin

dikelompokkan menjadi vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut di

dalam lemak. Vitamin yang larut di dalam air seperti vitamin B dan vitamin C,

sedangkan vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K. Vitamin

C adalah vitamin yang larut dalam air, yang merupakan derivat heksana dan

cocok digolongkan sebagai suatu karbohidrat asam askorbat mudah teroksidasi

(Budiyanto, 2009).

9
2.3.2 Monografi Vitamin C

H H

HO O O

HO OH

Gambar 1. Struktur vitamin C (L-asam askorbat)

10
Rumus
: C6H8O6

molekul Berat
: 176,13
molekul Nama

: L-asam askorbat
kimia Pemerian

: Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh


Kelarutan

cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan

kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi.

: Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak

larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Anonim,

1995)

11
2.3.3 Stabilitas Vitamin C

Vitamin C merupakan ester siklik. Dalam larutan air mudah teroksidasi

(reaksinya bolak-balik) membentuk asam dehidro-askorbat (Connors dkk,

1986). Vitamin ini bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar

yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, pH, oksigen, enzim, dan katalisator

logam (Andarwulan dan Koswara, 1989).

Asam dehidro-askorbat dapat mengalami hidrolisis lebih lanjut

membentuk produk degradasi yang bereaksi tidak bolak-balik asam

diketoglukonat dan asam oksalat. Asam askorbat juga gampang mengalami

degradasi di bawah kondisi anaerob, membentuk furfural dan karbon dioksida.

Profil laju pH bagi keduanya baik degradasi aerob maupun anaerob akan

mencapai maksimal pada sekitar pH 4 (Connors dkk, 1986).

Suatu larutan vitamin C 5% dalam air memiliki pH 2,1-2,6, pH dari

10% larutan kalsium askorbat dalam air adalah antara 6,8 dan 7,4, dan pH dari

larutan natrium askorbat dalam air antara 7 dan 8. Stabilitas maksimum terjadi

dekat pH 3 dan pH 6. Stabilitas asam askorbat dalam bentuk sediaan padat

cukup baik, asal kelembabannya dikendalikan (Connors dkk, 1986).

1
2.3.4 Sumber Vitamin C

Vitamin C dapat ditemukan di dalam sayuran dan buah-buahan yang

segar. Sumber terbaiknya adalah jeruk, jambu, gandaria, mangga, tomat dan

sayuran seperti bayam, daun papaya, daun singkong, sawi dan lain-lain (Beck,

1993). Sumber vitamin C ini juga dapat diperoleh dari susu, telur, daging, ikan

dan unggas (Budiyanto, 2009).

2.3.5 Kegunaan

Vitamin C ini berfungsi untuk pembentukan kolagen dalam jaringan

pengikat, pembentukan gigi, metabolisme tirosin, sintesis neurotransmiter

(Muchtadi, 2009). Selain itu vitamin C juga berfungsi sebagai antioksidan,

antihistamin, pembentukan empedu di hati yang membantu mendetoksifikasi

alkohol dan substansi toksik lainnya (Soeparno, 2011).

2.3.6 Defisiensi Vitamin C

Defisiensi vitamin C pada orang dewasa menyebabkan penyakit

skorbut. Penyakit ini ditandai dengan kelelahan abnormal, kelelahan otot,

pendarahan, gigi menjadi goyah dan mudah tanggal dan mudah terkena

penyakit infeksi. Sedangkan pada anak-anak, defisiensi vitamin ini akan

menyebabkan penyakit muller-ballow (Mutschler, 1999).

2
2.4 Spektrofotometri UV-Vis

2.4.1 Teori Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi

antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat

kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi

spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dan serapan

atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah

190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah

dekat 780-3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 m atau 4000-250

cm-1 (Anonim, 1995).

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul

organik aromatik, molekul yang mengandung elektron- terkonyugasi

dan atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi

elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke

tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan

radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang

mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif

(Satiadarma, 2004).

Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat

dan daerah tampak disebut dengan kromofor dan hampir semua

kromofor mempunyai ikatan tak junuh. Pada kromofor jenis ini transisi

3
dari *, yang menyerap pada max kecil dari 200 nm (tidak

terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan -CC-. Kromofor ini

merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung electron pada

orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem

konyugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan

tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada

panjang gelombang yang lebih besar (Dachriyanus, 2004).

Gugus fungsi seperti OH, -NH2 dan Cl yang mempunyai

elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak

menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm,

tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu

auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan kromofor

bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokrom)

dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu

pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang

sering kali terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul

dan bila pelarut berubah dari polar ke pelarut non polar (Dachriyanus,

2004). Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur

banyaknya radiasi yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi

frekuensi radiasi. Suatu grafik yang menghubungkan antara banyak

sinar yang diserap dengan frekuensi (atau panjang gelombang) sinar

merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan (allowed

transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda

adalah tidak sama sehingga spektra absorpsinya juga berbeda. Dengan

4
demikian, spektra dapat digunkan sebagai bahan informasi yang

bermanfaat untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi

pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya

molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektra absorpsi juga dapat

digunakan untuk analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.2 Hukum Lambert Beer

Pengukuran serapan cahaya oleh larutan molekul diatur dengan


Hukum Lambert-Beer, yang ditulis sebagai berikut:

Log I0/It = A = bc

dengan I0 adalah intensitas radiasi yang masuk; It adalah intensitas radiasi yang
ditransmisikan; A dikenal sebagai absorban dan merupakan ukuran jumlah cahaya yang
diserap oleh sampel; adalah tetapan yang dikenal sebagai koefisien punahan molar dan
merupakan absorban larutan 1 M analit tersebut; b adalah panjang jalur sel dalam cm,
biasanya 1 cm; dan c adalah konsentrasi analit dalam mol per liter. Dalam produk
farmasi, konsentrasi dan jumlah biasanya dinyatakan dalam gram atau miligram dan
bukan dalam mol sehingga untuk keperluan analisis produk ini, hukum Lambert-Beer
ditulis dalam bentuk berikut ini:

A = A (1%, 1 cm) bc

A adalah absorban yang diukur; A (1%, 1 cm) adalah absorban larut 1%

b/v (1g/100 ml) dalam suatu sel berukuran 1 cm; b adalah panjang jalur dalam

c, (biasanya 1 cm); dan c adalah konsentrasi sampel dalam g/100 ml. Karena

pengukuran biasanya dibuat dalam sel berukuran 1 cm, persamaan tersebut

dapat ditulis: [ ] yang menghasilkan konsentrasi analit dalam g/100 ml.

5
Monografi BP sering menyatakan suatu nilai A (1%, 1 cm)

untuk suatu obat yang akan digunakan dalam proses perhitungannya

(Watson, 2009).

2.4.3 Instrumentasi

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan


suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini terdiri dari spektrometer

yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang


tertentu dan

fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan


atau yang

diabsorpsi (Khopkar, 1990; Day and Underwood, 2002).

Unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer ditunjukkan

secara skematik dalam gambar berikut.

Sumber Monokromator Kuvet Detektor

4
1 2 3

Pengu
at

6
5

Pemba
ca,

penga
mata

Gambar 2. Instrumentasi Spektofotometri UV-Vis

Berikut ini adalah uraian bagian-bagian spektrofotometer:

1. Sumber- sumber lampu; lampu deuterium digunakan untuk

daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara

lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk

daerah visibel (pada panjang gelombang antara 350-800 nm)

2. Monokromator: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang

monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating.

Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari

hasil penguraian.

3. Kuvet: pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet

kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada

daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak

tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10

7
mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat

digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi

bentuk silinder dapat juga digunakan. Kuvet yang bertutup

digunakan untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa

atau gelas hasil leburan yang homogen.

4. Detektor: peranan detektor penerima adalah memberikan respon

terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang.

5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang

membuat isyarat listrik dapat untuk diamati.

6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik

(Khopkar, 1990; Day and Underwood, 2002).

2.4.4 Aplikasi Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis

Senyawa yang bisa dianalisa secara ultraviolet yaitu sampel

yang berupa larutan tidak berwarna dan memiliki gugus kromofor,

sedangkan syarat sampel yang bisa dianalisa secara visibel berupa

larutan bewarna dan memiliki gugus kromofor (Watson, 2009).

Tabel 2. Karakteristik serapan UV beberapa kromofor


berdasarkan cincin

benzene (Watson, 2009).

8
Kromofor Panjang gelombang A (1%, 1 cm)

terpabnjang maksimum

255 nm 28

Benzena
O

OH

273 85

Asam Benzoat
O

OH

273 1420

Asam Sinamat

NH CH3

292 530

Proptriptilin
OH OH

+ 270 nm 278 nm 172 271


H

Fenol
+
Batokromik Hiperkromik

NH3 NH2

+
255 286 16179
H

Anilin
Batokromik Hiperkromik

9
Larutan senyawa berwarna mampu menyerap sinar visibel.

Warna zat yang menyerap menentukan panjang gelombang sinar yang

akan diserap, warna yang diserap merupakan warna komplemen dari

warna yang terlihat oleh mata (Khopkar, 1990). Beberapa warna dan

warna komplementer dalam spektrum visibel dalam rentang panjang

gelombang yang dimiliki warna tersebut terdapat dalam table 3.

Tabel 3. Panjang Gelombang dan warna komplementernya

Panjang Gelombang

(nm) Warna Warna Komplementer

400-435 lambayung (violet) kuning hijau

435-480 Biru kuning hijau

480-490 hijau-biru Jingga

490-500 biru-hijau Merah

500-560 Hijau ungu (purple)

560-580 kuning-hijau lembayung (violet)

580-595 Kuning Biru

595-610 Jingga hijau-biru

610-750 Merah biru-hijau

(Day and Underwood, 2002)

Spektrum derivatif dapat digunakan untuk menjelaskan pita-pita

serapan dalam spektrum UV yang lebih kompleks. Efek utama

derivatisasi adalah menghilangkan dasar pita-pita serapan luas yang

hanya terdapat perubahan bertahap pada kemiringan (Watson, 2009).

10
Analisa spektrofotometri UV-Vis secara kuantitatif ini

didasarkan pada penurunan aktivitas intensitas cahaya yang diserap

oleh suatu media. Intensitas ini tergantung pada tebal tipisnya media

dan konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut.

Pembentukan warna dilakukan dengan cara menambahkan bahan

pengompleks yang seletif terhadap unsur yang ditentukan.

Penambahan pereaksi tersebut guna untuk meningkatkan sensitifitas

pembacaan pada UV dan visibel (Watson, 2009).

Pengabsorpsian sinar UV-Vis oleh suatu molekul umumnya

menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang

absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada

di dalam molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi

serapan molekul berharga untuk mengidentifikasi gugus fungsional

yang ada dalam suatu molekul. Penggunaan spektroskopi serapan UV-

Vis untuk menentukan senyawa kuantitatif senyawa-senyawa yang

mengandung gugus pengadsorpsi (Hendayana dkk, 1994)

2.5 Metoda Analisa Vitamin C

Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisa


vitamin

C, antara lain :

11
2.5.1 Analisa Kualitatif

Analisa kualitatif ini merupakan analisa untuk mengetahui ada

atau tidaknya kandungan vitamin C.

1. Farmakope Indonesia

Menurut Farmakope Indonesia vitamin C dapat diidentifikasi

dengan menggunakan spektrofotomeri inframerah dan

menggunakan pelaruatan dengan cara (Anonim, 1995) :

a. Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam

kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya pada

panjang gelombang yang sama seperti asam askorbat BPFI.

b. Larutan (1 dalam 50) mereduksi tembaga (II) tetrat alkali LP

secara perlahan-lahan pada suhu kamar, tetapi lebih cepat

bila dipanaskan.

2. Menggunakan Indikator I2

Vitamin C dapat analisa menggunakan indikator I2 yang

menggunakan betadin. Adapun caranya dengan kerjanya yaitu

dengan menambahkan betadin dengan sampel vitamin C,

12
kemudian dipanaskan sampai warna merah bata. Apabila larutan

berubah warna menjadi merah bata maka hal

tersebut menunjukkan adanya kandungan vitamin C dalam

sampel (Aina dan Suprayogi, 2011)

3. Menggunakan KMnO4

Analisa menggunakan KMnO4 ini dilakukan untuk

mengidentifikasi adanya kandungan vitamin C, yang dilakukan

dengan cara sebagai berikut: masing-

masing 5 mg ekstrak dan standar vitamin C dilarutkan dalam

aquadest 5 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan KMnO4 0,1

%. Jika terbentuk warna cokelat maka menunjukkan adanya

asam askorbat (Bariyyah dkk, 2013).

4. Menggunakan Pereaksi Benedict

Analisa kualitatif vitamin ini juga bisa dengan menggunakan

peraksi benedict. Cara melakukannya yaitu ekstrak pada buah

jambu biji merah dan filtrat hasil penyaringan selai masing-

masing dimasukkan ke dalam tabuh reaksi menggunakan pipet

sebanyak 5 tetes. Kemudian tambahkan 15 tetes pereaksi

benedict dan panaskan di atas api kecil sampai mendidih selama

2 menit. Adanya perubahan menjadi hijau kekuningan sampai

merah bata menandakan adanya vitamin C pada sampel

(Rahmawati dkk, 2013).

13
2.5.2 Analisa Kuantitatif

Selain analisa kualitatif vitamin C ini juga dapat analisa

menggunakan analisa kuantitatif. Analisa kuantitatif ini bertujuan

untuk dapat mengetahui jumlah kandungan vitamin C yang terdapat di

dalam sampel. Dalam hal ini vitamin C dapat dianalisa secara

kuantitatif dengan: Analisa Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis

Metode farmakope sangat mengandalkan analisis sederhana

dengan spektrofotometri UV-Vis untuk menentukan bahan aktif

dalam formulasi seperti halnya dalam penentuan vitamin C

berikut ini (Watson, 2009). Berikut ini adalah analisa vitamin C

menggunakan spektrofotometri UV-Vis, pertama sampel dikupas

kecil-kecil kemudian diblender, diambil larutannya lalu disaring

kemudian ditambahkan sebanyak 50 mg. Setelah itu filtratya

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu ditambahkan

aquabides sampai tanda batas kemudian dihomogenkan.

Selanjutnya diukur serapannya pada panjang gelombang

maksimum yang didapat (Karinda dkk, 2013).

1. Analisa Menggunakan Spektrofotometri Visibel

Berikut ini adalah analisa vitamin C menggunakan

spektrofotometri visibel pertama dibuat reagen phosphate

tungstate dengan cara sodium tungstate molybdenium diambil

14
150 mg dan sodium hydrogen phosphate 60 mg masukkan ke

dalam beker gelas. Kemudian ditambahkan aquades 240 ml, lalu

panaskan sampai larut. Lalu ditambahkan secara perlahan 145 ml

asam sulfur 3,7 M. Kemudian larutan direfluk selama 2 jam.

Kemudian setelah dingin diukur pH larutan sampai pH menjadi

1,0 dengan ditambahkan asam sulfur. Larutan ini akan berwarna

hijau ke kuningan. Dibuat larutan standar vitamin C 56,8 M

dengan menggunakan asam oksalat 50 mM. Diambil 1 ml

sampel yang akan dianalisis (sebelumnya di masukkan ke

centrifugal test tube), kemudian tambahkan 1 ml RP campurkan,

lalu diamkan pada suhu ruang selama 30 menit. Kemudian

sampel dan reagen disentrifus selama 10

menit, kemudian sampek dipipet dan diukur absorbansinya

menggunakan spekrofotometri visibel (Rustkowski dan

Grzegorczyk, 2007).

Analisa kuantitatif ini juga dapat digunakan dengan cara sebagai

berikut, langkah awal yang digunakan yaitu untuk

mengidentifikasi adanya kandungan vitamin C, dilakukan

dengan diambil 1 ml vitamin C (sampel) dengan konsentrasi

yang berbeda dan ditambahkan dengan 1 ml feri klorida. Lalu

tambahkan dengan potassium ferricyanide, dan semua bahan

dicampurkan dengan vigorous stiring selama 10 menit.

Kemudian larutan akan berubah warna menjadi warna Prussian

15
blue yang dapat dilihat oleh mata. Perubahan warna ini

menandakan adanya kandungan vitamin C. Langkah selanjutnya

dilakukan dengan menganalisa menggunakan spektrofotometri

visibel dengan panjang gelombang 709 nm (Teepoo dkk, 2012).

3. Iodometri

Penetapan kadar vitamin C juga dapat dilakukan dengan


menggunakan iodometri dengan terlebih dahulu membuat larutan

standar primer KIO3, standar iodium 0,1 N, larutan Na2S2O3 0,1

N, larutan amilum 1%, larutan KI 10%, pembuatan larutan

H2SO4 10% dan pembuatan larutan Na2S2O3 dengan larutan

KIO3 0,1 N. Kemudian dilakukan standarisasi larutan I2 dengan

larutan standar Na2S2O3 0,03 N, dengan cara larutan I2 dititrasi

dengan larutan Na2S2O3 sampai warna kuning muda. Kemudian

ditambahkan beberapa tetes larutan amilum, selanjutnya dititrasi

dengan larutan Na2S2O3 sampai warna birunya hilang. Setelah

itu, dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam larutan sampel

dengan larutan iodium standar. Hal tersebut dilakukan dengan

cara dipipet 50 ml larutan sampel lalu dimasukkan ke dalam

erlenmeyer. Kemudian ditambakan beberapa tetes larutan

amilum 1% dan titrasi dengan larutan I2 standar sampai

berwarna biru (Karinda dkk, 2013).

16
BAB III

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi

dan Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

(STIFAR Riau) Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Januari sampai Juli 2016.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Alat

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini terdiri dari

blender, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur, beker gelas,

batang pengaduk, pipet tetes, pipet mikro, labu ukur, vortex,

timbangan digital, wadah, kaca alroji, pipet takar, kertas whatmann no.

42, centrifus dan seperangkat alat spektrofotometer visibel.

3.2.2 Bahan

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah dodol


kedondong, buah kedondong, dodol biasa tanpa kedondong, aquades,

vitamin C standar, FeCl3 1 mM dan K3[Fe(CN6)] 5 mM.

3.3 Rancangan Penelitian

17
Adapun hal-hal yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Pengambilan sampel

2. Preparasi sampel

3. Analisa kuantitatif vitamin C secara spektrofotometri visibel

4. Analisis data

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pengambilan Sampel

Sampel diperoleh dari daerah Kota Rengat, Kabupaten Indragiri

Hulu, Provinsi Riau. Bagian yang digunakan pada sampel adalah dodol

kedondong. Sampel diperoleh dengan pengambilan sampel yang

dilakukan tidak secara acak. Sampel diambil berdasarkan penjualan

dodol yang paling besar distribusinya sampai ke luar daerah, jadi

sampel yang digunakan sebanyak empat sampel diantaranya yaitu dua

sampel dodol kedondong, satu sampel dodol tanpa kedondong dan satu

sampel sari buah kedondong.

18
3.4.2 Preparasi Sampel

Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah bagian

isi dodol kedondong. Dodol kedondong dipotong kecil-kecil,

kemudian dilakukan proses pelumatan dengan menggunakan blender

dan ditambahkan air. Setelah halus, sampel diletakkan pada wadah,

kemudian disaring menggunakan kertas whatman no 42.

3.4.3 Analisa Kuantitatif Vitamin C secara Spektrofotometri Visibel

1. Pembuatan larutan baku vitamin C standar 1000 ppm.

Ditimbang 100 mg vitamin C standar, kemudian dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 ml kemudian tambah aquades sampai tanda batas

hingga terbuat larutan baku 1000 ppm.

2. Pengukuran panjang gelombang maksimum

Dipipet 75 l dari larutan baku 1000 ppm lalu masukkan ke dalam


labu ukur

10 ml untuk pembuatan konsentrasi vitamin C 7,5 ppm. Kemudian


diambil 2 ml masukkan ke dalam tabung reaksi tambahkan 2 ml

dengan FeCl3 1 mM dan 2 ml

K3[Fe(CN6)] 5 mM hingga terlihat perubahan warna menjadi prussian

blue (biru kehijauan). Selanjutnya larutan tersebut divortex selama 10

19
menit. Setelah itu, diukur panjang gelombang maksimum

menggunakan alat spektrofotometer visibel (Teepoo dkk, 2012).

3. Penentuan operating time

Dipipet 75 g dari larutan baku 1000 ppm lalu masukkan ke dalam


labu

ukur 10 ml. Kemudian diambil 2 ml masukkan ke dalam tabung reaksi

tambahkan 2 ml dengan FeCl3 1 mM dan 2 ml K3[Fe(CN6)] 5 mM.

Selanjutnya larutan tersebut divortex selama 10 menit. Larutan di baca

serapannya setiap selang waktu yang telah ditentukan sampai

diperoleh serapan yang stabil.

4. Pembuatan kurva kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara larutan baku


vitamin C

standar 1000 ppm dipipet sebanyak 25 l, 50 l, 75 l, 100 l dan 250

l (2,5 ppm, 5 ppm, 7,5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm) lalu masukkan ke

dalam labu ukur 10 ml kemudian ditambahkan aquades hingga tanda

batas. Setelah itu, diambil 2 ml larutan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi kemudian ditambahkan 2 ml FeCl3 1 mM dan K3[Fe(CN6)] 5

mM kemudian larutan akan berubah warna menjadi warna biru hijau

yang dapat dilihat oleh mata. Perubahan warna ini menandakan adanya

kandungan vitamin C. Selanjutnya larutan divortex selama 10 menit,

20
kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer visibel

(Teepoo dkk, 2012).

5. Pengukuran kadar sampel

Sampel dodol kedondong, dodol dan kedondong ditimbang 1 g

lalu dipotong kecil-kecil kemudian tambahkan 100 ml air lalu

diblender sampai halus. Setelah

itu, disaring menggunakan kertas saring whatman no. 42 sehingga

diperoleh larutan yang jernih. Setelah disaring larutan dimasukkan ke

dalam tabung reaksi kemudian dicentrifus selama 30 menit dengan

kecepatan 4000 rpm. Selanjutnya larutan kembali disaring dengan

menggunakan kertas whatman no. 42. Kemudian larutan dipipet 250 l

dimasukkan ke dalam labu 10 ml. Setelah itu, ditambahkan aquades

sampai tanda batas. Langkah selanjutnya dipipet 2 ml larutan sampel

lalu masukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2 ml

FeCl3 1 mM dan K3[Fe(CN6)] 5 mM kemudian larutan akan berubah

warna menjadi warna biru hijau yang dapat dilihat oleh mata.

Perubahan warna ini menandakan adanya kandungan vitamin C.

Selanjutnya larutan divortex selama 10 menit, kemudian diukur

absorbansinya dengan spektrofotometer visibel (Teepoo dkk, 2012).

3.4.4 Analisis Data

Data yang diperoleh yaitu berupa absorbansi dari hasil serapan

vitamin C. Hasil perolehan absorbasi ini kemudian dapat diolah untuk

21
menetukan kadar vitamin yang terdapat di dalam dodol kedondong

dengan menggunakan rumus :

Kadar = Konsentrasi Faktor Pengenceran

Berat sampel

22
DAFTAR PUSTAKA

23

Anda mungkin juga menyukai