PENDAHULUAN
Pembangunan infrastruktur termasuk kedalam pembangunan fisik dan sudah sejak lama
diketahui, bahwa keberadaan infrastruktur yang baik mempunyai peran yang penting dalam
menunjang pemenuhan hak dasar masyarakat seperti pangan, sandang, papan, pendidikan,
lingkungan dan kesehatan. Dapat dikatakan infrastruktur merupakan modal yang snagat dibutuhkan
masyarakat dalam mendukung kegiatan di berbagai bidang.
Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau
juga utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih merupakan beberapa infrastruktur
yang sangat penting, adanya beberaa fasilitas tersebut di suatu wilayah beserta dengan kuantitas
dan kualitas yang memadai menunjukkan perkembangan dari wilayah tersebut.
Beberapa fasilitas dan utilitas yang ada sangat diperhitungkan kelengkapannya karena kemajuan
dan kesejateraan suatu kota ditunjukan dari fasiltas serta utilitas yang ada dimana hal tersebut
sudah cukup memadai atau bahkan masih perlu di tingkatkan atau ditambah lagi.
1.2 TUJUAN PENULISAN Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Menambah informasi mengenai ketersediaan beberapa fasilitas dan utilitas terkait Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga
utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih yang ada di Kelurahan
Keputran, Kelurahan Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan Kedungdoro
Kecamatan Tegalsari.
2. Menambah informasi mengenai potensi dan permasalahan dalam penyediaan Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga
utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih yang ada di Kelurahan
Keputran, Kelurahan Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan Kedungdoro
Kecamatan Tegalsari.
3. Memberikan rekomendasi bagi pemerintah Kelurahan Keputran, Kelurahan Tegalsari,
Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan Kedungdoro mengenai kondisi terkait Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga
utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Adapun penyusunan makalah ini akan dibahas sesuai dengan
sistematika pembahasan yang disajikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat penulisan, serta sistematika
pelaporan dalam mengevaluasi penyediaan Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan
Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air
bersih yang ada di Kelurahan Keputran, Kelurahan Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan
Kedungdoro.
BAB II REVIEW PERATURAN, KEBIJAKAN DAN STANDARD Bab ini menguraikan tentang peraturan,
kebijakan, atau standard yang berkaitan dengan fasilitas dan utilitas yang dibahas pada makalah.
BAB III PEMBAHASAN Bab ini mendeskripsikan serta membandingkan kondisi penyediaan Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga utilitas
listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih yang ada di Kelurahan Keputran, Kelurahan
Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan Kedungdoro. Deskripsi meliputi kelengkapan
fasilitas yang telah tersedia, distribusi pelayanan, kualitas, potensi dan permasalahan, serta proyeksi
kebutuhan Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka
Hijau juga utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih 5 tahun kedepan.
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari
pembahasan. Bab ini juga berisi rekomendasi bagi pemerintah sebagai evaluasi untuk meningkatkan
kualitas pelayanan infrastruktur kota.
BAB II
REVIEW KEBIJAKAN
Dengan adanya pengertian seperti diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang ada saat ini
tidak bisa begitu saja berkembang,tetapi butuh fasilitas,sarana dan prasarana yang mendukung hal
tersebut.
Untuk itu pemerintah mengusahakannya melalui sistem pengajaran nasional. Seperti yang
tercantum dalam pasal 31 ayat 1 dan 2, yaitu: (1) Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan Undang-undang.
Dalam merencanakan fasilitas atau sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan yang akan
dicapai atau dituju.beberapa hal yang perlu diketahui seiring dengan cara pengoptimalan kualitas
dari pendidikan itu sendiri.ada bebrapa cara yang harus diperhatikan,antara lain:
4) Keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan berbagai jenis sarana
lingkungan lainnya
5) Banyaknya jumlah anak yang akan dapat tertampung dengan penggunaan sarana tersebut
Untuk mengetahui jangkauan area pelayanan fasilitas pendidikan yang terkait dengan kebutuhan
dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani suatu kawasan dapat dilihat pada tabel:
3 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Penduduk usia 16-18 tahun (% 3.000 m
Kapasitas 1 unit = 480 murid (3 penduduk desa x 3/5 penduduk 15-19
tingkat x 4 kelas x 40 murid) tahun
)
Selain memperhatikan radius jangkauan pelayanan sarana yang terkait, penyediaan suatu sarana
juga harus memenuhi standar kualitas penyediaan yang ada guna kenyamanan dan kelancaran
kegiatan dan aktifitas di dalam memanfaatkan sarana prasarana tersebut. Berikut pada tabel 3
diketahui tentang standar pelayanan minimal fasilitas pendidikan untuk mengevaluasi kualitas dari
sarana prasarana yang harus dipenuhi oleh suatu kawasan.
Tabel 2.1.2 Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Fasilitas Pendidikan
STANDAR PELAYANAN
INDIKATOR KUANTITAS KUALITAS
CAKUPAN TINGKAT PELAYANAN
- Jumlah anak usia - Satuan wilayah kota sekolah yang - Bersih - Mudah
sekolah yang sedang/kecil tertampung - Sebaran dicapai
tertampung - Satuan wilayah kota fasilitas pendidikan - Tidak bising
- Sebaran fasilitas besar/metr o - Satuan wilayah kota - Jauh dari sumber
pendidikan sedang/kec il - Satuan penyakit, sumber
wilayah kota bau/sampah, dan
besar/metr o pencemaran lainnya
- Minimal tersedia:
1 unit TK
untuk setiap
1.000
penduduk
1 unit SD
untuk setiap
6.000
penduduk
1 unit SLTP
untuk 25.000
penduduk
1 unit SMU
untuk 30.000
penduduk -
Minimal sama
dengan kota
sedang/kecil,
juga tersedia 1
unit
perguruan
tinggi untuk
setiap 70.000
penduduk
Sumber: Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Fasilitas Pendidikan
Selain Hasil Pengolahan Standar Fasilitas dari Departemen PU (1987) dan Pedoman Penentuan
Standar Pelayanan Minimal(SPM),hal yang perlu diperhatikan adalah Kebutuhan akan ruang belajar
yang sesuai dengan standar yang ada da yang sudah dicanangkan oleh peraturan dari
pemerintah,seperti tabel berikut:
Sumber: SNI 03-1733-1989 tentang Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota
2.2 REVIEW KEBIJAKAN FASILITAS KESEHATAN
2.2.2 Jenis sarana Beberapa jenis sarana yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
1) posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia balita;
2) balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang
kesehatan dengan titik berat terletak pada penyembuhan (currative) tanpa perawatan, berobat dan
pada waktu-waktu tertentu juga untuk vaksinasi;
3) balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA) / Klinik Bersalin), yang berfungsi melayani ibu baik
sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani anak usia sampai dengan 6 tahun;
4) puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk dalam penyembuhan penyakit, selain
melaksanakan program pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit di wilayah kerjanya;
5) puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit pelayanan kesehatan
sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan terbatas dan membantu pelaksanaan kegiatan
puskesmas dalam lingkup wilayah yang lebih kecil;
6) tempat praktek dokter, merupakan salah satu sarana yang memberikan pelayanan kesehatan
secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha penyembuhan tanpa perawatan; dan
7) apotek, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan, baik untuk
penyembuhan maupun pencegahan.
Tabel 2.2.1 kebutuhan sarana kesehatan
1 2 3 3 4 5
Kebutuhan ruang dan lahan untuk sarana ini akan berkaitan juga dengan daya dukung lingkungan
dan jalan yang ada di sekitar bangunan sarana tersebut. Besaran kebutuhan ruang dan lahan
menurut penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah:
a) Warung / toko Luas lantai yang dibutuhkan 50 m2 termasuk gudang kecil. Apabila merupakan
bangunan tersendiri (tidak bersatu dengan rumah tinggal), luas tanah yang dibutuhkan adalah 100
m2.
b) Pertokoan (skala pelayanan untuk 6.000 penduduk) Luas lantai yang dibutuhkan 1.200 m2.
Sedangkan luas tanah yang dibutuhkan 3.000 m2.
1) tempat parkir kendaraan umum yang dapat dipakai bersama kegiatan lain pada pusat lingkungan
2) sarana-sarana lain yang erat kaitannya dengan kegiatan warga;
3) pos keamanan. c) Pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan
30.000 penduduk).
3) pos keamanan;
5) musholla/tempat ibadah.
d) Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kelurahan 120.000 penduduk) Luas tanah
yang dibutuhkan adalah 36.000 m2.
3) pos keamanan;
5) musholla/tempat ibadah.
Tabel 2.3.1 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
4. Pusat Terletak di
Perbelanjaan jalan utama.
dan Niaga Termasuk
(toko + pasar 120.000 36.000 36.000 0,3 sarana parkir
+ bank + sesuai
kantor ) ketentuan
setempat
Sumber: SNI 03 - 1733 - 1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota
Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah :
a) toko/warung (skala pelayanan unit RT 250 penduduk), yang menjual barang- barang kebutuhan
sehari-hari;
b) pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari
yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel, fotocopy, dan sebagainya;
c) pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan 30.000 penduduk),
yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan, buah-buahan, beras, tepung,
bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alat alat pendidikan, alat-alat rumah
tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan sebagainya;
d) pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan 120.000 penduduk),yang selain
menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa
perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta
kegiatan niaga lainnya seperti kantor-kantor,bank, industri kecil dan lain-lain.
2.4 Review SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota Kebudayaan,
Rekreasi dan RTH
Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan bangunan yang dipergunakan untuk mewadahi
berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi, seperti gedung pertemuan, gedung serba guna,
bioskop, gedung kesenian, dan lain-lain. Bangunan dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan
sarana pemerintahan dan pelayanan umum, sehingga penggunaan dan pengelolaan bangunan ini
dapat berintegrasi menurut kepentingannya pada waktu-waktu yang berbeda.
Penetapan jenis/macam sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu daerah sangat tergantung pada
kondisi setempat area tersebut, yaitu menyangkut faktor-faktor:
Luas lahan yang dibutuhkan : 2.000 m2 (dapat menjadi bagian dari pusat perbelanjaan dan niaga)
Tabel 2.4.1 Kebutuhan sarana kebudayaan dan rekreasi
CATATAN Acuan diambil dari SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota.
2.4.2 Fasilitas RTH
Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang mempunyai arti sebagai suatu
lansekap, hardscape , taman atau ruang rekreasi dalam lingkup urban. Peran dan fungsi Ruang
Terbuka Hijau (RTH) ditetapkan dalam Instruksi Mendagri no. 4 tahun 1988, yang menyatakan
"Ruang terbuka hijau yang populasinya didominasi oleh penghijauan baik secara alamiah atau
budidaya tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya adalah sebagai areal berlangsungnya fungsi
ekologis dan penyangga kehidupan wilayah perkotaan. Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan
bangunan yang dipergunakan untuk mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi,
seperti gedung pertemuan, gedung serbaguna, bioskop, gedung kesenian, dan lain-lain. Bangunan
dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan sarana pemerintahan dan pelayanan umum, sehingga
penggunaan dan pengelolaan bangunan ini dapat berintegrasi menurut kepentingannya pada waktu-
waktu yang berbeda.
Sumber: SNI 03 - 1733 - 1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota
2.5 Review utilitas listrik
Lingkungan perumahan harus dilengkapi perencanaan penyediaan jaringan listrik sesuai ketentuan
dan persyaratan teknis yang mengacu pada:
a) SNI 04-6267.601-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 601: Pembangkitan, Penyaluran dan
Pendistribusian Tenaga Listrik Umum);
c) SNI 04-8287.603-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 603: Pembangkitan, Penyaluran dan
Pendistribusian Tenaga Listrik Perencanaan dan Manajemen Sistem Tenaga Listrik);
Pemasangan seluruh instalasi di dalam lingkungan perumahan ataupun dalam bangunan hunian juga
harus direncanakan secara terintegrasi dengan berdasarkan peraturan- peraturan dan persyaratan
tambahan yang berlaku, seperti:
c) peraturan-peraturan lain yang masih juga dipakai seperti antara lain AVE.
Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan listrik yang harus disediakan pada lingkungan
perumahan di perkotaan adalah:
b) jaringan listrik.
1) setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari sumber lain; dan
2) setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450 VA per jiwa dan untuk
sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga.
1) disediakan jaringan listrik lingkungan dengan mengikuti hirarki pelayanan, dimana besar
pasokannya telah diprediksikan berdasarkan jumlah unit hunian yang mengisi blok siap bangun;
2) disediakan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada area damija (daerah milik
jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar (lihat Gambar 1
mengenai bagian-bagian pada jalan);
3) disediakan gardu listrik untuk setiap 200 KVA daya listrik yang ditempatkan pada lahan yang bebas
dari kegiatan umum;
4) adapun penerangan jalan dengan memiliki kuat penerangan 500 lux dengan tinggi > 5 meter dari
muka tanah;
5) sedangkan untuk daerah di bawah tegangan tinggi sebaiknya tidak dimanfaatkan untuk tempat
tinggal atau kegiatan lain yang bersifat permanen karena akan membahayakan keselamatan;
Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan telepon sesuai ketentuan dan persyaratan teknis
yang diatur dalam peraturan / perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata cara
perencanaan umum jaringan telepon lingkungan perumahan di perkotaan.
Jenis prasarana dan utilitas jaringan telepon yang harus disediakan pada lingkungan perumahan di
perkotaan adalah:
b) jaringan telepon.
1) tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan telepon umum sejumlah 0,13
sambungan telepon rumah per jiwa atau dengan menggunakan asumsi berdasarkan tipe rumah
sebagai berikut: - R-1, rumah tangga berpenghasilan tinggi : 2-3 sambungan/rumah - R-2, rumah
tangga berpenghasilan menengah : 1-2 sambungan/rumah - R-3, rumah tangga berpenghasilan
rendah : 0-1 sambungan/rumah
2) dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap 250 jiwa penduduk
(unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan lingkungan RT tersebut;
3) ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak radius bagi pejalan kaki
yaitu 200 - 400 m;
4) penempatan pesawat telepon umum diutamakan di area-area publik seperti ruang terbuka
umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan dengan bangunan sarana lingkungan; dan
5) penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca (hujan dan panas matahari) yang
dapat diintegrasikan dengan kebutuhan kenyamanan pemakai telepon umum tersebut.
1) tiap lingkungan rumah perlu dilayani jaringan telepon lingkungan dan jaringan telepon ke hunian;
2) jaringan telepon ini dapat diintegrasikan dengan jaringan pergerakan (jaringan jalan) dan jaringan
prasarana / utilitas lain;
3) tiang listrik yang ditempatkan pada area Damija (daerah milik jalan, lihat Gambar 1 mengenai
bagian-bagian pada jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di
trotoar; dan
4) stasiun telepon otomat (STO) untuk setiap 3.000 10.000 sambungan dengan radius pelayanan 3
5 km dihitung dari copper center, yang berfungsi sebagai pusat pengendali jaringan dan tempat
pengaduan pelanggan.
Adapun data dan informasi yang diperlukan untuk merencanakan penyediaan sambungan telepon
rumah tangga adalah:
a) rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota dan perkembangan lokasi yang direncanakan, berkaitan
dengan kebutuhan sambungan telepon;
b) tingkat pendapatan keluarga dan kegiatan rumah tangga untuk mengasumsikan kebutuhan
sambungan telepon pada kawasan yang direncanakan;
c) jarak terjauh rumah yang direncanakan terhadap Stasiun Telepon Otomat (STO), berkaitan dengan
kebutuhan STO pada kawasan yang direncanakan;
Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan drainase sesuai ketentuan dan persyaratan teknis
yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata cara
perencanaan umum jaringan drainase lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satu ketentuan
yang berlaku adalah SNI 02-2406-1991 tentang Tata cara perencanaan umum drainase perkotaan.
Jaringan drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima
air dan atau ke bangunan resapan buatan, yang harus disediakan pada lingkungan perumahan di
perkotaan. Bagian dari jaringan drainase adalah:
Sarrana Prasarana
Badan penerima air Sumber air di permukaan tanah (laut, sungai, danau)
Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akifer)
Menurut UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, jumlah penduduk Indonesia yang
besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di
samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah
yang semakin beragam, antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/ atau sulit diurai oleh
proses alam.
Sampah selama ini masih dianggap oleh sebagian besar masyarakat adalah sampah sebagai barang
sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Dalam mengelola
sampah masyarakat masih menganut pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu dengan cara
mengmpulkan sampah, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal,
penumpukan sampah dengan volume yang besar berpotensi melepas gas metana (CH4) yang dapat
meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global di
bumi. Sedangkn untuk menguraikan tumpukan sampah tersebut dibutuhkan waktu yang lama dan
juga memerlukan biaya yang besar.
Cara pandang masyarakat dalam mengelolah sampah dengan pendekatan akhir saatnya utuk
dirubah dan diganti dengan cara pengelolahan sampah yang baru. Seperti, memandang sampah
sebagai sumberdaya yang bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi yang juga dapat membantu
kehidupan masyarakat. Seperti, bahan dasar dari pembuatan pupuk kompos, dan bahan baku
industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak
sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase
produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media
lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan
kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan
pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah
meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Yang dimaksud dengan asas tanggung jawab adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat terhadap
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan asas berkelanjutan menyatakan
bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan menggunakan metode dan teknik yang ramah
lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan
lingkungan, baik pada generasi masa kini maupun pada generasi yang akan datang. Asas manfaat
adalah bahwa pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan yang menganggap sampah
sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.Yang
dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan
pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan dunia usaha untuk
berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah. Yang dimaksud dengan asas kesadaran adalah
bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong setiap orang
agar memiliki sikap, kepedulian, dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang
dihasilkannya. Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah bahwa pengelolaan sampah
diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Yang dimaksud dengan asas
keselamatan adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin keselamatan manusia. Yang
dimaksud dengan asas keamanan adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin dan
melindungi masyarakat dari berbagai dampak negatif. Yang dimaksud dengan asas nilai ekonomi
adalah bahwa sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat
dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah.
Dalam ketentuan umum yang terdapat pada BAB I, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
a. sampah rumah tangga; berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja
dan sampah spesifik
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya
c. sampah spesifik, meliputi: sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; sampah
yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; sampah yang timbul akibat bencana; puing
bongkaran bangunan; sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau sampah yang
timbul secara tidak periodik.
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas
manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan
asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pemerintah dan pemerintahan
daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan
lingkungan.
Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah dituliskan dalam Pasal 6 wewenang pemerintah
dalam UU no. 18 tahun 2008 tentang pengurusan sampah, yaitu menumbuhkembangkan dan
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pengembangan tersebut dapat
dilakukan melalui penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah. Di
samping itu pemerintah bertugas memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya
pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah.
Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan FASILITAS dan sarana pengelolaan
sampah, pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah, penerapan teknologi spesifik lokal yang
berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah. Dalam hal ini
tentu saja terjadi koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat
keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Pemerintah dan pemerintahan daerah memiliki tugas yang dituliskan pada Pasal 7 bagian kedua,
wewenang pemerintah dalam UU no. 18 tahun 2008 tentang pengurusan sampah, bahwa wewenang
pemerintah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah adalah sebagai berikut: (1.) Menetapkan
kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah; (2.) Menetapkan norma, standar, prosedur,
dan criteria pengelolaan sampah; (3.) Memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah,
kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah; (4.) Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan,
dan pengawasan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah; dan (5.)menetapkan
kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah spesifik menjadi tanggung jawab pemerintah. Pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas:
a. pengurangan sampah; meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah,
dan/atau pemanfaatan kembali sampah
b. penanganan sampah; meliputi pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan
pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu; pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau
dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu
menuju ke tempat pemrosesan akhir; pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi,
dan jumlah sampah; dan/atau pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah. Dalam Pasal 28, peran masyarakat dalam pengelolaan sampah
sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui:
a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
2.8.2. Review Keputusan Menteri Permukiman dan Fasilitas Wilayah No. 534/KPTS/M/2001
tentang Pedoman Standard Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan
Permukiman dan Pekerjaan Umum
Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal di bidang Penataan Ruang, Perumahan Dan
Permukiman dan Pekerjaan Umum diselenggarakan untuk mendukung penyediaan permukiman,
pangan, aksesbilitas dan jaminan peruntukan ruang. Hal ini merupakan kewenangan yang wajib
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten/Kota. Sesuai dengan Keputusan Menteri Permukiman dan
fasilitas Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Pedoman standard pelayanan persampahan dipaparkan
dalam Tabel 2.8 berikut:
Tabel 2.8.1 Standard Kualitas Pelayanan FASILITAS Persampahan
Sumber : http://birohukum.pu.go.id/Rumah%20Negeri/KepmenPU534-2001.pdf
2.8.3. Review Petunjuk Teknis Bidang Sanitasi Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2009 Tentang
Tahap-tahap Pengelolaan Sampah
A. Pewadahan Sampah
1. Pendahuluan
Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan,
diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Tujuan utama dari pewadahan adalah : - Untuk
menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga mengganggu lingkungan dari kesehatan,
kebersihan dan estetika - Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan
petugas pengumpulan sampah, baik petugas kota maupun dari lingkungan setempat. Dalam operasi
pengumpulan sampah, masalah pewadahan memegang peranan yang amat penting. Oleh sebab itu
tempat sampah adalah menjadi tanggung jawab individu yang menghasilkan sampah (sumber
sampah), sehingga tiap sumber sampah seyogyanya mempunyai wadah/tempat sampah sendiri.
Tempat penyimpanan sampah pada sumber diperlukan untuk menampung sampah yang
dihasilkannya agar tidak tercecer atau berserakan. Volumenya tergantung kepada jumlah sampah
perhari yang dihasilkan oleh tiap sumber sampah dan frekuensi serta pola pengumpulan yang
dilakukan. Untuk sampah komunal perlu diketahui/diperkirakan juga jumlah sumber sampah yang
akan memanfaatkan wadah komunal secara bersama serta jumlah hari kerja instansi pengelola
kebersihan perminggunya. Bila hari kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, kapasita penampungan
komunal tersebut harus mampu menampung sampah yang dihasilkan pada hari minggu.
Perhitungan kapasitasnya adalah jumlah sampah perminggu (7 hari) dibagi 6 (jumlah hari kerja
perminggu).
Pola penampungan bisa berbentuk : - Individual, setiap rumah/toko dan bangunan lainnya memiliki
wadah sendiri, cocok untuk daerah pemukiman kelas menengah dan tinggi, pertokoan, perkantoran
dan bangunan besar lainnya. - Komunal, tersedia 1 wadah yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa
rumah/bangunan cocok untuk daerah pemukiman kumuh dengan tingkat ekonomi rendah, rumah
susun, pemukiman padat sekali (yang menyulitkan proses operasi pengumpulan). Sarana pewadahan
diarahkan untuk memperhatikan hal - hal berikut:
1. Alat pewadahan yang disarankan untuk digunakan adalah tipe tidak tertanam (dapat
diangkat) untuk memudahkan operasi pengumpulan.
2. Jenis wadah yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan pengadaannya.
3. Ukuran wadah minimal dapat mewadai timbulnya sampah selama 2 hari pada tiap tempat
timbulan sampah ( untuk pemukiman 40 liter, sedangkan untuk komunal 100 liter - 1 m3). 4.
Wadah mampu mengisolasi sampah dari lingkungan (memiliki tutup). 5. Peruntukan wadah
individual : toko, kantor, hotel, pemukiman high incame , home industri. 6. Peruntukan
wadah komunal : pedagang kaki lima, rumah susun, pemukiman low income.
3. Jenis Peralatan Dan Sumber Sampah
Jenis peralatan berdasarkan sumber sampah dipaparkan dalam Tabel 2.8.2 berikut ini:
- Tempat umum , Jalan, dan taman - Bln Plastik/ Tong volume 50-60 Lt, yang
dipasang secara permanen
- Bln plastik, volume 120-340 dengan roda
Secara umum, setiap rumah harus dapat dilayani air bersih yang memenuhi persyaratan untuk
keperluan rumah tangga. Untuk itu, lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan air limbah
sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah
berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan air bersih lingkungan perumahan
di perkotaan.
b) SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.
Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air bersih yang harus disediakan pada lingkungan
perumahan di perkotaan adalah:
d) hidran kebakaran
1) lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari perusahaan air minum atau
sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem penyediaan air bersih
lingkungan, maka tiap rumah berhak mendapat sambungan rumah atau sambungan halaman.
1) harus tersedia jaringan kota atau lingkungan sampai dengan sambungan rumah;
2) pipa yang ditanam dalam tanah menggunakan pipa PVC, GIP atau fiber glass; dan
4) ukuran dan konstruksi kran umum sesuai dengan SNI 03-2399-1991 tentang Tata Cara
Perencanaan Bangunan MCK Umum.
4) apabila tidak dimungkinkan membuat kran diharuskan membuat sumur-sumur kebakaran; dan
5) perencanaan hidran kebakaran mengacu pada SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan
Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.