Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan infrastruktur termasuk kedalam pembangunan fisik dan sudah sejak lama
diketahui, bahwa keberadaan infrastruktur yang baik mempunyai peran yang penting dalam
menunjang pemenuhan hak dasar masyarakat seperti pangan, sandang, papan, pendidikan,
lingkungan dan kesehatan. Dapat dikatakan infrastruktur merupakan modal yang snagat dibutuhkan
masyarakat dalam mendukung kegiatan di berbagai bidang.

Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau
juga utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih merupakan beberapa infrastruktur
yang sangat penting, adanya beberaa fasilitas tersebut di suatu wilayah beserta dengan kuantitas
dan kualitas yang memadai menunjukkan perkembangan dari wilayah tersebut.

Beberapa fasilitas dan utilitas yang ada sangat diperhitungkan kelengkapannya karena kemajuan
dan kesejateraan suatu kota ditunjukan dari fasiltas serta utilitas yang ada dimana hal tersebut
sudah cukup memadai atau bahkan masih perlu di tingkatkan atau ditambah lagi.

Evaluasi dilakukan di beberapa kelurahan di Kecamatan Tegalsari yaitu Kelurahan Keputran,


Tegalsari, Dr. Sutomo, dan Kedungdoro. Untuk mengevaluasi masalah beberapa fasilitas dan utilitas
yang ada di wilayah tersebut dan melakukan analisa potensi, masalah serta proyeksi kebutuhannya
di masa yang akan datang. Tahap yang dilakukan adalah dengan mengadakan survey di wilayah studi
baik survey primer maupun survey sekunder.

1.2 TUJUAN PENULISAN Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mampu mengidentifikasi serta membandingkan sekaligus merumuskan kelengkapan


beberapa fasilitas dan utilitas terkait Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan
Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan
dan air bersih yang ada di Kelurahan Keputran, Kelurahan Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo,
dan Kelurahan Kedungdoro Kecamatan Tegalsari.
2. Mampu merumuskan distribusi pelayanan fasilitas dan utilitas yag ada.
3. Mampu mengidentifikasi dan merumuskan kualitas dan kuantitas dari fasilitas dan utilitas
terkait Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang
Terbuka Hijau juga utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih yang ada
4. Mampu menganalisis dan membandingkan potensi dan permasalahan terhadap penyediaan
Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka
Hijau juga utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih yang ada di
Kelurahan Keputran, Kelurahan Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan
Kedungdoro Kecamatan Tegalsari.
5. Mampu memproyeksikan kebutuhan fasilitas dan utilitas selama 5 tahun kedepan.
1.3 MANFAAT Diharapkan beberapa manfaat dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Menambah informasi mengenai ketersediaan beberapa fasilitas dan utilitas terkait Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga
utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih yang ada di Kelurahan
Keputran, Kelurahan Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan Kedungdoro
Kecamatan Tegalsari.
2. Menambah informasi mengenai potensi dan permasalahan dalam penyediaan Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga
utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih yang ada di Kelurahan
Keputran, Kelurahan Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan Kedungdoro
Kecamatan Tegalsari.
3. Memberikan rekomendasi bagi pemerintah Kelurahan Keputran, Kelurahan Tegalsari,
Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan Kedungdoro mengenai kondisi terkait Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga
utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Adapun penyusunan makalah ini akan dibahas sesuai dengan
sistematika pembahasan yang disajikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat penulisan, serta sistematika
pelaporan dalam mengevaluasi penyediaan Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan
Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air
bersih yang ada di Kelurahan Keputran, Kelurahan Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan
Kedungdoro.

BAB II REVIEW PERATURAN, KEBIJAKAN DAN STANDARD Bab ini menguraikan tentang peraturan,
kebijakan, atau standard yang berkaitan dengan fasilitas dan utilitas yang dibahas pada makalah.

BAB III PEMBAHASAN Bab ini mendeskripsikan serta membandingkan kondisi penyediaan Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka Hijau juga utilitas
listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih yang ada di Kelurahan Keputran, Kelurahan
Tegalsari, Kelurahan Dr. Sutomo, dan Kelurahan Kedungdoro. Deskripsi meliputi kelengkapan
fasilitas yang telah tersedia, distribusi pelayanan, kualitas, potensi dan permasalahan, serta proyeksi
kebutuhan Fasilitas Pendidikan, Kesehatan, Perdagangan Jasa dan Kebudayaan serta Ruang Terbuka
Hijau juga utilitas listrik, telepon,drainase, persampahan dan air bersih 5 tahun kedepan.

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari
pembahasan. Bab ini juga berisi rekomendasi bagi pemerintah sebagai evaluasi untuk meningkatkan
kualitas pelayanan infrastruktur kota.
BAB II

REVIEW KEBIJAKAN

2.1 REVIEW KEBIJAKAN FASILITAS PENDIDIKAN

2.1.1 Review UU No. 20 Tahun 2003

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003,menjelaskan ketentuan umum


dari system pendidikan,yaitu Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dengan adanya pengertian seperti diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang ada saat ini
tidak bisa begitu saja berkembang,tetapi butuh fasilitas,sarana dan prasarana yang mendukung hal
tersebut.

Untuk itu pemerintah mengusahakannya melalui sistem pengajaran nasional. Seperti yang
tercantum dalam pasal 31 ayat 1 dan 2, yaitu: (1) Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan Undang-undang.

2.1.2 Standar dalam Penyediaan Fasilitas Pendidikan

Dalam merencanakan fasilitas atau sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan yang akan
dicapai atau dituju.beberapa hal yang perlu diketahui seiring dengan cara pengoptimalan kualitas
dari pendidikan itu sendiri.ada bebrapa cara yang harus diperhatikan,antara lain:

1) Pemakaian sarana dan prasarana pendukung

2) Optimasi daya tampung pada fasilitas tersebut

3) Efisiensi dan kualitas dari darana pendidikan tersebut

4) Keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan berbagai jenis sarana
lingkungan lainnya

5) Banyaknya jumlah anak yang akan dapat tertampung dengan penggunaan sarana tersebut
Untuk mengetahui jangkauan area pelayanan fasilitas pendidikan yang terkait dengan kebutuhan
dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani suatu kawasan dapat dilihat pada tabel:

Tabel 2.1.1 Kebutuhan dasar sarana pendidikan

No JENIS PENDUDUK USIA SEKOLAH JANGKAUAN


1. Sekolah Dasar (SD) Kapasitas 1 unit = Penduduk usia 7-12 Tahun (% penduduk 1.000 m
240 murid (6 tingkat x 1 kelas x 40 desa x (3/5 penduduk 5-9 tahun + 3/5
murid) penduduk 10-14 tahun))
2 Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Penduduk usia 13-15 tahun (% 1.000 m
(SLTP) Kapasitas 1 unit = 480 murid penduduk desa x (2/5 penduduk 10-14
(3 tingkat x 4 kelas x 40 murid) tahun + 1/5 penduduk 15-19 tahun))

3 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Penduduk usia 16-18 tahun (% 3.000 m
Kapasitas 1 unit = 480 murid (3 penduduk desa x 3/5 penduduk 15-19
tingkat x 4 kelas x 40 murid) tahun
)

Sumber: Hasil Pengolahan Standar Fasilitas Departemen PU (1987)

Selain memperhatikan radius jangkauan pelayanan sarana yang terkait, penyediaan suatu sarana
juga harus memenuhi standar kualitas penyediaan yang ada guna kenyamanan dan kelancaran
kegiatan dan aktifitas di dalam memanfaatkan sarana prasarana tersebut. Berikut pada tabel 3
diketahui tentang standar pelayanan minimal fasilitas pendidikan untuk mengevaluasi kualitas dari
sarana prasarana yang harus dipenuhi oleh suatu kawasan.

Tabel 2.1.2 Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Fasilitas Pendidikan

STANDAR PELAYANAN
INDIKATOR KUANTITAS KUALITAS
CAKUPAN TINGKAT PELAYANAN

- Jumlah anak usia - Satuan wilayah kota sekolah yang - Bersih - Mudah
sekolah yang sedang/kecil tertampung - Sebaran dicapai
tertampung - Satuan wilayah kota fasilitas pendidikan - Tidak bising
- Sebaran fasilitas besar/metr o - Satuan wilayah kota - Jauh dari sumber
pendidikan sedang/kec il - Satuan penyakit, sumber
wilayah kota bau/sampah, dan
besar/metr o pencemaran lainnya
- Minimal tersedia:
1 unit TK
untuk setiap
1.000
penduduk
1 unit SD
untuk setiap
6.000
penduduk

1 unit SLTP
untuk 25.000
penduduk
1 unit SMU
untuk 30.000
penduduk -
Minimal sama
dengan kota
sedang/kecil,
juga tersedia 1
unit
perguruan
tinggi untuk
setiap 70.000
penduduk
Sumber: Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Fasilitas Pendidikan

Selain Hasil Pengolahan Standar Fasilitas dari Departemen PU (1987) dan Pedoman Penentuan
Standar Pelayanan Minimal(SPM),hal yang perlu diperhatikan adalah Kebutuhan akan ruang belajar
yang sesuai dengan standar yang ada da yang sudah dicanangkan oleh peraturan dari
pemerintah,seperti tabel berikut:

Tabel 2.1.3 Penghitungan Kebutuhan Ruang Belajar

KEBUTUHAN RUANG BELAJAR


RUMUS 1 Tingkat RUMUS 1 Tingkat RUMUS 1 Tingkat RUMUS 1 Tingkat
Prabelajar Prabelajar Prabelajar Prabelajar
S = (UP5 Us) x a% E S = (UP5 Us) x a% E S = (UP5 Us) x a% E S = (UP5 Us) x a% E
Ket: S : Kebutuhan Ket: S : Kebutuhan Ket: S : Kebutuhan Ket: S : Kebutuhan
jumlah ruang belajar jumlah ruang belajar jumlah ruang belajar jumlah ruang belajar
tingkat pra sekolah tingkat pra sekolah tingkat pra sekolah tingkat pra sekolah
UP5 : Hasil proyeksi UP5 : Hasil proyeksi UP5 : Hasil proyeksi UP5 : Hasil proyeksi
anak usia pra sekolah anak usia pra sekolah anak usia pra sekolah anak usia pra sekolah
selama 5 tahun Us : selama 5 tahun Us : selama 5 tahun Us : selama 5 tahun Us :
Jumlah anak usia pra Jumlah anak usia pra Jumlah anak usia pra Jumlah anak usia pra
sekolah yang sudah sekolah yang sudah sekolah yang sudah sekolah yang sudah
tertampung a% : Anak tertampung a% : Anak tertampung a% : Anak tertampung a% : Anak
usia pra sekolah yang usia pra sekolah yang usia pra sekolah yang usia pra sekolah yang
ingin masuk ingin masuk ingin masuk ingin masuk
pendidikan pra pendidikan pra pendidikan pra pendidikan pra
sekolah E : Daya sekolah E : Daya sekolah E : Daya sekolah E : Daya
tampung paling efektif tampung paling efektif tampung paling efektif tampung paling efektif
dan efisien dan efisien dan efisien dan efisien
berdasarkan kondisi berdasarkan kondisi berdasarkan kondisi berdasarkan kondisi
lingkungan 35-40 lingkungan 35-40 lingkungan 35-40 lingkungan 35-40
siswa siswa siswa siswa

Sumber: SNI 03-1733-1989 tentang Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota
2.2 REVIEW KEBIJAKAN FASILITAS KESEHATAN

2.2.1 Gambaran Umum

Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kesehatan kepada masyarakat,


memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini
adalah didasarkan jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut. Dasar penyediaan ini juga
akan mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang
ada. Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk
sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang
harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

2.2.2 Jenis sarana Beberapa jenis sarana yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

1) posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia balita;

2) balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang
kesehatan dengan titik berat terletak pada penyembuhan (currative) tanpa perawatan, berobat dan
pada waktu-waktu tertentu juga untuk vaksinasi;

3) balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA) / Klinik Bersalin), yang berfungsi melayani ibu baik
sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani anak usia sampai dengan 6 tahun;

4) puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk dalam penyembuhan penyakit, selain
melaksanakan program pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit di wilayah kerjanya;

5) puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit pelayanan kesehatan
sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan terbatas dan membantu pelaksanaan kegiatan
puskesmas dalam lingkup wilayah yang lebih kecil;

6) tempat praktek dokter, merupakan salah satu sarana yang memberikan pelayanan kesehatan
secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha penyembuhan tanpa perawatan; dan

7) apotek, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan, baik untuk
penyembuhan maupun pencegahan.
Tabel 2.2.1 kebutuhan sarana kesehatan

No Jenis Jumlah Kebutuhan Per Kriteria


Sarana Penduduk Satuan Sarana
Pendukun Luas Luas Standar Radius Lokasi dan Keterangan
g Lantai Lahan (m2/jiwa pencapaian Penyelesaian
(Jiwa) Min Min )
2
(m ) (m2)
1. Posyand 1.250 36 60 0,048 500 Di tengah Dapt
u Kelompok bergabung
Tetangga dengan balai
Tidak warga atau
menyebaran sarana
g hunian/
jalan rumah
2. Balai 2.500 150 300 0,12 1.000 m2 Dapat Dapat
Pengobat Dijangkau bergabung
an Warga Dengan Dalam lokasi
Kendaraan Balai warga
umum
3. BKIA/Klin 30.000 1.500 3.000 0,1 4.000 m2
ik
bersalin
4. Puskesm 30.000 150 300 0,006 1.500 m2 Dapat
as bergabung
Pembant dalam lokasi
u kantor
Dan Balai kelurahan
Pengobat
an
Lingkung
an
5. Puskesm 120.000 420 1.000 0,008 3.000 m2 Dapa
as dan bergabung
Balai dalam lokasi
Pengobat kantor
ana kecamatan
6. Tempat 5.000 18 0,009 1.500 m2 Dapat
Praktek bersatu
Dokter dengan
7. Apotek/ 5.000 120 250 0,025 1.500 m2 rumah
Rumah tinggal/temp
Obat at
usaha/apote
k
CATATAN : Acuan diambil dari SNI-03-1733-1989. Tata cara perencanaan perumahan kota
Tabel 2.2.2 Review Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001

No. STANDAR PELAYANAN

BIDANG INDIKATOR KUALITAS


PELAYANAN KUALITAS
CAKUPAN TINGKAT
PELAYANAN

1 2 3 3 4 5

3 Sarana Sebaran Satuan Minimal Lokasi


Pelayanan Fasilitas wilayah tersedia : di pusat
Kesehatan pelayanan kabupaten - 1 uni Bali lingkuna
kesehatan/ja kota. pengobatan gn
ngkauan / 3.000 jiwa kecamat
pelayanan. an
Tingkat - 1 unit BKIA/ Bersih,
harapan RS Bersalin mudah
hidup. /10.000- dicapai,
30.000 jiwa tenang,
- 1 unit Rumah jauh
Sakit/ 240.00 dari
jiwa sumber
- Usia rata-rata penyaki
penduduk 65- t,
75 thn sumber
bau/
Sampah
,
Dan
pencem
a-ran
lainnya.
CATATAN : Sumber Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001
2.3 Review SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Fasilitas Perdagangan Jasa

2.3.1 Sarana Perdagangan dan Jasa

Kebutuhan ruang dan lahan untuk sarana ini akan berkaitan juga dengan daya dukung lingkungan
dan jalan yang ada di sekitar bangunan sarana tersebut. Besaran kebutuhan ruang dan lahan
menurut penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah:

a) Warung / toko Luas lantai yang dibutuhkan 50 m2 termasuk gudang kecil. Apabila merupakan
bangunan tersendiri (tidak bersatu dengan rumah tinggal), luas tanah yang dibutuhkan adalah 100
m2.

b) Pertokoan (skala pelayanan untuk 6.000 penduduk) Luas lantai yang dibutuhkan 1.200 m2.
Sedangkan luas tanah yang dibutuhkan 3.000 m2.

Bangunan pertokoan ini harus dilengkapi dengan:

1) tempat parkir kendaraan umum yang dapat dipakai bersama kegiatan lain pada pusat lingkungan
2) sarana-sarana lain yang erat kaitannya dengan kegiatan warga;

3) pos keamanan. c) Pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan
30.000 penduduk).

Luas tanah yang dibutuhkan: 10.000 m2.

Bangunan pusat pertokoan / pasar lingkungan ini harus dilengkapi dengan:

1) tempat parkir umum, sudah termasuk kebutuhan luas tanah;

2) terminal kecil atau pangkalan untuk pemberhentian kendaraan;

3) pos keamanan;

4) sistem pemadam kebakaran;

5) musholla/tempat ibadah.

d) Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kelurahan 120.000 penduduk) Luas tanah
yang dibutuhkan adalah 36.000 m2.

Bangunan pusat perbelanjaan harus dilengkapi:

1) tempat parkir umum, sudah termasuk kebutuhan luas tanah;

2) terminal atau pangkalan untuk pemberhentian kendaraan;

3) pos keamanan;

4) sistem pemadam kebakaran;

5) musholla/tempat ibadah.
Tabel 2.3.1 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

No. Jenis Sarana Jumlah Keburuhan Per Satuan Kriteria


Penduduk sarana Standara
Pendukung Luas Luas (m2/Jiwa) Radius Lokasi
(Jiwa) Lantai Lahan Pencapaian Dan
Min Min Penyelesaian
2
(m ) (m2)
1. Di tengah
50 100 ( bila kelompok
Toko/Warung 250 (Termasuk berdiri 0,4 300 m tetangga.
gudang) sendiri) Dapat
merupakan
bagian dari
sarana lain
2. Di pusat
kegiatan sub
Pertokoan 6.000 1.200 3.000 3.000 200 m lingkungan.
KDB 40% Dapat
berbentuk P&D
3. Pusat Dapat
Pertokoan + dijangkau
Pasar 30.000 13.500 10.000 0,33 dengan
Lingkungan kendaraan
umum

4. Pusat Terletak di
Perbelanjaan jalan utama.
dan Niaga Termasuk
(toko + pasar 120.000 36.000 36.000 0,3 sarana parkir
+ bank + sesuai
kantor ) ketentuan
setempat
Sumber: SNI 03 - 1733 - 1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota

Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah :

a) toko/warung (skala pelayanan unit RT 250 penduduk), yang menjual barang- barang kebutuhan
sehari-hari;

b) pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari
yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel, fotocopy, dan sebagainya;

c) pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan 30.000 penduduk),
yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan, buah-buahan, beras, tepung,
bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alat alat pendidikan, alat-alat rumah
tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan sebagainya;

d) pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan 120.000 penduduk),yang selain
menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa
perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta
kegiatan niaga lainnya seperti kantor-kantor,bank, industri kecil dan lain-lain.
2.4 Review SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota Kebudayaan,
Rekreasi dan RTH

2.4.1 Gambaran umum

Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan bangunan yang dipergunakan untuk mewadahi
berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi, seperti gedung pertemuan, gedung serba guna,
bioskop, gedung kesenian, dan lain-lain. Bangunan dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan
sarana pemerintahan dan pelayanan umum, sehingga penggunaan dan pengelolaan bangunan ini
dapat berintegrasi menurut kepentingannya pada waktu-waktu yang berbeda.

2.4.2 Jenis sarana

Penetapan jenis/macam sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu daerah sangat tergantung pada
kondisi setempat area tersebut, yaitu menyangkut faktor-faktor:

a) tata kehidupan penduduknya;

b) struktur sosial penduduknya.

Menurut lingkup pelayanannya, jenis sarana kebudayaan dan rekreasi meliputi:

a) balai warga/balai pertemuan (skala pelayanan unit RW 2.500 penduduk);

b) balai serbaguna (skala pelayanan unit Kelurahan 30.000 penduduk);

c) gedung pertemuan/gedung serbaguna (skala pelayanan unit kecamatan 120.000 penduduk);

d) bioskop (skala pelayanan unit kecamatan 120.000 penduduk).

2.4.3 Kebutuhan ruang dan lahan

a) balai warga/balai pertemuan Luas lantai yang dibutuhkan : 150 m2

Luas lahan yang dibutuhkan : 300 m2

b) balai serbaguna Luas lantai yang dibutuhkan : 500 m2

Luas lahan yang dibutuhkan :1.000 m2

c) gedung pertemuan / gedung serbaguna Luas lantai yang dibutuhkan : 1.500 m2

Luas lahan yang dibutuhkan : 2.500 m2

d) bioskop Luas lantai yang dibutuhkan : 1.000 m2

Luas lahan yang dibutuhkan : 2.000 m2 (dapat menjadi bagian dari pusat perbelanjaan dan niaga)
Tabel 2.4.1 Kebutuhan sarana kebudayaan dan rekreasi

N Jenis Jumlah Kebutuhan Per Kriteria


o. Sarana Penduduk Satuan Sarana
Pendukun Luas Luas Radius Lokasi dan
g Lantai Lahan Standard Pencapaian Penyelesaian
(Jiwa) Min. Min. (m2/jiwa)
2
(m ) (m2)

1. Balai 2.500 150 300 0,12 100 m Di tengah


Warga/Ba kelompok
lai tetangga.
Pertemua Dapat
n merupakan
bagian dari
bangunan
sarana lain
2. Balai 30.000 250 500 0,017 100 m Di pusat
Serbagun lingkungan
a/ Balai
Karang
Taruna
3. Gedung 120.000 1.500 3.000 0,25 100 m Dapat
Serbagun dijangkau
a dengan
kendaraan
umum
4. Gedung 120.000 1.000 2.000 0,017 100 m Terletak di
Bioskop jalan utama.
Dapat
merupakan
bagian dari
pusat
perbelanjaan

CATATAN Acuan diambil dari SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota.
2.4.2 Fasilitas RTH

Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang mempunyai arti sebagai suatu
lansekap, hardscape , taman atau ruang rekreasi dalam lingkup urban. Peran dan fungsi Ruang
Terbuka Hijau (RTH) ditetapkan dalam Instruksi Mendagri no. 4 tahun 1988, yang menyatakan
"Ruang terbuka hijau yang populasinya didominasi oleh penghijauan baik secara alamiah atau
budidaya tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya adalah sebagai areal berlangsungnya fungsi
ekologis dan penyangga kehidupan wilayah perkotaan. Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan
bangunan yang dipergunakan untuk mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi,
seperti gedung pertemuan, gedung serbaguna, bioskop, gedung kesenian, dan lain-lain. Bangunan
dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan sarana pemerintahan dan pelayanan umum, sehingga
penggunaan dan pengelolaan bangunan ini dapat berintegrasi menurut kepentingannya pada waktu-
waktu yang berbeda.

Tabel 2.4.2 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

No. Jenis Sarana Jumlah Kebutuhan Standard Kriteria


Penduduk Luas Lahan (m2/jiwa) Radius Lokasi dan
Pendukung Min. (m2) Pencapaian Peyelesaian
(Jiwa) (m)
1. Taman/ Tempat 250 250 1 100 m Di tengah
Main kelompok
tetangga.

2. Taman/ Tempat 2.500 1.250 0,5 1.000 m Di pusat


Main kegiatan
lingkungan.

3. Taman Lapangan 30.000 9.000 0,3 Sedapat


dan Olahraga mungkin
berkelompk
dengan sarana
pendidikan

4. Taman Lapangan 120.000 24.000 0,2 Terletak di jalan


dan Olahraga utama. Sedapat
mungkin
berkelompok
dengan sarana
pendidikan.

5. Jalur Hijau - - 15 m Terletak


Menyebar

6. Kuburan/ 120.000 Mempertimbang


Pemakaman kan radius
Umum pencapaian dan
area yang
dilayani

Sumber: SNI 03 - 1733 - 1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota
2.5 Review utilitas listrik

2.5.1 Deskripsi umum

Lingkungan perumahan harus dilengkapi perencanaan penyediaan jaringan listrik sesuai ketentuan
dan persyaratan teknis yang mengacu pada:

a) SNI 04-6267.601-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 601: Pembangkitan, Penyaluran dan
Pendistribusian Tenaga Listrik Umum);

b) SNI 04-8287.602-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 602: Pembangkitan); dan

c) SNI 04-8287.603-2002 tentang Istilah kelistrikan (Bab 603: Pembangkitan, Penyaluran dan
Pendistribusian Tenaga Listrik Perencanaan dan Manajemen Sistem Tenaga Listrik);

Pemasangan seluruh instalasi di dalam lingkungan perumahan ataupun dalam bangunan hunian juga
harus direncanakan secara terintegrasi dengan berdasarkan peraturan- peraturan dan persyaratan
tambahan yang berlaku, seperti:

a) Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL);

b) peraturan yang berlaku di PLN wilayah setempat; dan

c) peraturan-peraturan lain yang masih juga dipakai seperti antara lain AVE.

2.5.2 Jenis elemen perencanaan

Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan listrik yang harus disediakan pada lingkungan
perumahan di perkotaan adalah:

a) kebutuhan daya listrik; dan

b) jaringan listrik.

2.5.3 Persyaratan, kriteria dan kebutuhan

Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:

a) Penyediaan kebutuhan daya listrik

1) setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari sumber lain; dan
2) setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450 VA per jiwa dan untuk
sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga.

b) Penyediaan jaringan listrik

1) disediakan jaringan listrik lingkungan dengan mengikuti hirarki pelayanan, dimana besar
pasokannya telah diprediksikan berdasarkan jumlah unit hunian yang mengisi blok siap bangun;

2) disediakan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada area damija (daerah milik
jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar (lihat Gambar 1
mengenai bagian-bagian pada jalan);

3) disediakan gardu listrik untuk setiap 200 KVA daya listrik yang ditempatkan pada lahan yang bebas
dari kegiatan umum;

4) adapun penerangan jalan dengan memiliki kuat penerangan 500 lux dengan tinggi > 5 meter dari
muka tanah;
5) sedangkan untuk daerah di bawah tegangan tinggi sebaiknya tidak dimanfaatkan untuk tempat
tinggal atau kegiatan lain yang bersifat permanen karena akan membahayakan keselamatan;

2.6 Review Utilitas Telepon

2.6.1 Deskripsi umum

Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan telepon sesuai ketentuan dan persyaratan teknis
yang diatur dalam peraturan / perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata cara
perencanaan umum jaringan telepon lingkungan perumahan di perkotaan.

2.6.2 Jenis elemen perencanaan

Jenis prasarana dan utilitas jaringan telepon yang harus disediakan pada lingkungan perumahan di
perkotaan adalah:

a) kebutuhan sambungan telepon; dan

b) jaringan telepon.

2.6.3 Persyaratan, kriteria, dan kebutuhan

Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:

a) Penyediaan kebutuhan sambungan telepon

1) tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan telepon umum sejumlah 0,13
sambungan telepon rumah per jiwa atau dengan menggunakan asumsi berdasarkan tipe rumah
sebagai berikut: - R-1, rumah tangga berpenghasilan tinggi : 2-3 sambungan/rumah - R-2, rumah
tangga berpenghasilan menengah : 1-2 sambungan/rumah - R-3, rumah tangga berpenghasilan
rendah : 0-1 sambungan/rumah

2) dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap 250 jiwa penduduk
(unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan lingkungan RT tersebut;

3) ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak radius bagi pejalan kaki
yaitu 200 - 400 m;

4) penempatan pesawat telepon umum diutamakan di area-area publik seperti ruang terbuka
umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan dengan bangunan sarana lingkungan; dan

5) penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca (hujan dan panas matahari) yang
dapat diintegrasikan dengan kebutuhan kenyamanan pemakai telepon umum tersebut.

b) Penyediaan jaringan telepon

1) tiap lingkungan rumah perlu dilayani jaringan telepon lingkungan dan jaringan telepon ke hunian;

2) jaringan telepon ini dapat diintegrasikan dengan jaringan pergerakan (jaringan jalan) dan jaringan
prasarana / utilitas lain;

3) tiang listrik yang ditempatkan pada area Damija (daerah milik jalan, lihat Gambar 1 mengenai
bagian-bagian pada jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di
trotoar; dan
4) stasiun telepon otomat (STO) untuk setiap 3.000 10.000 sambungan dengan radius pelayanan 3
5 km dihitung dari copper center, yang berfungsi sebagai pusat pengendali jaringan dan tempat
pengaduan pelanggan.

Adapun data dan informasi yang diperlukan untuk merencanakan penyediaan sambungan telepon
rumah tangga adalah:

a) rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota dan perkembangan lokasi yang direncanakan, berkaitan
dengan kebutuhan sambungan telepon;

b) tingkat pendapatan keluarga dan kegiatan rumah tangga untuk mengasumsikan kebutuhan
sambungan telepon pada kawasan yang direncanakan;

c) jarak terjauh rumah yang direncanakan terhadap Stasiun Telepon Otomat (STO), berkaitan dengan
kebutuhan STO pada kawasan yang direncanakan;

d) kapasitas terpasang STO yang ada; dan

e) teknologi jaringan telepon yang diterapkan, berkaitan radius pelayanan.

2.7 Review Utilitas Drainase

2.7.1 Deskripsi umum

Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan drainase sesuai ketentuan dan persyaratan teknis
yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata cara
perencanaan umum jaringan drainase lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satu ketentuan
yang berlaku adalah SNI 02-2406-1991 tentang Tata cara perencanaan umum drainase perkotaan.

2.7.2 Jenis prasarana dan utilitas

Jaringan drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima
air dan atau ke bangunan resapan buatan, yang harus disediakan pada lingkungan perumahan di
perkotaan. Bagian dari jaringan drainase adalah:

Tabel 2.7.1 Bagian jaringan drainase

Sarrana Prasarana

Badan penerima air Sumber air di permukaan tanah (laut, sungai, danau)
Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akifer)

Bagunanan pelengkap Gorong-gorong


Pertemuan saluran
Bangunan Terjunan
Jembatan
Street inlet
Pompa
Pintu air
2.8 REVIEW KEBIJAKAN UTILITAS PERSAMPAHAN

2.8.1 Review UU Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah

Menurut UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, jumlah penduduk Indonesia yang
besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di
samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah
yang semakin beragam, antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/ atau sulit diurai oleh
proses alam.

Sampah selama ini masih dianggap oleh sebagian besar masyarakat adalah sampah sebagai barang
sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Dalam mengelola
sampah masyarakat masih menganut pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu dengan cara
mengmpulkan sampah, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal,
penumpukan sampah dengan volume yang besar berpotensi melepas gas metana (CH4) yang dapat
meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global di
bumi. Sedangkn untuk menguraikan tumpukan sampah tersebut dibutuhkan waktu yang lama dan
juga memerlukan biaya yang besar.

Cara pandang masyarakat dalam mengelolah sampah dengan pendekatan akhir saatnya utuk
dirubah dan diganti dengan cara pengelolahan sampah yang baru. Seperti, memandang sampah
sebagai sumberdaya yang bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi yang juga dapat membantu
kehidupan masyarakat. Seperti, bahan dasar dari pembuatan pupuk kompos, dan bahan baku
industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak
sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase
produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media
lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan
kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan
pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah
meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif,


pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah dan
pemerintahan di daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam
bentuk undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam Undang-Undang No. 18
Tahun 2008 ini didasarkan pada asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas
keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai
ekonomi.

Yang dimaksud dengan asas tanggung jawab adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat terhadap
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan asas berkelanjutan menyatakan
bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan menggunakan metode dan teknik yang ramah
lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan
lingkungan, baik pada generasi masa kini maupun pada generasi yang akan datang. Asas manfaat
adalah bahwa pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan yang menganggap sampah
sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.Yang
dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan
pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan dunia usaha untuk
berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah. Yang dimaksud dengan asas kesadaran adalah
bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong setiap orang
agar memiliki sikap, kepedulian, dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang
dihasilkannya. Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah bahwa pengelolaan sampah
diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Yang dimaksud dengan asas
keselamatan adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin keselamatan manusia. Yang
dimaksud dengan asas keamanan adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin dan
melindungi masyarakat dari berbagai dampak negatif. Yang dimaksud dengan asas nilai ekonomi
adalah bahwa sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat
dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah.

Dalam ketentuan umum yang terdapat pada BAB I, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Sampah yang dikelola terdiri atas:

a. sampah rumah tangga; berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja
dan sampah spesifik

b. sampah sejenis sampah rumah tangga; berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya

c. sampah spesifik, meliputi: sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; sampah
yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; sampah yang timbul akibat bencana; puing
bongkaran bangunan; sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau sampah yang
timbul secara tidak periodik.

Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas
manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan
asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pemerintah dan pemerintahan
daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan
lingkungan.

Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah dituliskan dalam Pasal 6 wewenang pemerintah
dalam UU no. 18 tahun 2008 tentang pengurusan sampah, yaitu menumbuhkembangkan dan
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pengembangan tersebut dapat
dilakukan melalui penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah. Di
samping itu pemerintah bertugas memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya
pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah.

Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan FASILITAS dan sarana pengelolaan
sampah, pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah, penerapan teknologi spesifik lokal yang
berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah. Dalam hal ini
tentu saja terjadi koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat
keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Pemerintah dan pemerintahan daerah memiliki tugas yang dituliskan pada Pasal 7 bagian kedua,
wewenang pemerintah dalam UU no. 18 tahun 2008 tentang pengurusan sampah, bahwa wewenang
pemerintah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah adalah sebagai berikut: (1.) Menetapkan
kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah; (2.) Menetapkan norma, standar, prosedur,
dan criteria pengelolaan sampah; (3.) Memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah,
kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah; (4.) Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan,
dan pengawasan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah; dan (5.)menetapkan
kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah.

Penyelenggaraan pengelolaan sampah, antara lain dilakukan dengan penyediaan tempat


penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat penampungan sementara, tempat pengolahan
sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah.

Pengelolaan sampah spesifik menjadi tanggung jawab pemerintah. Pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas:

a. pengurangan sampah; meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah,
dan/atau pemanfaatan kembali sampah

b. penanganan sampah; meliputi pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan
pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu; pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau
dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu
menuju ke tempat pemrosesan akhir; pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi,
dan jumlah sampah; dan/atau pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah. Dalam Pasal 28, peran masyarakat dalam pengelolaan sampah
sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui:

a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;

b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau

c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.

2.8.2. Review Keputusan Menteri Permukiman dan Fasilitas Wilayah No. 534/KPTS/M/2001
tentang Pedoman Standard Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan
Permukiman dan Pekerjaan Umum

Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal di bidang Penataan Ruang, Perumahan Dan
Permukiman dan Pekerjaan Umum diselenggarakan untuk mendukung penyediaan permukiman,
pangan, aksesbilitas dan jaminan peruntukan ruang. Hal ini merupakan kewenangan yang wajib
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten/Kota. Sesuai dengan Keputusan Menteri Permukiman dan
fasilitas Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Pedoman standard pelayanan persampahan dipaparkan
dalam Tabel 2.8 berikut:
Tabel 2.8.1 Standard Kualitas Pelayanan FASILITAS Persampahan

No. Bidang Indikator Standar Pelayanan Keterangan


Pelaya Kualitas
nan Kualitas
Cakupan Tingkat
Pelayanan
1 2 3 4 5 6 7
Persa Tingkat 80 % Prioritas Penang Pembakaran
mpaha penang dari penanga anaa sampah onsite
n anan jumlah nan sampah harus dihindari
generasi Pendud sistem on- site -Kriteria
sampah uk persamp dilakuka Disain/Input
thd Kota/ aha n : - n secara Perencanaa n -
jumlah Perkota 100% saniter Generasi sampah
pendud an untuk individu 2,5.3 lt atau 0,5-0,6
uk dilayani kawasan al kg/org/hari Bin
kota/pe oleh pusat compos sampah 50 lt/200
rkotaan Sistem kota/CB ting, m sidewalk jalan
dan DK/PDK D dan separasi protokol
Kulatias dan sisa pasar sampah
pennag 2096 - 100% u/diamb
ananan dapat jiwa/ka il
ditanga wasa n pemulu
ni permuki ng.
secara man dgn Penang
santer kepadat anan
(on- an> 100 sampah
site jiwa/ha oleh
system rata-rata sistem
) 80% DKlPDK
untuk dilakuka
n secara
terinteg
rasi
(pewad
ahan-
kawasan Pengumulan- atau/ 100 m ditempat
permukiman Gerobak 1 keramaian umum
perkotaan m3/Transfer Gerobak 1 m3/200 KK
100% untuk penanganan Kontalner 1 m3/ 200 KK
penanganan Akhir); Transfer Depo 25- 200
limbah induslri Tempat m2 u/4004000 KK Truk
100% untuk Kapasitas Sampah 6 m3/700 KK
penanganan pewadahan 8m3/1000 kk
limbah tersedia Arm Roll Truck+kont
B3/medicalw Pengumpulan ainer 8m3/1000 KK
aste dan pengang- Compactor truck 8
kutan sampah m3/1200 KK
dilakukan secara Steet Sweeper
reguler. Ritasi Pengangkut an 2-6
Tidak ada rit/hari
penanganan 1TPA 100.000 penduduk,
akhir sampah peraIatan berat: buldozer,
secara open Wheel Loader, Excavetor
dumping CompOstin g : Individual,
Tidak ada Vermi komopos, UDPK ,
pembuangan Daur Ulang diarahkan. u/
sampah secara perkuatan jarigan
liar konsumen, pemulung,
Tingkat lapak dan industri daur
composting dan ulang.
daur ulang Opsi penangana n
sampah minimal medicasl waste incinerator
10% Pengangkut an dan
Penanganan penangana n Akhir Limbah
akhir sampah B3 dilakukan secara
setidaknya terpisah. Lihat lebih lanjut :
dengan SK- SNI-T-12- 1991-03 Ttg
controlled lanfil tastacara Pengelolaa n
Konsep 3R Sampah Permukima n, SK-
sudah SNI 192454- 1991 dan SK
diterapkan di SNI T 13-1990 tentang
industri Tatacara Pengelolaa n
Medical Waste Sampah Perkotaan
ditangani secara
swakel. oleh RS

Sumber : http://birohukum.pu.go.id/Rumah%20Negeri/KepmenPU534-2001.pdf
2.8.3. Review Petunjuk Teknis Bidang Sanitasi Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2009 Tentang
Tahap-tahap Pengelolaan Sampah

Dalam pengelolaannya, sampah melalui proses-proses pewadahan, pengumpulan, dan


pengangkutan. Berikut penjelasan dari tahap-tahap pengelolaan sampah:

A. Pewadahan Sampah

1. Pendahuluan

Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan,
diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Tujuan utama dari pewadahan adalah : - Untuk
menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga mengganggu lingkungan dari kesehatan,
kebersihan dan estetika - Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan
petugas pengumpulan sampah, baik petugas kota maupun dari lingkungan setempat. Dalam operasi
pengumpulan sampah, masalah pewadahan memegang peranan yang amat penting. Oleh sebab itu
tempat sampah adalah menjadi tanggung jawab individu yang menghasilkan sampah (sumber
sampah), sehingga tiap sumber sampah seyogyanya mempunyai wadah/tempat sampah sendiri.
Tempat penyimpanan sampah pada sumber diperlukan untuk menampung sampah yang
dihasilkannya agar tidak tercecer atau berserakan. Volumenya tergantung kepada jumlah sampah
perhari yang dihasilkan oleh tiap sumber sampah dan frekuensi serta pola pengumpulan yang
dilakukan. Untuk sampah komunal perlu diketahui/diperkirakan juga jumlah sumber sampah yang
akan memanfaatkan wadah komunal secara bersama serta jumlah hari kerja instansi pengelola
kebersihan perminggunya. Bila hari kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, kapasita penampungan
komunal tersebut harus mampu menampung sampah yang dihasilkan pada hari minggu.
Perhitungan kapasitasnya adalah jumlah sampah perminggu (7 hari) dibagi 6 (jumlah hari kerja
perminggu).

2. Kriteria Perwadahan Sampah

Pola penampungan bisa berbentuk : - Individual, setiap rumah/toko dan bangunan lainnya memiliki
wadah sendiri, cocok untuk daerah pemukiman kelas menengah dan tinggi, pertokoan, perkantoran
dan bangunan besar lainnya. - Komunal, tersedia 1 wadah yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa
rumah/bangunan cocok untuk daerah pemukiman kumuh dengan tingkat ekonomi rendah, rumah
susun, pemukiman padat sekali (yang menyulitkan proses operasi pengumpulan). Sarana pewadahan
diarahkan untuk memperhatikan hal - hal berikut:

1. Alat pewadahan yang disarankan untuk digunakan adalah tipe tidak tertanam (dapat
diangkat) untuk memudahkan operasi pengumpulan.
2. Jenis wadah yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan pengadaannya.
3. Ukuran wadah minimal dapat mewadai timbulnya sampah selama 2 hari pada tiap tempat
timbulan sampah ( untuk pemukiman 40 liter, sedangkan untuk komunal 100 liter - 1 m3). 4.
Wadah mampu mengisolasi sampah dari lingkungan (memiliki tutup). 5. Peruntukan wadah
individual : toko, kantor, hotel, pemukiman high incame , home industri. 6. Peruntukan
wadah komunal : pedagang kaki lima, rumah susun, pemukiman low income.
3. Jenis Peralatan Dan Sumber Sampah

Jenis peralatan berdasarkan sumber sampah dipaparkan dalam Tabel 2.8.2 berikut ini:

Tabel 2.8.2 Jenis Peralatan Menurut Sumber Sampah

Sumber Sampah Jenis Peralatan

- Daerah perumahan yang sudah - Kantong plastik/kertas volume sesuai


teratur yang ada
- Bln plastik/tong volume 40-60 Lt dengan
tertutup

- Pasar - Bln/Tong sampah, volume 50-60 Lt yang


dipasang secara permanen

- Bln/Plastik, volume 120-240 It ada


tutupannya dan memakai roda

- Gerobak sampah, volume 1 m3

- Container dari Arm roll kapasitas 6-10 m3

- Bak sampah isi variabel

- Pertokoaan - Kntong plastik, volume bervariasi


- Bln plastik/tong, volume 50-60
- Bln Plastik, volume 120-240 Lt dengan
roda

- Perkantoran/Hotel - Container volume 1 m3 beroda

- Container besar volume 6-10 m3

- Tempat umum , Jalan, dan taman - Bln Plastik/ Tong volume 50-60 Lt, yang
dipasang secara permanen
- Bln plastik, volume 120-340 dengan roda

Sumber : Daftar Referensi Bidang Sanitasi Departemen Pekerjaan Umum


4. Perhitungan Kapasitas dan Jumlah Pewadahan Sampah Penetapan kapasitas
(ukuran/volume) pewadahan sampah biasanya ditentukan berdasarkan: - Jumlah penghuni
dalam suatu rumah - Tingkat hidup masyarakat - Frekuensi pengambilan/pengumpulan
sampah - Cara pengumpulan (manual atau mekanis) - Sistem pelayanan, individual atau
komunal

2.9 Review Utilitas Jaringan Air bersih

2.9.1 Gambaran umum

Secara umum, setiap rumah harus dapat dilayani air bersih yang memenuhi persyaratan untuk
keperluan rumah tangga. Untuk itu, lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan air limbah
sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah
berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan air bersih lingkungan perumahan
di perkotaan.

Beberapa ketentuan yang terkait adalah:

a) SNI 03-2399-1991 tentang Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum.

b) SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.

2.9.2 Jenis elemen perencanaan

Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air bersih yang harus disediakan pada lingkungan
perumahan di perkotaan adalah:

a) kebutuhan air bersih;

b) jaringan air bersih;

c) kran umum; dan

d) hidran kebakaran

2.9.3 Persyaratan, kriteria dan kebutuhan

Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:

a) Penyediaan kebutuhan air bersih

1) lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari perusahaan air minum atau
sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan

2) apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem penyediaan air bersih
lingkungan, maka tiap rumah berhak mendapat sambungan rumah atau sambungan halaman.

b) Penyediaan jaringan air bersih

1) harus tersedia jaringan kota atau lingkungan sampai dengan sambungan rumah;

2) pipa yang ditanam dalam tanah menggunakan pipa PVC, GIP atau fiber glass; dan

3) pipa yang dipasang di atas tanah tanpa perlindungan menggunakan GIP.


c) Penyediaan kran umum

1) satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa;

2) radius pelayanan maksimum 100 meter;

3) kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari; dan

4) ukuran dan konstruksi kran umum sesuai dengan SNI 03-2399-1991 tentang Tata Cara
Perencanaan Bangunan MCK Umum.

d) Penyediaan hidran kebakaran

1) untuk daerah komersial jarak antara kran kebakaran 100 meter;

2) untuk daerah perumahan jarak antara kran maksimum 200 meter;

3) jarak dengan tepi jalan minimum 3.00 meter;

4) apabila tidak dimungkinkan membuat kran diharuskan membuat sumur-sumur kebakaran; dan

5) perencanaan hidran kebakaran mengacu pada SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan
Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung.

Anda mungkin juga menyukai