Anda di halaman 1dari 37

Outline

Tipe Nyeri
Nyeri akut
Nyeri kronis
Nyeri penjalaran

Mekanisme Resepsi dan Transmisi Nyeri


Teori khusus dan pola
Reseptor nyeri
Jalur saraf perifer
Jalur sentral
Pengaruh sistem saraf simpatis
Peran substansi P

Modulasi dan Kontrol Nyeri


Teori gate control
Sistem opioid endogen

Pengukuran Nyeri
Visual Analog and Numeric Scale
Perbandingan dengan stimulus predefine
Semantic Differential Scale
Pengukuran lain

Dokumentasi Nyeri

Pendekatan Managemen Nyeri


Pendekatan farmakologi
Agen Fisik
Multidisiplin program penanganan nyeri

Studi Kasus Klinis


Studi kasus 3-1: nyeri belakang sentral yang berat
Studi kasus 3-2: kekauan dan kesakitan pada punggung bawah belakang

Review Bab
Nyeri
Nyeri adalah pengalaman yang dirasakan berdasarkan interaksi kompleks
dari proses fisik dan psikologi. Ini diartikan sebagai rasa tidak nyaman dan
pengalaman emosi yang berhubungan dengan fakta atau kerusakan jaringan
potensial atau yang dideskripsikan seperti kerusakan. Nyeri biasanya sebagai
tanda untuk melindungi tubuh dari kerusakan dan pertahanan fungsi esensial. Ini
penting untuk diketahui bahwa nyeri tidak hanya sebagai aktivasi dari reseptor
stimulus noxious, yang di kenal Nociception, tapi juga pengalaman sensori,
penderitaan, dan perubahan perilaku.
Nyeri adalah tanda yang sering muncul pada pasien untuk melihat kondisi
mendis dan gejala predominan yang mengarahkan pasien untuk mendapatkan
rehabilitasi. Banyak pasien dengan gangguan musculoskeletal atau neurological
mengeluh nyeri, dan kebanyakan dari pasien memilih mengontrol atau melegakan
nyeri sebagai terapi utama. Nyeri mungkin mengubah struktur dan fungsi tubuh,
menyebabkan keterbatasan aktivitas baik di rumah, kantor, dan tempat rekreasi.
Gejala nyeri banyak ditemukan oleh ahli rehabilitasi sudah disertai dengan
inflamasi pada struktur musculoskeletal atau neurological yang disebabakan oleh
cedera, trauma, atau penyakit degeneratif. Struktur yang terkena, bisa menjadi
sumber nyeri dan bisa meningkatkan responsif dari reseptor nyeri perifer ke
stimulus nyeri lainnya.
Tujuan dari manajemen nyeri termasuk dalam penanganan pada kondisi
yang menjadi target penyebab nyeri. Memodifikasi persepsi pasien terhadap
ketidaknyamanan, dan memaksimalisasi fungsi yang terbatas karena sumber
nyeri, yang mungkin sumber nyeri tersebut bisa ataupun tidak untuk di
modifikasi. Ketika sumber nyeri bisa di identifikasi dan dimodifikasi, kontrol
nyeri selama perbaikan penting. Mengurangi nyeri membantu pasien dalam
rehabilitasi dan pencapaian tujuan untuk meningkatkan aktifitas dan partisipasi
pasien. Contoh, nyeri yang disebabkan oleh struktur malalignmen seperti postur
yang jelek, ketidakseimbangan panjang otot, atau kondisi keterbatasan seperti
inflamasi setelah cedera akut jaringan lunak. Ketika nyeri disebabkan oleh kondisi
yang tidak bisa dimodifikasi seperti nyeri phantom limb atau rheumatoid arthritis,
kontrol nyeri akan meningkatkan pastisipasi dalam program rehabilitasi dan
meningkatan aktifitas dan partisipasi pasien.

Tipe nyeri
Nyeri bisa dikategorikan berdasarkan durasi atau sumber nyeri, akut,
kronis, atau menjalar. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang kurang dari 6
bulan yang diidentifikasi secara patologi. Nyeri akut dirasakan sebagai respon
aktual atau potensial dari kerusakan jaringan yang terjadi ketika jaringan rusak
atau akibat dari kerusakan sebelumnya. Nyeri kronis muncul diluar waktu
normal jaringan sembuh. Kondisi nyeri kronis biasanya sebagai hasil aktivasi dari
disfungsi neurological atau respon fisiologi yang menyebabkan individu secara
terus menerus merasakan sensasi nyeri bahkan tidak terdapat kerusakan jaringan
atau adanya suatu stimulus. Nyeri menjalar adalah perasaan nyeri di suatu area
dimana terdapat kerusakan jaringan akut atau potensial di daerah lain. Mengetahui
nyeri pada pasien baik akut, kronik, atau menjalar akan membantu klinisi
mendeterminasi mekanisme dan proses yang melibatkan sensasi dan fasilitasi dari
banyak intervensi untuk mengontrol atau melegakan gejala-gejala tersebut.

Nyeri akut
Nyeri akut adalah kombinasi komplek rasa tidak nyaman sensori, persepsi
dan pengalaman emosi yang berhubungan dengan reaksi autonomik, psikologik,
emosi dan perilaku yang terjadi dalam merespon stimulus noxious yang
diprovokasi oleh cedera akut atau penyakit penyerta. Nyeri akut ditinjau secara
biologi dalam arti, kegunaan, dan batas waktu. Nyeri akut dimediasi melalui jalur
konduksi cepat dan ini berhubungan dengan peningkatan tonus otot, detak
jantung, tekanan darah, hantaran kulit, dan manifestasi lain dari peningkatan
aktifitas sistem saraf simpatis. Intesitas dan lokasi nyeri biasanya berhubungan
dengan tingkat inflamasi, kerusakan, atau destruksi jaringan di area yang
dirasakan nyeri. Nyeri akut biasanya terlokalisasi dan bisa dideskripsikan,
meskipun tingkat lokalisasi penyebaran beragam dengan tipe jaringan yang
terlibat. Sensasi nyeri dari kulit dilokalisasi dengan akurasi yang tepat, padahal
nyeri otot biasanya menyebar. Nyeri akut muncul selama stimulisasi noxious ada.
Nyeri akut sebagai fungsi protektif setelah terjadi cedera dengan membatasi
aktivitas untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan mencetuskan terjadinya
proses penyembuhan. Bagaimanapun, bisa timbul efek berlawanan terhadap
kualtias hidup dan keterbatasan kemampuan fungsi suatu individu. Contoh, pasien
dengan cedera rotator cuff ketika bermain raquettball selama beberapa hari
bahkan minggu akan terjadi proses penyembuhan jaringan yang cedera sehingga
berangsur pulih dan kembali ke aktivitas biasanya. Terapi dari nyeri akut sebagai
hasil dari cedera musculoskeletal dilakukan untuk menghilangkan gangguan
utama, mengurangi inflamasi, dan memodifikasi transmisi nyeri dari sistem saraf
perifer ke sistem saraf central (CNS).

Nyeri kronis
Nyeri kronis dimulai saat nyeri akut berhubungan dengan penyakit kronis
dengan polineuropati perifer, pascastroke, sindrom nyeri cedera medullabspinalis,
dan fibromyalgia, atau penyebab yang tidak teridentifikasi. Nyeri kronik biasanya
di definisikan sebagai nyeri yang tidak hilang dalam waktu penyembuhan
normalnya, atau durasinya berlanjut dari stimulasi noxious. Beberapa pengarang
dan organisasi menggunakan definisi berdasarkan waktu, mendefinisikan nyeri
kronik sebagai nyeri yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan atau 6 bulan.
Apapun definisinya, nyeri kronik adalah kondisi yang berlangsung dan sulit untuk
di tatalaksana. Estimasi sekitar 1/3 dari populasi United State menderita nyeri
kronis, dan 14% populasi United State menderita nyeri kronis berhubungan
dengan sendi dan sistem musculoskeletal. Penyakit lain seperti kanker, juga sering
berhubungan dengan nyeri kronik. Suatu studi tentang nyeri, didapatkan 13,625
usia tua dan minoritas perawatan di rumah dengan kanker melaporkan 25%
mengeluh nyeri setiap hari.
Nyeri kronik diklasifikasikan berdasarkan patofisiologi. Nyeri nosiseptif
disebabkan oleh stimulasi reseptor nyeri oleh stimulus noxious secara mekanik,
kimia, atau suhu dan berhubungan dengan kerusakan jaringan yang berlangsung.
Kondisi berhubungan dengan nyeri nosiseptif kronik, termasuk arthritis, iskemik,
kanker, dan pankreatitis kronik. Nyeri neuropatik adalah hasil dari disfungsi
sistem saraf perifer dan sistem saraf central tanpa terjadi kerusakan jaringan.
Nyeri neuropatik dapat ditemukan pada neuropati diabetik, neuralgia posterpatik,
dan nyeri phantom limb. Nyeri campuran adalah sindrom dengan patofisiologi
multiple yang kurang jelas. Contoh, sakit kepala berulang dan beberapa sindrom
vaskulitis. Sindrom nyeri psikologi adalah serangkaian proses psikologi yang
berperan besar. Tipe nyeri ini ditemukan pada gangguan somatoform dan reaksi
konversi. Walaupun klasifikasi nyeri ini bisa membantu untuk pendekatan secara
sistematis pada pasien dengan nyeri, patofisiologi nyeri kronik pada pasien secara
individual hanya sebagian dimengerti. Sabagai tambahan, nyeri kronik punya
lebih dari 1 penyebab. Nyeri yang berhubungan dengan arthritis contohnya,
disebabkan oleh inflamasi, distorsi sendi, tarikan otot dan jaringan ikat, dan
mikrofraktur dari pengikisan kartilago atau tulang. Nyeri ini juga bisa terjadi
akibat distress psikologi yang berhubungan dengan hilangnya fungsi.
Nyeri kronik sebagai hasil dari perubahan pada sistem saraf simpatis dan
aktivitas adrenal, menurunkan produksi dari opioid endogen atau sensitisasi saraf
afferen primer (sensitisasi perifer) dan saraf medulla spinalis. Penurunan level
enkephalins dan peningkatan jumlah sansitivitas nosiseptor telah di observasi
pada individu dengan nyeri konik. Frekuensi individu meningkatkan sensitivitas
stimulus noxious (hiperalgesia) dan innocuous (aklodynia). Perubahan persepsi
nyeri sebagai bagian dari proses yang dikenal sebagai sensitisasi sentral, dimana
jalur yang mentransmisi nyeri terus berlanjut setelah penghentian stimulasi yang
berlanjut maupun berulang. Meskipun, hanya sedikit stimulus yang melampui
ambang batas, dipersepsikan sebagai rasa nyeri. Jadi, bagi seseorang dengan
kondisi nyeri yang berat ataupun lama, stimulasi noxious muncul akibat
peningkatan aktivitas reseptor nyeri dan konsekuensi penurunan pada stimulus
noxious atau stimulus innocuous. Pemahaman dari mekanisme sensitisasi
mengarah pada perkembangan studi dan penggunaan analgesik sebelum prosedur
yang diketahui menyakitkan dalam usaha untuk mengurangi nyeri postprosedural
dan durasi perbaikan.
Walaupun banyak pasien dengan nyeri kronik telah menemukan jalan
untuk beradaptasi dan mengatasi dengan kondisinya, ada beberapa yang
mempersepsikan gejala-gejalanya sebagai suatu kelemahan. Pasien-pasien ini
biasanya mengalami kesulitan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Beberapa
individu dengan gangguan afektif, gangguan cemas, atau ketergantungan zat
kimiawi, berpredisposisi mengalami disfungsi dalam menghadapi nyeri kronik.
Faktor psikologi dan sosial berhubungan dengan nyeri kronis seperti depresi,
penurunan fungsi, kualitas hidup, dan kemampuan kerja . Dalam suatu penelitian
pada 5800 pasien, 41% pasien depresi dilaporkan mengalami nyeri kronik
dibandingkan 10% tanpa depresi. Pasien depresi langsung dengan nyeri kronik
memliki kualitas hidup yang jauh lebih buruk, tingkat keparahan gejala somatik
yang lebih besar, dan prevalensi gangguan cemas yang lebih tinggi daripada
pasien lainnya. Dalam suatu penelitian dari 1800 pasien dewasa tua dengan
depresi juga menemukan bahwa pasien dengan arthritis yang diobati untuk
depresi tidak hanya memiliki gejala depresi yang menurun tetapi juga mengurangi
rasa nyeri dan memperbaiki fungsi dan kualitas hidup. Bencana berkorelasi
positif dengan tingkat keparahan nyeri yang dilaporkan, tekanan afektif, otot, dan
nyeri tekan sendi, disensasi rasa nyeri , hasil pengobatan nyeri yang buruk, dan
kemungkinan aktivitas penyakit inflamasi. Hubungan ini bahkan ada setelah
mengendalikan depresi. Efek yang ditimbulkan dari berbagai bencana dari
pengaruh maladaptif pada lingkungan sosial untuk mengarahkan penguatan
pengolahan rasa nyeri oleh system saraf pusat. Meskipun beberapa penelitian
menemukan hubungan antara nyeri kronik dan faktos psikologi, tidak ada
penelitian yang mengkonfirmasi hubungan keduanya, membuat daerah ini
melakukan penelitian lebih lanjut.
Nyeri kronik dapat menurunkan aktivitas seseorang. Penelitian di eropa
menemukan lebih dari setengah grup pasien dengan nyeri kronik kurang mampu
atau tidak mampu untuk bekerja di luar rumah, 19 % kehilangan pekerjaan, 13 %
mengganti pekerjaanya karena nyeri. Nyeri kronik juga berdampak pada
hubungan seseorang dengan lainnya, terutama dalam peran pengasuhan. Dalam
hubungan yang terjalin atau penuh perhatian, pasien mengasumsikan peran nyeri
yang tanpa sadar diperkuat oleh pengasuh melalui perilaku "memeriksa" dan
respons yang sangat mendukung. Penting untuk dicatat bahwa meskipun
profesional perawatan kesehatan mungkin menduga bahwa pasien menggunakan
rasa nyeri kronis untuk mendapatkan keuntungan sekunder, memainkan peran
nyeri, atau untuk membenarkan perilaku tertentu, perilaku ini dapat menghalangi
penyesuaian pasien terhadap rasa nyeri kronis, memperpanjang cuti nyeri, dan
menghambat rehabilitasi.
Idealnya perkembangan rasa nyeri kronis harus dicegah dengan
mengidentifikasi dini individu yang berisiko. Pasien dengan nyeri akut yang
berkepanjangan, parah, atau melumpuhkan berisiko tinggi mengalami nyeri
kronis. Untuk mengurangi risiko ini, intervensi pengendalian nyeri, seperti agen
fisik atau obat-obatan, harus diterapkan selama tahap akut cedera dan selama fase
pemulihan kemudian saat rasa nyeri masih ada merupakan hasil aktivasi reseptor
rasa nyeri . Pencegahan nyeri kronis pada pasien yang telah menjalani operasi
harus mencakup menghindari kerusakan saraf saat dioperasi dan pengendalian
nyeri yang efektif segera setelah operasi karena intensitas nyeri post operatif akut
berkorelasi dengan risiko timbulnya nyeri kronis.
Jika nyeri kronis berkembang, pengobatan yang berhasil biasanya
mengharuskan semua komponen disfungsi ditangani. Program pengobatan
multidisiplin berdasarkan model nyeri biopsikososial telah dikembangkan secara
khusus untuk mengatasi masalah ini. Program treatment ini dijelaskan di bagian
penanganan nyeri.

Nyeri Alih
Nyeri alih dirasakan di lokasi yang jauh dari sumbernya. Rasa nyeri dapat
disembuhkan dari satu sendi ke sendi lainnya, dari saraf perifer ke daerah distal
persarafan atau dari organ dalam, ke daerah jaringan muskuloskeletal. Sebagai
contoh, Patologi sendi pinggul kadang-kadang nyeri alih ke lutut, terutama pada
anak-anak, dan kompresi akar saraf tulang belakang pada tingkat L5 sampai S1
saat mereka keluar melalui foramen tulang belakang dapat menyebabkan rasa
nyeri di lateral kaki karena ini area inervasi sensoris. Pola rujukan yang umum
dari organ dalam ke jaringan muskuloskeletal meliputi nyeri yang berhubungan
dengan infark miokard atau angina yang disebabkan oleh iskemia jantung yang
dirasakan di dada bagian atas, bahu kiri, rahang, dan lengan, dan nyeri yang
timbul dari bagian tengah diafragma. Sering terasa di ujung lateral kedua bahu.
Kandung empedu juga serin nyeri alih ke bahu kanan atau sudut inferior skapula
kanan dan limfa sering nyeri alih ke bahu kiri.
Dijelaskan bahwa rasa nyeri alih melalui salah satu dari tiga cara: dari
saraf ke daerah persarafannya, dari satu daerah ke daerah lain yang berasal dari
dermatom yang sama, atau dari satu daerah ke area lain berasal dari segmen
embrio yang sama. Jalur saraf perifer dari daerah yang berbeda ini berkumpul
pada medula spinalis yang sama atau serupa dan sinaps dengan neuron kedua
yang sama untuk naik sumsum tulang belakang dan mencapai korteks sentral.
Misalnya nyeri alih dari diafragma ke ujung bahu karena kedua daerah ini pada
awalnya berkembang di daerah leher selama perkembangan embrio, menyebabkan
keduanya memiliki persarafan eferen sampai ke tingkat keempat kedua tulang
belakang servikal. Ketika rasa nyeri yang mungkin disebabkan oleh penyebaran
dari viseral atau muskuloskeletal pada neuron yang sama di sumsum tulang
belakang. biasanya diinterpretasikan berasal dari muskuloskeletal. Hal ini
mungkin karena cedera muskuloskeletal dan nyeri jauh lebih umum sehingga otak
"mengira" bahwa aktivitas yang sampai di sepanjang jalur tersebut dikaitkan
dengan stimulus nyeri di daerah muskuloskeletal tertentu.
Dokter yang mengobati disfungsi neuromuskuloskeletal harus menyadari
potensi nyeri alih dan terbiasa dengan pola nyeri alih yang umum untuk
menentukan sumber keluhan pasien dan memilih teratment yang sesuai. Oleh
karena itu, ketika pasien dengan rasa nyeri di daerah musculoskeletal dan mencari
pengobatan, dokter harus terlebih dahulu menentukan apakah sumber rasa nyeri
berada di daerah sensasi ini. Nyeri dari muskuloskeletal umumnya bervariasi
dengan posisi atau pergerakan area yang menyakitkan, sedangkan rasa nyeri
umumnya akibat disfungsi pada sistem lain. Misalnya, nyeri bahu yang diperparah
dengan mengangkat lengan kemungkinan berasal dari bahu, sedangkan nyeri bahu
kiri yang diperparah oleh segala pola latihan berat bisa disebabkan oleh kondisi
jantung. Ketika menilai nyeri yang ditentukan berasal dari muskuloskeletal,
penting juga untuk menentukan secara pasti struktur yang salah untuk
memberikan perawatan yang paling efektif. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan tes provokatif untuk menilai keluhan utama pasien. Agen fisik dapat
secara efektif mengurangi rasa nyeri alih; Namun, seharusnya tidak digunakan
sebagai pengganti untuk menentukan sumber sebenarnya rasa nyeri atau untuk
mengobati penyebab utamanya. Agen fisik digunakan untuk menghilangkan rasa
nyeri sementara, sumber rasa nyeri sedang diselidiki, selama proses pemulihan,
dan untuk mengendalikan rasa nyeri alih di mana penyebabnya tidak dapat
ditangani secara langsung.

Mekanisme resepsi dan transmisi nyeri


Rasa nyeri umumnya dirasakan sebagai respons terhadap stimulasi struktur
nociceptive perifer. Stimulus ditransmisikan sepanjang saraf perifer ke saraf pusat,
dari tempat ia bisa mencapai korteks dan kesadaran. Sensasi rasa nyeri dan
respons individu terhadap sensasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk
mekanisme fisiologis dari reseptor rasa nyerit, anatomi nyeri yang
mentransmisikan struktur, tingkat neurotransmiter, dan motivasi, perilaku, dan
keadaan fisiologis dan emosional dari individu. Variasi faktor-faktor ini dapat
mengubah persepsi individu tentang tingkat keparahan nyeri, tipe, lokasi, dan
durasi .

Teori Pola dan Spesifitas


Selama bertahun-tahun, berbagai teori mengenai sifat penerimaan nyeri
dan transmisi perifer telah diusulkan. Teori awal yang utama adalah teori
spesifisitas dan teori pola, teori arus mengintegrasikan komponen kedua hal ini
dengan temuan dan pengamatan yang lebih baru. Menurut teori spesifisitas,
seperti yang dijelaskan oleh vin frey dan lain-lain, sensasi rasa nyeri bergantung
pada stimulator saraf, akhiran yang khusus untuk setiap jenis sensasi. Misalnya
serat saraf yang merespons panas akan selalu mengirimkan sensasi panas dan
bukan rasa nyeri, tidak peduli seberapa intensif atau seringnya distimulasi;
Demikian pula, serabut rasa nyeri hanya akan mengirimkan sensasi rasa nyeri dan
tidak pernah ada sensasi panas. Menurut teori ini, serat rasa nyeri tertentu
bertanggung jawab atas transmisi sensasi rasa nyeri. Von Frey mendukung teori
ini dengan mengidentifikasi ujung saraf bebas tersebar luas di kulit sehingga
menimbulkan sensasi nyeri saat dirangsang. Frey mengusulkan agar ujung saraf
bebas ini merupakan reseptor rasa nyeri yang spesifik. Meskipun teori spesifisitas
konsisten bahwa sensasi rasa nyeri melibatkan lebih dari sekedar stimulasi
sederhana dari reseptor tertentu. Teori spesifisitas juga gagal menjelaskan fakta
bahwa banyak jenis rangsangan dianggap menyakitkan dan rasa nyeri itu dapat
dimodulasi dari sumsum tulang belakang atau otak. Keterbatasan pada teori
spesifisitas menyebabkan perkembangan penjelasan analitik tentang persepsi rasa
nyeri, teori pola.
Menurut teori pola, sensasi rasa nyeri diakibatkan oleh peningkatan
frekuensi atau intensitas rangsangan reseptor yang juga merespons rangsangan
tidak berbahaya seperti sentuhan, tekanan, atau suhu. Impuls saraf dari perifer
digabungkan dan dimodifikasi untuk dijumlahkan dalam struktur SSP, dimana
nyeri dilokalisasi dan ditransmisikan. Menurut teori pola, penjumlahan impuls
sepanjang jalur dari kulit ke otak menentukan sensasi rasa nyeri individu.
Misalnya, saraf bisa mentransmisikan sensasi panas saat dirangsang dengan
ringan, tapi saraf yang sama mungkin sensasi yang dibawa oleh serabut saraf A-
delta umumnya berasal dari sensasi rasa tajam, tusukan, dan cubitan. Sensasi
nyeri yang dibawa oleh serabut A-delta muncul secara cepat setelah adanya
stimulus, bertahan sementara, terlokalisir pada tempat stimulus, dan umunya tidak
dipengaruhi oleh emosional. Rasa nyeri yang dibawa oleh serabut A-delta
biasanya tidak dapat diblok dengan obat-obatan opiat.
Trauma mekanik biasanya diaktifkan oleh serabut C dan A-delta. Sebaga
contoh adalah sebuah batu bata jatuh mengenai kaki seseorang. Secara cepat
hampir setiap orang merasakan rasa nyeri yang bersifat tajam. Awalnya rasa nyeri
diikuti oleh rasa pegal/sakit yang bertahan selama beberapa jam atau hari. Rasa
nyeri yang tajam dirasakan di awal ditransmisikan oleh serabut A-delta dan
muncul sebagai respons terhadap stimulasi mekanik dari nosiseptor dengan
intensitas yang tinggi yaitu akibat batu bata yang terjatuh. Selanjutnya, rasa
pegal/sakit yang ditransmisikan oleh serabut C dan muncul sebagai respons
terhadap stimulasi dari pelepasan mediator-mediator inflamasi oleh jaringan yang
terluka.
Serabut A-beta berperan pada abnormalitas proses transmisi nyeri dan
persepsi. Serabut A-beta, neuron dengan kapasitas dinamik yang besar, memiliki
akson berukuran besar dan bermyelin yang dapat mengonduksi impuls lebih cepat
dibandingkan dengan serabut A-delta dan serabut C. Reseptornya berada di kulit,
tulang, dan sendi. Normalnya, serabut A-beta mentransmisikan sensasi getaran,
peregangan pada kulit, mekanoreseptor, dan tidak mentransmisikan rasa nyeri.
Akan tetapi pada kasus nyeri neuropati dan sensitisasi sentral, neuron-neuron
tersebut mengubah transduksi sehingga dapat mentransmisikan rasa nyeri.
Teradapat 3 teori yang mengatakan bahwa serabut A-beta dapat mentransmisikan
rasa nyeri. Teori pertama mengatakan bahwa stimuli awal (firing) serabut A-beta
mengaktivasi neuron spinal yang telah melewati saraf lusat. Teori kedua
mengatakan serabut A-beta tersebar pada medula spinalis yang normalnya target
dari serabut C sehingga saat teraktivasi menstimulasi neuron yang salah. Teori
ketiga adalah serabut A-beta yang intak yang berada dekat dengan saraf nosiseptif
yang rusak akan memebrikan stimuli secara abnormal. Perubahan-perubahan pada
fungsi neuron ini menyebabkan rasa nyeri betahan lama.
Jalur Sentral

Serabut aferen first order C dan A-delta memproyeksikan stimulus dari saraf
perifer menuju substansia grisea dari medula spinalis. Serabut C dan A-delta
bersinaps secara langsung atau melalui interneuron, dengan second order neuron
pada kornu posterior bagian superfisial dari substansia grisea. Beberapa serabut
serabut A-delta berpenetrasi lebih dalam pada kornu posterior dan berakhir pada
area terminasi serabut A-beta aferen. Interneuron yang berada pada kornu
posterior dikenal sebagai Sel-sel Transmisi atau sel T.

Sel T memiliki koneksi dengan medula spinalis, yaitu pada sersbut eferen
dan sersbut aferen. Aktivasi serabut saraf C yang bersifat repetitif dapat
mensensitisasi sel T, menyebabkan sel T terlepas lebih cepat dan meningkatkan
area reseptor sel T, dan adanya interneuron yang berasal dari sibstansia gelatinosa
dari medula spinalis atau yang berasal dari serabut desenden yang berasa dari
saraf pusatdapat menghambat aktivitas sel T. Interneuron-interneuron yang
bersifat inhibitor pada substansia gelatinosa diaktifkan oleh masuknya impuls
yang berasal dari neuron sensori yang berdiameter besar, bermyelin, memiliki
treshold yang rendah (umumnya serabut A-beta) yang respon terhadap rangsangan
bukan nyeri. Interneuron inhibitor mengeluarkan berbagai neurotransmiter, yaitu
norepinefrin, serotonin, dan enkefalin, untuk memodulasi jalur nyeri sensori. Sel
Transmisi menerima stimuli eksitatori dari serabut C dan nosiseptor aferen A-delta
dan stimuli inhibisi dari non nosiseptor aferen berdiameter besar dan serabut
desenden dari saraf pusat.
Keseimbangan antara stimuli eksitatori dan inhibitor memengaruhi rasa
sakit pada seseorang dan derajat nyeri. Stimuli inhibisi yang dilepaskan oleh
aferen nosiseptor dikenal dengan sebutan Pain Gating dan akan dibahas
selanjutnya di bab modulasi rasa nyeri dan teori-teori pengontrolan rasa nyeri.
Aktivasi sel transmisi meningkatkan spasm otot karena aktifnya refleks
medula spinalis akibat sinaps pada kornu anterior yang menyebabkan kontraksi
otot. Kontraksi otot selanjutnya dapat menyebabkan terkumpulnya cairan dan
terjadinya iritasi pada jaringan. Otot-otot yang berkontraksi juga menginisiasi
impuls nosiseptif melalui tekanan pada saraf nosiseptor secara mekanik.
Kombinasi stimuli kimia dan mekanik membentuk siklus nyeri terus-menerus
yang menyebabkan spasme otot, sehingga menimbulkan rasa nyeri yang berlebih.
Hal ini dikenal sebagai Siklus Nyeri-Spasme-Nyeri. Berbagai intervensi indirek
dapat mengurangi rasa nyeri, bahkan setelah efek analgetik lokal telah habis,
karena intervensi yang dilakukan dapat mengurangi spasme otot, sehingga siklus
terganggu.
Serabut saraf asenden second-order membawa stimuli disepanjang medula
spinalis menuju saraf pusat. Perjalanan saraf second-order yang membawa stimuli
nyeri berlokasi utama di bagian anterolateral dari medula spinalis. Area ini juga
mentransmisikan suhu dan sentuhan. Kebanyakan akson pada sistem anterolateral
menyilang midline medula spinalis naik menuju arah kontralateralnya. Stimuli
nyeri ditransmisikan oleh anterolateral medula spinalis oleh traktus
spinotalamikus dan traktus anterospinotalamikus yang lebih besar untuk
diproyeksikan ke thalamus. Traktus spinotalamik lateral memproyeksikan
langsung ke talamus bagian medial, sedangkan spinotalamik anterior berpisah dari
spinotalamik lateral pada batang otak dan bersinaps dengan neuron retikular,
hipotalamus, dan sistem limbik yang nantinya akan diproyeksikan ke bagian
lateral, ventral, dan kaudal talamus. Traktus anterospinotalamikus juga membawa
informasi ke substansia periakuaduktus alba, memiliki reseptor opiat dalam
konsentrasi yang tinggi, sehingga memiliki peran pada proses modulasi rasa nyeri.
Impuls yang melewati traktus spinotalamik bagian lateral adalah rasa nyeri yang
tajam. Neuron second-order bersinaps di talamus dengan neuron third-order untuk
diproyeksikan pada korteks, tempat sensasi nyeri diterima pada keadaan sadar.
Pengaruh Sistem Saraf Simpatis

Sistem saraf simpatis termasuk dalam sistem saraf otonom. Sistem saraf
otonom terdiri dari simpatis dan parasimpatis yang mengatur aktivitas dari otot
polos dan oto jantung serta sekresi kelenjar. Hal ini berbeda dari sistem saraf
somatis yang secara sadar mengaktifkan otot skletal atau dengan transmisi impuls
dari persarafan perifer. Sistem saraf simpatis dikatakan berperan utama dalam
fight kr flight, seperti meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah,
vasokontriksi dari pembuluh darah dan meningkatkan ekskresi keringat pada
telapak tangan. Walaupun dalam keadaan normal sistem saraf simpatik diaktifkan
oleh nyeri akut atau adanya luka, stimulasi sistem saraf simpatis itu sendiri tidak
menybabkan rasa nyeri. Aktivasi saraf simpatis yang abnormal disebabkan oleh
respon hiperaktif oleh saraf simpatis terhadap luka akut atau kegagalan tubuh
untuk mengurangi respon tubuh, menyebabkan peningkatan tingkat keparahan
nyeri dan menimbulkan gejala klinis dari aktivasi saraf simpatis seperti
berkeringat. Pada pasien yang telah memiliki gejala simpatis, rasa nyeri dapat
dihilangkan dengan mengganggh sistem saraf simpatis menggunakan obat-obatan
dan tindakan pembedahan. Dikatakan bahwa stimulus yang menyebabkan
lepasnya rangsang simpatis, seperti kejutan atau kejadian yg memengaruhi
emosional akan menimbulkan rasa nyeri dan aktivasi simpatis yang berlebihan
dapat meningkatkan atau memertahankan rasa nyeri. Walaupun blokade anestesi
sistem saraf simpatik banyak digunakan untuk mengurangi sindrom nyeri regional
yang kompleks, efektivitasnya belum terbukti.

Rasa nyeri yang diyakini melibatkan overaktivasi sistem saraf simpatik


memiliki berbagai nama, termasuk kausalgia, refleks distrofi simpatis (PSI),
sindrom bahu, distrofi posttraumatik. Atrofi Sudeck, dan nyeri yang dipertahankan
oleh saraf simpatis (sindrom nyeri regional yang kompleks CRP yang melibatkan
kerusakan jaringan tanpa kerusakan saraf dikategorikan sebagai tipe I, dan CRI
yang terkait dengan keterlibatan saraf dikategorikan sebagai tipe II. Selain itu,
rasa nyeri yang berkurang dengan blokade simpatik disebut nyeri simpati,
sedangkan rasa nyeri yang diderita, tidak merespons terhadap blokade simpatis
dapat disebut nyeri rasa nyeri simpatis (SIP).

CRPS umumnya mencakup tanda dan gejala berikut ini: nyeri parah yang
tidak sesuai dengan cedera atau penyakit yang timbul, reaksi hiperestesi
hipereksesi terhadap rangsangan yang menyakitkan), dan alodinia (sensasi rasa
nyeri sebagai respons terhadap rangsangan yang biasanya tidak menyakitkan).
CRPS sering, juga mencakup perubahan trofik seperti atrofi kulit dan
hiperhidrosis, edema, kekakuan, keringat meningkat, dan penurunan pertumbuhan
rambut. Gejala ini pada umumnya berakibat pada penurunan fungsi dan jika
sindrom ini berkepanjangan, osteoporosis bergejolak di daerah yang nyeri,
vasomotor, dan kelainan motor skeletal juga dikaitkan dengan sindrom ini. CRPS
dapat terjadi di bagian tubuh manapun tapi yang paling umum terjadi pada kasus
ini, dan seringkali dikaitkan dengan pembatasan gerak bahu ipsilateral. CRPS
dapat berkembang sebagai konsekuensi trauma mayor atau minor, setelah
penyakit viseral atau lesi CNS, atau tanpa kejadian anteseden yang diketahui.
Mekanisme dimana saraf simpatik, sistem kita mempengaruhi rasa nyeri
tidak dipahami dengan baik; Namun, ini mungkin akibat eksitasi langsung
nosiseptor oleh serat eferen simpatik atau oleh neurotransmiter yang dilepaskan
oleh aktivitas normal simpatik aktivitas simpatik yang disebabkan oleh rasa nyeri
pada beberapa kasus mengaktifkan serabut aferen C, meningkatkan rasa nyeri
lebih lanjut, yang kemudian dapat meningkatkan aktivasi simpatik, menciptakan
lingkaran siklus yang berkelanjutan. Siklus ini bisa memperkuat sensasi rasa nyeri
dan tanda-tanda aktivitas simpatik, menyebabkan sensasi tersebut bertahan lama
setelah mengalami cedera atau penyakit. Juga telah diusulkan bahwa mekanisme
efektor simpatis yang salah yang menyebabkan vasokonstriksi tidak tepat,
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler atau nada otot halus secara tidak
langsung dapat menyebabkan atau memperparah rasa nyeri.
PERAN SUBSTANSI

Substansi P adalah neurotransmitter yang diduga terlibat dalam transmisi


nyeri neuropati dan inflamasi. Substansi P dapat ditemukan di kedua sistem saraf
pusat dan perifer. Di dalam SSP, ditemukan sekitar 20% serat C. 10 Ini juga
dilepaskan dari nosiseptor perifer dan telah terdeteksi pada eksudat inflamasi.
Pelepasan substansi P dapat merangsang neurotransmitter rasa nyeri di tanduk
dorsal sumsum tulang belakang dan terlibat dalam proses nosiseptif pada sumsum
tulang belakang. Meskipun, kurang dari 5% neuron di tanduk dorsal menunjukkan
substansi reseptor P, sebagian besar transmiter nyeri mengekspresikan reseptor ini.
Kadar substansi P dalam sumsum tulang belakang meningkat sebagai respons
terhadap induksi radang sendi dan sebagai respons terhadap pergerakan sendi
yang meradang. Peningkatan kadar substansi P pada cairan serebrospinal (CSF)
dan darah pasien fibromyalgia berkorelasi dengan penanda inflamasi yang
meningkat dalam darah. Aktivasi reseptor substansi tampaknya terlibat dalam
sensitisasi transmisi nyeri dan dalam perkembangan hiperalgesia. Pelepasan
substansi P dan aktivasi reseptor dianggap sebagai respons terhadap injuri jaringan
dan stres. Sejumlah mekanisme telah diusulkan untuk tindakan substansi P pada
transmisi nyeri. SubStansi P dapat memfasilitasi eksitasi serabut nyeri aferen
dengan mengaktifkan reseptor neurokinin-1 di sumsum tulang belakang.
Substansi P juga dapat menyebabkan peradangan lokal dengan menyebabkan sel
mast melepaskan molekul pro-inflammatory dan neurosensitizing. Ketika
dilepaskan ke perifer, substansi P meningkatkan produksi mediator inflamasi
prostaglandin E2 (PGE2) dan melepaskan sitokin dari makrofag dan neutrofil. Baik
prostaglandin dan sitokin cukup peka terhadap nosiseptor aferen primer.
Perawatan untuk mengendalikan rasa nyeri berdasarkan zat penghambat pelepasan
P atau menggunakan zat antagonis reseptor P tampak menjanjikan namun telah
menunjukkan hasil yang buruk sejauh ini. Meski zat tertentu sudah terbukti bisa
menghambat pengiriman rasa nyeri saat dirangsang secara intensif. Teori ini
menjelaskan fakta bahwa berbagai macam rangsangan menyebabkan sensasi rasa
nyeri dan juga menunjukkan pengaruh pusat oleh kumpulan rasa sakit. Namun,
pada bahasan ini cenderung mempertimbangkan peran struktur spesifik reseptor
nyeri dan untuk menjelaskan modulasi pusat nyeri.

Teori terbaru memadukan komponen-komponen spesifik dari teori


kekhususan dan teori pola dengan lebih banyak temuan terbaru yang
memperlihatkan anatomi neural dan fungsi dari neutransmitter endogen. Temuan
terbaru menerangkan nervus ending (ujung saraf) spesifik yang disebut nosiseptor
merespon semua bentuk stimulus nyeri, dan tipe-tipe nervus spesifik, nervus yang
termielinisasi sedikit serabut A-delta dan C-fibers tanpa termielinisasi
menghantarkan sensasi nyeri dari ujung saraf ke pusat (spinal cord), kemudian
melalui jalur spesifik dihantarkan ke otak. Kualitas nyeri tergantung pada tipe dari
jaringan asal stimulus tersebut dirangsang dan pada dua tipe nervus yang
menghantarkan nyeri, sedangkan intesitas dari nyeri tersebut berhubungan dengan
tingkat kerusakan nervus. Nyeri dari rangsangan akibat kerusakan kulit biasanya
dirasakan tajam, seperti tertusuk-tusuk, kesemutan dan mudah untuk dilokalisir,
sedangkan nyeri dari struktur muskuloskeletal biasanya tumpul, seperti tertekan
benda berat, terasa sakit dan sulit untuk dilokalisasi. Nyeri viseral memiliki
kualitas nyeri yang sama dengan nyeri muskuloskeletal tetapi cenderung
superfisial dibandingkan rasa nyeri di bagian dalam.

POIN KLINIS

Nyeri kutaneus biasanya sangat mudah dilokalisir dan sensasinya tajam,


seperti ditusuk, atau kesemutan. Nyeri muskuloskeletal biasanya sulit untuk
dilokalisir dan lebih tumpul, berat, dan terhimpit. Nyeri visceral cenderung
superfisial dan sakit.
Nyeri yang dihantarkan oleh serabut C ( C fibers) biasanya tumpul,
bertahan lama, dan terasa sakit, sedangkan nyeri yang dihantarkan oleh serabut A-
delta (A delta fibers) biasanya tajam. Intensitas dari nyeri dan responnya
dilaporkan lebih berat ketika intensitas dari simulasi reseptor nosiseptif lebih
besar daripada stimulasi reseptor non-nosiseptif, ketika tingkat endogen opiod
rendah, dan dengan variasi tertentu dalam status psikologi individu masing-
masing.

RESEPTOR NYERI

Nosiseptor adalah saraf bebas, ujung saraf perifer non-korpuskular yang


terdiri dari rangkaian berbentuk spindel (gelondong), bersegmen tebal yang
terhubung pada segmen tipis dan menghasilkan tampilan string-of-beads
(untaian manik-manik). Butiran dan ujung yang menonjol terdapat mitokondria,
partikel glikogen, vesikel, dan area bebas dari axolemma yang tidak ditutupi oleh
proses sel Schwann. Nosiseptor tersebar pada hampir semua tipe dari jaringan,
nyeri punggung bawah dianggap ditransmisikan dari ujung saraf bebas yang
ditemukan dari sendi facet, diskus, ligament, serabut saraf, dan otot. Pada
kerusakan diskus, saraf juga menembus area dimana pada keadaan normal
biasanya tidak ada, seperti fibrosis inner annulus dan nucleus pulposus, hingga
menghasilkan nyeri diskogenik.
Nosiseptor dapat diaktifkan dari stimulus suhu, mekanik, atau kimia secara
terus menerus dari sumber eksogen atau endogen. Contohnya, stimulasi mekanik
terus menerus, seperti yang disebabkan oleh batu bata jatuh menimpa kaki
seseorang atau sebagian tulang yang rusak menekan nosiseptor, sehingga
nosiseptor aktif. Stimulasi kimia oleh substansi eksogen, seperti kimia atau
pemutih, atau substansi yang dihasilkan secara endogen, seperti bradikinin,
histamin, dan asam arahidonat, yang dilepaskan sebagai bagian dari respon
inflamasi terhadap kerusakan jaringan juga dapat mengaktifkan nosiseptor. Karena
mediator kimia ini tetap bertahan setelah stimulus fisik awal berlalu, biasanya
menyebabkan rasa sakit bertahan melebihi durasi stimulasi berbahaya awal.
Penting untuk dicatat bahwa mediator kimiawi peradangan juga menyebabkan
sensitisasi nosiseptor, mengurangi ambang pengaktifannya ke rangsangan lainnya.
Inilah alasan mengapa secara klinis banyak aktivitas dan rangsangan, hingga
daerah yang baru-baru ini terluka dianggap sakit bahkan ketika tidak ditemui
kerusakan.
Saat nosiseptor diaktifkan, mereka melepaskan berbagai neuropeptida dari
ujung terminal perifer, termasuk zat P dan sejumlah produk pemecahan asam
arakidonat seperti prostaglandin dan leukotrien. Nociceptors juga mengubah
stimulus awal menjadi aktivitas listrik, dalam bentuk potensial aksi, dengan proses
yang dikenal sebagai transduksi (Gambar 3-3). Diperkirakan bahwa neuropeptida
yang dilepaskan dapat memulai berpartisipasi dalam transduksi karena mereka
mensensitisasi nosiseptor. "Potensial aksi yang dihasilkan dari proses transduksi
menyebar dari nosiseptor di sepanjang saraf aferen menuju sumsum tulang
belakang.
Nosiseptor menimbulkan dua jenis serabut saraf aferen orde pertama,
serabut C dan serabut A-delta. Aktivitas pada kedua jenis serabut meningkat
sebagai respons terhadap rangsangan berbahaya perifer, termasuk yang
terkontaminasi dengan peradangan akut atau iskemia otot. delapan puluh persen
serabut transmisi nyeri aferen adalah serabut C, dan 20% sisanya adalah serabut
A-delta. Umumnya, sekitar 50% serabut sensorik pada saraf kutaneous memiliki
fungsi nosiseptif.
Serabut C, yang juga dikenal sebagai kelompok IV aferen, adalah serabut
saraf kecil yang tidak beraliran yang mentransmisikan potensi aksi cukup lambat,
pada tingkat 1,0 sampai 4,0 m / detik. mereka merespons tingkat mekanik, termal,
dan rangsangan kimia yang berbahaya, yang menyebabkan rasa sakit yang
umumnya digambarkan sebagai kusam, berdenyut, sakit, atau terbakar dan
mungkin juga dilaporkan sebagai kesemutan atau ketukan (Gambar 3-4). Sensasi
rasa sakit yang ditularkan oleh serabut ini memiliki onset yang lambat setelah
stimulus menyakitkan inital berlangsung lama, sulit secara emosional karena
indikasi toleransi dan kecenderungan untuk difokalisasi secara lokal, terutama bila
rangsangannya hebat. Mereka bisa disertai respons otonom seperti berkeringat,
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, atau mual. Rasa sakit yang terkait
dengan aktivasi serabut C dapat dikurangi oleh opiat, dan penghilang rasa sakit ini
diblokir oleh naloksi antagonis opiat. Serabut A-delta, yang juga dikenal sebagai
aferen kelompok III, juga merupakan serabut berdiameter kecil, namun
mengirimkan sinyal lebih cepat daripada serabut C, dengan kecepatan sekitar 10
m / detik, karena mereka adalah mielin. Mereka paling sensitif terhadap intensitas
tinggi.
Pelepasan substansi P pada tikus, belum pasti zat ini akan mempengaruhi nyeri
pada manusia. Antagonis reseptor substansi P belum ditemukan untuk mengurangi
nyeri pada subyek manusia atau mengurangi depresi, kondisi yang lain terkait
dengan peningkatan kadar zat P. Pada kondisi yang lain opiat dapat memberikan
efek analgesik dengan menghambat pelepasan zat P dari saraf perifer. Meskipun
substansi P reseptor-mengekspresikan neuron yang bukan situs utama dari aksi
opiat. Ditemukan dalam salah satu studi bahwa opiat mengurangi sensasi rasa
sakit yang terkait dengan zat P dengan menghambat efek baik presynaptically dan
postsynaptically. Dengan mengaktifkan opioid reseptor, morfin juga dapat
mempengaruhi reseptor neurokinin-1 dan zat, berdampak respon imun di SSP.
Noradrenalin mungkin merupakan penghubung antara penghilang rasa sakit dan
zat pengikat yang diinduksi opiat P. Pada tikus, tanpa noradrenalin, morfin tidak
efektif dan kadar zat P dan nyeri meningkat; Efek ini terbalik dengan pemberian
noradrenalin zat antagonis P reseptor. Substansi P juga telah dikaitkan dengan
paradoks peningkatan rasa sakit terlihat dengan opiat dosis tinggi pada hewan.

Modulasi dan kontrol nyeri

Transmisi dan persepsi nyeri adalah pada hambatan dan modifikasi.


Misalnya, menggosok atau mengguncang daerah yang sakit bisa meringankan rasa
sakit di daerah itu, dan stres bisa menyebabkan rasa sakit tidak bisa dirasakan
pada saat terjadi luka. Beberapa mekanisme telah diusulkan seperti mekanisme
kontrol dan modulasi. Mekanisme yang diusulkan ini mencoba mengkorelasikan
apa yang diketahui mengenai pengalaman rasa sakit dengan struktur dan proses
fisiologis yang dianggap terlibat dalam transmisi rasa sakit. Menurut teori kontrol
gerbang dari opiat endogen, nyeri dimodulasi pada perifer, sumsum tulang
belakang, dan tingkat korteks oleh neurotransmitter endogen yang memiliki efek
yang sama dengan opiat. Mekanisme kontrol pusat psikologis juga dianggap
mempengaruhi persepsi dan kontrol rasa sakit.
Berbagai intervensi fisik, kimia, dan psikologis telah dikembangkan
berdasarkan arus di bawah mekanisme yang mendasari modulasi nyeri. Sebagai
contoh, perangkat stimulasi saraf transkutan listrik (TENS) dikembangkan
berdasarkan teori kontrol gerbang modulasi nyeri. Juga, keefektifan sejumlah
pendekatan pengobatan yang mempan sekarang lebih dipahami karena mekanisme
pengendalian nyeri yang mendasari telah menjadi lebih jelas. Misalnya sekarang
diperkirakan bahwa agen termal, yang telah digunakan untuk mengendalikan rasa
sakit selama berabad-abad, mungkin efektif untuk tujuan ini karena transmisi
nyeri di sumsum tulang belakang.
TEORI PENGENDALIAN GATE
Teori kontrol gate yang modulasi rasa sakit pertama kali diusulkan oleh
Melzack dan Wall pada tahun 1965. Menurut teori ini, tingkat keparahan sensasi
rasa sakit ditentukan oleh keseimbangan input stimulasi dan penghambatan
terhadap sel T di sumsum tulang belakang. Sel-sel ini menerima masukan
rangsangan dari aferen nukleat C dan A-delta dan memasukan penghambatan
melalui substansi gelatinosa dari aferen sensori non-toksik A-beta berdiameter
besar. Peningkatan aktivitas aferen sensorik non-penggerak menyebabkan
penghambatan presinaptik sel T dan dengan demikian secara efektif menutup
gerbang tulang belakang ke korteks serebral dan mengurangi sensasi rasa sakit.
Banyak agen fisik dan intervensi dianggap mengendalikan rasa sakit
sebagian dengan mengaktifkan saraf sensoris nonnosiseptik, sehingga
menghambat pengaktifan sel-sel transmisi rasa sakit dan menutup gerbang menuju
transmisi rasa sakit. Misalnya, rangsangan listrik (ES), traksi, kompresi, dan
pemijatan dapat mengaktifkan ambang batas rendah, saraf sensorik berdiameter
besar dan tidak menimbulkan gejala dan oleh karena itu dapat menghambat
transmisi rasa sakit dengan menutup gerbang transmisi nyeri pada tingkat sumsum
tulang belakang.
Meskipun teori kontrol gate menjelaskan banyak pengamatan mengenai
pengendalian nyeri dan modulasi, namun teori ini gagal menjelaskan temuan
bahwa kontrol yang menurun dari pusat otak yang lebih tinggi, di samping
masukan naik dari sensor aferen, dapat mempengaruhi persepsi rasa sakit. Oleh
karena itu teori gate yang telah dimodifikasi untuk memasukkan pengaruh dari
neuron turun dari sistem limbik, nukleus raphe, dan sistem retikular, yang
mempengaruhi persepsi nyeri, aspek emosional rasa sakit, dan respon motorik
terhadap rasa sakit.

SISTEM OPIOID ENDOGENOUS


Persepsi nyeri juga dimodulasi oleh endogenous opium seperti peptida.
Peptida ini disebut opiopeptin (sebelumnya dikenal sebagai endorfin). Opiopeptin
mengendalikan rasa sakit dengan mengikat reseptor opiat spesifik di sistem saraf.
Sistem endogen analgesia pertama kali ditemukan oleh tiga kelompok
penelitian independen yang menyelidiki mekanisme analgesia yang diinduksi
dengan morfin. Pada tahun 1973, mereka menemukan situs pengikatan opium
yang spesifik di SSP. Pada tahun 1975, peptida tow, met-enkephalin (methionine-
enkephalin) dan leu-enkephalin (leusin-enkephalin), yang diisolasi dari SSP babi,
terbukti menghasilkan efek fisiologis yang serupa dengan morfin. Peptida ini juga
mengikat secara spesifik reseptor opiat, dan tindakan dan ikatannya diblokir oleh
nalokson, dan antagonis opiat. Temuan ini menunjukkan bahwa peptida endogen
ini mirip dengan opiat eksogen seperti morfin. Akibatnya, penelitian
mengidentifikasi dan mengisolasi peptida endogen akseptor sejenis lainnya,
seperti beta-endorphin dan dynorphin A dan B.
Opiopeptin dan reseptor opiat telah ditemukan di banyak ujung saraf
perifer dan di neuron di beberapa daerah sistem saraf. Konsentrasi opiopeptin dan
reseptor opiat telah diidentifikasi di berbagai area otak, termasuk materi abu-abu
periaqueductal (PAGM) dan nukleus raphe batang otak, yaitu struktur yang
menginduksi analgesia saat dirangsang secara elektrik, dan di berbagai area sistem
limbik. Opiopeptin juga ditemukan pada konsentrasi tinggi di lapisan dangkal
tanduk dorsal sumsum tulang belakang (lapisan I dan II) dan pada sistem saraf
enterik, serta ujung saraf serat C. Telah diusulkan bahwa reseptor opiat
menghambat pelepasan zat P dari terminal serat C karena aplikasi opiat lokal ke
terminal serat G menurunkan transmisi nyeri pada tingkat sumsum tulang
belakang.
Opioid dan opiopeptin selalu memiliki tindakan penghambatan. Mereka
menyebabkan penghambatan presinaptik dengan menekan fluks kalsium dalam
dan menyebabkan hambatan postsynaptic dengan mengaktifkan arus potasium
keluar. Selain itu, opiopeptin secara tidak langsung menghambat transmisi rasa
sakit dengan menghambat pelepasan asam gamma-aminobutirat (GABA) pada
PAGM dan inti raphe. GABA menghambat aktivitas berbagai struktur
pengendalian nyeri, termasuk A-beta afferents, PAGM, dan nucleus raphe, dan
dengan demikian dapat meningkatkan transmisi rasa sakit di sumsum tulang
belakang.
ES dari daerah dengan opiopeptin tingkat tinggi, seperti PAGM dan
nukleus raphe, sangat menghambat pengiriman pesan nyeri oleh beberapa neuron
tanduk punggung spinal, sehingga menyebabkan analgesia. ES dari area otak ini
juga dapat mengurangi rasa sakit yang tidak enak pada manusia dan meningkatkan
jumlah beta-endorfin dalam CSF mereka. Karena efek ini dibalik oleh pemberian
nalokson, mereka telah dikaitkan dengan pelepasan opiopeptin. Konsentrasi
reseptor opiat dan opiopeptin dalam sistem limbik, area otak yang sebagian besar
terkait dengan fenomena emosional, juga memberikan penjelasan tentang respons
emosional terhadap rasa sakit dan euforia dan penghilangan hubungan stres
emosional dengan penggunaan morfin dan pelepasan opiopeptin
Pelepasan opiopeptin dianggap memainkan peran penting dalam
modulasi dan pengendalian rasa sakit selama masa stres emosional. Tingkat
opiopeptin di otak dan CSF meningkat, dan ambang rasa sakit meningkat pada
hewan dan manusia saat stres diinduksi secara eksperimental oleh antisipasi dari
rasa sakit. Secara eksperimental, hewan telah terbukti mengalami analgesia yang
menyebar saat ditempatkan di bawah tekanan. Manusia menunjukkan peningkatan
batas nyeri nalokson yang sensitif dan depresi paralel refleks fleksi nosiseptif
ketika mengalami tekanan emosional. Temuan ini menunjukkan bahwa penekanan
rasa sakit oleh stres kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan kadar
opiopeptin pada sumsum tulang belakang dan pusat SSP yang lebih tinggi.
Teori opiat endogen juga memberikan penjelasan untuk efek penghilang
rasa sakit yang paradoks dari stimulasi dan akupunktur yang menyakitkan.
Tingkat rangsangan menyakitkan yang tertahankan, seperti sediaan topikal yang
menyebabkan sensasi TENS terbakar atau berbahaya yang menyebabkan sensasi
menusuk atau membakar, telah terbukti mengurangi intensitas rasa sakit yang
tidak tertahankan sebelumnya di daerah aplikasi dan di tempat lain. Rangsangan
yang menyakitkan juga telah ditunjukkan untuk mengurangi refleks fleksi
nosiseptif dari tungkai bawah pada hewan. Karena efek stimulasi menyakitkan ini
diblokir oleh naxolone, mereka dianggap dimediasi oleh opiopeptin. Rasa sakit
dapat dikurangi karena stimulus menyakitkan yang diterapkan menyebabkan
neuron di daerah PAGM di otak tengah dan thalamus untuk memproduksi dan
melepaskan opiopeptin.
Analgesia plasebo juga dianggap dimediasi oleh opiopeptin. Klaim ini
didukung oleh pengamatan bahwa antagonis opiat nalokson dapat membalikkan
analgesia plasebo dan plasebo juga dapat menghasilkan depresi pernafasan, efek
samping khas opioid.

PENGUKURAN NYERI

Untuk menentukan pengobatan yang paling tepat untuk rasa sakit pasien
dan untuk menilai keefektifan pengobatan tersebut, sangat membantu dengan
menilai sifat dan tingkat keparahan nyeri pasien. Penilaian semacam itu harus
berusaha untuk memastikan penyebab dan sumber rasa sakit, intensitas dan durasi
rasa sakit, dan tingkat di mana rasa sakit mempengaruhi fungsi tubuh, aktivitas
dan partisipasi.

Mutiara Klinis

Saat mengevaluasi rasa sakit pasien, pertimbangkan sumber seperti intensitas dan
durasi rasa sakit, dan bagaimana hal itu mempengaruhi fungsi, aktivitas dan
partisipasi seseorang.
Berbagai metode dan alat penilaian telah dikembangkan untuk
mengukur dan memenuhi syarat yang disebabkan oleh eksperimen maupun nyeri
klinis. Metode ini didasarkan pada penilaian pasien terhadap nyeri pada skala
analog atau numerik visual; membandingkan rasa sakit mereka saat ini dengan
yang dialami sebagai respons terhadap stimulus nyeri yang telah ditentukan
sebelumnya; atau memilih kata-kata dari daftar untuk menggambarkan
pengalaman nyeri saat ini. Dalam sebuah kasus di mana seseorang tidak dapat
mengungkapkan rasa sakit mereka dengan salah satu metode ini, seperti pada
bayi, skala pengamatan digunakan. Alat ini memberikan jumlah dan jenis
informasi yang berbeda dan memerlukan jumlah waktu dan kemampuan kognitif
yang bervariasi untuk menyelesaikannya.

ANALISIS VISUAL DAN SKALA NUMERIK


Skala analog dan numerik visual digunakan untuk menilai tingkat
keparahan nyeri dengan meminta pasien untuk menunjukkan tingkat nyeri saat ini
pada sebuah garis, gambar atau untuk menilai rasa sakit secara numerik pada skala
0 sampai 10 atau 0 sampai 100. Dengan skala analog visual, tanda pasien posisi
pada garis horizontal atau vertikal, di mana salah satu ujung garis tidak mewakili
rasa sakit dan ujung yang lain mewakili rasa sakit yang paling parah yang
mungkin terjadi atau rasa sakit yang paling parah yang dapat dibayangkan oleh
pasien. Dengan skala penilaian numerik, 0 tidak ada rasa sakit dan 10 atau 1000,
tergantung pada skala yang digunakan, adalah rasa sakit yang paling parah yang
mungkin atau rasa sakit paling parah yang dapat dibayangkan oleh pasien.
Timbangan yang serupa dengan analog visual skala numerik telah
dikembangkan untuk digunakan dengan individu yang memiliki kesulitan
menggunakan skala analog visual numerik atau standar. Misalnya, anak-anak yang
mengerti kata-kata atau gambar tapi terlalu muda untuk memahami representasi
numerik dengan rasa sakit dapat menggunakan skala dengan wajah dengan
ekspresi yang berbeda untuk mewakili pengalaman nyeri yang berbeda, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3-11. Skala jenis ini juga bisa digunakan untuk
menilai rasa sakit pada pasien dengan keterbatasan pemahaman karena hambatan
bahasa atau defisit kognitif. Sebagai contoh, pasien dengan demensia dapat
dengan andal menggunakan skala nyeri penilaian diri sendiri, dan penilaian diri
ini lebih akurat daripada mengamati pasien untuk tanda rasa sakit sesuai dengan
skala nyeri pengamatan. Skala nyeri berdasarkan ekspresi dan perilaku anak
digunakan untuk menilai rasa sakit pada anak-anak dan bayi yang sangat muda.
Tipe tipe skala nyeri sering digunakan untuk menilai tingkat keparahan
nyeri karna cepat dan mudah dimengerti serta memberikan data yang mudah
terukur.namun visual analog dan skala numeric hanya memperlihatkan tingkatan
nyeri dan kekurangan informasi tentang respon pasien terhadap nyeri dengan
aktivitas sehari-hari. Kadang-kadang, mengkombinasi skala visual analog dengan
menanyakan kualitas hidup dapat menjadi cara efektif untuk mmperoleh
informasi tentang dampak nyeri pada kehidupan seseorang. Keandalan visual
analog dan variasi tingkatan angka antara individu dan kelompok pasien yang di
periksa, walaupun kedua skala memiliki derajan persetujuan yang tinggi diantara
mereka. Tipe pengukuran ini paling sering digunakan dalam klinis untuk
mempercepat perkiraan perkembangan yang dirasakan pasien atau perubahan
gejala atau responpada setiap aktivitas.
Perbandingan dengan standar rangsangan
Metode perhitungan nyeri di bandingkan dengan standar rangsangan nyeri
di tujukan untuk memberi derajat andalan yang lebih baik dibandingkan visual
analog dan skala numeric. Untuk tipe penilaian ini, individu membandingkan
keparahan gejalanya standar rangsangan yang sama, mengakibatkan tingkatan
nyeri menjadi mirip.rangsangn digunakan untuk membandingkan penggunaan
turniket pada ekstremitas atas untuk menghasilkan iskemik dan penggunaan
rangsangan elektrik, panas, dan tekanan ujung jari. Tes nyeri turniket
memberitahukan hubungan yang baik antara penilaian nyeri menggunakan visual
analog. Menyesuaikan intensitas klinik nyeri dengan rangsangan elktrik, panas,
dan tekanan ujung jari juga dilaporkan memiliki derajat andalan yang tinggi.
Namun, tipe alat penilaian ini memiliki keterbatasan angka. Hal ini memerlukan
pengalaman klinis nyeri pada pasien yang mana rangsangan pembanding
dugunakan untuk membandingkan keakuratan. Jika pasien memiliki nyeri berat
hal dapat menjadi tidak praktis dan tidak diterima secara etik untuk menginduksi
intensitas nyeri yang cukup untuk memberikan perbandingan dengan klinis nyeri.
Untuk pasien yang memiliki kualitas nyeri yang berbeda dari percobaan
rangsangan, contohnya : pembakaran atau sensasi kesemutan lebih baik dari pada
sakit pada iskemik, maka pembanding kuantitaif menjadi tidak berarti. Tipe
pengukuran nyeri ini juga gagal menilai komponen emosi, kebiasaan, dan
motivasi pada pasien dengan kondisi klinis. Selain itu, walaupun perbandingan
pengukuran nyeri dapat menjadi alat pengukur andalan dari beberapa tipe nyeri
terutama percobaan yang menyebabkan nyeri atau kondisi nyeri akut yang sedang
atau sedikit berat, ini tidak cocok untuk mengukur nyeri yang berat dan
kronikyang memiliki perbedaan kualitas dari pembanding rangsangan dan jarang
digunakan untuk klinis.

Skala Persamaan sematic

Skala persamaan sematic terdiri dari daftar kata dan kategori yang terdapat
dalam berbagai macam aspek nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pasien diminta
untuk memilih dari daftar kata yang menggambarkan pengalamaan nyerinya. Tipe
ini dirancang untuk mengumpulkan jangkauan luas informasi tentang pengalaman
pasien dan memberi jumlah data intra subjek dan subjek pembanding. Skala
persamaan sematic meliputi McGill Pain Question atau variasi dari skala ini
sering digunakan dalam menilai nyeri. Skala ini meliputi penggambaran
rangsangan, afek, dan evaluasi aspek nyeri pada pasien dan kelompok kata yang
termasuk berbagai macam kategori dalam setiap aspek. Kategori ini termasuk
temporal, spasial, tekanan, dan panas untuk menggambarkan rangsangan sensoris
pada nyeri. Takut, cemas, dan tegang menggambarkan aspek afek dari nyeri, dan
aspek pikiran dari nyeri berdasarkan pengalaman lama dan mempelajari kebiasaan
menggambarkan evaluasi aspek pada nyeri. Pasien melingkari satu Kata pada
setiap kategori yang menggambarkan pengalam nyeri mereka. Skala persamaan
sematik memiliki angka dari keuntungan dan kerugian dibandingkan dengan tipe
lain dari pengukuran nyeri. Skala ini memungkinkan penilaian dan kuantifdikasi
dari cakupan, kualitas, dan intensitas nyeri. Menghitung tital angka dari kata yang
dipilih menghasilkan alat pengukuran dari keparahan nyeri. penilaian keparahan
Semakin sensitive nyeri jika diperoleh dari penambahan peringkat jumlah dari
seluruh kata yang dipilih untuk menghasilkan urutan index nyeri. Untuk
speifisitas yang baik dengan memperhatikan hal yang paling bermasalah, index
untuk 3 kategori besar dari kuisioner juga dapat dihitung. Kerugian utama dari
skala ini yaitu penggunaan waktu untuk mendaftarkan dan membutuhkan pasien
yang memiliki status kognisis yang tinggi. Adanya keuntungnan dan keterbatasan,
paling sesuai digunakan untuk tipe skala ketika informasi rinci yang dibutuhkan
dari pasien seperti nyeri kronik. Contohnya pada pasien dengan nyeri pada luka,
McGill Pain Quisioner lebih sensitive dari pada single rating anyeri, dan
berhubungan dengan tingkatan luka, stress perasaan dan gejala depresi.

Pengukuran lainnya

Pengukuran lain atau indikator nyeri yang dapat memberi informasi


berguna tentang keluhan nyeri pada individu dan kondisi klinis termasuk aktivitas
sehari hari. Pemeriksaan fisik termasuk observasi dari bentuk dan penilaian dari
kekuatan, pergerakan, sensasi, ketahanan, respon tes aktivitas, dan kekuatan
jaringan lunak dan kualitas juga dapatmenambah informasi berharga dalam
evaluasi keparahan atau penyebab masalah nyeri pada pasien.

Dalam pemilihan pengukuran untuk menilai nyeri pada pasien,


berdasarkan durasi gejala, kemampuan kognitif pasien, dan waktu yang
dibutuhkan untuk menilai nyeri pada pasien. Seringkali skala visual analog
sederhana cukup dalam evaluasi perkembangan penurunan nyeri pada pasien yang
dalam proses penyembuhan luka akut. Barangkali, dalam kasus yang kompleks
atau kasus yang lama pengukuran rinci seperti skala persamaan sematik atau
kombinasi bebrapa pengukuran lebih sesuai.

Pendokumentasian nyeri

Dokumentasi seharusnya ditandai dimana lokasi, kualitas, keparahan,


waktu, factor yang memperingan, faktor yang memperberat, yang menyebabkan
nyeri, dan gejala lainnya. Nyeri seharusnya dinilai secara kuantitatif, dan harus
ada penilaian bagaimana nyeri mempengaruhin fungsi, aktivitas dan partisipasi
pasien. Contoh dokumentasi pasien sebagai berikut :

Seperti apa rasa nyerimu ?

Beberapa kata di bawah ini mendeskripsikan rasa nyerimu. Pilih salah satu kata
yang cocok. Tinggalkan kata yang tidak cocok. Gunakan hanya satu kata yang
cocok di tiap grup, satu kata yang terbaik yang mendeskripsikan nyerimu.
1 2

1 Berkedip 1 Melompat 3

2 Gemetaran 2 Berkedip 1 Tertusuk 4

3 Berdenyut 3 Menembak 2 Bosan 1 Tajam

4 Berdenyut 3 Tertusuk 2 Terpotong


denyut potong
4 Bertele-tele
5 Berdetak 3 Terkoyak-
5 Nyeri Pedih koyak
6 Berdebar

5 6 7 8

1 Tercubit 1 Tertarik 1 Panas 1 Kesemutan

2 Tertekan 2 Tertarik 2 Terbakar 2 Gatal

3 Perih sekali 3 Pilu 3 Melepuh 3 Pedih

4 Kram 4 Terbakar 4 Tersengat

5 Hancur

9 10

1 Tumpul 1 Lembut 11 12

2 Sakit 2 Tegang 1 Melelahkan 1 Sakit

3 Terluka 3 Serak 2 Melelahkan 2 Mati lemas


4 Terpisah
4 Sakit

5 Berat

13 14 15 16

1 Takut 1 Terhukum 1 Malang 1 Terganggu


2 Mengerikan 2 Melelahkan 2 Menyilaukan 2 Sulit

3 Mengerikan 3 Kejam 3 Sedih

4 Ganas 4 Sangat intens

5 Terbunuh 5 Tak tertahankan


17 18 17 18

1 Menyebar 1 Ketat 1 Dingin 1 Omelan

2 Memancar 2 Mati rasa 2 Dingin 2 Memuakkan

3 Penetrasi 3 Tertarik 3 Membeku 3 Menderita

4 Tertusuk 4 Teremas 4 Mengerikan

5 Terobek 5 Tersiksa

Pendekatan Manajemen Nyeri

Pada saat tingkat keparahan dari nyeri seseorang telah dievaluasi dan sumbernya telah
diketahui, tujuan dari pengobatan ini adalah termasuk mengeliminasi penyebab nyeri,
mengontrol input nosiseptor, dan meningkatkan fungsi pasien. Pendekatan manajemen nyeri
yang benar bisa membantu mencapai tujuan ini. Pendekatan pendekatan ini didasarkan dari
pemahaman tentang transmisi nyeri dan mekanisme kontrol nya. Hal itu seperti mengontrol
inflamasi, mengubah sensitivitas dari nosiseptor, meningkatkan ikatan dari reseptor opiat,
memodifikasi konduksi saraf, memodulasi transmisi nyeri pada saraf tulang belakang, atau
mengubah persepsi dari aspek nyeri. Beberapa pendekatan juga mengarah ke psikologi dan
aspek sosial dari nyeri. Pendekatan yang berbeda berguna untuk situasi dan presentasi klinis
yang berbeda dan sangat efektif ketika digunakan bersama.

Anda mungkin juga menyukai