Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

(((((((((((((((((((((((((( kamu ya nis))))))))))))))))))))))))

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sifilis

Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum, sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat
menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa
laten, dan dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-
genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan
oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan.

2.3 Epidemiologi

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04-
0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di
Indonesia insidensnya 0,61%.

Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum perkembangan tes serologikal,
diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut Peniru Besar karena sering dikira
penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis
mencapai 5.000 10.000 kasus per tahun. Sementara di Cina, laporan menunjukkan jumlah
kasus yang dilaporkan naik dari 0,2 per 100.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per
100.000 jiwa pada tahun 2005. Di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis
tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkiran lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus
terjadi kepada lelaki.

2.4 Etiologi

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema
pallidum yang termasuk dlam ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus
Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6,15um, lebar 0,15um,
terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang

2
aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada
stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar
badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi
dapat hidup 72 jam.

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi menurut WHO berdasarkan faktor epidemiologi :

o Sifilis dini

Perjalanan penyakit < 2 tahun

Bersifat menular

Masih ditemukan kuman Treponema pallidum di lesi kulit

o Sifilis lanjut

Perjalanan penyakit > 2 tahun

Bersifat tidak menular

Tidak ditemukan kuman di lesi kulit, kecuali ibu hamil yang menderita
stadium lanjut, Treponema pallidum dapat melalui plasenta masuk
ke tubuh janin.

Klasifikasi Secara klinis, Sifilis terbagi :

Sifilis kongenital (bawaan) terdiri atas :

1. Dini (sebelum dua tahun)


2. Lanjut (sesudah dua tahun)
3. Stigmata

Sifilis akuisita (didapat) terdiri dari :

1. Stadium I ( Stadium Dini )

2. Stadium II ( Stadium Sekunder )

3
3. Stadium laten : - Dini : bersifat menular

- Lanjut : bersifat tidak menular

4. Stadium III

5. Stadium kardiovaskular dan neurosifilis

2.6 Patogenesis

2.6.1 Stadium dini

Pada sifilis yang didapat T.pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau
selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi
dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di
perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T.pallidum dan
sel-sel radang. Treponema tersebut terletak diantara endotelium kapiler dan jaringan
perivaskuler di sekitarnya. Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai SI.
Sebelum SI terlihat, kuman telah mencapi kelenjar getah bening regional secara
limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke
semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multifikasi ini diikuti
oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi 6-8 minggu sesudah SI.
SI akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya
berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks,
SII juga mangalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih
terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifillis
kongenita.
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T,pallidum membiak
lagi pada tempat SI dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui
jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren SII, yang terakhir ini lebih sering
terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat berulang-ulang, tetapi pada
umumnya tidak melebihi dua tahun. Sifilis tersebut terdapat pada penderita dengan daya
tahan tubuh yang rendah.

2.6.2 Sifilis Lanjut

4
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam keadaan
dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara
treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin
trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah SIII berbentuk
gumma. Meskipun pada gumma tersebut tidak dapat ditemukan T.pallidum, reaksinya hebat
karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten
yang bervariasi gumma tersebut timbul di tempat-tempat lain.
Treponema mencapai sistem kardiovaskulerdan sistem syaraf pada waktu dini, tetapi
kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk
menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan gumma biasanya tidak mendapat gangguan
syaraf dan kardiovaskuler, demikian pula sebaiknya. Kira-kira 2/3 kasus dengan stadium
laten tidak memberi gejala.

2.7 Gejala Klinis

2.7.1 Sifilis Akuisita (Didapat)

A. Sifilis Dini
1. Sifilis Primer (SI)
Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu (2-4 minggu). T.pallidum masuk ke
dalam selaput lendir atau kulit yang telah mengalami lesi/mikrolesi secara langsung, biasanya
melalui senggama. Treponema tersebut akan berkembang biak kemudian terjadi penyebaran
secara limfogen dan hematogen.
Kelainan kulit di mulai sebagai papul lentikuler yang permukaannya segera menjadi
erosi, umumnya kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat, soliter, dasarnya
ialah jaringan granulasi berwarna merah dan bersih , diatasnya hanya tampak serum.
Dindingnya tak bergaung, kulit di sekitarnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut.
Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum.
Kelainan tersebut dinamakan afek primer dan umumnya berlokasi pada genitalia eksterna.
Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronius, sedangkan pada wanita di labia
minor dan mayor. Selain juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.
Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Seminggu
setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di
inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut soliter,
indolen tidak lunak, besarnya biasanya lentikuler, tidak supuratif. Kulit diatasnya tidak
menandakan tanda-tanda radang akut.

5
Istilah sifilis demblee dipakai, jika tidak terdapat efek primer. Kuman masuk ke
jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transffusi darah atau suntikan.

Ulkus durum pada


lidah
Ulkus
durum sulcus
coronarius

2. Sifilis sekunder (SII)


Biasanya SII timbul setelah 6-8
minggu sejak SI dan sejumlah 1/3 kasus masih
disertai SI. Lama SII dapat sampai sembilan bulan.
Berbeda dengan SI yang tanpa disertai gejala
konstitusi, pada SII dapat disertai gejala tersebut
yang terjadi sebelum atau selama SII. Gejalanya
umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam
yang tidak tinggi, dan atralgia.
Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great
imitator. Selain pada kulit SII juga dapat menyebabkan kelainan pada mukosa, kelenjar getah
bening, mata , hepar, tulang, dan syaraf.
Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada SII sangat menular, kelainan yang
kering kurang menular. Kondiloma lata dan plaque muqueuses ialah bentuk yang sangat
menular.
Gejala yang penting untuk membedakan dengan penyakit kulit yang lain ialah
Kelainan kulit pada SII umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada
SII dini kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki.
Antara SII dini dan SII lanjut terdapat perbedaan. Pada SII dini kelainan kulit
generalisata, simetrik, dan lebih cepat hilang (beberapa hari hinggga beberapa minggu ). Pada
SII lanjut tidak generalisata lagi, melainkan setempat-setempat, tidak simetris dan lebih lama
bertahan (beberapa minggu hingga beberapa bulan).

SII pada mukosa


Biasanya timbul bersama-sama dengan eksantema pada kulit, kelainan pada mukosa
disebut enantem, terutama terdapat pada mulut dan tenggorok. Umumnya berupa makula
eritematosa, yang cepat berkonfluensi sehingga membentuk eritem yang difus, berbatas tegas
dan disebut angina sifilitika eritematosa.

6
Keluhannya nyeri pada tenggorok, terutama pada waktu menelan. Sering faring juga
diserang, sehingga memberi keluhan suara parau. Pada eritema tersebut kadang-kadang
terbentuk bercak putih keabu-abuan, dapat erosif dan nyeri.
Kelainan lain ialah yang disebut plaque muqueuses (mucous patch), berupa papul
eritematosa, permukaannya datar, biasanya miliar atau lentikuler, timbulnya bersama-sama
dengan SII bentuk papul pada kulit. Plaque muqueuses tersebut dapat juga terletak di selaput
lendir alat genital dan biasanya erosif. Umumnya kelainan pada selaput lendir tidak nyeri,
lamanya beberapa minggu.

Kelainan selaput lendir


Mucous patch -
banyak mengandung
T pallidum,
Bentuk bulat,
kemerahan ulkus
Kelainan mukosa
bibir, pipi, laring,
tonsil dan genital

Plaque muqueuses (mucous patch)

Interstitial glossitis

3. Sifilis Laten dini


7
Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-alat dalam, tetapi
infeksi masih ada dan aktif. Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor cerebrospinalis
negatif.

4. Sifilis stadium rekuren


Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip SII, maupun
serologikyang telah negatif menjadi positif. Hal ini terjadi terutama pada sifilis yang tidak
diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup. Umumnya bentuk relaps ialah SII,
kadang-kadang SI. Relaps dapat memberi kelainan pada mata, tulang, alat dalam, dan
susunan saraf.

B. Sifilis Lanjut
1. Sifilis laten lanjut
Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik.
Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup.
2. Sifilis Tersier (S III)
Lesi pertama umumnya terlihat antara 3-10 tahun setelah S I. Kelainan yang khas
adalah gumma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak dan destruktif.
Besar gumma bervariasi dari lentikuler sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-
mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan.setelah beberapa
bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit
menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap gumma tersebut. Kemudian terjadi
perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen, pada beberapa
kasus disertai jaringan nekrotik.
Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat, dindingnya curam,
seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga
membentuk pinggir yang polisiklik. Jika telah menjadi ulkus, maka infiltrat yang terdapat di
bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar.
Tanpa pengobatan gumma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa
tahun. Biasanya gumma soliter, tetapi dapat pula multiple, umumnya asimetrik. Gejala
umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika gumma multiple dan perlunakannya cepat, dapat
disertai demam.
Selain gumma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula-muladi kutan
kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan
umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi.
Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip gumma., mengalami nekrosis di
tengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik.
Perbedaannya dengan gumma, nodus lebih superficial dan lebih kecil (miliar hingga

8
lentikuler), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk bergerombol atau
berkonfluensi, selain itu tersebar. Warnanya merah kecoklatan.
Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terus. Bagian yang belum sembuh
dapat tertutup skuama seperti llin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening regional
tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut nodositas juxta articularis berupa
nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.

S III pada mukosa


Gumma juga ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar. Yang
setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi. seperti biasanya akan
melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapt merusak tulang rawan septum
nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi. Pada lidah yang tersering ialah gumma
yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia.

Sifilis Stadium III, Large gumma

9
Nasal perforation ec nasal gumma Sifilis III, Gumma on lower lip

S III pada tulang


Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, dan humerus. Gejala nyeri
biasanya pada malam hari. Terdapat dua bentuk, yakni periostitis gumatosa dan osteitis
gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosa dengan sinar-x.

S III pada alat dalam


Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering diserang. Gumma bersifat
multiple, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami retraksi, membentuk lobus-
lobus tidak teratur yang disebut hepar lobatum.
Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang. Gumma dapat
menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, gumma soliter dapat terjadi di dalam atau di
luar bronkus, jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bronkiektasis. Gumma dapat
menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III pada ovarium jarang,
pada testis kadang-kadang berupa gumma atau fibrosis interstitial, tidak nyeri, permukaanya
rata dan unilateral, kadang-kadang memecah ke bagian anterior scrotum.

2. Sifilis Kongenital

Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini
sebab banyak T.palidum beredar dalam darah. Treponema masuk secra hematogen ke janin
melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu. Sifilis yang
mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati
terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini,
kemungkinan bayi sakit 80 % , bila sifilis lanjut 30%.

Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian menjadi
berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan ke lima,
berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis kongenital yang
akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup

10
dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat. Keadaan
ini disebut hukum kossowitz.

Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis
kongenital lanjut (tarda), dan stigmata. Batas antara dini dan lanjut ialah dua tahun. Yang
dini bersifat menular, jadi menyerupai S II, sedangkan yang lanjut berbentuk gumma dan
tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas akibat penyembuhan kedua
stadium tersebut.

1. Sifilis kongenital dini


Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol,
simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan.
Cairan bula mngandung banyak T.pallidum. Bayi tampak sakit, bentuk ini
adakalanya disebut pemfigus sifilitika.
Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa minggu dan
mirip erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau papula-skuamosa
yang simetris dan generalisata. Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada
tempat yang lembab papul dapat mengalami erosi seperti kondiloma lata. Ragades
merupakan kelainan umum yang terdapat pada sudut mulut, lubang hidung, dan
anus, bentuknya memancar (radiating).
Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga kulit
keriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala. Kuku
dapat terlepas akibat papul di bawahny, disebut onikia sifilitika. Jika tumbuh kuku
yang baru akan kabur dan bentuknya berubah.
Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses seperti
pada S II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah mukoperiosteum
dalam kavum nasi yang menyebabkan rinitis dan disebut syphilitic snuffles.
Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau seropurulen yang sangat
menular dan menyebabkan sumbatan. Pernafasan dengan hidung suka. Jika
plaques muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau. Kelenjar getah
bening dapat membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S II.

11
Sifilis Kongenital Snuffle nose
Hepar dan lien membesar akibat invavasi T.pallidum sehingga terjadi fibrosis
yang difus. Dapat terjadi udema dan sedikit ikterik (fungsi hepar terganggu).
Ginjal dapat diserang, pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular
cast. Pada umumnya kalainan ginjal ringan. Pada paru kadang-kadang terdapat
infiltrasi yang disebut pneumonia putih.

Sifilis Kongenital Hepato-splenomegali

Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa minggu.


Osteokondrosis pada tulang panjang umumnya terjadi sebelum berumur enam
bulan dan memberi gambaran khas pada waktu pemeriksaan dengan sinar-x.
Ujung tulang terasa nyeri dan bengkak sehingga tidak dapat digerakan, seolah-

12
olah terjadi paralisis dan disebut psuedo paralisis parrot. Kadang-kadang terjadi
komplikasi berupa terlepasnya epifisis, fraktur patologik, dan arthritis supurativa.
Pada pemeriksaan dengan sinar-x terjadi gambaran yanng khas. Tanda
osteokondritis menghilang setelah 12 bulan, tetapi periostitis menetap. Umunya
tedapat anemia berat sehingga rentan terhadap infeksi.

Sifilis kongenital periostitis


Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T.pallidum pada otak waktu
intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti. Menyebabkan pada bayi terjadi
konvulsi dan defisiensi mental.

2. Sifilis Kongenital Lanjut


Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Gumma dapat
menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan alat dalam. Yang khas ialah gumma
pada hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi
perforasi, bila meluas menjadi dekstruksi seluruhnya hingga hidung mengalami
kolaps dengan deformitas. Gumma pada palatum mole dan durum juga sering
terjadi sehingga menyebabkan perforasi pada palatum.
Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai 1/3tengah tulang dan
menyebabkan penebalan yang disebut sabre tibia. Osteoperiotiitis setempat pada
tengkorak berupa tumor bulat yang disebut parrots nodus, umumnya terjadi pada
daerah frontal dan parietal.
Keratitis merupakan gejala yang paling umum, biasanya terjadi antara umur tiga
sampai tiga puluh tahun, insidensinya 25% dari penderita dengan sifiis kongenital

13
dan dapat menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi ketulian
yang biasanya bilateral.

3. Stigmata

1. Stigmata pada lesi dini


Fasies
Akibat rinitis yang parah dan terus-menerus pada bayi, akan menyababkan
gangguan pertumbuhan septum nasi dan tulang lain pada kavum nasi.
Kemudian terjadi depresi pada jembatan hidung dan disebut saddle nose.
Maksilla tumbuh secara abnormal yakni lebih kecil daripada mandibula yang
tumbuh normal dan disebut buldogjaw.

Gigi
Gigi hutchinson merupakan kelainan yang khas, hanya terdapat pada gigi
insisiv permanen. Gigi tersebut lebih kecil daripada normal, sisi gigi konveks,
sedangkan daerah untuk menggigit konkaf.
Kelainan lain yang khas ialah pada gigi molar pertama, biasanya yang di
bawah. Pertama kali dilukiskan oleh moon dan disebut moon:s molar.
Permokaannya berbintil-bintil (tuberkula) sehingga mirip murbai, karena itu
dinamai pula mulbery molar. Kelainan ini lebih sering terdapat daripada gigi
hutchinson. Enamel di tempat itu tipis, hingga mudah teradi karies dan cepat
tanggal.

Hutchinsons teeth

Ragades
Ragades terdapat terutama pada sudut mulut, jarang pada lubang hidung dan
anus. Terbentuknya dari papul-papul yang berkonfluensi, akibat pergerakan

14
mulut terjadi fisur yang kemudian mengalami infeksi sekunder, jika sembuh
meninggalkan jaringan parut linear yang memancar dari sudut mulut.

2. Stigmata pada lesi lanjut


Kornea
Keratitis interstitsial dapat meninggalkan keruhan pada lapisan dalam kornea.

Keratitis interstisial

Sikatriks gumatosa
Gumma pada kulit meninggalkan sikatriks yang hipotrofi seperti kertas
perkamen. Pada palatum dan septum nasi meninggalkan perforasi.

Tulang
Osteoporosis gumatosa meninggalkan deformitas sebagai sabre tibia. Nodus
periosteal yang menyembuh sering memberi prominen yang abnormal dan
pelebaran regio frontalis yang disebut frontal bossing. Kalianan ini bersama
dengan saddle nose dan bulldog jaw disebut buldog facies.
Trias hutchinson
Trias hutchinson ialah sindrom yang terdiri dari keratitis intertisisal, gigi
hutchinson, dan ketulian nervus VIII.

8. Komplikasi

1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi

Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan,
pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap
wanita hamil sangat dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang

15
dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya
penularan penyakit dari ibu ke janin.

2. Komplikasi Terhadap Ibu

a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung

b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-
abuan dan licin

c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin

d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan cacat.

Pengaruh Terhadap Kehamilan

Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya
dan janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:

1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini,
dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.

2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.

3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-
kaki, serta kelainan mulut dan gigi.

4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.

9. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Treponema pallidum

Pemeriksaan - mikroskop lapangan gelap melihat pergerakkan


Treponema

16
Pewarnaan Burri (tinta hitam) tidak adanya pergerakan
Treponema, - T. pallidum telah mati kuman berwarna jernih
dikelilingi oleh lapangan yang berwarna hitam.

2. Serologi Tes sifilis (STS)


STS penting u diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan.
Prinsip pemeriksaan STS - mendeteksi bermacam antibodi yang
berlainan akibat infeksi T. pallidum
Klasifikasi STS
Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan
kolesterol
Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati / fraksi
Treponema pallidum
Ketepatan hasil STS dinilai berdasarkan :
Sensitivitas : % individu yang terinfeksi yang
memberi hasil positif
Spesifivitas : % individu yang tidak infeksi yang
memberikan hasil negatif .

Tes Non Treponema

Hasil STS non Treponema menjadi negatif (-) dalam 3 8 bln setelah pengobatan
adekuat.
Penilaian -`kualitatif & kuantitatif
Hasilnya menjadi positif (+) dalam 2 minggu I setelah ulkus durum positif (+)

Titer pada berbagai stadium :

SI : Negatif / positif rendah sampai tinggi


S II : Positif tinggi
S III : Positif tinggi
S kardiovaskular : Dapat non reaktif
Neurosifilis : Dapat non reaktif

Pengaruh pengobatan terhadap kuantitas STS antara lain :

17
SI : Bila Therapi sudah mulai pd saat hasil STS non reaktif,

tetap non reaktif

: Bila Therapi mulai pd saat hasil STS reaktif non

reaktif setelah 1 tahun

S II : Hasil STS akan (-) dalam waktu 2 tahun

Laten dini : Hasil STS akan (-) dalam waktu 2 tahun

Laten lanjut : 20 30 % kasus akan (-) dalam 5 tahun

Sifilis lanjut : < 20 30 % kasus akan (-) dalam 5 tahun

False : Bs (+) 1 2 % S II, disebut Prozone reaction


negative

False positive : (+) akibat salah teknik, ps penyakit Treponema lain

Tes Treponema

Tes Treponema digolong 4 kelompok, yaitu :

1. Tes Imobilisasi
Treponema Pallidum Immobilization (TPI)
Tes Treponema yang paling spesifik
Hasil positif pada Treponematosis
Kekurangannya
Rx lambat, baru (+) pd akhir stadium I,
Tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan,
Teknik sulit dan
Biayanya mahal
2. Tes imunofluoresensi
a. Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test (FTA-Abs)
Tes ini paling sensitif (90 %), bisa untuk mendeteksi Ig G
False (+) pada :
Keganasan
Anemia hemolitik
Lupus eritematosus

18
Sirosis hepatik
Rheumatoid arthritis
Kehamilan
Skleroderma
Infeksi virus, vaksinia
Drug induced LE
Orang normal

10. Pengobatan

Obat pilihan untuk Therapi sifilis adalah Penisilin

Tidak dianjurkan pemberian penisilin oral


Prinsip Therapi sifilis adalah kadar obat harus dapat bertahan dalam serum selama 10
14 hari u sifilis dini & lanjut, 21 hari u neurosifilis dan sifilis kardiovaskular.
Kadar penisilin yg diperlukan cukup 0,03 unit/ml selama 10 14 hari
Cara & dosis pemberian penisilin dalam kepustakaan masih berbeda.

Dosis total yang dianjurkan :

SI : 4,8 juta unit


S II : 6 juta unit
S III : 9 juta unit

Dosis yang dianjurkan oleh WHO (1982 yaitu :

Stadium dini (menular) : dosis total 30 gram/15 hari

Stadium lanjut (tidak menular) : dosis total 60 gram/30 hari

Sebelum Therapi diberikan, harus pemeriksaan STS


Pemeriksaan STS ini diulang kembali setelah Therapi selesai
Pemeriksaan STS pasca Therapi dilakukan secara cermat 1, 3, 6, & 12 bulan sampai 2
tahun setelah Therapi selesai
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai hasil Therapi & kemungkinan
adanya Therapi tidak adekuat atau adanya relaps penyakit.

11. Prognosis
Setelah menjalani pengobatan, prognosis untuk sifilis fase primer, sekunder dan fase laten
adalah baik. Prognosis untuk sifulis fase tersier pada hati atau otak adalah buruk, karena
kerusakan yang telah terjadi biasanya tidak dapat diperbaiki

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda adhi,dkk.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. edisi IV. Jakarta : 2005
2. A.Price Silvia dan m.Wilson Lorraine, 2006. Patofisiologi.edisi 6.EGC: Jakarta
3. Mansjoer arif,dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edsi III. Media Aesculapius
Fakultas Kedoketran Universitas Indonesia : Jakarta
4. Rani A azis,dkk, 2005. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
5. Sudoyo aru W, 2006.Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai