Anda di halaman 1dari 1

Resensi buku Buya Hamka

Ghirah bukan hanya milik orang Islam yang sering dicap fanatik oleh bangsa Barat karena
kebertahanannya dalam menjaga kehormatan pada diri, keluarga, maupun agamanya. Namun, ghirah
juga milik setiap jiwa manusia, bahkan masing-masing daerah atau Negara memiliki istilah sendiri untuk
menyebutnya. Ghirah juga milik Mahatma Gandhi –yang terkenal berpemahaman luas dan
berperikemanusiaan tinggi– yang sampai bersedia melakukan apa saja untuk mencegah adik Tawaharlal
Nehru, Viyaya Lakshmi Pandit, dan anaknya, Motial Gandhi, keluarn dari agama Hindu.

Ghirah atau cemburu ada dua macam, yakni terhadap perempuan dan agama. Jika adik perempuanmu
diganggu orang lain, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah. Jika agamamu,
nabimu, atau kitabmu dihina, kamu berdiam diri saja, jelaslah ghirah telah hilang dari dirimu.

Jika ghirah atau siri –dalam bahasa orang Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja– tidak dimiliki lagi oleh
bangsa Indonesia, niscaya bangsa ini akan mudah dijajah oleh asing dalam segala sisi. Jika ghirah telah
hilang dari hati, gantinya hanya satu, yaitu kain kafan tiga lapis. Sebab, kehilangan ghirah sama dengan
mati!

Anda mungkin juga menyukai