Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom immunnodefisiensi didapat (Acquired Immunodeficiency Syndrome,
AIDS) pertama-tama menarik perhatian bidang kesehatan masyarakat pada tahun 1981.
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler, yang pada penderitanya tidak dapat
ditemukan penyebab defisiensi tersebut. AIDS menyebabkan infeksi
oportunistik dan/atau neoplasma yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang
sebelumnya dalam keadaan sehat. Menurut Smeltzer AIDS adalah gejala dari penyakit
yang mungkin terjadi saat sistem imun dilemahkan oleh virus HIV.
Human Immunedeficiency Virus (HIV) tergolong ke dalam kelompok retrovirus
dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS dapat
membinasakan sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem
imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira
banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV.
Berdasarkan data statistik, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS diindonesia
begitu cepat. Ternyata dasar penularan awal epidemi ini disebabkan oleh jarum suntik.
Diperkirakan saat ini terdapatlebih dari 1,3 juta penderita HIV/AIDS akibat jarum
suntik. Jika terus berlanjut makan diperkirakan tahun 2020 jumlah itu akan meningkat
menjadi 2,3 juta orang.
Dan sebagai mahasiswa keperawatan perlu memiliki pengetahuan tentang
HIV/AIDS dan penatalaksanaaannya secara komprehensif. Adapun yang
melatarbelakangi penulisan makalah ini selain tugas kelompok dan juga merupakan
materi bahasa mata kuliah KMB . dimana mahasiswa dari setiap kelompok akan
membahas materi, sesuai judul masing-masing yang telah ditugaskan kepada masing-
masing kelompok. Dalam makalah ini akan dibahas tentang Asuhan keperawatan pada
pasien HIV/AIDS yang merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebln tubuh
manusia, yang dapat memudahkan atau membuat rentan si penderita terhadap penyakit
dari luar maupun dari dalam tubuh. AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Human Immuno deficiency virus HIV.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep dasar HIV / AIDS?
2. Bagaimana intervensi, implementasi dan evaluasi dari HIV / AIDS?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep dasar HIV / AIDS
2. Mengetahui intervensi, implementasi dan evaluasi dari HIV / AIDS.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Medis


1. Pengertian
a. HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus
merupakan virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini
menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi Yang menyebabkan
defisiensi (kekurangan) sistem imun.
b. Aids adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu
menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya
infeksi virus HIV (human Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif
tidak diidentik dengan AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya satu
atau lebih gejala penyakit skibat defisiensi sistem imun selular.
c. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency
Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006.
d. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200
atau kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
e. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat
yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan
kelainan imunolegik. (Price, 2005 : 241)
2. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkan dengan HIV Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.

2
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
b. Orang yang ketagian obat intravena
c. Partner seks dari penderita AIDS
d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
3. Perjalanan Infeksi HIV
Seseorang yang terjangkit HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimtomatik) selama bertahun-tahun. Selama ini jumlah sel T4 dapat berkurang
dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi menjadi sekitar 200 sampai
300 per darah 2-10 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar gejala
infeksi misalnya infeksi jamur oportunistik atau timbulnya herpes zoster (cacar
ular), muncul jumlah T4 kemudian menurun karena timbulnya penyakit baru
akan nrenyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seseorang didiognosis mengidap AIDS apabila dihitung sel T4 jatuh dibawah
200 sel per ml, atau apabila terjadi infeksi oportunistik, kanker atau demensis
AIDS.
HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh,
termasuk darah, semen cairan, vagina dan air susu. Urin dan isi saluran cerna
tidak dianggap sebagai sumber penularan kecuali apabila jelas tampak
mengandung darah. Air mata, air Iiur, dan keringat mungkin mengandung virus
tetapi jumlahnya diperkirakan terlalu rendah untuk menimbulkan infeksi.
HIV tidak ditularkan melaiui :
a. Hubungan sosial seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa,
berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum.
b. Gigitan nyamuk.
c. Kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/jamban yang sama.
d. Tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh
masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak
memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel
T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem
kekebalan tubuh. Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan
parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-
gejala AIDS.
4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang umum orang yang tertular HIV/AIDS biasanya adalah:

3
a. Berat badan turun secara mencolok, biasanya lebih dari 10% dalam waktu 1
bulan
b. Demam lebih dari 38oC, disertai keringat tanpa sebab yang jelas pada
malam hari
c. Diare kronis lebih dari 1 bulan
d. Rasa lelah berkepanjangan
e. Pembesaran kelenjar getah bening yang menetap, biasanya di sekitar leher
dan lipatan paha
f. Gatal-gatal; Herpes kulit; serta Kelainan lain pada kulit, rambut, mata,
rongga mulut, alat kelamin dan lainnya.
a) Gejala Mayor
a. Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
b. Diare kronik lebih dari 1bulan
c. Demam lebih dari1bulan
b) Gejala minor
a. Limfadenopati generalisata
b. Kandidiasis oro-faring
c. Infeksi umum yang berulang
d. Batuk parsisten
e. Dermatitis
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes untuk diagnose infeksi HIV :
1) ELISA (positif; hasiltes yang positif dipastikan dengan western blot)
2) Western blot (positif), , dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV
pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atauurin pasien
3) P24 antigen test (positifuntuk protein virus yang bebas)
4) Kultur HIV(positif; kalaudua kali uji kada secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar
yang meningkat)
5) Serologi
6) Tes antibody serum Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
7) Tes blot western Mengkonfirmasi diagnosa Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
8) Sel T limfosit Penurunan jumlah total
9) Sel T4 helperIndikator system imun (jumlah <200> T8 ( sel supresor
sitopatik )
10) Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( T8 ke T4) mengindikasikan supresi imun.

4
11) P24 (Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
12) Kadar Ig Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
13) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
14) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
b. Tesuntuk deteksi gangguan system imun.
1) LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
2) CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
3) Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
4) Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit)
5) Kadar immunoglobulin (meningkat)
c. Riwayat Penyakit
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka,
sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit,
protozoa, jamur, bakteri, viral.
d. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
e. Tes Lainnya:
1) Sinar X dada
2) Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain
3) Tes Fungsi Pulmonal
4) Deteksi awal pneumonia interstisial
5) Skan Gallium
6) Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
7) Biopsis
8) Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
9) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
10) Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan
paru-paru

5
6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social
2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial
3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,
gatal,rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

6
7. Penatalaksanaan Medis
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
a. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan
yang tidak terinfeksi
b. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi
c. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya
d. Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya
e. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu:


a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman
untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :
1) Didanosine
2) Ribavirin
3) Diedoxycytidine
4) Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan
keberhasilan terapi AIDS.
e. Pendidikan

7
untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu
fungsi imun.
f. Menghindari infeksi lain,
karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi
Human Immunodeficiency Virus (HIV).
8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini
diberikan pada seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak
bersifat terapeutik; tidak menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak
menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu:
1) Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi
tentang HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas; secreening, dan
sebagainya.
2) Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau pemakaian
kondom.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
agar tidak mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini
dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat
sehingga dapat mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap
bertahan melawan penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining
dan pengobatan penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan
atau menunda keparahan akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau
meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi
HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat
disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau
ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi dan
penurunan kesehatan.
Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari
pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini
ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin,
sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS.Tingkat perawatan ini bisa
disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya terdapat tindak pencegahan
terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya, dalam merawat
seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan aktivitas ODHA
dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya penularan

8
penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang terkena
HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain.
Selain hal-hal tersebut, pendekatan yang dapat digunakan dalam upaya
pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS adalah penyuluhan untuk
mempertahankan perilaku tidak beresiko. Hal ini bisa dengan menggunakan prinsip
ABCDE yang telah dibakukan secara internasional sebagai cara efektif mencegah
infeksi HIV/AIDS lewat hubungan seksual.
ABCDE ini meliputi:
A = abstinensia, tidak melakukan hubungan seks terutama seks berisiko tinggi dan
seks pranikah.
B = be faithful, bersikap saling setia dalam hubungan perkawinan atau hubungan
tetap.
C = condom, cegah penularan HIV dengan memakai kondom secara benar dan
konsisten untuk para penjaja seksual.
D = drugs, hindari pemakaian narkoba suntik.
E = equipment , jangan memakai alat suntik bergantian.
9. Peran Perawat Komunitas Pada Pasien HIV/AIDS
a. Peran perawat sebagai advokasi
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien
dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela
kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun
professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai
nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya
kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocat
(pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan
masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-
hak klien, hak-hak klien tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak
memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan.
b. Peran Perawat sebagai Konselor
Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan
untuk konseling psikiatri. Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-
nikah, konseling pre dan pascates HIV, konseling KB dan perubahan prilaku.
Konseling sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling
dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan
penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil
tes postif maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian

9
orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah
hasil tersebut positif atau negatif.
Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma
negatif dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu
mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi pasien. Perawat juga
perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan), hubungan telepon dan
aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien. Partisipasi orang
lain, batuan dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan kesepian dan ditolak
yang dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu melakukan pendampingan pada
keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan dan pemahaman yang benar
mengenai AIDS, sehingga keluarga dapat berespons dan memberi dukungan bagi
penderita.
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan
perawat. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual
bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada
orang lain dengan menjaga perilakunya serta meningkatkan kualitas hidupnya. Bagi
seluruh penderita AIDS didorong untuk mendekatkan diri pada Tuhan, jangan
berputus asa atau bahkan berkeinginan untuk bunuh diri dan beri penguatan bahwa
mereka masih dapat hidup dan berguna bagi sesama antara lain dengan membantu
upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.

B. Konsep Keperawatan
1. Intervensi
Dx. Resiko Terjadi penularan dan peningkatan angka penderita HIV/AIDS Sehu
bungan dengan
Intervensi :
a. Beri informasi tentang bahaya HIV/AIDS
b. Supervise didaerah rawan HIV/AIDS
c. Dx.Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang Bahaya HIV/AIDS
Intervensi:
a. Penyuluhan tentang pencegahan HIV/AIDS
b. Motivasi kader untuk aktif mengikuti kegiatan penyuluhan
c. Bantu Kader dalam persiapan media informasi tentang bahaya HIV/AIDS
2. Implementasi
Dx. Resiko Terjadi penularan dan peningkatan angka penderita HIV/AIDS Sehu
bungan dengan
Intervensi :
a. Memberi informasi tentang bahaya HIV/AIDS
b. Supervise didaerah rawan HIV/AIDS
Dx.Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang Bahaya HIV/AIDS

10
Intervensi:
a. Mengadakan Penyuluhan tentang pencegahan HIV/AIDS
b. Memotivasi kader untuk aktif mengikuti kegiatan penyuluhan
c. Membantu Kader dalam persiapan media informasi tentang bahaya HIV/AIDS
3. Evaluasi
a. Masyarakat mengetahui tentang bahaya AIDS
b. Mengidentifikasi kelompok-kelompok yang beresiko
c. Masyarakat dapat memahami pencegahan dan mampu mengidentifikasi
kelompok-kelompok yang beresiko AIDS.
d. Masyarakat dapat melakukan penyuluhan keberbagai profesi terutama kelompok
umur dan profesi yang beresiko

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik,
dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah (tansfuse darah,
penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS), transmisi dari
ibu ke anak yang mengidap AIDS.

B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, kami mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :
1. Masyarakat dapat mengenali tentang pengertian AIDS.
2. Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan komunitas AIDS pada kelompok
penderita AIDS.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius

Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. (2001). Proses & Dokumentasi Keperawatan. Konsep dan Praktik. Edisi pertama
jilid 1. Jakarta. Salemba Medika.

Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit . Jakarta : EGC

Riyadi. Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, retieved may 12nd.


R, Fallen. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. (2010). Yogyakarta: Nuha Medika

13

Anda mungkin juga menyukai