Anda di halaman 1dari 16

Pneumonia pada Anak

102009158 Lion Pamungkas


102011094 Alfia Lania Sinta Hosio
10201282 Noor Syuhaila Binti Mazlan
102013430 Shella Gustiawati Hidayat
102014015 Grevaldo Austen
102014039 Devina Hendriyana Gunawan
102014099 Wayan Sadhira Gita Krisnayanti
102014023 Indah Eka Putri
102014213 Jason Julio Sutanto

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta 1
Pendahuluan

Pneumonia adalah infeksi saluran nafas akut yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun
aspirasi benda asing. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama
pada anak di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Pneumonia
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun.
Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) hampir 1 dari 5 balita di
negara berkembang meninggal karena pneumonia. Di Indonesia, pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi
yang rendah mempertinggi angka kematian. Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan
tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko
tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A,
tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap
polusi udara.1

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan nonverbal mengenai riwayat penyakit
pasien.Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yaitu
segala hal yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis atau medical history adalah informasi
yang dikumpulkan oleh seorang dokter dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun
dari orang yang dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan
pasien (allo-anamnesis/hetero-anamnesis). Dalam kasus ini dilakukan allo-anamnesis karena
pasien masih berumur 2 tahun dan belum bisa memberikan keterangan tentang keluhan yang
dialaminya.2

Perlu ditanyakan pertama kali yaitu identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin). Lalu
ditanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang seperti lokasi anatomi sakit, waktu
termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya
membaik/memburuk/tetap, apakah keluhan konstan/intermitten. Catat riwayat yang berkaitan
termasuk pengobatan sebelumnya faktor resiko dan hasil pemeriksaan yang negatif. Riwayat
keluarga, dan riwayat ekonomi-sosial yang berkaitan dengan keluhan utama.2

Berikut merupakan beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan mengenai penyakit yang
dialami pasien.

- Apakah pasien memiliki keluhan sesak nafas? Sejak kapan? Awalnya mendadak atau
bertahap? Terus menerus atau hilang timbul?
- Apakah disertai dengan batuk dan pilek? Batuknya produktif atau kering? Jika
produktif, tanyakan warna sputum, volume, disertai darah atau tidak.
- Apakah ada gejala penyerta seperti demam, lemas, nyeri dada, nafsu makan menurun
atau berat badan menurun?
- Apakah pasien memiliki riwayat penyakit pernafasan mendasar seperti asma, PPOK
atau sebelumnya sakit influenza?
- Apakah keluarga pasien ada yang memiliki riwayat penyakit paru?
- Apakah keluarga pasien ada yang memiliki keluhan yang sama?
- Apakah orang terdekat pasien (tinggal di satu rumah) memiliki kebiasaan merokok?
- Apakah sebelumnya pasien mengkonsumsi obat tertentu?
- Apakah pasien memiliki alergi?

Dari anamnesis yang dilakukan didapatkan bahwa pasien berumur 2 tahun memiliki
keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu.Sesak nafas yang dialami terus menerus.Pasien
memiliki riwayat batuk pilek sejak 1 minggu yang lalu, batuknya produktif dengan sputum
berwarna kuning.Diketahui juga pasien demam dan nafsu makannya menurun.
Pemeriksaan Fisik

Pertama-tama harus dilihat lebih dahulu kesadaran dan juga keadaan umum
pasien.Didapatkan kesadaran pasien compos mentis serta anak tampak sesak dan rewel.Lalu
dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital seperti tekanan nadi, frekuensi nafas, tekanan darah dan
suhu tubuh pasien.Pada kasus didapatkan tekanan nadi anak 110x/menit, berarti anak tersebut
mengalami takikardia dimana tekanan nadi normal pada anak adalah 80 90 x/menit.Dilakukan
juga pemeriksaan tekanan darah, tetapi pada kasus tidak diketahui.Tekanan darah normal pada
anak adalah 80-100/60 mmHg. Suhu tubuh pasien adalah 38,5C dimana suhu normal pada anak
adalah 36,6C 37,2C. Pernapasan anak adalah 55x/menit sehinga disimpulkan bahwa anak
mengalami takipnea, normalnya pernapasan untuk anak adalah 20-30 x/menit.Pada pemeriksaan
Berat badan didapatkan berat pasien 12 kg. Menurut Kartu Menuju Sehat (KMS), balita umur 2
tahun dengan berat 12 kg merupakan dalam keadaan normal, tidak kekurangan gizi.3

Pada pemeriksaan fisik paru dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan


auskultasi.Pemeriksaan dengan cara melihat objek yang diperiksa disebut inspeksi. Inspeksi
merupakan fase awal pemeriksaan yang sangat penting untuk mendapatkan informasi tentang
gejala penyakit.Inspeksi dilakukan head-to-toe secara sistematis. Inspeksi yang berkaitan dengan
sistem pernapasan adalah observasi dada, bentuknya simetris atau tidak, gerak dada, pola napas,
frekuensi napas, irama, retraksi antara iga, retraksi di atas klavikula, apakah terdapat parut luka
yang kemungkinan bekas operasi.3

Palpasi dimulai dengan memeriksa telapak tangan dan jari, leher, dada, dan abdomen.
Pemeriksaan leher bertujuan untuk menentukan apakah trakea tetap di tengah atau bergeser dari
tempatnya, apakah terdapat penonjolan nodus limfa. Pemeriksaan palpasi dada akan memberikan
informasi tentang penonjolan di dinding dada, nyeri tekan, gerakan pernapasan yang simetris
atau asimetris, derajat ekspansi dada, dan untuk menentukan tactile vocal fremitus.3

Pengetukan dada (perkusi) akan menghasilkan vibrasi pada dinding dada dan organ paru
di bawahnya yang akan dipantulkan dan diterima oleh pendengaran pemeriksa. Nada dan
kerasnya bunyi tergantung pada kuatnya perkusi dan sifat organ di bawah lokasi perkusi. Perkusi
di atas organ yang padat atau organ yang berisi cairan akan menimbulkan bunyi dengan
amplitudo rendah dan frekuensi tinggi yang disebut suara pekak (dull, stony dul). Perkusi di atas
organ yang berisi udara akan menimbulkan bunyi resonansi, hiperresonansi dan timpani.3

Auskultasi adalah mendengarkan suara yang berasal dari dalam tubuh dengan cara
menempelkan telinga ke dekat sumber bunyi atau agar lebih mudah dengan menggunakan
stetoskop. Stetoskop mempunyai tiga ujung yaitu satu ujung kepala yang diletakkan di atas kulit
dada atau perut dan dua ujung yang lain ditempelkan di lubang telinga pemeriksa. Auskultasi
dilakukan mulai dari leher, dada, dan kemudian abdomen.3

Pada hasil pemeriksaan fisik inspeksi dari kasus di atas didapatkan faring hiperemis,
pernafasan cuping hidung, terdapat retraksi dada dan tidak sianosis.Lalu pada pemeriksaan
auskultasi didapatkan ronki basah halus dan wheezing pada kedua lapang paru.

Pemeriksaan Penunjang

Bakteri yang ada di saluran repiratori atas tidak dapat menjadi refleksi yang akurat
penyebab infeksi repiratori bawah, dan sediaan sputum dengan kualitas baik sangat sulit didapat
dengan pasien anak. Pada anak yang tidak memiliki kelianan lain dan tanpa penyakit yang
mengancam jiwa, prosedur invasive untuk mengambil jaringan respiratori bawah atau secret
pada umumnya tidak diindikasikan. Pemeriksaan serologis tidak berguna untuk menentukan
penyebab pada kebanyakan pneumonia bacterial.4

Hitung jenis leukosit pada pneumonia viral seringkali normal ataupun sedikit meningkat,
dengan limfosit predominan, sedangkan pada pneumonia bacterial hitung jenis leukosit
mengalami peningkatan (>20.000/mm3) dengan predominan neutrofil.Eosinophilia ringan
merupakan tanda karakteristik pada pneumonia C. trachomatis pada bayi.Biakan darah harus
dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan menentukan bakteri penyebab pneumonia.Biakan
darah positif ditemukan pada 10-20% pneumonia bacterial dan merupakan konfirmasi sebagai
penyebab pneumonia apabila hasilnya positif pada kuman yang diketahui sebagai pathogen
respiratori. Pemeriksaan antigen urin berguna untuk mengidentifikasi L. pneumonia (penyakit
Legionnare).4

Pemeriksaan yang secara akurat dapat membantu penegakan diagnosis pneumonia virus
adalah pemeriksaan biakan atau pemeriksaan antigen viral secara cepat pada sediaan secret
respiratori atas, tetapi ini tidak menyingkirkan pneumonia bacterial.Apabila pada sediaan darah
tepi terdeteksi adanya aglutin dingin, maka perlu dicurigai infeksi M. pneumonia.Hal ini dapat
dikonfirmasi melalui IgM Mycoplasma atau pemeriksaan PCR yang lebih spesifik.Untuk
pemeriksaan biakan CMVdan enterovirus digunakan dari sediaan nasofaring, urin ataupun
bilasan bronkoalveolar. Diagnosis M. tuberculosis ditegakkan melalui pemeriksaan uji
tuberculin, pemeriksaan interferon assay darah, dan analisis sputum atau aspirasi lambung
dengan cara pemeriksaan biakan, deteksi antigen, atau pemeriksaan PCR.4

Diagnosis Kerja

Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang


disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada
daerah yang mengalami konsolidasi dan darah yang dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak
berfungsi.Hipoksemia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang sakit.Cara
penularan pneumonia dapat melalui percikan ludah, kontak langsung lewat mulut atau kontak
tidak langsung melalui peralatan yang terkontaminasi dengan saluran pernafasan.Biasanya
penularan organisme terjadi dari orang ke orang, namun penularan melalui kontak sesaat sering
terjadi.Masa inkubasi tidak diketahui pasti, mungkin 1-3 hari. Terdapat 3 klasifikasi pneumonia,
berdasarkan rentang usia, klinis dan epidemiologis, agen penyebab, dan predileksi infeksi.5

Berdasarkan rentang usia, pneumonia dibagi menjadi pneumonia pada anak kurang dari 2
bulan dan anak 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak kurang dari 2 tahun pneumonia
dibagi menjadi pneumonia berat dan bukan pneumonia (batuk biasa).Pneumonia berat ditandai
dengan adanya nafas cepat yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau
lebih.Bukan Pneumonia ditandai dengan batuk pilek biasa. Sedangkan pada anak usia 2 bulan
hingga kurang dari 5 tahun dibagi menjadi pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia.
Pneumonia berat ditandai dengan adanya sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah.
Pneumonia disertai dengan nafas cepat, bila usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun 50 kali per
menit, dan untuk usia 1 hingga kurang dari 5 tahun 40 kali per menit. Bukan pneumonia ditandai
dengan batuk pilek biasa, tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada
nafas cepat.5,6
Diagnosis Banding

Bronkitis Akut

Walaupun diagnosis bronkitis akut sering dibuat, namun pada anak-anak keadaan ini
mungkin tidak dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri. Bronkitis merupakan akibat beberapa
keadaan lain saluran pernapasan atas dan bawah, dan trakea biasanya terlibat. Bronkitis akut
biasanya didahukui oleh infeksi pernapasan atas. Infeksi sekunder biasanya diakibatkan oleh
Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, H. influenzae dapat terjadi. Khasnya pada
anak ialah datang dengan batus sering, tidak produkktif dan timbuknya relatif bertahap, mulai 2-
3 hari setelah rhinitis.1,5

Pada saat penyakit memburuk penderita biasanya dapat terganggu oleh suara siulan selama
rspirasi, nyeri dada, dan kadang-kadang oleh napas pendek. Batuk proksimal atau rasa mencekik
pada saat sekresi tekadang disertai muntah. Dalam beberapahari batuk menjadi produktif dan
sputum berubah warna dari jernih menjadi purulen. Dalam 5-10 hari batuk mulai menghilang dan
mukus mulai encer dan badan mulai sangat malaise. Tanda-tanda fisik bervariasi menurut umur
dan stadium penyakit. Pada anak yang gizinya baik komplikasinya sedikit, sedangkan pada anak
yang malnutrisi komplikasinya bisa berupa, otitis, sinusitis dan pneumonia. Tidak ada terapi
spesifik sebagian besar sembuh tanpa pengobatan apapun. Anak dengan serangan bronkitis akut
berulang perlu dievaluasi dengan cermat untuk kemungkinan anomali saluran pernapasan, benda
asing, bronkiektasia, alergi, sinusitis, kistik fibrosis.5

Bronkiolitis

Bronkiolitis akut terjadi akibat obstruksi saluran pernapasan kecil penyakit ini terjadipada
usia 2 tahun pertama dengan insiden memuncak pada usia 6 bulan. Penyakit ini paling sering
mengakibatkan anak harus rawat inap. Bronkiolitis ditandai dengan adanya obstruksi bronkiolus
yang disebabkan oleh edema dan kumpulan mucus serta kumpulan puin-puing seluler dan oleh
invasi oleh bagian-bagian bronkus yang lebih kecil oleh virus sehingga terjadi penebalan pada
dinding bronkiolus. Penebalan sesedikit apapun pada pronkiolus pada bayi dapat sangat
mempengaruhi aliran udara. Anak mula-mula menderita infeksi ringan saluran napas atas disertai
dengan ingus dan bersin. Gejala ini biasanya berakhir beberapa hari.dan dapat disertai dengan
penurunan nafsu makan. Dan demam 38,5-39oC. perkembangan kegawatan biasanya disertai
dengan batuk proksimal, dispnea, dan iritabilitas.6

Perjalanan fase yang paling kritis selama 48-72 jam pertama setelah batuk dan dispnea.
Pada fase ini anak akan merasa sangat sakit, sedangkan pada bayi akan mengalami apnea.
Sesudah periode kritis biasanya penyembuhan terjadi sangat cepat. Namun dapat juga
menyebabkan kematian yang merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis
respiratorik yang berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi akibat kehilangan penguapan air
dan takipnea serta ketidak mampuan minum cairan. Komplikasi bakteri seperti
bronkopneumonia dan otitis media tidak lazim terjadi. Untuk penanganan penderita biasanya
diletakan atau ditempatkan pada ruangan yangb udaranya telah dilembabkan. Ribavirin (virazol),
suatu agen antivirus yang tersedia untuk pengobatan akibat infeksi virus RSV. Antibiotic tidak
mempunyai nilai terapeutik kecuali penderita ada pneumonia bakteri. Kortikosteroid tidak
bermanfaat dan dapat membahayakan pada keadaan tertentu. Biasanya obat-obatan
bronkodilatator biasanya digunakan pada terapi empiric. Karena obstruksi terjadi pada tingkat
bronkiolus, trakeostomi tidak bermanfaat dan menimbulkan resiko yang besar pada penderita
yang akut. Beberapa penderita kondisinya dapat memburuk dapat dengan cepat menjadi
kegagalan pernapasan, sehingga memerlukan bantuan ventilasi.6

Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit yang ditularkan melalui kuman yang dibatukkan


penderita tuberculosis ke udara dalam bentuk droplet nuclei.Didalam udara bebas kuman ini
dapat menetap selama 1-2 jam.Hal ini tergantung dari ada atau tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang baik dan kelembaban.Dalam suasana lembab dan gelap yang ventilasinya jelek
kuman dapat bertahan hidup lebih lama. Bila orang sehat menghisap kuman yang dibatukan oleh
penderita TB maka kuman tersebut akan segera menempel pada jalan nafas atau paru-paru.
Untuk selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer. Tapi kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari trakheobronkeal beserta
gerakan silia dengan sekretnya. Kuman dapat juga masuk melalui luka dari kulit tetapi hal ini
jarang terjadi.Pada stadium permulaan setelah pembentukan.Fokus primer atau terjadi beberapa
kemungkinan, yaitu penyebaran melalui bronkogen, penyebaran melalui limfogen, ataupun
penyebaran melalui hematogen.Tetapi keadaan ini hanya berlangsung beberapa saat. Penyebaran
akan berhenti jika kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang spesifik
terhadap basil TB. Apabila jumlah kumannya sangat banyak sedangkan daya tahan tubuh
melemah akan berakibat timbulnya tuberculosis milier.4

Kelanjutan dari penyebaran tersebut dapat terjadi penyebaran infeksi primer ke saluran
getah bening dan kelenjar getah bening setempat (local) sehingga terbentuklah suatu kompleks
primer. Infeksi primer dan komplek primer dinamakan tuberculosis primer. Dari kelenjar limfe
basil TB dapat menyebar melalui kelenjar limfe dan pembuluh darah ke organ yang lain,
terutama organ yang memiliki tekanan oksigen tinggi seperti hepar, ginjal, tulang, otak dan
bagian lain dari paru. Basil TB ini dapat langsung menyebabkan penyakit di organ-organ tersebut
atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan dapat menyebabkan TB aktif bertahun-tahun
kemudian. Tuberculosis juga dapat hilang melalui resolusi, kalsifikasi membentuk kompleks
Ghon, atau terjadi nekrosis dengan masa perkejuan yang dibentuk dari makrofag. Apabila keju
mencair maka basil dapat berkembang di ekstra sel sehingga dapat meluas di jaringan paru dan
terjadi pneumonia, lesi endotrakheal, pleuritis, dan dapat menyebar secara bertahap
menyebabkan lesi di organ-organ lainnya atau dikenal dengan TB milier.1,4

Epidemiologi

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri;
merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan
kematian pada bayi dan anak balita.Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering adalah
streptococcus pneumonia (pneumokokus), Hemophilus influenza tipe b (Hib) dan
Staphylococcus aureus (S.aureus). Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita Negara
berkembang termasuk Indonesia disebabkan pneumokokus dan Hib.5

Diseluruh dunia diperkirakan terjadi lebih dari 2 juta kematian balita akibat
pneumonia.Di Indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001 kematian bayi
akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan
kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun.5

Merujuk pada angka-angka diatas bias dimengerti bahwa para ahli menyebutnya
pneumonia sebagai The forgotten pandemic atau wabah yang terlupakan karena begitu
banyak korban meninggal akibat pneumonia tetapi sangat dikit perhatian yang diberikan kepada
masalah pneumonia. Tidak heran bila kontribusinya yang besar terhadap kematian balita
pneumonia dikenal sebagai pembunuh balita nomor satu.5

Imunisasi memberikan dampak yang sangat besar dalam menurunkan insidens


pneumonia yang disebabkan oleh pertusis, difteri, campak, Haemophilus influinzae dan S.
pneumonia. Di tempat basil Calmette Guerin (BCG) untuk tuberkulosis digunakan, ia juga
memberikan pengaruh yang sama besarnya. Diperkirakan lebih dari 4 juta kematian setiap tahun
di negara berkembang disebabkan infeksi respiratori akut. Faktor risiko untuk infeksi respiratori
bawah termasuk refluks gastroesofageal, gangguan sistem neurologi (aspirasi), kondisi
imunokompromais, abnormalitas anatomis sistem respiratori, penghuni fasilitas perawatan untuk
anak cacat, dan saat dalam perawatan di rumah sakit, terutama di bagian perawatan intensif
(ICU) ataupun sedang menjalani prosedur tindakan invasif.5

Etiologi

Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah.Penyakit ini adalah infeksi akut
jaringan paru oleh mikroorganisme.Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang
timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus.Penyebab tersering pneumonia
bakterialis adalah bakteri gram positif.Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia
streptokokus. Bakteri Staphylococcus aureus dan streptococcus beta-hemolitikus grup A juga
sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya virus parainfluenza, RSV dan adenovirus.Pneumonia
mikoplasma, suatu pneumonia yang sering dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme
yang, berdasarkan beberapa aspeknya, berada di antara bakteri dan virus. Individu yang
mengidap acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) sering mengalami pneumonia yang
pada orang normal sangat jarang terjadi yaitu Pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke
aerosol dari air yang lama tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat
pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia Legionella.Individu yang mengalami aspirasi
isi lambug karena muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia aspirasi. Bagi
individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia,
bukan mikroorganisme, dengan mencetuskan suatu reaksi peradangan.6
Risiko untuk mengidap pneumonia seperti dijelaskan diatas lebih besar pada bayi, orang
berusia lanjut atau mereka yang mengalami gangguan kekebalan atau menderita penyakit atau
kondisi kelemahan lain.6

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme di paru banyak


disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh penjamu.Selain itu toksin-
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak
sel-sel sistem pernafasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan
peradangan yang paling mencolok, yang perjalanannya tergambar jelas pada pneumonia
pneumokokus.6

Manifestasi Klinis

Usia merupakan factor penentu dalam manifestasi klinis pneumonia. Neonatus dapat
menunjukan hanya gejala demam tanpa ditemukannya gejala-gejala fisis pneumonia. Pola klinis
yang khas pada pasien pneumonia viral dan bacterial umumnya berbeda antara lain bayi yang
lebih tua dan anak. Walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas pada pasien tertentu. Demam,
menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritis, retraksi dan iritabilitas akibat
sesak respiratori, sering terjadi pada bayi yang lebih tua dan anak.4

Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stridor, dan gejala
demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia bacterial.Pneumonia bacterial secara tipikal
berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu, dan pada auskultasi ditemukan
adanya tanda konsolidasi paru.Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai oleh gejala yang khas
seperti takipneu, batuk, ronki kering (crackles) pada pemeriksaan auskultasi, dan seringkali
ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis chlamydial.Gejala klinis lainnya yang dapat
ditemukan adalah distress pernafasan termasuk nafas cuping hidung, retraksi interkosta dan
subkosta, dan merintih (grunting).Semua jenis pneumonia memiliki ronki kering yang
terlokalisir dan penurunan suara respiratori. Adanya efusi pleura dapat menyebabkan bunyi
pekak pada pemeriksaan perkusi.4

Patofisiologi

Paru memiliki beberapa mekanisme pertahanan yang efektif yang diperlukankarena


sistem respiratori selalu terpajan dengan udara lingkungan yang seringkaliterpolusi serta
mengandung iritan, patogen, dan alergen. Sistem pertahanan organrespiratorik terdiri dari tiga
unsur, yaitu refleks batuk yang bergantung pada integritassaluran respiratori, otot-otot
pernapasan, dan pusat kontrol pernapasan di sistem saraf pusat.

Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan paru mengalami gangguansehingga kuman


patogen dapat mencapai saluran napas bagian bawah. Agen-agenmikroba yang menyebabkan
pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer: (1)aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme
patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, (2) infeksi aerosol yang infeksius, dan (3)
penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius
adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara
hematogenlebih jarang terjadi.Setelah mencapai alveoli, maka mikroorganisme patogen akan
menimbulkan respon khas yang terdiri dari empat tahap berurutan:5

1. Stadium Kongesti (4 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Stadium Hepatisasi merah (48jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula karena sel-
sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisialveoli.
3. Stadium Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari): paru tampak kelabu karenaleukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Stadium Resolusi (7 sampai 11 hari): Eksudat mengalami lisis dandireabsorpsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.5

Penatalaksanaan

Terapi pneumonia adalah terapi suportif dan terapi spesifik yang tergantung pada berat
ringannya penyakit, komplikasi dan kuman penyebab pneumonia.Usia, tingkat keparahan
penyakit, komplikasi yang dapat ditemukan pada pemeriksaan rontgen toraks, derajat distress
resporatori, dan kemampuan keluarga untuk merawat anak yang sakit, serta progesivitas penyakit
harus dipertimbangkan untuk menentukan pilihan cara rawat baik rawat jalan ataupun rawat
inap. Sebagian besar kasus pneumonia pada anak sehat dapat dikelola sebagai pasien rawat
jalan.5
Faktor faktor yang dapat mengindikasikan perlunya rawat inap bagi anak penderita
pneumonia adalah : usia kurang dari 6 bulan, status imunokompromais, tampak toksik, distres
pernapasan berat, membutuhkan suplementasi oksigen, dehidrasi, muntah, tidak merespon
terhadap pemberian antibiotik oral, dan pada orang tua yang tidak komplians.4

Walaupun sebagian besar kasus pneumonia komunitas pada anak kecil disebabkan oleh
virus, pada sebagian besar situasi para ahli menyarankan pemberian terapi antibiotik empiris
untuk berbagai kasus yang dapat diterapi.Situasi pengecualian tertentu termasuk kurangnya
respons pasien terhadap terapi empiris, penyakit berat yang tidak biasa, pneumonia nosokomial,
dan anak dengan imunokompromais yang rentan terhadap infeksi patogen oportunitis.Berbeda
dengan meningitis pneumokokus, pneumonia pneumokokus dapat diobati dengan terapi
sefalosporin dosis tinggi dan bahkan dengan adanya resistensi penisilin tingkat
tinggi.Vankomisin dapat digunakan apabila pada uji resistensi ditemukan resistensi obat dan
penyakit pasien yang berat. Pada bayi usia 4-18 minggu pneumonia afebril umumnya disebabkan
oleh C. trachomatis untuk tipe ini digunakan terapi dengan preparat makrolid.4,5

Pencegahan

Vaksin influenza yang diberikan tiap tahun dianjurkan untuk seluruh anak berusia 6
bulan-18 tahun.Bayi berusia 6 bulan sampai dengan anak berusia 5 tahun memiliki risiko tinggi
terjadinya komplikasi dari influenza.Vaksin trivalen inaktif atau vaksin influenza yang
dilemahkan dapat diberikan pada pasien berusia 2-49 tahun.Beberapa vaksin trivalent telah
memiliki lisensi untuk digunakan sejal berusia 6 bulan.Vaksinasi universal sejak masa kanak-
kanak dengan vaksinasi H. influenza tipe B terkonjugasi dan S. pneumonia telah menurunkan
insidens terjadinya pneumonia secara bermakna. Keparahan suatu infeksi RSV dapat dikurangi
dengan menggunakan palivizumab pada pasien yang berisiko tinggi.4

Upaya mengurangi durasi ventilasi mekanik dan pemberian antibiotic dengan bijaksana
dapat menurunkan pneumonia akibat ventilator (ventilator-associated-pneumonia).Tempat tidur
pada bagian kepala dinaikkan setinggi 30-45o pada pasien yang terintubasi untuk meminimalisasi
risiko aspirasi, dan semua instrument penghisap lendir dan cairan saline harus steril.Cuci tangan
baik sebelum dan sesudah kontak dengan setiap pasien dengan menggunakan sarung tangan steril
jika melakukan prosedur invasive sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan infeksi
nosocomial.Staf rumah sakit yang mengalami penyakit respiratori atau menjadi pembawa
penyakit tertentu seperti MRSA (Methicillin-Resisten S. aureus) harus mematuhi kebijakan
pengendalian infeksi untuk mencegah transmisi penyakit kepada pasien. Sterilisasi peralatan
sumber aerosol (misalnya alat pendingin udara) dapat mencegah terjadinya pneumonia
Legionella.4

Komplikasi dan Prognosis

Pneumonia bakterial seringkali menyebabkan cairan inflamasi terkumpul di ruang pleura,


kondisi ini mengakibatkan efusi parapneumonik atau apabila cairan tersebut purulen disebut
empiema.Efusi dalam jumlah kecil tidakk memerlukan terapi. Efusi dalam jumlah besar akan
membatasi pernapasan dan harus dilakukan tindakan drainase. Diseksi udara di antara jaringan
paru mengakibatkan timbulnya pneumotokel, atau timbulnya kantung udara. Jaringan parut pada
saluran respiratori dan parenkim paru akan menyebabkan terjadinya dilatasi bronkus dan
mengakibatkan bronkiektasis dan peningkatan risiko terjadinya infeksi berulang.5

Pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan paru dapat menyebabkan


terjadinya abses paru.Abses paru merupakan kasus yang jarang terjadi pada anak dan umunya
disebabkan oleh aspirasi pneumonia atau infeksi di belakang bronkus yang mengalami
obstruksi.Lokasi yang seringkali terkena adalah segmen posterior lobus posterior dan segmen
superior lobus inferior, dimana materi yang teraspirasi terlokalisir saat anak meminum sesuatu
yang mengakibatkan aspirasi.Bakteri yang biasanya mendominasi adalah bakteri anaerob,
bersama dengan bakteri streptokokus, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas
aeruginosa, dan Staphylococcus aureus. Pemeriksaan rontgen toraks atau CT-scan akan
menunjukkan adanya lesi kavitas, seringkali dengan adanya air fluid level yang diliputi oleh
inflamasi parenkim. Apabila kavitas tersebut terhubung dengan bronkus, maka kuman dapat
diisolasi dari sputum. Bronkoskopi diagnostik sebaiknya dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya benda asing dan untuk mengambil spesimen mikrobiologi. Abses paru
umumnya merespons pemberian terapi antimikroba dengan klindamisin, penisilin G, atau
ampisilin sulbaktam.4

Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sembuh sempurna,
walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi
normal. Pada beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari satu bulan atau dapat
berulang. Pada kasus seperti ini, kemungkinan adanya penyakit lain yang mendasari harus
diinvestigasi lebih lanjut, seperti dengan uji tuberkulin, pemeriksaan hidroklorida keringat untuk
penyakit kistik fibrosis, pemeriksaan imunoglobin serum dan determinasi sub kelas IgG,
bronkoskopi untuk identifikasi kelainan anatomis atau mencari benda asing, dan pemeriksaan
barium meal untuk refluks gastroesofageal.5,6

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang
terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.6

Kesimpulan

Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan
pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,
ataupun benda asing lain yang masuk ke saluran nafas. Gejala klinis pneumonia menunjukkan
adanya batuk berproduktif, sesak nafas, nyeri dada, demam, retraksi sela iga, malaise dan
takipneu.Terapi pneumonia adalah terapi suportif dan terapi spesifik yang tergantung pada berat
ringannya penyakit, komplikasi dan kuman penyebab pneumonia.Para ahli menyarankan untuk
pemberian antibiotic walaupun sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh
virus.Pencegahan terhadap penyakit pneumonia adalah dengan melakukan vaksin influenza,
meminimalisasi aspirasi dengan meninggikan bagian kepala tempat tidur, sterilisasi sumber
aerosol dan menjaga ventilasi mekanik.

Daftar Pustaka

1. Arvin BK. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2012.h.367-1.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.h.2-7,77-89.
3. Burnside, Mcglynn. Adams diagnostic fisik. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2005.h.194-9.
4. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi 6. Jakarta: Saunders Elsevier;2011.h.527-34.
5. Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer; 2008; h. 26-34.
6. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph jilid 3. Edisi 20.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006; h. 1786-91.

Anda mungkin juga menyukai