Anda di halaman 1dari 17

FE 034: METALLOGRAFI 1

PERTEMUAN MINGGU 6-7

1. Perubahan kurva Diagram Biner akibat kecepatan pendinginan


tinggi.

Paduan yang dianalisis berdasarkan Diagram Biner pada umumnya


menggunakan asumsi kondisi keseimbangan (equilibrium) dapat dicapai, dimana
paduan dianggap didinginkan secara sangat lambat mulai dari keadaan cair
hingga suhu kamar.

Secara teknis kondisi demikian tidak mungkin dapat dicapai mengingat


kecepatan pendinginan pada proses pengecoran logam tidak v 0 K/s. Diagram
Biner pada kecepatan pendinginan v >> 0 tidak dapat lagi diberlakukan dan
kurva-kurva yang digambarkan berdasarkan kondisi keseimbangan bergeser
sedemikian rupa sehingga hanya dapat dipergunakan secara kualitativ ataupun
dipastikan melalui proses penelitian. Dalam hal ini yang masih dapat memberikan
infomasi kepada kita hanyalah arah-arah dari kurva yang masih sama dengan
kurva keseimbangan.

Pada proses pengecoran logam kristal campuran yang homogen praktis tidak
pernah dapat dicapai. Pendinginan berlangsung demikian cepat, sehingga proses
difusi tidak mendapat kesempatan untuk menjadikan bahan homogen
sebagaimana bila pendinginan berlangsung lambat.

Gambar 1. Pergeseran kurva likuidus dan solidus pada pendinginan cepat.


a. Pergeseran kurva akibat kurangnya penyesuaian konsentrasi antara kristal primer dengan sisa
cairan. b. Pergeseran kurva Analisa Termal.

1
Gambar 1 mengilustrasikan pergeseran kurva kelarutan kristal campuran pada
paduan CuSn8 (Cu = 92%, Sn = 8%). Pada 1100 oC paduan merupakan cairan
yang homogen. Dengan proses pendinginan lambat, pada temperatur T L = 1030
o
C kristal campuran primer pertama K 1 akan mulai terbentuk dengan komposisi
1.5% Sn dan 98.5% Cu. Karena kristal yang terbentuk dan tumbuh menmiliki
kandungan Sn lebih sedikita dari komposisi paduan tersebut, maka kandungan
Sn didalam sisa cairan akan semakin tinggi.

Pada penurunan temperatur hingga T2 = 975 oC kristal bertambah besar dengan


tumbuhnya kristal-kristal baru. Kristal K 2 tumbuh dengan mengambil Sn dari sisa
cairan secara difusi sehingga memiliki komposisi Sn = 13.5% dan Cu = 86.5%.
Pendinginan lambat berlangsung terus dimana komposisi kristal berubah secara
periodik dari K2 menjadi K3 dan K4, sementara itu komposisi sisa cairan berubah
dari S2, S3 dan S4. Pada Temperatur Solidus TS = 890 oC secara keseluruhan
paduan ini telah membeku dan secara keseluruhan memiliki komposisi 8% Sn.

Pada interval pembekuan T = T L TS = 1030 890 = 140 K, seharusnya terjadi


perbedaan komposisi kristal mulai dari K 1 = 1.5 % hingga K4 = 8%. Namun,
karena pembekuan berlangsung lambat, terjadi penyeimbangan konsentrasi
secara difusi dan konveksi (pencampuran secara mekanis semasa cair).

Untuk kecepatan pendinginan yang tinggi pada proses pengecoran logam dari
1030 oC ke 975 oC, penyesuaian konsentrasi secara difusi dari K 1 ke K2 tidak
sempat terjadi. Kristal primer yang terbetuk pertama K 1 tidak cukup waktu untuk
memiliki konsentrasi Sn agar dapat mencapai konsentrasi K 2 = 3.5% Sn sehingga
hanya memiliki komposisi K2 = 2.5% Sn. Dan dengan demikian sisa cairan
memiliki kandungan Sn sehingga pada temperatur tersebut tidak memiliki
komposisi S2 melainkan S2.

Pada temperatur solidus yang seharusnya T S = 890 oC, kristal baru memiliki
komposisi K4 dan cairan memiliki komposisi S 4. Secara matematis keadaan ini
dapat dihitung sebagai berikut:

a = K4 K4 = 8 6 = 2.
b = S4 S4 = 24 8 = 16.

Sehingga:

a 2
ms 100% 100% 11 .5 ( sisa cairan)
ab 2 16

Pembekuan masih berlanjut hingga komposisi kristal mencapai K 5 = 8% Sn dan


92 Cu. Dan pada contoh diatas baru akan tercapai pada temperatur 850 oC.

2
Artinya, temperatur soliduspun menjadi lebih rendah dan diilustrasikan pada
gambar 1.b berupa garis terputus-putus.

Kristal campuran yang tertransformasi tidak pada kondisi keseimbangan akan


tampak melalui mikroskop sebagai bentuk yang berlapis-lapis (gambar 2).

Gambar 2. Kristal inhomogen yang berlapis-lapis (segregasi kristal).

Kristal yang tumbuh terlebih dahulu memiliki komposisi yang berbeda dengan
kristal yang terbentuk berikutnya yang memiliki konsentrasi paduan lebih tinggi.
Bentuk kristal inhomogen ini disebut Segregasi Kristal.

Pada kasus-kasus difusi yang tidak sempat tercapai, dapat terjadi karena sisa
cairan menjadi sedemikian kaya akan unsur paduan. Cairan akan tertransformasi
sebagai kristal baru yang berdiri sendiri dan tidak tumbuh pada kristal-kristal
primer yang telah ada sebelumnya.

Besar dari segregasi kristal ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

Kecepatan pendinginan.
Kecepatan difusi unsur paduan kedalan unsur utama.
Panjang interval pembekuan (TL - TS)

Kristal campuran akan tersegregasi semakin banyak bila kecepatan pendinginan


semakin tinggi, kecepatan difusi semakin rendah dan semakin panjanggnya
interval pembekuan.

Mengingat hapir semua paduan teknis secara keseluruhan atau setidaknya


sebagian besar terdiri dari kristal campuran, maka hampir dapat dipastikan, pada
proses pengecoran logam akan terjadi segregasi kristal. Namun karena produk
yang dibuat dikehendaki terdiri dari kristal-kristal campuran yang homogen,
maka segregasi ini harus diatasi.

3
Gambar 3. 92% Cu + 8% Sn, kristal Gambar 4. 92% Cu + 8% Sn, proses
campuran inhomogen. Segregasi pengecoran dan holding 5 jam pada
kristal. 500 oC

Gambar 5. 92% Cu + 8% Sn, proses Gambar 6. 92% Cu + 8% Sn, proses


pengecoran dan holding 5 jam pada pengecoran dan holding 5 jam pada
550 oC 600 oC

Gambar 7. 92% Cu + 8% Sn, proses Gambar 8. 92% Cu + 8% Sn, proses


pengecoran dan holding 5 jam pada pengecoran dan holding 5 jam pada
650 oC 800 oC

Solusi untuk mengatasi segregasi kristal adalah Homogenizations Treatment (proses


perlakuan panas homogenisasi), dimana paduan inhomogen dipanaskan pada
temperatur yang memadai serta ditahan pada waktu yang cukup lama sehingga
perbedaan konsentrasi paduan antar lapisan kristal dapat saling menyesuaikan diri

4
secara difusi. Dengan andanya perubahan struktur mikro, maka sedikit banyak sifat-
sifat teknis paduan akan berubah.

Gambar 3 memperlihatkan struktur mikro dari paduan 92% Cu dan 8% Sn yang


dicor dengan temperatur 110 oC kedalam cetakan logam tebal untuk mendapatkan
kecepatan pendinginan yang cukup tinggi. Hasilnya adalah suatu struktur dengan
lengan-lengan dendrit yang miskin Sn serta secara jelas dapat dibedakan dengan
struktur sekitarnya yang karena kaya dengan kandungan Sn tampak lebih keras.

Gambar 4 sampai 8 memperlihatkan pengaruh dari temperatur pemanasan terhadap


perubahan strukturt mikro paduan ini. Penahanan 5 jam pada temperatur 500 oC
sudah menampakkan suatu efek penyeragaman konsentrasi yang tampak dari
perubahan struktur sebagaimana tampak pada gambar 4. Geometri dari dendrit
maupun batas-batasnya masih tampak jelas namun sudah tidak sekontras pada
gambar 3. Demikian pula pada pemanasan 550 oC (gambar 5), dendrit semakin
tampak samar sedangkan batas-batas butiran dari kristal campuran sudah mulai
tampak dengan jelas.

Pada pemanasan yang lebih tinggi (600 oC), dendrit sudah sama sekali menghilang
(gambar 6). Struktur sudah terbentuk sebagai geometri poligonal (sudut banyak)
yang kecil-kecil dimana pada bagian-bagian tertentu tampak pula bangun kembar
(twin structure). Dan pada pemanasan selanjutnya (650 oC juga 800 oC) terjadi
perkembangan ukuran butiran, sementara itu penyesuaian konsentrasi yang masih
terus terjadi sudah tidak terlihat fenomenanya (gambar 7 dan 8).

Peristiwa pergeseran kurva biner akibat pendinginan yang tidak equilibrium terjadi
pula pada diagram biner eutektik. Gambar 9 memperlihatkan pergeseran tersebut
pada diagram biner eutektik untuk konsentrasi paduan L 1. Sesaat setelah melalui
temperatur eutektik, seharusnya struktur hanya terdiri dari kristal campuran
Namun akibat dari kecepatan pendinginan yang terlalu tinggi, pada pembentukannya
unsur B hanya larut sedikit didalam kristal dibandingkan pada kurva equilibrium.
Sebagaimana diperlihatkan pada gambar, pada suhu liquidus T 1 komposisi a tidak
menjadi C0 melainkan C1. Juga masih terdapat sisa cairan yang baru akan membeku
pada penurunan temperatur selanjutnya.

Pada temperature eutektik TE, komposisi kristal baru merncapai C2 dan sisa cairan
segera tertransformasi secara eutektik. Dengan demikian struktur akhir menjadi
dengan komposisi C2 dan eutektikum antara kristal dengan komposisi C2 dan unsur
B. Melalui proses homogenisasi yang cermat kondisi keseimbangan pada struktur
mikro dapat dicapai sehingga yang terjadi adalah kristal dengan komposisi C0
tanpa eutektikum.

5
Gambar 9. Nonequilibrium pada sistim Gambar 10. Pembentukan dua kristal
eutektik biner. primer pada sistim eutektik biner.

Kadang-kadan terjadi pembentukan dua kristal primer akibat dari kecepatan


pendinginan yang tinggi. Hal ini sering menjadi penyebab kekeliruan dalam
menganalisis suatu struktur mikro. Contoh adalah pada paduan L 1 (gambar 10).
Sesaat setelah temperatur liquidus T 1 seharusnya kristal yang terbentuk adalah
Namun karena cepatnya pendinginan hal tersebut tidak terjadi dan penurunan suhu
berlanjut terus hingga T2, dimana T2 < TE. Pada temperatur yang lebih rendah dari
temperatur eutektik ini tebentuk kristal campuran primer.

Namun demikian sebagai akibat dari pengaruh proses, pada saat yang sama
sebagian kecil dar kristal primer sudah terbentuk. Maka pada akhirnya diantara
struktur eutektik yang terjadi dari sisa cairan tersebar kristal campuran dan
sekaligus.

Fenomena ini sangat sering terjadi pada paduan AlSi dimana kandungan Si didalam
paduan sangat dekat dengan eutektiknya. Didalam struktur mikronya ditemukan
dendrite dari primer, kristal Si primer dan eutektik (gambar 11).

Gambar 11. Paduan AlSi 13. Graffiti Die Casting tanpa modifikasi.
primer dan kristal Si diantara eutektik yang halus.

6
2. Struktur Coran.

Pada proses pengecoran logam, selama pendinginan cairan membeku tidak seragam.
Pada awalnya akan terbentuk partikel-partikel kristal sangat kecil yang tidak tampak
dibawah mikroskop biasa dan disebut inti. Pada inti ini, atom-atom dalam cairan
saling berkoloni (menempatkan diri) sehingga lambat laun inti membesar sebagai
kristal yang dapat diamati dibawah mikroskop. Dalam hal ini cairan logam berubah
mencadi padat dengan dua modus:

a. Pada proses pembekuan terbentuk inti yang sangat sedikit, sehingga kuantitativ
jumlah kristal yang tumbuh menjadi butiranpun hanya sedikit, namun berukuran
besar (kasar).
b. Pada proses pembekuan terbentuk inti yang banyak, dengan demikian kristal
yang tumbuhpun berjumlah banyak namun memiliki ukuran yang kecil (halus).

Struktur yang terjadi pada produk cor pada umumnya tidak terdiri dari butiran-
butiran yang seragam sebagaimana kondisi ideal, melainkan terdiri dari 3 struktur
yang disebut sebagai Struktur Coran. Sebagaimana diperlihatkan secara skematik
pada gambar 12 dan patahan produk baja cor paduan mangan pada gambar 13.

Gambar 12. Tiga Struktur Coran (skematis)


I: Kristal halus dan globular pada kulit terluar.
II: Daerah kristal transisi.
III: Kristal kasar dan globular pada daerah tengah.

Cairan logam akan segera membeku begitu menyentuh permukaan rongga cetakan
pasir, karena pendinginan yang begitu cepat terjadi pula undercooling yang besar
sehingga terbentuk inti dalam jumlah yang banyak. Sebagaimana ilustrasi gambar
12, maka bentuk ristal yang terjadi kemudian adalah globular kecil. Pendinginan
selanjutnya akan menghasilkan kristal yang tumbuh secara leluasa kearah pusat
panas (daerah tengah), sementara pertumbuhan kesamping segera akan terhambat
oleh kristal-kristal disampingnya.

Pada dasarnya pertumbuhan kristal transisi mamiliki panjang yang terbatas. Pada
dareah pusat akan ditemukan lagi struktur kristal globular. Hal ini dapat terjadi

7
karena pada daerah ini akibat dari kotoran (impurity), yang selalu terdapat didalam
cairan, pada saat terbentuknua kristal transisi terdesak dan berkumpul kearah pusat.
Kotoran ini pada akhirnya juga berfungsi sebagai inti pembekuan yang karena
jumlahnya yang banyak menyebabkan terbentuknya kristal globular.

Gambar 13. Struktur patahan baja cor padaun Mn


Skala: = 1 : 1

Pembentukan struktur coran selain oleh komposisi cairan maupun kotoran yang
terkandung didalamnya, dipengaruhi pula oleh teknis operasional proses peleburan,
penuangan maupun pendinginan. Pengaruh terbesar adalah pada media cetakan
yang dicor, apakah cetakan pasirt atau cetakan logam yang dalam hal ini masih
harus memperhatikan berat, ketebalan dinding, luas penampang maupun
temperaturnya.

Gambar 14 dan 15 memperlihatkan struktur dari paduan Al dengan kandungan 0.2%


Fe, dan 0.3% Si yang dicor pada media cetakan maupun kecepatan pendinginan
yang berbeda-beda.

Gambar 14. Struktur cor dari Al 95%, dicor pada cetakan logam dengan temperatur
berbeda-beda.

8
Gambar 15. Struktur cor dari Al 95%, dicor pada cetakan pasir dengan temperatur
berbeda-beda.

Ukukuran butiran yang lebih halus akibat pendinginan cepat pada media cetakan
logam tampak jelas berbeda dengan cetakan pasir. Pada media cetakan pasir
pendinginan berlangsung lebih lambat sehingga memberikan cukup waktu bagi
kristal untuk berkembang lebih besar.

3. Segregasi.

Segregasi adalah fenomena penguraian struktur logam yang terjadi selama proses
pembekuan, sehingga akan terjadi struktur yang tidak homogen. Segregasi Kristal
telah dibahas pada awal tulisan ini, sedangkan jenis segregasi lainnya adalah
Segregasi Berat Jenis dan Segregasi Blok.

Segregasi berat jenis tidak hanya terjadi pada paduan dengan hambatan pada
pelarutan saja, melainkan terjadi pada semua jenis paduan yang memiliki perbedaan
berat jenis antara kristal primer dengan sisa cairan. Semakin besar perbedaan berat
jenisnya, maka kecenderungan terjadi penguraian (pemisahan) akan semakin besar
pula terutama bila kristal yang terjadi cukup masiv serta pada kondisi pendinginan
yang tenang dan lambat.

Gambar. 16. Segregasi kristal paduan Pb 85% dengan Sb 15%.


Didinginkan secara lambat.

9
Gambar 17. Srtuktur mikro dari gambar 17.
Daerah transisi antara daerah atas dengan kandungan Sb tinggi dengan daerah
eutektik.

Paduan PbSb memiliki eutektik pada komposisi Sb 11.1%, sehingga untuk komposisi
Sb 15% akan terbentuk kristal primer Sb dengan BJ = 6.7 g/cm 3. Dibandingkan
dengan Pb dengan BJ = 11.3 g/cm 3, kristal Sb jauh lebih ringan sehingga dengan
demikian akan mengambang kepermukaan cairan (gambar 16 dan 17). Penguraian
ini terjadi sedemikian rupa sehingga sebagaimana struktur cor pada umumnya, akan
terbentuk 3 jenis kristal yaitu daerah permukaan atas yang kaya akan kristal Sb,
daerah transisi yang terdiri dari eutektikum dan daerah pusat yang miskin Sb dan
terkadang ditemukan kristal primer Pb.

Segregasi berat jenis, mengingat pemisahan terjadi secara makro terhadap fasa-
fasanya, solusi tidak dapat dilakukan melalui proses perlakuan panas.
Menghindarinya hanya dapat dilakukan melalui pengendalian proses peleburan
maupun penuangan, misalnya penuangan dengan cepat.

Jenis segregasi lainnya yang sering terjadi khususnya pada pengecoran baja adalah
Segregasi Blok. Hal ini terjadi karena kristal-kristal transisi besi, yang didalam
komposisinya mengandung impurity seperti sulfur, phosphor dan karbon, mendesak
impurity tersebut menuju kepusat sehingga penumpukannya didaerah pusat menjadi
semakin luas sebagaimana tampak pada gambar 18.

Gambar 18. Segregasi Blok pada bangun kubus baja cor.

10
Segregasi blok ini sebagaimana segregasi berat jenis tidak dapat diatasi melalui
proses perlakuan panas karena jarak pemisahan atara bagian material bersih dengan
daerah pusat dengan pengumpulan impurity terlalu jauh. Pengerjaan pemesinan
untuk produk yang mengandung bagian segregasi blok akan menjadi sulit mengingat
akan ditemukan bagian-bagian yang memiliki karakteristik ketermesinan yang
berbeda-beda. Sedangkan pada proses pengelasan harus diperhatikan agar kampuh
las tidak berada pada bagian segregasi.

Pada kasus tertentu dapat terjadi segregasi blok dalam keadaan terbalik, khususnya
pada bahan tembaga paduan dan aluminium paduan. Hal ini terjadi misalnya karena
efek kapiler pada dendrit, tekanan pada bagian kulit luar cairan yang mulai
membeku, tekanan gas yang terbentuk didalam cairan dan pertumbuhan dendrite
yang terlalu dini, dimana hal tersebut akan menekan sebagian dari impurity dalam
sisa cairan keluar dari daerah segregasi dipusat cairan. Sehingga justru pada bagian
ini terjadi tingkat impurity yang lebih rendah dari pada bagian luar.

4. Shrinkage (rongga susut).

Pada pendinginan cairan hingga temperatur kamar terjadi 3 perubahan volume


(penyusutan) yang berbeda sebagaimana diilustrasikan pada gambar 19.

Gambar 19. ketergantungan volume spesifik tembaga terhadap temperatur.

a. Penyusutan linier selama pendinginan cairan dari Tcor hingga TL.


b. Lompatan penyusutan pada saat terjadi proses pembekuan sejak T L hingga TS.
c. Penyusutan linier setelah kondisi padat tercapai yaitu dari T S sampai Tkamar.

Penyusutan pada daerah a dan b menyebabkan terjadinya rongga susut dalam


produk cor. Memperhatikan gambar 20, pada proses pembekuan 1 kg tembaga akan
terjadi sebagai berikut:

1000 g tembaga mulai didinginkan dari T cor = 1250 oC, volume spesifik VS =0.128
cm3/g. memiliki volume V = 128 cm 3. Pada pendinginan lambat mencapai
temperature TL = 1083 oC akan menyusut sekitar 3 cm3 sehingga akhirnya memiliki V

11
= 125 cm3. Karena berat yang konstan maka V S = 0.125 cm3/g. Dengan asumsi
pendinginan merata disetiap titik dan semua arah, maka pada permukaan cairan
akan terbentuk lapisan tipis bekuan awal yang mengelilingi volume 125 cm 3. Pada
pendinginan lanjutan kristal-kristal tumbuh (membeku) pada kulit kearah pusat
masa, hingga pada akhirnya seluruh cairan membeku.

Pada proses pembekuan (kristalisasi) ini terjadi perubahan volume dari 125 cm 3
menjadi 120 cm3. Sehingga dengan demikian terdapat rongga dibagian pusat
sebesar 5 cm3. Rongga ini disebut shrinkage (rongga susut), yang karena
berdasarkan lokasi terjadinya dapat dikatagorikan sebagai block shrinkage (rongga
susut blok).

Rongga susut ini secara skematis digambarkan pada gambar 20.

Gambar 20. Penggambaran skematis rongga susut.

Pada tebel berikut dapat dilihat perubahan volume beberapa logam pada proses
kristalisasinya. Untuk logam tertentu, karena rapatnya posisi atom pada unit selnya
justru terjadi pemuaian.

Logam/semilogam Lambang Unit sel Perubahan


Unsur volume
%
Aluminium Al FCC -6.3
Tembaga Cu FCC -4.2
Timah HItam Pb FCC -3.4
Perak Ag FCC -5.0
Besi Fe BCC -4.0
Seng Zn Hexagonal -6.5
Magnesium Mg Hexagonal -3.8
Timah Putih Sn Tetragonal -2.9
Bismut Bi Rombohedral +3.3
Antimon Sb Rombohedral +1.0
Silikon Si Diamondcut +10

Pada prakteknya proses pendinginan tidak terjadi secara merata disetiap titik dan
kesemua arah. Hal demikian akan menyebabkan posisi rongga susut tidak lagi tepat

12
berada ditengah, melainkan akan bergeser kebagian mana yang memiliki konsentrasi
panas paling tinggi (bagian terakhir membeku).

Gambar 21 memperlihatkan potongan sebuah balok baja yang dicor terbuka kedalam
cetakan logam. Pendinginan akan terjadi mulai dari bawah dan dinding kiri-kanan,
karena bagian ini terjadi penyerapan panas oleh cetakan. Sedangkan bagian atas
yang terbuka tidak membuang panas sebanyak dinding karena konduktivitas termal
udara jauh lebih rendah dari cetakan logam. Maka rongga susut terjadi dipermukaan
atas dimana pada begian inipun terjadi peristiwa oksidasi cairan oleh O 2 dari udara.

Gambar 21. Rongga susut blok


pada balok baja.

Pada kasus kasus tertentu rongga susut terjadi sedemikian kecil dan terjadi sebagai
akibat dari dendrit yang saling berdesakan karena rongga-rongga aliran sisa cairan
selama proses pembekuan semakin lama semakin sempit sehingga tidak dapat dilalui
lagi oleh sisa cairan. Dendrit yang terbentuk selanjutnya akan meninggalkan ruang-
ruang penyusutan karena tidak terisi cairan. Rongga sususut ini disebut rongga susut
mikro (micro shrinkage).

Gambar 22 memperlihatkan suatu rongga susut mikro pada bahan tembaga paduan
cor dan gambar 23 pada baja cor.

13
Gambar 22. Rongga Susut mikro pada Gambar 23. Rongga Susut mikro pada
tembaga cor paduan. baja cor.

Rongga susut mikro akan mengakibatkan bahan menjadi keropos (berpori), namun
demikian porositas ini secara alami akan mengurangi kecenderungan rongga susut
blok. Terkadang keadaan ini justru menguntungkan, sebab produk dengan cacat
rongga susut kecil walaupun banyak dan tersebar lebih dapat ditolerir dari pada
rongga susut yang besar walaupun hanya satu. Proses selanjutnya khususnya non
cutting process seperti tempa dan rol dapat menghilangkan rongga susut mikro.

Namun demikian untuk suku cadang produk cor, rongga susut mikro bias sangat
berbahaya, kerena sudut-sudut tajam rongga (dendritik) dapat berfungsi sebagai
alur takik dan menjadi awal retakan ataupun petahan.

5. Rongga gas.

Setiap cairan logam akan memproduksi gas dalam jumlah yang sangat besar. Ambil
contoh 1 kg besi pada 1700 oC dibawah tekanan 1 atm, akan menghasilkan gas
sebanyak 340 cm3 uap air. Untuk nikel pada 1600 oC menghasilkan 450 cm3. Gas-gas
lain yang merupakan produk proses peleburan adalah oksigen dan nitrogen yang
berasal dari udara (O2, N2) dan hasil reaksi dengan lining (H2, N2) maupun reaksi-
reaksi peleburan (FeO + C Fe + CO).

Jumlah gas yang terbentuk sangat ditentukan oleh temperatur dan tekanan cairan.
Pada temperatur konstan untuk gas-gas atom ganda berlaku Hukum Tekanan
Sieverts, dimana jumlah gas yang terbentuk didalam cairan proporsional dengan akar
dari tekanan parsial gas tersebut.

V(gas dalam cairan) = konstanta . P(gas dalam cairan)


Hal ini membuktikan bahwa gas dari dalam cairan terbentuk dalam bentuk atom dan
bukan sebagai molekul.

Kelarutan gas pada logam-logam teknik semacam besi, nikel, aluminium dan
tembaga akan meningkat bersama dengan naiknya temperatur dimana gas-gas ini
akan dilepaskan kembali pada proses pendinginan. Khususnya pada daerah titik
lebur, terjadi lonjakan kelarutan gas yang cukup besar (gambar 24). Bila suatu

14
logam mengalami perubahan fasa pada proses pemanasan, maka setiap perubahan
tersebut akan meningkatkan kelarutan gas sesuai dengan jenis kristalnya.

Logam yang dalam waktu lama berada pada keadaan cair akan mengabsorbsi, sesuai
dengan tekanan parsialnya, sejumlah tertentu gas dari berbagai macam jenis dimana
kemampuan larut gas-gas tersebut didalam cairan akan turun drastis selama proses
pembekuan. Gas ini sebagian akan mengambang kepermukaan sehingga cairan
tampak seolah-olah mendidih. Sedangkan pada pembekuan yang cepat, maka gas
tersebut akan terjebak didalam bahan yang membeku dan membentuk rongga gas
diantara dendrit-dendrit maupun kristal-kristal transisi.

Gambar 24. Kelarutan H2 dalam Cu.

Gambar 25. Rongga gas didalam balok baja yang


Didinginkan dengan turbulensi.

Gas yang muncul, sebagaimana rongga susut, dapat berupa rongga yang besar dan
atau porositas. Jumlah gas yang banyak dapat mengakibatkan pemuaian bahan

15
didalam rongga cetakan dimana jumlah, ukuran maupun penyebaran gas tersebut
sangat dipengaruhi oleh temperatur cor, temperatur dan proses peleburan,
komposisi paduan, pemilihan lining maupun kondisi pembekuan.

Secara teknis gas dapat dihindari dengan teknik peleburan vakum, temperatur
peleburan yang rendah, pembekuan lambat, paduan yang tepat, degassing dengan
gas mulia maupun bahan-bahan pengikat gas. Untuk proses peleburan tertentu
dapat dilakukan dengan membiarkan cairan beku sesaat yang kemudian secara cepat
dicairkan kembali dan segera dicor.

Unsur-unsur paduan yang dapat dimanfaatkan sebagai pengikat gas antara lain Mn,
Si, Al dan Ca dimana akibat reaksinya dengan O 2 akan terbentuk MnO, SiO 2, Al2O3
atau CaO.

6. Partikel asing.

Selama proses peleburan dan penuangan dapat terjadi pengotoran cairan oleh
partikel-pertikel asing yang pada saat pembekuan tidak dapat keluar dari bahan
sehingga pada akhirnya akan menjadi struktur asing yang kadang-kadang sangat
merugikan. Munculnya pertikel asing didalam bahan bisa berasal dari luar (partikel
exogen) maupun dari dalam bahan itu sendiri (partikel endogen).

Pada proses pengecoran bahan-bahan teknis umum, partikel exogen lebih banyak
terjadi dari pada partikel endogen. Partikel exogen dapat berasal dari kotoran yang
menempel pada bahan baku, turbulensi pada proses penuangan maupun ketidak
cermatan lainnya baik pada saat peleburan hingga cairan dicor kedalam cetakan.

Ragam dari partikel asing yang sangat berfariasi membuat sifat dari bahan menjadi
sulit untuk diprediksi dan mengakibatkan bagian-bagian produk yang memiliki
kekerasan berfariasi.

Gambar-gambar berikut memperlihatkan bagaimana penampilan partikel asing


tersebut didalam struktur mikro.

Gambar 26. Partikel berasal dari pasir Gambar 27. Partikel asing yang
cetak pada coran kuningan mengakibatkan pengerasan lokal pada
bahan baja cor
16
Gambar 28. Partikel asing pada Gambar 29. Posisi yang sama dengan
patahan sudu turbin. X20Cr13 gambar 28 setelah dipoles dan dietsa.

Gambar 30. Ferrochrom yang tidak Gambar 31. Ferrocrom yang tidak larut
terlarutkan pada baja paduan chrom. sebagaimana gambar 30 dengan
perbesaran berbeda.

17

Anda mungkin juga menyukai