Anda di halaman 1dari 3
Kebijakan Lalu L 234 aie 235 tas Pembayaran pada Periode | : 1945-1959 247 Panitia Penyelenggara Pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan. Sebagai Ketua Panitia ditetapkan T.R.B. Sabaroedin dari Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia, sedangkan anggota- anggotanya terdiri dari pejabat-pejabat dari Kementerian Keuangan, Kementerian Penerangan, Bank Rakyat Indonesia dan wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan. Percetakan Balai Pustaka Jakarta berperan dalam pembuatan disain dan bahan- bahan induk (master) berupa negatif kaca yang dilakukan oleh Bunyamin Suryonardjo, sedangkan pelukis Abdulsalam dan Soerono tercatat sebagai pelukis pertama ORI. Selanjutnya, proses pencetakan berupa cetak offset dilakukan di Percetakan Republik Indonesia, Salemba, Jakarta yang berada di bawah Kementerian Penerangan. Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari pagi hingga malam sejak Januari 1946. Akan tetapi, pada Mei 1946, situasi keamanan mengharuskan pencetakan ORI di Jakarta dihentikan dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah pedalaman, seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang dan Ponorogo dengan memanfaatkan percetakan-percetakan swasta yang dinilai baik dan relatif modern. 734) Sebelum ORI diedarkan, ditetapkan beberapa peraturan yang menyangkut jenis-jenis uang Hindia Belanda dan Jepang yang perlu mulai ditarik dari peredaran dengan cara yang sekecil mungkin merugikan masyarakat. Sebagai langkah pertama, diterapkan larangan membawa uang lebih dari 1.000 rupiah Jepang dari beberapa karesidenan tertentu yang ibu kotanya diduduki Belanda, seperti daerah Jakarta, daerah Semarang, daerah Surabaya, daerah Bogor, dan daerah Priangan ke daerah- daerah lain di Jawa dan Madura tanpa izin dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 235) Selain itu, dilarang pula membawa uang dari luar masuk ke Jawa dan Madura lebih dari PERUM PERURI, Percetakan Uang Republik Indonesia Dari Masa Ke Masa, Cukilan Fakta dan Peristiwa Dari Masa Perjuangan Fisik Hingga Tahun 1957, Jakarta, PERUM. PERURI, 1985, halaman 28 Undang-undang No.10 tahun 1946 tanggal 22 Juni 1946 248 23 a Sejarah Bank Indonesia Periode |: 1945-1959 5.000 rupiah Jepang tanpa izin dari Menteri Perdagangan dan Perindustrian. Langkah selanjutnya berupa ketentuan yang menetapkan bahwa mulai 15 Juli 1946 semua uang Jepang dan Hindia Belanda yang ada pada masyarakat, perusahaan- perusahaan dan badan-badan lain harus disimpan pada bank- bank yang ditunjuk, yaitu Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Surakarta, Bank Nasional, Bank Tabungan Pos dan Rumah Gadai. 73) Setiap penduduk diperbolehkan memegang uang maksimal 50 rupiah Jepang untuk keperluan melanjutkan usaha ataupun untuk keperluan sehari-hari. Menjelang akhir Oktober 1946 kerja besar dan kerja keras Pernerintah untuk menerbitkan uang sendiri membuahkan hasil. Undang-undang No.17 Tahun 1946 tanggal 1 Oktober 1946 menetapkan pengeluaran Oeang Republik Indonesia, sedangkan melalui Undang-undang No.19 Tahun 1946 tanggal 25 Oktober 1946 ditetapkan patokan nilai 10 rupiah ORI = 5 gram emas murni dan nilai tukar 1 rupiah ORI = 50 rupiah Jepang di Jawa dan 1 rupiah ORI = 100 rupiah Jepang di Sumatera. Sementara itu, dengan Keputusan Menteri Keuangan No.SS/1/35 tanggal 29 Oktober 1946 ditetapkan berlakunya ORI secara sah mulai tanggal 30 Oktober 1946 pukul 00.00. Selain itu, ditetapkan pula jangka waktu penarikan uang Hindia Belanda dan uang pendudukan Jepang dari peredaran. Pada ORI penerbitan pertama yang berlaku mulai 30 Oktober 1946 ini tercantum tanggal emisi 17 Oktober 1945. Ini menunjukkan cukup panjangnya proses yang harus ditempuh dalam mempersiapkan penerbitan ORI sebagai salah satu identitas negara kita. Walaupun ejaan yang umum dipakai untuk “u" adalah “oe”, tetapi uang pertama Republik Indonesia sudah menggunakan ejaan Suwandi yaitu “u" untuk menggantikan “oe”, misalnya, Republik, rupiah, satu, sepuluh, dan seratus. Peraturan Pererintah Pengganti Undang-undang No.3 tanggal 5 Juli 1946 yang kemudian diganti dengan Undang-undang No. 18 tanggal 1 Oktober 1946 tentang Kewajiban Menyimpan Uang di Bank Sejarah Bank Indonesia Perfocie | 1945-1959 1 sen, 5 sen, 10 sen, 1/2 rupiah, 1 rupiah, 5 rupiah, 10 rupiah, dan 100 rupiah. Emisi kedua, “Djokjakarta 1 Januari 1947" ditandatangani oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara dalam 4 pecahan yaitu 5 rupiah, 10 rupiah, 25 rupian dan 100 rupiah. Emisi ketige, “Jogjakarta 26 Djuli 1947" ditandatangani oleh Mr. A.A. Maramis dalam pecahan 1/2 rupiah, 2 1/2 rupiah, 25 rupiah, 50 rupiah, 100 rupiah, dan 250 rupiah. Emisi keempat, ” Djogjakarta 23 Agustus 1948” ditandatangani oleh Drs. Moh. Hatta dalam pecahan yang unik, yaitu 40 rupiah, 75 rupiah, 100 rupiah, dan 400 rupiah, sedangkan pecahan 600 rupiah yang disiapkan belum sempat diedarkan Emisi kelima, " Djokjakarta 17 Agustus 1949" ditandatangani oleh Mr. Loekman Hakim dan merupakan rupian baru dalam pecahan 10 sen baru, 1/2 rupiah baru, dan 100 rupiah baru. Walaupun unsur-unsur pengaman wang dan tehnik pencetakan yang digunakan masih sederhana, namun pada ORI sudah dicantumkan ciri-ciri urnum uang secara lengkap, seperti tanda tangan, tanggal/tahun emisi, ketentuan hukum dan pernyataan sebagai alat pembayaran yang sah Serangan Umum 1 Maret 1949 atas kota Yogyakarta, menurut seorang ahli dari Amerika Serikat George MC. T. Kahin dalam bukunya “Nationalism and Revolution in Indonesia”, ternyata berdampak pada nilai tukar ORI terhadap uang NICA. Banyak petani menolak uang NICA sehingga nilai tukar yang sebelum Serangan Umum adalah 1:500 berturut-turut menurun menjadi 4:130, 1:110 dan 1:90. Bukan tidak mungkin bahwa gambar Presiden Sukarno pada ORI yang sederhana |tu mampu membangkitkan nasionalisme yang kuat. Setelah Belanda meninggalkan Yogyakarta menjelang akhir Juni 1949, Menteri

Anda mungkin juga menyukai