Anda di halaman 1dari 5

I.

TUJUAN
Membuat dan mengevaluasi sediaan krim asam salisilat.
II. DASAR TEORI

Pada permukaan kulit ada lapidan dari bahan yag di emulsika terdiri dari campuran
kompleks dari cairan berlemak, keringat, dan lapisan tanduk yang dapat terkelupas, yang
terakhir dari lapisan sel epidermis yang telah mati yang disebut lapisan tanduk atau stratum
corneum da letaknya langsung di bawah lapisan yang diemulsikan. Di bawah lapisan tanduk
decara teratur ada lapisan pernghak\lang epidermis yang hidup atau disedut stratum
germinativum, dan dermis atau kulit sesungguhnya.
Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut saraf timbul dari jaringan lemak subkutan
masuk kedalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada kelenjar
subkutan menghasilkan produknya denagan cara pembuluh keringat menemukan jalannya ke
permukaan kulit. kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada dermis dan lapisan
subkutan juga menemukan jalannya kepermukaan dan nampak seperti pembuluh dan rambut
berturut-turut.
Mungkin obat dapat mempenetrasi kulit yang utuh detelah pemakaian topikal melalui
dinding folikel rambut, kelenjar keringat, atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari selaput
tanduk. Sebenarnya dahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau pecah-
pecah, akan tetapi sesungguhnya penetrasi semacam itu bukan absorpsi permutan yang besar.
Apabila kulit luka maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan
epidermis, lebih baik dari pada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas
permukaan yang terakhir ini lebih kecil bila dibandingkan dengan daerahkulit yang tidak
mengandumg elemen anatomi ini. Selaput yang tidak menutupi lapisan tanduk umumnya
tidak terus menerus dan sebenarnya tidak mempunyai daya tahan terhadap penetrasi. Karena
susunan dari dermacam-macam selaput dengan proporsi lemak dan keringat yang diproduksi
dan derajat daya lepasnya melalui pencucian dan penguapan keringat. Selaput bukan
penghalang yang sesungguhnya, terhadap pemindahan obat delama tidak memiliki
komposisi, ketebalan atau kelanjutan yang tertentu.
Absorpsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung obat
melalui stratum corneum 10-15m, tebal lapisan datar mengeringkan sebagian demi sebagian
jaringan mati yang membentuk permukaan kulit yang paling luar. Stratum corneum terdiri
dari kurang lebih 40 protein dan 40air dengan lemak berupa perimbangannya terutama
debagai trigliserida, adam lemak bebas, kolesterol, dan fosfat lemak. Kandungan lemak
dipekatkan dalam fase ekstravaskuler stratumcorneum dan debegitu jauh akan membentuk
membran yang mengelilingi sel. Komponen lemak dipandang sebagai faktor utama yang
decara langdung bertanggung jawabterhadap rendahnya penetrasi obat melalui stratum
corneum. Sekali molekul obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui selaput
epidermis yang lebih dalam dan masuk ke dermis, apabila obat mencapai lapisan pembuluh
kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi abdorpsi perkutan diantaranya :


Obat yang dicampur dalam pembawa tertentu harus bersatu pada permukaan kulit dalam
konsentrasi yang cukup.
Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat yang diabsorpsi
secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu.
Semakin banyak obat diserap dengan cara absorpsi perkutan apabila bahan obat dipakai
pada permukaan yang lebih luas.
Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar pada kulit dari
pada terhadap pembawa.
Beberapa derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air dipandang penting
untuk effektifitas absorpsi perkutan.
Absorpsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat dengan mudah
menyebar dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan cairan berlemak dan pembawa obat
untuk berhubungan dengan jaringan sel untuk absorpsi.
Pembawa yang meningkaykan jumlah uap air yang ditahan kulit umumnya cenderung
baik bagi absopsi pelarut obat.
Hidrasi dari kulit merupakan fakta yang paling penting dalam absorpsi perkutan.
Hidrasi kulit bukan hanya dipengaruhi oleh jenis pembawa tetapi juga oleh ada tidaknya
pembungkus dan sejanisnya ketika pemakaian obat.
Pada umumnya penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada kulit akan
meningkatkan jumlah obat yang diabsorpsi dan semakin lama pengolesan dengan digosok-
gosok maka semakin banyak pula obat yang yang diabsorpsi.

Salah satu bentuk sediaan transdermal adalah krim. Krim adalah cairan kental atau emulsi
setengah padat, baik tipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim biasanya dipakai
sebagai emulien atau pemakaian obat pada kulit. Istilah krim secara luas digunakan dalam
farmasi dan industri kosmetik, dan banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim
tetapi tidak sesuai dengan divensi di atas. Banyak hasil produksi yang nampaknya deperti
krim tetapi tidak mempunyai dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim. Apa yang
dimaksud dengan vanissing krim umumnya merupakan emulsi lemk dalam air, mengandung
air dalam penetrasi ysng besar dalam asam stearat. Setelah pemakaian krim air menguap
meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis.
Banyak dokter dan pasien lebih suka krim sari pada salep untuk satu hal umumnya
mudah menyebar rata dan dalam hal krim dari emulsi jenis minyak dalam air lebih mudah
dibersihkan dari pada kebanyakan salep. Pabrik farmasi sering memasarkan preparat
tropikalnya dalam bentuk dasar krim maupun salep kedua-duanya untuk memuaskan
kesukaan dokter dan pasien.

Penggunaan krim yaitu :


Sebagai sediaan pembawa untuk melindungi kulit.
Kemungkinan digunakan sebagai barier fisika atau kimia pada sedaiaan krim.
Pertolongan pertama pada bahan pelembab khususnya air dalam minyak.
Pembersih.
Mempunyai efek emulien.
Sebagai pembawa untuk bahan-bahan obat seperti anastesi local, anti inflamasi ( NASID
atau kortikosteroid ), hormon anti biotik, anti fungi, atau anti iritasi.

PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN

Target yang dituju : Epidermis dan dermis


Tujuan Terapi : Lokal
Kemungkinan rute penetrasi yang dilalui oleh bahan aktif, yaitu Jaringan epidermis dan
stratum korneum.
bentuk sediaan yang dipilih : Sediaan bentuk krim
Alasan pemilihan sediaan bentuk krim, antara lain yaitu :
a. Acceptability krim lebih tinggi daripada sediaan salep
b. Sediaan krim tidak lengket dan dapat memberikan efek dingin
c. Mudah dihilangkan dan dicuci dengan air
d. Memiliki daya sebar dan absorpsi yang baik.

PERSYARATAN MUTU

Sediaan yang dibuat harus memenuhi persyaratan mutu yang setara dengan ketentuan USP
dan memperhatikan kriteria pendaftaran obat jadi Depkes RI.

Persyaratan mutu :
a. Aman
Aman artinya sediaan yang dibuat harus aman secara fisiologis maupun psikologis dan dapat
meminimalisirsuatu efek samping sehingga tidak lebih toksik dari bahan aktif yang belum
diformulasi. Bahan sediaan farmasi merupakan senyawa kimia yang mempunyai karakteristik
fisikokimia yang berhubungan dengan efek farmakologis. Perubahan sedikit saja pada
karakterisasi tersebut dapat menyebabkan perubahan farmakokinetika, farmakodinamika
suatu senyawa.
b. Efektif
Efektif dapat diartikan sebagai sejumlah kecil obat yang diberikan pada pasien mampu
memberikan efek yang maksimal dan optimal. Jumlah atau dosis pemakaian sekali pakai,
sehari, dan selama pengobatan (kurun waktu) harus mampu untuk mencapai reseptor dan
menimbulkan respons farmakologis.
Sediaan efektif adalah sediaan bila digunakan sesuai aturan yang disarankan dengan aturan
pakai menghasilkan efek farmakologis yang optimal untuk tiap bentuk sediaan dengan efek
samping minimal.
c. Stabil
1. Stabilitas fisika
Sifat-sifat fisika seperti organoleptis, keseragaman, kelarutan, dan viskositas tidak
berubah. (USP XII, p.1703)
2. Stabilitas kimia
Secara kimia inert sehingga tidak menimbulkan perubahan warna, pH, dan bentuk
sediaan (USP XII, p.1703). Sediaan dibuat pada pH 3-6 diharapkan tidak mengalami
perubahan potensi.
3. Stabilitas mikrobiologi
Tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama waktu edar. Jika
mengandung pengawet, harus tetap efektif selama waktu edar. Mikroorganisme yang
tidak boleh ditemukan pada sediaan: Salmonella sp., E. coli, Enterobacter sp., P.
aeruginosa, Clostridium sp., Candida albicans (Lachman, p.468).
4. Stabilitas toksikologi
Pada penyimpanan maupun pemakaian tidak boleh ada kenaikan toksisitas (USP
XII, p.1703)
5. Stabilitas farmakologis
Selama penyimpanan dan pemakaian, efek terapetiknya harus tetap sama (USP
XII p.1703).

Anda mungkin juga menyukai