Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan oleh


meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini
disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi dan pembuangan cairan
dalam bola mata, sehingga merusak jaringan-jaringan syaraf halus yang ada di
retina dan di belakang bola mata. Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua
terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai
tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan
karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus
glaukoma dapat dikendalikan.

Glaukoma disebut sebagai 'pencuri penglihatan' karena sering


berkembang tanpa gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari
adanya gangguan penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah
lanjut. Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita
penyakit tersebut. Karena kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat
diperbaiki, maka deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan sedini
mungkin.

Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokulernya glaukoma


dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup.
Glaukoma sudut terbuka biasanya sering mengenai usia lebih dari 40 tahun,namun
belakangan ini ada juga yang mengenai usia 40 tahun ke bawah yang dikenal
dengan sebutan juvenile glaukoma atau glaukoma dewasa muda. Meskipun
insidennya jarang terjadi namun tetap saja diperlukan perhatian khusus kepada
penderita juvenile glaukoma ini. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
tertarik mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah
yang berjudul Juvenile glaukoma .

1
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami tentang juvenile glaukoma.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui struktur anatomi dari organ-organ yang


terlibat dalam sistem pengelihatan.
2. Untuk mengetahui mekanisme sistem pengelihatan secara
umum.
3. Untuk mengetahui cara mendiagnosa dan penatalaksanaan
juvenile glaukoma dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang.

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Manfaat Bagi Penulis

Memberikan gambaran dan menambah wawasan pengetahuan


untuk penulis juvenile glaukoma.

1.4.2 Manfaat Bagi Pembaca

Memberikan informasi kepada pembaca maupun masyarakat


tentang juvenile glaukoma .

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Anatomi Mata

2.1.1. Rongga Orbita

Volume Rongga Mata orbita orang dewasa 30ml, sedangkan bola mata
hanya mengisi 1/5 rongga orbita. Rongga Orbita berbentuk limas segi empat
dengan puncak ke arah dalam.

Dinding Orbita terdiri dari :

1. Atap Orbita, yaitu tulang frontal (terdapat sinus frontalis)

2. Dinding Lateral, yaitu tulang sphenoidal dan tulang zygomatikus

3. Dinding Medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus


eithmoidaldan sphenoidal)

4. Dasar Orbita, yaitu tulang maksilaris dan zygomatikus. Pada tulang


maksilaris terdapat sinus maksilaris. Kelenjar lakrimalis terdapat dalam fossa
lakrimalis di bagian anterior atap orbita

3
2.1.2.Kelopak Mata

Terdiri dari 5 lapisan (dari luar) :

1. Lapisan Kulit Kulit tertipis di bagian tubuh manusia, tidak ada lemak/

2. Lapisan Otot Orbikularis Okuli Untuk menutup mata yang di syarafi N.


VII

3. Jaringan Areolar Yaitu rongga dibawah otot orbikularis okuli,


berhubungan dengan mata kanan dan kiri, berhubungan dengan lapisan sub
aponeurotik dari kulit kepala.

4. Tarsus yaitu jaringan fibrous padat dengan sedikit jaringan elastis

5. Konjungtiva Palpebra / konjungtiva tarsalis Melekat dengan tarsus

2.1.3. Sistem Lakrimal

Terdiri dari 2 bagian :

1. Sekresi yaitu kelenjar lakrimalis, yang merupakan proses mengeluarkan


hasil kelenjar atau sel secara aktif.

Kelenjar ini terdiri dari:

a. Bagian orbita terletak pada bagian temporal anterior orbita

b. Bagian palpebra terletak di segmen temporal dari fornik konjungtiva


superior

2. Ekskresi yaitu proses pengeluaran sisa metabolisme dari tubuh

Ekskresi ini terdiri dari :

Punktum Lakrimalis, Kanalis Lakrimalis, Sakkus Lakrimalis, Duktus


Nasolakrimalis

4
2.1.4. Bola Mata

Terdiri dari :

1. Dinding Bola Mata

a.Konjungtiva yang terdiri :

* Konjungtiva palpebra, Konjungtiva fornik, konjungtiva bulbi.

b. Sklera dan Episklera

c. Kornea adalah jaringan transparan dengan ketebalan tengah 0,54mm, tepi


0,65mm, diameter 11,50mm

Kekuatan refraksi 40 dioptri

2. Isi Bola Mata

Segmen anterior terdiri dari Uvea anterior dan lensa mata.

a. Uvea Anterior ( Iris dan Badan siliaris )

Uvea terdiri dari 3 bagian, yaitu :

5
1. Iris (selaput pelangi) adalah lubang di tengah yang disebut pupil. Pupil
mengendalikan cahaya yang masuk dengan mengecil (miosis) akibat aktifitas
parasimpatis melalui N. III dan juga melebar (midriasis) oleh aktifitas saraf
simpatis.

2. Badan Siliaris, berfungsi membentuk aquous humor. Aqous humor


berfungsi mengendalikan tekanan bola mata (selain badan kaca). Untuk therapi
glaukoma, dengan mengendalikan badan siliaris.

3. Choroid disebelah dalam dibatasi Membran Bruch dan luar oleh sklera.
Sebelum membran Bruch, terdapat retina.

b. Lensa Mata

Berbentuk bikonvek, avaskuler, tidak berwarna, hampir transparan


sempurna. Tebal 4 mm dan diameter 9 mm, Kekuatan refraksi lensa 20 dioptri,
Terdiri dari 65% air dan sisanya protein.

3.Aqueous Humor

Aqueous Humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik


mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.

6
4.Retina

Retina adalah lapisan terdalam dari ketiga dinding bolamata, yang berupa
membran tipis, bening dan mirip jala dengan nilai metabolisme O2 yang tinggi.

Retina berisi 2 macam Photoreseptor:

1. Sel Kerucut (Cones) berfungsi terhadap penglihatan warna

2. Sel Batang (Rod) berperan sebagai proses adaptasi terang dan gelap
(sensitif terhadap perbedaan derajat penyinaran dan intensitas penyinaran
yang kecil)

Bagian Retina yang penting adalah Makula Lutea (penglihatan disini


adalah penglihatan yang paling tajam) dan papil optik yang terdapat di sudut
nasal. Bagian tengah retina makula berpigmen sangat padat kurang lebih 1,5mm.
Ditengahnya terdapat fovea (daerah yang berbentuk lonjong dan avaskuler). Pusat
fovea yang bergaung disebut Foveola.

2.2. Fisiologi Mata

Gelombang cahaya dari benda yang diamati memasuki mata melalui lensa
mata dan kemudian jatuh ke retina kemudian disalurkan sampai mencapai otak
melalui saraf optik, sehingga mata secara terus menerus menyesuaikan untuk
melihat suatu benda. Iris bekeja sebagai diafragma, mengatur banyak sedikitnya
cahaya yang masuk ke dalam pupil. Pada keadaan gelap pupil membesar dan pada
suasana terang pupil akan mengecil. Mekanisme tersebut berjalan secara otomatis,
jadi di luar kesadaran kita. Pada saat yang sama ajakan saraf yang lainnya masuk
lebih jauh ke dalam otak dan mencapai korteks sehingga memasuki saraf
kesadaran. Sistem yang terdiri dari mata dan alur saraf yang mempunyai peranan
penting dalam melihat di sebut alat visual. Mata mengendalikan lebih dari 90 %
dari kegiatan sehari-hari. Dalam hampir semua jabatan visual ini memainkan
peranan yang menentukan. Organ visual ikut bertanggung jawab atas timbulnya
gejala kelelahan umum.

7
2.3.Fisiologi Humour Aquos

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus


dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor akueus adalah suatu
cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata. Volumenya adalah
sekitar 250 L/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma.
Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini
memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein,
urea dan glukosa yang lebih rendah.

Humor akueus diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang


dihasilkan di stroma prosessus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan
prosessus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera posterior, humor
akueus mengalir melalui pupil ke kamera anterior lalu ke jalinan trabekular di
sudut kamera anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran diferensial
komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraokuler
dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor
akueus plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.

Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik


yang dibungkus oleh sel-sel traabekula yang membentuk suatu saringan dengan
ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm.
Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar
ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor akueus
juga meningkat. Aliran humor akueus ke dalam kanalis Schlemm bergantung pada
pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen
dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akueus)
menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil humor akueus keluar
dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uveoskleral).

2.4.Glaukoma

2.4.1.Definisi

8
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.Glaukoma
adalah suatu keadaan tekanan intraokuler atau tekanan dalam bola mata relatif
cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan menyebabkan
kelainan lapang pandang.
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya
cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan)
serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.

2.4.2. Epidemiologi
Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang
tinggi. Sekitar 2% dari penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma.
Glaukoma juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih
banyak diserang daripada wanita.

2.4.3. Etiologi
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi
dan ekskresi/ aliran keluar aqueous humor. Pada sebagian kasus tidak terdapat
penyakit mata lain (glaukoma primer). Sedangkan pada kasus lainnya,
peningkatan tekanan intraokular, terjadi sebagai manifestasi penyakit mata lain
(glaukoma sekunder).

2.4.4.Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:
- peredaran darah dan regulasinya, darah yang kurang akan menambah kerusakan.
- tekanan darah rendah atau tinggi.
- fenomena autoimun.
- degenerasi primer sel ganglion.
- usia di atas 45 tahun.
- keluarga mempunyai riwayat glaukoma.
- miopia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut terbuka.
- hipermetropia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut tertutup atau sempit.

9
- pasca bedah dengan hifema atau infeksi.

2.4.5.Patofisiologi
Mekanisme utama penurunan pengelihatan pada glaukoma adalah
apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan
lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson nervus opticus. Diskus opticus
menjadi atrofi, disertai pembesaran cawan optik.
Patofisiologi peningkatan tekanan intraokuler baik disebabkan oleh
mekanisme sudut terbuka maupun yang tertutup akan dibahas sesuai dengan
entitas penyakitnya. Efek peningkatan tekanan intraokuler di pengaruhi oleh
perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma
sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan
kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan
nervus opticus. Pada glaukoma sudut terbuka primer, TIO biasanya tidak
meningkat lebih dari 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu
lama, sering setelah beberapa tahun. Pada glaukoma tekanan normal, sel-sel
ganglion retina mungkin rentan mengalami kerusakan akibat TIO dalam kisaran
normal, atau mekanisme kerusakannya yang utama iskemia caput nervi optici.

2.4.6.Klasifikasi Glaukoma
a.Glaukoma Sudut Terbuka
Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka.
Glaukoma sudut terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar
aqueous humor, sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu
proses degenerasi trabecular meshwork, termasuk pengendapan materi ekstrasel
di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm.
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan
hubungannya dengan tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas.
Teori utama memperkirakan bahwa adanya perubahan-perubahan elemen
penunjang struktural akibat tingginya tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi
dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf optikus. Teori lainnya
memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus optikus. Kelainan

10
kromosom 1q-GLC1A (mengekspresikan myocilin) juga menjadi faktor
predisposisi.

b. Glaukoma Sudut Tertutup


Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera
anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan
penglihatan yang kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil,
yang terjadi spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang.

1) Glaukoma Sudut Tertutup Akut


Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata
dengan tiba-tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara
mendadak. Ini menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan
edematus, penglihatan kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma
sudut tertutup akut merupakan suatu keadaan darurat.
2) Glaukoma Sudut Tertutup Kronis
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan
keluar tanpa gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan
jalur keluar aqueous humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter
dan lebih sering pada hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata
depan dangkal dan pada gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea.

c.Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya
penyakit mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara
lain glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa,
fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan
peningkatan tekanan episklera.

d. Glaukoma Tekanan-Normal

11
Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami
peningkatan tekanan intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang
mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena
kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus optikus, atau bisa juga murni
karena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di Jepang. Secara
genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan
pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai adanya perdarahan
diskus, yang menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang.

e. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital atau infantil dapat tidak disertai kelainan mata lain
(primer) dan dapat bergabung dengan suatu sindrom, pasca trauma, pasca operasi
dan radang. Glaukoma kongenital primer disebabkan oleh gagal atau
pembentukan tidak normal dari anyaman trabekulum.
Glaukoma ini biasanya berjalan sporadik. Terdapat 10% dengan pola
herediter dan diduga bersifat autosomal resesif. Prognosis buruk bila gejala telah
terlihat sejak lahir. Biasanya glaukoma kongenital ini mengenai anak laki-laki.
Gejala mulai dilihat oleh ibu pasien dengan tanda-tanda :
- bola mata membesar
- edema atau kornea keruh akibat endotel kornea shock
- bayi tidak tahan sinar matahari
- mata berair
- silau
- menjauhi sinar dengan menyembunyikan mata dengan bantal. Pengobatan
atau pembedahan sangat perlu segera dilakukan.

f. Glaukoma Juvenile
Glaukoma juvenile biasanya bersifat herediter yang terdapat pada lengan
pendek kromosom 1. Terlihat sebagai glaukoma sudut terbuka pada usia antara 10
35 tahun. Biasanya 35% menderita miopia tinggi. Pada glaukoma kongenital
kelompok umur ini, tekanan intraokular meningkat pada anak-anak atau lebih
besar dan sudah menunjukkan tanda-tanda glaukoma lanjut pada usia sebelum 40

12
tahun. Walaupun anomali kongenital telah ada sejak lahir, tetapi tekanan
intraokular lebih lambat meningkat. Mengapa demikian, belum dapat dijelaskan.
Sepertinya organ-organ yang berfungsi mengeluarkan cairan akuos berkembang
lebih sempurna.
Salah satu bentuk glaukoma jevenile adalah glaukoma infantil yang
berkembang terlambat atau late developing infantil glaucoma. Gambaran
klinisnya menyerupai glaukoma primer sudut terbuka dan terdapat sedikit
pembesaran kornea.

2.4.7. Manifestasi Klinis

Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut


terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat
terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada glaukoma
akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan
gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan.

a. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara umum,
TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan kerusakan dalam
tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.
b. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan
oleh sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut
tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.
c. Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.
d. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya
menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma stadium

13
akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel vision), meski
visus pasien masih 6/6.
e. Perubahan pada diskus optik.
Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa penggaungan dan
degenerasi papil saraf optik.
f. Oklusi vena.
g. Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada anak-
anak dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus).

2.4.8. Pemeriksaan Mata Pada Glaukoma

a. Pemeriksaan tekanan bola mata

Tonometri merupakan pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola mata


seseorang berdasarkan fungsinya dimana tekanan bola mata merupakan keadaan
mempertahankan mata bulat sehingga tekanan bola mata yang normal tidak akan
memberikan kerusakan saraf optik atau yang terlihat sebagai kerusakan dalam
bentuk kerusakan glaukoma pada papil saraf optik. Batas tekanan bola mata tidak
sama pada setiap individu, karena dapat saja tekanan ukuran tertentu memberikan
kerusakan pada papil saraf optik pada orang tertentu. Untuk hal demikian yang
dapat kita temukan kemungkinan tekanan tertentu memberikan kerusakan.
Dengan tonometer Schiotz tekanan bola mata penderita diukur.

Dikenal 4 bentuk cara pengukuran tekanan bola mata:

1. Palpasi, kurang tepat karena tergantung faktor subjektif.


2. Identasi tonometri, dengan memberi beban pada permukaan kornea.
3. Aplanasi tonometri, mendatarkan permukaan kecil kornea.
4. Tonometri udara (air tonometri), kurang tepat karena dipergunakan di ruang
terbuka.
Pada keadaan normal tekanan bola mata tidak akan mengakibatkan kerusakan
pada papil saraf optik. Reaksi mata tidak sama pada setiap orang, sehingga
tidaklah sama tekanan normal pada setiap orang. Tujuan pemeriksaan dengan

14
tonometer atau tonometri untuk mengetahui tekanan bola mata seseorang.
Tonometer yang ditaruh pada permukaan mata atau kornea akan menekan bola
mata ke dalam. Tekanan ke dalam ini akan mendapatkan perlawanan tekanan dari
dalam bola mata melalui kornea.

b. Pemeriksaan kelainan papil saraf optik

Oftalmoskopi. pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang


dinamakan oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat diiihat saraf optik didalam
mata dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf
optik. Saraf optik dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangok
saraf optik pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat
glaukoma.

Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat terlihat :

15
Kelainan papil saraf optik

- Saraf optik pucat atau atrofi

- Saraf optik bergaung

Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarria hijau

Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar

c. Pemeriksaan Sudut Bilik Mata

Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut
bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti
benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita
apakah glaukoma sudut terbuka atau glaukoma sudut tertutup, dan malahan dapat
menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder. Pada gonioskopi dipergunakan
goniolens dengan suatu sistem prisma dan penyinaran yang dapat menunjukkan
keadaan sudut bilik mata. Dapat dinilai besar atan terbukanya sudut:

Derajat 0, bila tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak, kornea dengan
iris, disebut sudut tertutup. Derajat 1, bila tidak terlihat 1/2 bagian trabekulum
sebelah belakang, dan garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit. Sudut
sangat sempit sangat mungkin menjadi sudut tertutup. Derajat 2, bila sebagian
kanal Schlemm terlihat disebut sudut sempit sedang kelainan ini mempunyai
kemampuan untuk tertutup. Derajat 3, bila bagian belakang kanal Schlemm masih
terlihat termasuk skleral spur, disebut sudut terbuka. Pada keadaan ini tidak akan
terjadi sudut tertutup. Derajat 4. bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka.

16
d. Pemeriksaan Lapangan Pandang

Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan


tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri
tidak spesifik, karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang
dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan
pandang, sifat progresivitasnya, dan hubungannya dengan kelainan-kelainan
diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini. Gangguan lapangan pandang akibat
glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah.
Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Berbagai cara untuk
memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah layar singgung, perimeter
Goldmann, Friedmann field analyzer, dan perimeter otomatis.

2.4.9. Penatalaksanaan
a. Pengobatan medikamentosa

Supresi pembentukan humor akueus

Penghambat adrenergik beta adalah obat yang sekarang paling luas


digunakan untuk terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat digunakan tersendiri atau
dikombinasi dengan obat lain. Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25%
dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5% dan metipranolol 0,3% merupakan
preparat-preparat yang sekarang tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian obt-
obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun-terutama asma-dan defek
hantaran jantung. Untuk betaksolol, selektivitas relatif reseptor 1-dan afinitas
keseluruhan terhadap semua reseptor yang rendah-menurunkan walaupun tidak
menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikir dan rasa
lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat beta topikal.

Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik 2 baru yang menurunkan


pembentukan humor akueus tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan
dipivefrin memiliki efek pada pembentukan humor akueus.

17
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling
banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid-
digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil
memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat
tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan pembentukan humor
akueus sebesar 40-60%. Asetazolamid dapat diberikan per oral dalam dosis 125-
250 mg sampai tiga kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500 mg sekali atau
dua kali, atau dapat diberikan secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat
anhidrase menimbulkan efek samping sistemik yang membatasi penggunaan obat-
obat ini untuk terapi jangka panjang.

Obat-obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan humor akueus serta


menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.

Fasilitasi aliran keluar humor akueus

Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueus


dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan
adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel
4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0,75-3% adalah obat kolinergik
alternatif. Obat-obat antikolinesterase ireversibel merupakan obat
parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah demekarium
bromide 0,125 dan 0,25% dan ekotiopat iodide 0,03-0,25% yang umumnya
dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi
kataraktogenik

Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan


aliran keluar humor akueus dan disertai sedikit penurunan pembentukan humor
akueus. Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi
konjungtiva reflek, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi
alergi.efek samping intraokular yang dapat tejadi adalah edema makula sistoid
pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus. Dipivefrin adalah suatu
prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi bentuk aktifnya.

18
Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera
anterior sempit.

Penurunan volume korpus vitreum

Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga


air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain
itu, terjadi penurunan produksi humor akueus. Penurunan volume korpus vitreum
bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tetutup akut dan glaukoma maligna
yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh
perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan menyebabkan penutupan
sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).

Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam larutan 50% dingin dicampur
sari lemon adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaian pada
penderita diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea
atau manitol intravena.

b. Terapi bedah dan laser

Iridektomi dan iridotomi perifer

Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi


langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara
keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium:YAG atau
argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan iridektomi perifer. Walaupun lebih
mudah, terapi laser memerlukan kornea yang relatif jernih dan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar, terutama apabila
terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah
mungkin menghasilkan keberhasilan jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga
berpotensi menimbulkan kesulitan intraoperasi dan pascaoperasi. Iridotomi laser
YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi
serangan penutupan sudut.

19
Trabekuloplasti laser

Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui


suatu goniolensa ke jaringan trabekular dapat mempermudah aliran ke luar humor
akueus karena efek luka bakar tersebut pada jaringan trabekular dan kanalis
Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi
jaringan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk berbagai macam bentuk
glaukoma sudut terbuka dan hasilnya bervariasi tergantung pada penyebab yang
mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis
dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Penelitian-
penelitian terakhir memperlihatkan peran trabekuloplasti laser untuk terapi awal
glaukoma sudut terbuka primer.

Bedah drainase galukoma

Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase


normal, sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke
jaringan subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan trabekulotomi atau
insersi selang drainase. Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan
drainase full-thickness (misalnya sklerotomi bibir posterior, sklerostomi termal,
trefin).

20
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler atau tekanan dalam bola
mata relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan
menyebabkan kelainan lapang pandang. Glaukoma terjadi akibat adanya
ketidakseimbangan antara proses produksi dan ekskresi/ aliran keluar aqueous
humor. Sekitar 2% dari penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita
glaukoma. Glaukoma juga didapatkan pada usia di bawah 40 tahun, meskipun
jarang. Glaukoma pada usia muda ini terdiri dari glaukoma kongenital dan
glaukoma juvenile, dimana glaukoma juvenile merupakan glaukoma pada usia di
bawah 40 tahun dengan gambaran glaukoma sudut terbuka. Sehingga untuk
penatalaksanaan dan terapinya sama saja seperti glaukoma sudut terbuka pada
umumnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Evelyn C. Pears. 2011. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama.
Faiz, Omar dan Moffat, David. 2002. At a Glance Anatomi. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Ilyas, Sidarta. Glaukoma.2005. Edisi ke 3. Jakarta : Sagung Seto.
Ilyas, Sidarta. 1997. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi) . Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta.1985. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta, dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 2. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta.2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 4. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta
: EGC
Sherwood, Laurale. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem.Jakarta
:EGC
Vaughan Daniel G, Asbury T, Riordan Eva.2000. Oftalmologi Umum
Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
Vaughan Daniel G, Asbury T, Riordan Eva.2000. Oftalmologi Umum
Edisi 17. Jakarta: EGC.
Ward, Jeremy dkk. 2005. At a Glance Fisiologi. Jakarta : Penerbit
Erlangga.

22

Anda mungkin juga menyukai