Anda di halaman 1dari 7

TEORI AKUNTANSI

PENGARUH FAKTOR POLITIS PADA STANDAR


AKUNTANSI: KASUS

KELOMPOK 10

P. Sigit Wahyudhi NIM. 1506305151


Chrismendo Haniel Caesario Paath NIM. 1506305163

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

JIMBARAN

2017
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

1. Kasus SFAS No. 2 ........................................................................................... 1

2. Kasus SFAS No. 33 ......................................................................................... 2

3. Kasus Standar Pengukuran Instrumen Keuangan ............................................ 3

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 5

ii
1. Kasus SFAS No. 2
Pada kasus research and development SFAS No 2 diterapkan rigit uniformity.
Akan lebih representational faithfulness bila biaya research and development
(succesful effort) sebagai finite uniformity, misalnya di dalam akuntansi minyak
dan gas.
Sifat dan karakteristik industri minyak dan gas bumi berbeda dengan industri
lainnya. Sebagai akibat dari sifat dan karakteristik dari industri minyak dan gas
bumi, maka terdapat beberapa perlakuan akuntansi khusus untuk industri tersebut
yang berbeda dengan industri lainnya, seperti:
1. Adanya sifat untung-untungan (gambling) dari usaha explorasi menimbulkan
beberapa alternatif dalam penggunaan metode pengakuan biaya atas
cadangan yang tidak berisi minyak atau gas (dry hole).
2. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pengakuan biaya harus dikaitkan
dengan aktivitas sampai diketemukannya cadangan minyak atau gas di suatu
negara, sehingga semua biaya yang terjadi ditangguhkan dan akan
dikapitalisasi sebagai bagian dari cadangan minyak yang ditemukan di negara
tersebut.
3. Pendapat lain menyatakan bahwa biaya yang terjadi untuk pencarian minyak
dan gas harus dikaitkan dengan hasil dari aktivitas pencarian suatu cadangan.
Biaya tersebut akan dikapitalisasi bila cadangan tersebut dalam kenyataan
berisi minyak atau gas dan sebaliknya akan dinyatakan sebagai beban kalau
cadangan tersebut tidak berisi minyak atau gas.
Perbedaan perlakuan akuntansi terjadi karena adanya perbedaan pandangan
dalam perlakuan biaya yang dikapitalisasikan, beban yang diakui serta perhitungan
amortisasinya. Sehingga perbedaan tersebut pada akhirnya memperkenalkan
konsep pencatatan biaya dengan dasar Full Cost Method (FC) dan Successful Effort
Method (SE) yang pada akhirnya mengakibatkan perbedaan pada laporan keuangan
yang dihasilkan.
Metode successful effort hanya akan mengakui biaya-biaya penelitian
(exploration dan survey) atas sumur yang sukses mendapatkan cadangan terbukti
saja yang akan dikapitalisasikan. Biaya-biaya atas sumur-sumur yang tidak berhasil
dinyatakan tidak memiliki manfaat di masa mendatang dan karena itulah harus

1
dibebankan pada periode terjadinya. Sebaliknya, karena tidak ada cara untuk
menghindarkan biaya-biaya unsuccessful (tidak berhasil) dalam pencarian
cadangan minyak dan gas bumi, maka full cost method menganggap baik biaya-
biaya yang terjadi pada sumur sukses menemukan cadangan minyak dan gas bumi
maupun tidak, tetap diakui sebagai bagian biaya penemuan cadangan minyak dan
gas bumi. Hubungan langsung antara biaya-biaya yang terjadi dengan penemuan
cadangan minyak dan gas bumi tidaklah penting dalam metode full cost. Dengan
demikian, bila digunakan metode full cost baik biaya yang sukses maupun tidak,
akan dikapitalisasikan walaupun biaya yang terjadi pada sumur yang tidak sukses
tidak memiliki manfaat sama sekali bagi perusahaan dimasa mendatang.

2. Kasus SFAS No. 33


FSAB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (statement of
financial accounting standards-SFAS) No. 33. Berjudul pelaporan keuangan dan
perubahan harga, pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan AS yang
memiliki persediaan dan aktiva tetap. Banyak pengguna dan penyusun informasi
keuangan yang telah sesuai dengan SFAS No.33 mengemukakan bahwa:
1. Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.
2. Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
3. Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila
dibandingkan data biaya kini.
FASB memutuskan untuk tetap memakai biaya historis nominal sebagai dasar
laporan keuangan. SFAS No. 33 secara spesifik menjelaskan pengaruh perubahan
harga seharusnya disajikan sebagai informasi tambahan dalam laporan tahunan.
Didukung dengan pendekatan dolar yang stabil akan sama baiknya dengan
pendekatan nilai sekarang. FASB menyimpulkan perusahaan seharusnya
melaporkan informasi tambahan selain informasi utama dengan pendekatan
pengukuran yang berbeda.

Selama pelaporan dolar konstan, SFAS mensyaratkan pengungkapan atas :


1. informasi pendapatan dan operasi selanjutnya selama pajak tahunan beredar
berbasis kos historis atau dolar konstan.

2
2. keuntungan atau kerugian daya beli atas nilai moneter bersih untuk pajak
tahunan.
Mengenai nilai sekarang, hal yang perlu diungkapkan selanjutnya adalah:
1. informasi pendapatan dari operasi berkelanjutan untuk peredaran pajak
tahunan berdasarkan basis biaya sekarang.
2. jumlah dari biaya sekarang dari persediaan properti, tanah dan perlengkapan
di akhir peredaran pajak tahunan.
3. peningkatan atau penurunan untuk peredaran pajak tahunan dalam harga
sekarang sejumlah nilai persediaan properti, tanah dan kepemilikan pada saat
inflasi.
Akhirnya SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu adanya
kemunduran dramatis dari inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi
masalah pengukuran yang digunakan, pertanyaan tentang pengertian dan
penggunaan untuk tujuan prediktif.

3. Kasus Standar Pengukuran Instrumen Keuangan


Definisi Instrumen Keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset
keuangan entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain.
Instrumen keuangan diukur pada pengakuan awal sebesar nilai wajar ditambah
dengan biaya transaksi kecuali untuk instrumen yang diukur dengan menggunakan
nilai wajar. Pengukuran instrumen keuangan sebesar nilai amortisasi, premium dan
diskon dimartisasi dengan menggunakan effective interest rate.
Sebagai contoh pada kasus perjanjian pembelian kembali atau repurchase
agreement, dimana perusahaan menjual financial asset dengan perjanjian
bahwa financial asset tersebut akan dibeli kembali pada harga yang ditetapkan atau
pada harga jual semula ditambah keuntungan. Pada kasus tersebut walaupun terjadi
transfer financial asset dan juga arus kas ata aset yang ditransfer, perusahaaan
masih memiliki kontrol terhadap financial asset yang ditransfer melalui hak
membeli financial asset tersebut kembali. Karena hal tersebut, maka financial
asset yang telah ditransfer tersebut masih tetap dicatat di Balance sheet.
Walaupun sebuah entitas masih memiliki hak kontraktual untuk menerima
arus kas darifinancial asset, entitas tersebut masih dapat mengakui adanya transfer

3
keuangan jika dia memiliki kewajiban kontraktual untuk membayar arus kas yang
diterima tersebut kepada satu atau pihak lain sesuai kesepakatan dan memenuhi
syarat sebagaimana yang telah dijelaskan pada PSAK No. 55 (revisi 2006) paragraf
16. Transaksi ini tidak diatur pada PSAK No. 50 (1998), dan oleh IAS diistilahkan
sebagai pass trough arrengement. Transaksi ini biasanya ditemui pada
sekuritisasi ataupun spesial purpose entities (SPE).
Contoh: kasus Transfer of financial asset yang tidak
memenuhi derecognition
PT A menjual instrumen utang yang diterbitkan oleh PT B dengan harga Rp
5.000.000 dan memberikan jaminan atas default asses atas instrumen utang yang
dijual tersebut. Hakikatnya PT A tetap menahan hampir seluruh resiko dan manfaat
dari instrumen tersebut sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai pelepasan asset.
Di sisi lain perusahaan akan mengakui kewajiban.

Pengukuran (Measurement)
PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran telah banyak mengadopsi IAS 39 dibandingkan PSAK No. 55 (1999).
Ada perbedaan yang mendasar pada pengukuran awal (initial measurement) antara
PSAK 55 (1998) dengan PSAK 55 (revisi 2006). Sebelumnya, semua instrumen
keuangan dikur pada pengukuran awal sebesar historical cost, namun menurut
PSAK No. 55 (revisi 2006), pengukuran nilai awal instrumen keuangan
berdasarkan fair value-nya. Khusus untuk Held to Maturity, fair value tersebut
ditambah dengan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan akuisisi ataupun
penerbitan instrumen keuangan tersebut.

4
DAFTAR PUSTAKA

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=134313&val=5637
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/2014/11/07/akuntansi-instrumen-keuangan-
psak-50-55-60/
http://etw-accountant.com/tag/iasb/
http://digilib.unila.ac.id/72/5/BAB%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai