Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Sectio Caesarea(SC)


1. Definisi Sectio Caesarea (SC)
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).
Sectio Caesarea ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh(Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).

2. TujuanSectio Caesarea (SC)


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan
hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga
dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.
3. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat
diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1) CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2) PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3) KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
5) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
(1) Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
- Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
- Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
- Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).

4. Patofisiologi
Sectio Caesarea (SC)merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah
dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin
yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan
gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi
janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi
dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri
yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan
karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk
juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi
yaitu konstipasi (Saifuddin, 2002).

5. Jenis-jenis Sectio Caesarea (SC)


1) Sectio caesarea transperitonealis profunda
Sectio cadesarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan
pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2) Sectio caesarea klasik atau section caesaria korporal
Pada cectio caesarea klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan section caesaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
3) Sectio caesaria ekstra peritoneal
Section caesaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uterin berat.
4) Section caesaria Hysteroctomi
Setelah sectio caesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat.

6. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan Sectio Caesarea adalah :
1) Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2) Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
4) Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.

7. Pemeriksaan Penunjang
1) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4) Urinalisis / kultur urine
5) Pemeriksaan elektrolit

8. Penatalaksanaan Medis
1) Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.

2) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
3) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
4) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
5) Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
- Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
- Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
- Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
6) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
7) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
8) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
9) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
B. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dalam meliputi Bio- Psiko- Sosial dan Spiritual. Dalam

mendapatkan informasi diperoleh melalui pasien, keluarga pasien, tenaga medis dan

keperawatan dengan cara wawancara maupunlangsung. Pengkajian ini meliputi :

1) Identitas

Membuat memudahkan perawat untuk mengenal dan membedakan antara pasien yang

satu dengan yang lain yang meliputi : nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,

suku/ bangsa dan alamat. Identitas penanggung jawab Mengetahui siapa yang

bertanggung jawab pada pasien tersebut yang meliputi : nama, umur, agama,

pendidikan, pekerjaan, suku/ bangsa dan alamat.

2) Riwayat Kesehatan

Keluhan utama :

Keluhan yang dirasakan pasien pada saat di data.

3) Riwayat penyakit sekarang

Alasan pasien masuk rumah sakit yang dapat diuraikan dengan metode PQRST yaitu :

P (Paliatip) : Segala sesuatu yang dapat memperberat dan


memperingan keluhan.
Q (Quality) : Dengan memperhatikan bagaimana efeknya,
bagaimana rasanya?
R (Region) : Terjadi di daerah mana? Apakah terjadi
penyebaran atau tidak?
S (Severity scale) : Apakah keluhan tersebut mengganggu
aktivitasnya? Seberapa besar gangguannya?
T (Timing) : Kapan mulai terjadinya keluhan?
4) Riwayat penyakit lain

Apakah pasien pernah mengalami penyakit menular seperti TBC dan penyakit

keturunan seperti hipertensi, jantung, diabetes mellitus asma.

5) Riwayat kesehatan keluarga


Bagaimana keadaan kesehatan keluarga, apakah dalam keluarga ada yang mempunyai

riwayat persalinan dengan tindakan induksi, penyakit keturunan seperti hipertensi,

diabetes mellitus, gangguan mental dan penyakit menular seperti TBC.

6) Riwayat genekologi

a. Riwayat Haid (menstruasi)

Meliputi menarche atau usia pertarna kali pasien menstruasi, siklus, lamanya,

jumlahnya, masalah yang dirasakan selama menstruasi dan HPHT (Haid Pertama Haid

Terahir).

b. Riwayat Kontrasepsi

Meliputi alat kontrasepsi apa yang digunakan poasien sebelumnya, kapan pasien

menggunakan alat kontrasepsi tersebut.

c. Riwayat Kehamilan

Meliputi jumlah anak yang hidup saat ini, siapa yang menolong persalinan, dimana

tempat persalinan saat itu berlangsung, adakah masalah dalam persalinan yang lalu.

7) Pemeriksaan Fisik

1. Dilakukan pada pasien dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yang

meliputi :

Status fisikkeadaan umum, apakah pasien mengalami penurunan kesadaran dan tampak

lemah atau tidak.

2. Tanda-tanda vital :

Tanda-tanda vital dimonitor secara teratur, apakah ada peningkatan atau penurunan

tekanan darah, frekuensi dan kedalaman pernafasan, frekuensi nadi dan suhu tubuh.

Biasanya tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan berada dalam batas normal. Suhu

naik 0.5 C tapi tidak lebih dari 39 C, normal setelah 12 jam. Sedangkan denyut nadi
60-80 x/menit, bila lebih dari 100 x/ menit maka menandakan adanya infeksi atau

perdarahan post partum.

3. Kepala

Meliputi keadaan kepala, keadaan rambut (rontok atau tidak), warna rambut, apakah

berketombe, apakah ada keluhan pusing atau sakit kepala

4. Muka

Meliputi keadaan muka, kesimetrisan, apakah ada oedema.

5. Mata

Meliputi bentuk simetris, keadaan konjungtiva, sclera, oedema, reaksi pupil terhadap

cahaya, apakah penglihatan jelas atau tidak.

6. Hidung

Meliputi apakah bentuk simetris, adakah reaksi alergi, perdarahan dalam hidung,

keadaan hidung (bersih atau kotor), apakah ada pembengkakan, apakah penciuman

baik.

7. Mulut

Meliputi keadaan mukosa, bibir, apakah terdapat stomatitis, caries dentist, fungsi

pengecapan, keadaan mulut, fungsi menelan.

8. Telinga

Keadaan telinga (bersih atau kotor), terdapat nyeri tekan atau tidak, fungsi pendengaran

baik atau tidak.

9. Leher

Adakah pembesaran kelenjar tyroid atau tidak, adakah peningkatan JVP atau tidak,

adakah pembesaran kelenjat getah bening atau tidak.

10. Jantung
Bunyi jantung regular atau ireguler, apakah ada bunyi tambahan seperti murmur dan

gallop.

11. Paru - paru

Bunyi pernafasan vesikuler atau tidak, apakah ada suara tambahan seperti ronchi dan

wheezing.

12. Payudara

Bentuk simetris atau tidak, putting susu menonjol atau tidak, apakah ada benjolan atau

tidak, apakah ada nyeri atau tidak, apakah ada nyeri tekan atau pembengkakan kedua

payudara, kebersihan payudara, keadaan aerola, colostrum ada atau tidak, asi keluar

pada hari ke 3 post parturn.

13. Abdomen

Bentuk datar atau distensi, adakah bising usus, adakah nyeri tekan atau tidak, adanya

kontraksi atau tidak, adakah pembesaran hati dan limfe, apakah ada striae atau tidak,

apakah ada lineanigra atau tidak, TFU, diastasis rektus abdominus, konsistensi uterus

keras dan membulat.

14. Genetalia

Vesika urinaria : Vesika urinaria dalam keadaan kosong atau penuh.

Vulva : Adakah oedema, kebersihan vulva, apakah ada perdarahan atautidak.

Vagina : adakah perdarahan pada jalan lahir, adakah oedema dan varises, adanya

robekan aatu tidak. Jenis lochea yaitu

Lochea Rubra ( Cruenta), Berisi darah segar dan sisa -sisa selaput ketuban, sel-sel

desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum. Pada hari ke 1-2 post partum.

Lochea Sanguinolenta, Berwarna merah kuning berisi darah dan lemdir. Pada hari ke

3-7 post partum.


Lochea Serosa, Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 7-14 post

partum.

Lochea Alba, Cairan putih, setelah 2 minggu

Lochea Purulenta, Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

Lochiostasis, Lochea tidak lancer keluarnya

Perineum : Terdapat bekas jahitan episiotomi atau tidak.

Anus : Apakah terdapat hemoroid atau tidak

8) Ekstremitas
1. Atas : Bentuk simetris, pergerakan pasien bebas atau terbatas,
apakahterpasang infuse atau tidak.
2. Bawah : Apakah terdapat oedema dan varises, reflek patella ada
atau tidak, homan sign positif atau negative, pergerakan
bebas atau terbatas
9) Pola aktivitas sehari-hari

Aktivitas sehari-hari yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit dan di Rumah sakit

meliputi : pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, personal hygiene dan pola

aktivitas.

1. Data psikologis

Emosi Konsep diri :Terdiri dari gambaran diri, identitas diri, harga\
diri, ideal diri dan peran.
Gaya komunikasi :Bahasa yang dapat digunakan pasien, bahasa
keseharian pasien.
Pola interaksi :Hubungan pasien dengan anggota keluarga,
tetangga dan lingkungan sekitar baik atau tidak.
Pola koping :Dalam menyelesaikan masalah pasien biasanya
bercerita atau meminta bantuan pada siapa untuk
menyelesaikannya.
2. Data spiritual
Harapan dan dorongan dalam diri pasien, keyakinan dan kepercayan pasien terhadap

kesembuhan penyakitnya, kebiasaan pasien melakukan ibadah.

3. Data penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit dan trombosit

b. USG : melihat apakah ditemukan kelainan pada janin, gerakan janin, tampak denyut

jantung janin atau tidak

Dilatasi serviks dan kerokan : apakah ditemukan desidua tanpa villus korlaks dari

sediakan.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan luka post sectio caesarea.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

4. Defisit knowledge tentang KB berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

KB.

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan :
Pasien mengatakan nyeri berkurang atau menghilang
Pasien merasa lebih nyaman dan tenang
Intervensi :
1. Tentukan karakteristik, sifat, durasi nyeri serta tingkat nyeri.
R/ Mengetahui tingkat nyeri, derajat ketidaknyamanan
2. Observasi keadaan umum, TTV klien tiap 8 jam
R/ Pada banyak klien, nyeri dapat menyebabkan delisah serta tekanan darah dan nadi
meningkat
3. Ubah posisi klien
R/ Pengaturan posisi yang tepat dapat mereleksasikan otot
4. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam ketika nyeri
R/ Agar rasa nyeri dapat berkurang, karena suplai O2 untuk mengendurkan susunan
saraf simpatis dan otot-otot yang tegang
5. Anjurkan dan berikan analgetika sesuai dengan instruksi dokter
R/ Analgetika bekerja untuk meningkatkan kenyamanan dengan memblok impuls
nyeri
Diagnosa 2 : Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan luka post sectio
caesarea.
Tujuan :
Luka bersih
Luka mengering
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi = tumor, rubor, color, dalor, fungsiolesa
Leukosit normal
5000-10.000 g/ul
Hb normal
12-14 g/dl
Intervensi :
1. Observasi keadaan luka
R/ Mengetahui keadaan luka sejauh mana
2. Observasi TTV tiap 8 jam
R/ Mengetahui nilai sign balam batas normal
3. Kaji terhadap tanda atau gejala infeksi
R/ Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korio
amnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka
4. Lakukan perawatan luka dan ganti balutan setiap hari dengan teknik septik dan
antiseptik
R/ Teknik septik dan anti septik mengurangi jumlah mikroorganisme
5. Kolaborasikan dengan lab mengenai pemeriksaan Hb dan leukosit berulang
R/ Resiko infeksi pasca-melahirkan dan pertumbuhan buruk meningkat bila kadar Hb
rendah dan kehilangan kadar Hb berlebihan
6. Kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian antibiotik spektrum luas.
R/ Antibiotik profilaktik mencegah terjadinya proses infeksi sebagai pengobatan pada
infeksi yang teridentifikasi khususnya jika klien mengalami pecah ketuban yang lama
Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
- Klien dapat bergerak tanpa rasa nyeri
- Personal hygiene terpenuhi
- Aktivitas pemenuhan nutrisi, eliminasi terpenuhi
Intervensi :
A. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya : makan, mandi, BAB BAK sesuai
tingkat kemampuannya
R/ Memudahkan klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari
B. Dekatkan peralatan yang biasa digunakan klien
R/ Memudahkan klien beraktivitas
C. Anjurkan klien berjhati-hati jika hendak turun dari tempat tidur
R/ Turun perlahan-lahan mencegah terjadinya jatuh yang diakibatkan nyeri (post Sc)
D. Berikan dan anjurkan mobilisasi
R/ Mobilisasi dapat memperlancar gerak yang diakibatkan karena adanya nyeri dari
terputusnya kontinuitas jaringan
Diagnosa 4 : Defisit knowledge tentang KB berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang KB.
Tujuan :
- Klien tahu, mengerti tentang jenis-jenis KB dan cara ber KB
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya
R/ Memudahkan kerja sama antara perawat dan klien
2. Bekerja sama dengan klien dalam menata tujuan
R/ Memudahkan tercapainya tujuan KB
3. Berikan informasi selengkapnya tentang KB
R/ Pasien mau, mampu dan tahu mengenai KB
4. Diskusikan bersama klien untuk mengungkapkan KB
R/ Mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan klien tentang KB
5. Kaji pengetahuan klien tentang KB
R/ Mengetahui sejauh mana keinginan klien untuk ber KB
6. Beri tahu kepada ibu tentang KB apa yang paling tepat untuk ibu
R/ Solusi KB yang tepat sesuai dengan kondisi ibu
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana

keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada

tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam

rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif

terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian

bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap

intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan

lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana

perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya (Doenges M, 2000).

E. Evaluasi Keperawatan
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang

diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian

mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan perawat

mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil. (Doenges M, 2000).


I. PRE-EKLAMSIA BERAT
A. Pengertian
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema (Harnawati, 2008).
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Haidir. 2009).
Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2006).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih di sertai proteiuria dan/atau edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.(Asuhan Kebidanan IV:2010)

B. Klasifikasi
Pre-eklamsia dibagi dalam 2 golongan :
1. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :
a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah
terlentang/tidur berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 x
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
b) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
perminggu.
c) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+ pada urin kateter
atau midstream ( Ida Bagus.1998).
2. Pre-eklampsi berat:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
c) Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
d) Keluhan subjektif :
Nyeri di epigastrium
Gangguan penglihatan
Nyeri kepala
Edema paru dan sianosis
e) Pemeriksaan :
Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
Perdarahan pada retina
Trombosit kurang dari 100.000/mm

C. Etiologi
Etiologi penyakit preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh
karena itu disebut penyakit teori namun belum ada memberikan jawaban yang
memuaskan.
Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda
dan gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan
plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita
preeklampsia.
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia
remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :
Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis
Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.
Kegemukan.
Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
Mengandung lean alirbih dari satu orang bayi.
Gizi buruk
Gangguan aliran darah ke rahim.
Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan
penyakit: primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari
satu, morbid obesitas.
Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklampsia terjadi
pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami
anomali rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal,
insiden dapat mencapai 25%.

D. Patosiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada
uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan
pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan
pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan
akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi
fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun
dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor
pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang
di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II
bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan
lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat
dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi
kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme,
angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron.
Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi
darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru-
paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema
serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang
meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang
sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh
darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat
menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan
mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya
kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan
menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan
memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh
aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan
penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis
menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan
memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein
yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan
menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya
menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya
diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan
perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation
serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan
meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas.
Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan
penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri
epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan
timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP
diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan
cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan
hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan
diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.
Pathway
E. Manifestasi Klinis
Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan
tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
Gangguan penglihatan pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur,
dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara.
Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya
Nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
Gangguan pernafasan sampai cyanosis
Terjadi gangguan kesadaran

F. Komplikasi
Atonia uteri
Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count)
Ablasio retina
KID (koagulasi intravaskuler diseminata)
Gagal ginjal
Perdarahan di otak
Edema paru
Gagal jantung
Syok sampai kematian

G. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a. Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr% )
b. Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 43 vol% )
c. Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 450 ribu/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati
a. Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
b. LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
c. Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
d. Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
e. Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
f. Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4) Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b) Radiologi
1) Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,
aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Pre-Eklamsia Berat
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti : kehamilan diakhiri/ diterminasi
bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan
bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip : tetap pemantauan janin dengan klinis, USG,
kardiotokograf. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit,
refleks patella setiap jam. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL
(60-125 cc/jam) 500 cc. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. Pemberian
obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).
I. Manajemen Keperawatan

a. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
1) Data Subjektif
a) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
b) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi
kronik, DM
d) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
e) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
f) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan fisik
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
b) Pemeriksaan penunjang
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6
jam
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga
0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine
meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak output
sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru: oedem
paru.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, payah
jantung.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus skunder
terhadap penurunan kardiak output.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: penumpukkan ion Hidrogen
7. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia

c. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak output
sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan elama 1x24 jam diharapkan perfusi jaringan
serebral klien adekuat
Intervensi :
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya
persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru: oedem
paru.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pertukaran gas
adekuat.
Intervensi:
a) Auskultasi bunyi jantung dan paru
R/: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b) Kaji adanya hipertensi
R/ : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin
(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R/: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R/: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, payah
jantung.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan curah jantung
dapat adekuat.
Intervensi:
a) Observasi EKG atau telematri untuk perubahan irama.
R/: Perubahan pada fungsi eletromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap
berlanjutnya gagal ginjal/akumulasi toksin dan ketidakseimbangan elektrolit.
b) Selidiki laporan kram otot kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot, hiperlefleksia.
R/ :Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dan
fungsi jantung.
c) Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat
R/ :Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.
Kolaborasi:
d) Awasi pemeriksaan laboratorium: kalium, kalsium, magnesium.
R/: Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia pada fase
diuretik atau perbaikan.
e) Berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
R/: Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi oleh kelebihan dan
kekurangan cairan) dan fungsi otot miokardial.
f) Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.
R/: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial untuk menurunkan kerja
jantung dan hipoksia seluler.

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus skunder


terhadap penurunan cardiac output.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi kelebihan
volume cairan dengan kriteria hasil: klien menunjukkan haluaran urin tepat dengan berat
jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas
normal, tak ada edema.
Intervensi:
a) Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena a) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin, b)
pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipotensi atau perubahan
fase oliguria gagal ginjal dan perubahan pada sisten renin-angiotensin.
b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
R/: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan
cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
c) Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. evaluasi derajat edema (pada skala +1
sampai +4).
R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh tangan, kaki,
area lumbosakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema
pitting terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini
karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal.
d) Kaji tingkat kesadaran , selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
R/ Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin asidosis, ketidakseimbangan
elektrolit atau terjadinya hipoksia.
Kolaborasi
e) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium dan kretinin urin,
natrium serum, kalium serum, Hb/Ht, foto dada.
R/ Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.
f) Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.
R/ Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak seimbangan elektrolit,
asam/basa dan untuk menghilangkan toksin.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam diharapkan klien
menunjukkan toleransi aktivitas.
Intervensi :
a) Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai
keperluan.
R/: Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan untuk
penyembuihan.
b) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
R/: Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk
menurunkan resiko kerusakan jaringan.
c) Lakukan tugas dengan cepat sesuai toleransi
R/: Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.
d) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang jarak sendi pasif
/aktif.
R/: Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan
aktivitas yang mengganggu periode istirahat.

6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : penumpukkan ion Hidrogen
Tujuan : setelah dilakukan tindakn keperaeatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang.
Intervensi :
a) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/: Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan tindakan
perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
b) Jelaskan penyebab nyerinya
R/: Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
c) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/: Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
d) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/: untuk mengalihkan perhatian pasien
7. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko cidera
tidak terjadi.
Intervensi :
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya
persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC

Errol norwiz. 2011. Anatomi dan fisiologi obstetric dan ginekologi.

Jakarta: EGC

Gary,F C. 2006. Williams obstetric edisi 21. Jakarta : EGC

Myles textbook for midwives. 2011. Buku ajar bidan Edisi :14.

Jakarta :EGC

Muttaqin,A dan Kumala Sari. 2008. Buku pre operatif. Jakarta :EGC

Abdul Bari Saifuddin dkk.2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan

Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.

Joseph Hk, dkk. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (Obsgyn). Nuha

Medica: Yogyakarta.

Mochtar,Rustam,Prof.Dr.M.Ph.2008.Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2.EGC:

Jakarta.

Pincus Eatzel dan Len Roberts. 2009. Kapita Selekta Pediatri.

EGC : Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.2010.Ilmu Kebidanan Edisi III.Yayasan

Bina Pustaka: Jakarta.

Rukiyah, Ai Yeyeh, S.siT, MKM. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi

Kebidanan). CV Trans Info Media: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai